Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-
paru. Berdasar atas lokasinya, tuberkulosis dikelompokkan menjadi tuberkulosis
paru dan ekstraparu. Tuberkulosis ekstraparu dapat terjadi di berbagai organ
seperti kelenjar getah bening, pleura, abdomen, kulit, tulang, sendi, saluran
kencing, dan sebagainya. Manifestasi ekstraparu yang sering dijumpai adalah
limfadenitis TB yang merupakan proses peradangan pada kelenjar limfe atau
kelenjar getah bening akibat aktivitas bakteri penyebab tubekulosis1.

distribusi tuberkulosis ekstraparu di dunia menunjukkan limfadenitis TB


paling sering terjadi (1.963 kasus), diikuti tuberkulosis pleural (1.036 kasus), dan
tuberkulosis tulang (465 kasus). Menurut penelitian pada tahun 2014 di Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Bandung, TB ekstraparu terbanyak
adalah limfadenitis TB sebanyak 22 (68,7%) kasus dari total 32 (100%) kasus.
Limfadenitis tuberkulosis lebih sering terjadi pada dekade ke-2 kehidupan dengan
perbandingan 2:1 antara perempuan dan laki-laki1.

Limfadenitis merupakan salah satu manifestasi dari orang yang suspek TB


oleh karena reaksi inflamasi lokal berupa pembesaran KGB, salah satunya yaitu
pada leher, terhadap beberapa penyakit termasuk TB. Terdapat beberapa
presentasi klinis yang sering ada pada limfadenitis TB beserta presentasenya
yaitu; pembesaran KGB pada leher (100%), sakit kepala (17,71%), demam
(35,42%), batuk (6,28%), penurunan berat badan (72,57%), kelelahan (79,42%).
Selain itu, sering didapatkan manifestasi klinis berupa keringat malam (13,3%)
pada pasien limfadenitis TB.

Fine needle aspiration biopsy (FNAB) merupakan salah satu prosedur


untuk mendiagnosis limfadenitis TB yang simpel, aman, dan murah. Selain
memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 78,95% dan 90,32%,
pemeriksaan FNAB dilakukan apabila ditemukan adanya tanda – tanda dari
pemeriksaan fisik berupa pembesaran pada nodul dari tubuh pasien. Namun,
dibalik kemudahan yang diberikan dari prosedur FNAB ini, terdapat kejadian
tertentu untuk mendapatkan hasil negatif palsu dan positif palsu
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Aatomi dan FIsiologi Sistem Limfatik

Sistem limfatik (lymphatic system) atau sistem getah bening


membawa cairan dan protein yang hilang kembali ke darah. Cairan memasuki
sistem ini dengan cara berdifusi ke dalam kapiler limfa kecil yang terjalin di
antara kapiler-kapiler system kardiovaskuler. Apabila sudah berada dalam
sistem limfatik, cairan itu disebut limfa(lymph) atau getah bening,
komposisinya kira-kira sama dengan komposisi cairan interstisial. Sistem
limfatik mengalirkan isinya ke dalam sistem sirkulasi di dekat persambungan
vena cava dengan atrium kanan.

Pembuluh limfa, seperti vena, mempunyai katup yang mencegah


aliran balik cairan menuju kapiler. Kontraksi ritmik (berirama) dinding
pembuluh tersebut membantu mengalirkan cairan ke dalam kapiler limfatik.
Seperti vena, pembuluh limfa juga sangat bergantung pada pergerakan otot
rangka untuk memeras cairan ke arah jantung.
Di sepanjang pembuluh limfa terdapat organ yang disebut nodus
(simpul) limfa (lymph node) atau nodus getah bening yang menyaring limfa.
Di dalam nodus limfa terdapat jaringan ikat yang berbentuk seperti sarang
lebah denagn ruang-ruang yang penuh dengan sel darah putih. Sel-sel darah
putih tersebut berfungsi untuk menyerang virus dan bakteri. Organ-organ
limfa diantanya kelenjar getah bening (limfonodus), tonsil, tymus, limpa (
spleen atau lien) , limfonodulus. System limfe terdiri dari pembuluh limfe,
nodus limfatik, organ limfatik, nodul limfatik, sel limfatik. Pembuluh limfe
merupakan muara kapiler limfe, menyerupai vena kecil yang terdiri atas 3
lapis dan mempunyai katup pada lumen yang mencegah cairan limfe kembali
ke jaringan. Kontraksi otot yang berdekatan juga mencegah limfe keluar dari
pembuluh. Tonsil merupakan kelompok sel limfatik dan matrix extra seluler
yang dibungkus oleh capsul jaringan penyambung, tapi tidak lengkap. Terdiri
atas bagian tengah (germinal center) dan Crypti.Tonsil ditemukan
dipharyngeal yaitu tonsil pharyngeal (adenoid) dibagian posterior naso
pharynx, tonsil palatine posterio lateral cavum oral dan tonsil lingualis
sepanjang 1/3 posterior lidah.

Nodus limfaticus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe berupa


benda oval atau bulat yang kecil. Ditemukan berkelompok yang menerima
limfe dari bagian tubuh. Fungsi utama nodus limfaticus untuk menyaring
antigen dari limfe dan menginisiasi respon imun. Timus terletak di
mediastinum anterior berupa 2 lobus. Pada bayi dan anak-anak, timus agak
besar dan sampai ke mediastinum superior. Timus terus berkembang sampai
pubertas mencapai berat 30 -50 gr. Kemudian mengalami regresi dan
digantikan oleh jaringan lemak.

Pada orang dewasa timus mengalami atrofi dan hampir tidak


berfungsi. Limpa terletak di Quadran atas kiri abdomen, di inferior
diaphragma yang memanjang dari iga 9 – 11, terletak dilateralis ginjal dan
posterolateral gaster. Fungsi limfa yaitu menginisiasi respon imun bila ada
antigen didalam darah, reservoir eritrosit dan platelet, memfagosit eritrosit
dan platelet yang defective, serta fagosit bakteri dan benda asing lainnya.
Secara garis besar, sistem limfatik mempunyai 3 fungsi yaitu aliran cairan
interestial, mencegah infeksi, dan pengangkutan lipid.

i. Aliran cairan interstisial


Cairan interestial yang menggenangi jaringan secara terus menerus yang
diambil oleh kapiler kapiler limfatik disebut dengan Limfa. Limfa
mengalir melalui system pembuluh yang akhirnya kembali ke sistem
sirkulasi. Ini dimulai pada ekstremitas dari sistem kapiler limfatik yang
dirancang untuk menyerap cairan dalam jaringan yang kemudian dibawa
melalui sistem limfatik yang bergerak dari kapiler ke limfatik (pembuluh
getah bening) dan kