Anda di halaman 1dari 58

Asuhan

Keperawatan pada
Anak dengan
Gangguan
Peradangan pada
SGD 4
1. Sarah maulida Rahmah (131611133006) Sistem Digestive :
2.
3.
Ni’matus Sholeha
Rufaidah Fikriya
(131611133009)
(131611133018)
Diare Akut &
4.
5.
Arinda Naimatuz Zahriya
Erva Yulinda Maulidiana
(131611133024)
(131611133033)
Typhoid Fever
6. Elin Nur Annisa (131611133037)
7. Septin Srimentari Lely Darma (131611133046)
8. Gita Shella Madjid (131611133049)
DIARE AKUT
DEFINISI
Menurut Amin (2015), diare atau mencret didefinisikan
sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk
(unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari
3 kali dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang
dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila
diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan
pada diare kronik. Feses dapat dengan atau tanpa
lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa
mual, muntah,nyeri abdominal, mulas, tenesmus,
demam,dan tanda-tanda dehidrasi.
ETIOLOGI
Menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat
dibagi dalam beberapa faktor:
1. Faktor Infeksi
2. Faktor Malabsorbsi
3. Faktor Makanan
4. Faktor Psikologis
PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan dapat
menimbulkan diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Diare disebabkan oleh 4 faktor yaitu infeksi virus, makanan, malabsorbsi dan psikologis.
Virus berkembang didalam usus halus dan malabsorbsi KH, lemak meningkatkan tekanan osmotic
sehingga terjadi kelebihan pengeluaran air dan elektrolit dan peningkatan isi rongga usus, kemudian
abdomen menjadi distensi dan menyebabkan diare. Sedangkan dari faktor makanan dan psikologi
ini menyebabkan gerakan peristaltic yang berlebihan di usus, sehingga makanan tidak dicerna
dengan baik yang menyebabkan penurunan kemampuan absorbs makanan didalam usus, kemudian
terjadi diare.
CONT...

Patofisiologi diare akut menurut Ngastiyah (2005) dibagi


menjadi 4, yaitu :
1. Diare Sekretorik
2. Diare Cytotoxic
3. Diare Osmotic
4. Diare Disentrik
WOC

C:\Users\USER\Desktop\woc diare akut.docx


TANDA DAN GEJALA
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :
1. Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh di
abdomen, nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala
(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
2. Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi,
asidosis, syok, dan lain-lain), kolik abdomen, kejang dengan atau
tanpa demam, sakit kepala (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
3. Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang,
disertai fatigue. (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
PEMERIKSAAN FISIK

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik


sangat berguna dalam menentukan beratnya diare dari
pada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai
dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada
tekanan darah dan nadi, temperature tubuh, dan tanda
toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama
merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi
usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan
nyeri tekan merupakan ”clue” bagi penentuan etiologi.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk mencari penyebab diare akut, yaitu:
1. Leukosit dan Darah Samar Feses
2. Pemeriksaan Laktoferin Feses
3. Endoskopi Saluran Cerna Bagian Bawah
4. Kultur Feses
5. Pemeriksaan Telur Cacing dan Parasit
1. Leukosit dan Darah Samar
Feses
Sejumlah penelitian telah mengevaluasi akurasi pemeriksaan leukosit
feses baik secara sendiri maupun dikombinasikan dengan pemeriksaan darah
samar. Kemampuan pemeriksaan tersebut untuk memprediksi adanya diare
inflamasi amat bervariasi, dengan sensitivitas dan specificity berkisar 20–90%.
Variasi hasil penelitian tersebut kemungkinan akibat perbedaan dalam pemrosesan
spesimen dan pengalaman operator. Akan tetapi, hasil meta-analisis tentang
pemeriksaan ini menunjukkan sensitivitas dan specifitynya yang lemah, hanya
sebesar 70% dan 50%. Leukosit feses juga bukan prediksi yang akurat bagi respon
terapi terhadap antibiotik.
CONT..

Pada umumnya pemeriksaan sel radang pada feses diperlukan pada pasien dengan penyakit
berat, yang ditandai oleh satu atau lebih hal berikut ini:
2. Laktoferin Feses
Keterbatasan pemeriksaan leukosit feses seperti
yang dikemukakan di atas mendasari pengembangan
pemeriksaan lactoferrin latex agglutination assay (LFLA)
feses. Laktoferin merupakan penanda bagi adanya leukosit
pada feses, akan tetapi pengukurannya lebih akurat dan
kurang rentan terhadap berbagai variasi dalam pemrosesan
spesimen.
3. Endoskopi Saluran
Cerna
Bagian Bawah Endoskopi umumnya tidak dibutuhkan dalam mendiagnosis diare
akut. Akan tetapi, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk:

Membedakan
inflammatory bowel
disease dari diare akibat
infeksi

Mendiagnosis infeksi C. Mendiagnosis


difficile dan menemukan adanya
pseudomembran pada
pasien yang toksik sambil
iskemia pada
menunggu hasil pemeriksaan pasien kolitis
kultur jaringan. yang dicurigai

1.Mendiagnosis adanya
infeksi oportunistik
(seperti, cytomegalovirus)
pada pasien
immunocompromise.
4. Kultur Feses
Pada diare akut, mempertahankan volume intravaskuler yang
adekuat serta mengoreksi gangguan cairan dan elektrolit lebih
prioritas dibandingkan mencari patogen penyebab. Pemeriksaan
kultur feses diindikasikan pada pasien dengan diare inflamasi dengan
darah/mukus pada fesesnya.
Penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa 53%
dokter baru melakukan kultur darah bila diare telah berlangsung >3
hari. Kultur feses kurang bernilai pada pasien yang mengalami diare
sesudah >72 jam perawatan di rumah sakit karena penyebabnya
hampir selalu infeksi C. difficile atau suatu penyebab noninfeksi.
CONT..

Kultur feses juga diperlukan pada:


1. Pasien immunocompromise, misalnya pasien dengan HIV.
2. Pasien dengan co-morbidity yang meningkatkan risiko untuk
mendapatkan komplikasi.
3. Pasien dengan penyakit dasar inflammatory bowel disease
dimana amat penting untuk membedakan antara kekambuhan
dengan infeksi sekunder.
4. Beberapa pekerjaan tertentu, seperti pengelola makanan, yang
terkadang baru dapat kembali bekerja sesudah hasil kultur
fesesnya negatif.
CONT..

Kultur feses rutin sudah akan akan dapat mengidentifikasi Salmonella,


Campylobacter, dan Shigella. Bila terdapat kecurigaan adanya infeksi Aeromonas
atau berbagai strain Yersinia maka laboratorium perlu diberitahu karena berbagai
patogen tersebut tumbuh pada kultur rutin akan tetapi seringkali terlewat bila
tidak dicari secara khusus.
Hasil kultur yang positif untuk salah satu dari organisme tersebut pada
pasien dengan gejala diare akut dapat diinterpretasikan sebagai positif yang
sebenarnya, walaupun terapi antibiotik tidak selalu diperlukan untuk semua
organisme tersebut. Tidak seperti telur cacing dan parasit yang seringkali
ditemukan secara intermiten, berbagai patogen ini umumnya diekskresikan secara
terus-menerus. Jadi, hasil kultur yang negatif biasanya bukan merupakan hasil
negatif palsu, dan pengulangan spesimen jarang diperlukan. Organisme lain yang
perlu diperhatikan pada keadaan tertentu adalah Enterohemorrhagic E. coli, virus,
Vibrio, Giardia, Cryptospori-dium, dan Cyclospora.
5. Pemeriksaan Telur Cacing
dan Parasit
Pengiriman sampel feses untuk pemeriksaan telur cacing dan parasit tidak cost-effective untuk sebagian
besar kasus diare akut. Pemeriksaan telur cacing dan parasit, hanya diindikasikan pada:
1. Diare persisten (dihubungkan dengan Giardia, Cryptosporidium, dan E. histolytica)
2. Diare sesudah perjalanan dari Rusia, Nepal, atau wilayah pegunungan (dihubungkan dengan Giardia,
Cryptosporidium, dan Cyclospora)
3. Diare persisten dengan paparan terhadap bayi pada pusat perawatan harian (dihubungkan dengan Giardia dan
Cryptosporidium)
4. Diare pada lelaki yang berhubungan seks dengan sesama jenis atau seorang pasien AIDS (dihubungkan pertama-
tama dengan Giardia dan E. histolytica, selanjutnya dengan berbagai parasit lainnya)
5. Pada KLB penyakit yang ditularkan melalui air di komunitas (dihubungkan dengan Giardia dan Cryptosporidium)
6. Diare berdarah dengan sedikit atau tanpa leukosit pada feses (dihubungkan dengan amebiasis intestinal)
TYPHOID FEVER
DEFINISI
Secara historis, typhus berasal darii bahasa Yunani “typhos’ yang berarti asap,
merupakan kiasan yang menggambarkan orang melamun yang dipengaruhi oleh asap yang
sedang naik di awan. Dari asal nama tersebut menggambarkan bahwa kesadaran penderita
demam tifoid seperti diliputi awan (kabut).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
Enterica Serotipe Typhi (Salmonella Typhi) ditandai dengan demam berkepanjangan, bakteremia
tanpa perubahan pada sistem endotel atau endokardial, invasi dan multiplikasi bakteri dalam
sel pagosit mononuklear pada hati, limpa, lymphnode dan plaque peyer. Demam tifoid
merupakan penyakit yang menyerang saluran pencernaan. Penularan bakteri Salmonella Typhi
diperantai oleh air dan makanan. Penyakit ini bersifat endemis dan merupakan masalah
kesehatan yang serius di negara-negara berkembang yang menyebabkan angka kematian rata-
rata 600.000 setiap tahunnya.
ETIOLOGI
Organisme yang berasal dari genus Salmonella adalah agen penyebab bermacam-
macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang ringan sampai dengan demam tifoid yang
berat disertai bakteriemia. Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, tidak berspora,
pada pewarnaan gram bersifat negatif, berukuran 1 – 3,5 um x 0,5 – 0,6 um, dengan besar
koloni rata-rata 2 -4 mm, mempunyai flagel peritrikh.
Kuman ini tumbuh pada suasana aerob dan anaerob, pada suhu 15-41 0 C dan pH
pertumbuhan 6-8. Bakteri Salmonella Typhi mudah tumbuh pada pembenihan biasa, tetapi
hampir tidak pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Salmonella Typhi resisten terhadap
zat-zat kimia tertentu yang menghambat bakteri enterik lainnya. Kuman mati pada suhu
560 0C juga pada keadaan kering. Di dalam air, bakteri Salmonella Typhi bisa tahan selama 4
minggu.
CONT..

Bakteri Salmonella Typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:


1. Antigen Dinding Sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik group.
2. Antigen Flagella (H) yang merupakan komponen protein dalam flagella dan bersifat
spesifik spesies.
3. Antigen Virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan
efektivitas vaksin.
4. Antigen Outer Membrane Protein (OMP). Antigen OMP merupakan bagian dari dinding sel
terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.
CONT..

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, ada


beberapa faktor risiko yang dominan menyebabkan demam tifoid di Indonesia,
yaitu:
1. Jenis Kelamin
2. Umur
3. Pendidikan
4. Jumlah penderita dalam rumah tangga
5. Wilayah
6. Waktu tempuh ke fasilitas kesehatan
7. Tersedianya tempat sampah
8. Kecukupan air bersih
PATOFISIOLOGI

Penularan demam tifoid terjadi secara enternal. Bakteri Salmonella Typhi masuk ke mulut melalui
makanan dan air yang terkontaminasi (˃10.000 basil kuman). Sebagian bakteri yang masuk dimusnahkan oleh
asam HCL lambung dan sebagian akan masuk ke usus halus. Basil Salmonella Typhi akan menembus sel-sel epitel
(sel M) jika imunitas humoral mukosa Ig A usus tidak berfungsi dengan baik. Salmonella Typhi menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyer di ilium distal dan kelenjar getah bening mesentrika
Pada akhirnya jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesentrika mengalami hiperplasia
kemudian melalui duktus thoracicus, basil Salmonella masuk ke aliran darah dan tubuh mengalami fase
bakteremia, menyebar ke seluruh organ retikulo endotelial tubuh seperti hati, sumsum tulang, dan limfa disusul
dengan hepatomegali yang terjadi akibat infiltrasi limfosit, plasma, dan sel mononuklear. Terdapat juga nekrosis
fokal dan pembesaran limfa (splenomegali) di mana Salmonella Typhi berkembang biak dan kembali memasuki
sirkulasi darah sehingga mengakibatkan bakteremia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut dan instabilitas vaskuler.
CONT..

Erosi pembuluh darah di sekitar plak peyer yang sedang mengalami nekrosis
dan hiperplasia menyebabkan terjadinya perdarahan saluran cerna. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot dan serosa sehingga menyebabkan perforasi
usus. Secara singkat, pada minggu pertama penyakit terjadi hiperplasia plak peyeri,
pada minggu kedua terjadi nekrosis, pada minggu ketiga terjadi ulserasi serta
penyembuhan ulkus yang meninggalkan jaringan parut pada minggu keempat
WOC

C:\Users\USER\Desktop\WOC Typhoid Fever baru


super fixx.docx
TANDA DAN GEJALA
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau gejala yang bervariasi mulai
dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering sampai dengan gejala yang berat
dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam
keluhan lainnya.
Gejala yang biasanya dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian keluhan klinis, seperti
anoreksia, mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi. Dapat disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan
pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua-duanya. Pada anak, diare sering
dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian dilanjutkan dengan konstipasi. Konstipasi pada permulaan
sering dijumpai pada orang dewasa. Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi relatif saat demam tinggi
dapat dijadikan indikator demam tifoid. Pada sekitar 25% dari kasus, ruam makular atau makulopapular (rose
spots) mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang berkulit putih, dan terlihat pada dada bagian
bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta menetap selama 2-3 hari.
CONT..

Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang sudah sakit selama lebih dari
2 minggu. Komplikasi yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis, perdarahan gastrointestinal, perforasi usus,
ensefalopati tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman adalah secara
hematogen. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu.
Tanda yang paling sering didapatkan pada pasien adalah
1. pembesaran hati
2. nyeri tekan abdomen
3. limfadenopati
4. letargi
5. lidah kotor
6. pembesaran limpa
7. penurunan kesadaran
PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pemeriksaan pada :


1. pengukuran suhu tubuh (lebih tinggi dari suhu normal)
2. denyut jantung (cenderung bradikardi)
3. warna lidah (cenderung lebih kotor)
4. pengukuran hati dan limpa (cenderung lebih besar, hepatomegaly dan slenomegali)
5. kembung pada bagian perut (meteorismus)
6. adanya radang paru (pneumonia)
7. pemeriksaan labolatorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin, kimia klinik,
kultur organisme dan uji serologis seperti uji widal, uji tubex, typhidot dan dipstick.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

1. Hematologi
2. Urinalis
3. Tinja (feses)
4. Kimia klinik
5. Uji widal
1. HEMATOLOGI

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi


penyulit perdarahan usus atau perforasi. Pemeriksaan darah
dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I
sakit),diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II :
20-25%, minggu III : 10-15%)Hitung leukosit sering rendah
(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung
jenisleukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED
meningkat (Djoko, 2009)
2. URINALIS

1. Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes


ammonia 30% (dalam tabung reaksi)→dikocok→buih berwarna
merah atau merah muda (Djoko, 2009)
2. Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
3. Leukosit dan eritrosit normal; bilameningkat kemungkinan
terjadi penyulit.
4. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti
atau sakit “carrier” ( Sumarmo et al, 2010)
3. TINJA (FESES)

1. Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-


Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody
stool).
2. Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier
posttyphi) pada minggu II atau III sakit.
(Sumarmo etal, 2010)
4. KIMIA KLINIK

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan


gambaran peradangan sampai hepatitis akut
5. UJI WIDAL

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
CONT..

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi uji widal:


Faktor yang berhubungan dengan klien
• Keadaan umum
• Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
• Penyakit tertentu
• Pengobatan dini dengan antibiotika
• Obat imunosupresif/kortikosteroid
• Vaksinasi denngan kotipa/tipa
• Infeksi klien dengan klinis/subklinis
• Reaksi anamnesa
KOMPLIKASI

Komplikasi intra intestiinal Komplikasi extra intestinal

• Pendarahan Usus • Komp. Kardiovaskuler


• Perporasi Usus • Komp. Darah
• Ilius Paralitik • Komp. Paru
• Komp. Hepar& kandung empedu
• Komp. Ginjal
• Komp. Pada Tulang
• Komp. Neuropsikiatrik
ASUHAN KEPERAWATAN

Diare Akut Typhoid Fever


ASUHAN KEPERAWATAN
DIARE AKUT
A. Pengkajian

A. Anamnesis
Pengkajian mengenai :
1. Nama lengkap
2. Jenis kelamin
3. Tanggal lahir
4. Umur
5. Tempat lahir
6. Asal suku bangsa
7. Nama orang tua
8. Pekerjaan orang tua dan penghasilan.
1. Keluhan Utama

Biasanya pasien mengalamin buang air besar


(BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair
(diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair
(dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB >10 kali
(dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14
hari maka diare tersebut adalah diare akut
(Nursalam, 2008).
2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien mengalami:


1. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
2. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja berubah menjadi
kehijauan karena bercampur empedu.
3. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin lama makin
asam.
4. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
5. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.
6. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare
tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam
waktu 6 jam (dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu

1. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
campak atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan
kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar
lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.
2. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik), makan makanan basi, karena
faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.
3. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan
setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah makanan.
4. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas,
pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk
melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis, faringitis,
bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita


diare sebelumnya, yang dapat menular ke anggota
keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak
dijamin kebersihannya yang disajikan kepada anak.
Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah
tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).
5. Riwayat Nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami


diare, meliputi:
1. Pemberian ASI
2. Pemberian susu formula
3. Perasaan haus
B. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum
– Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
– Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
– Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar

2. Berat Badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami
diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan
CONT..

3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
b. Mata
c. Hidung
d. Telinga
e. Mulut dan Lidah
f. Leher
g. Thorak
h. Abdomen
i. Ektremitas
j. Genitalia
DIAGNOSA DAN
IMPLEMENTASI
C:\Users\USER\Desktop\Askep diare akut.docx
ASUHAN KEPERAWATAN
TYPHOID FEVER
A. Pengkajian

A. Anamnesis
Pengkajian mengenai :
1. Nama lengkap
2. Jenis kelamin
3. Tanggal lahir
4. Umur
5. Tempat lahir
6. Asal suku bangsa
7. Nama orang tua
8. Pekerjaan orang tua dan penghasilan.
1. Keluhan Utama

Klien dengan penyakit mengeluh demam,


nafsu makan menurun, mual, dan muntah.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
5. Pola-Pola Fungsi
Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
2. Pola nutrisi dan metabolisme
3. Pola Aktifitas dan Latihan
4. Pola Istirahat dan Tidur
5. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
6. Pola Hubungan dengan Orang lain
7. Persepsi diri dan konsep diri
8. Pola mekanisme koping
9. Pola nilai kepercayaan/keyakinan
B. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pada pasien typoid ditemukan adanta


demam, pucat, tidak nafsu makan, dan mual. Pada lidah
kotor di tepi dengan kemerahan di tengah. Bagian perut
adanya nyeri tekan karena adanya peradangan pada usus.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien typoid antara
lain pemeriksaan SGOT dan SGPT (pada pasien
meningkat), biakan darah, dan uji widal
DIAGNOSIS DAN
IMPLEMENTASI

C:\Users\USER\Desktop\Askep typhoid.docx

Anda mungkin juga menyukai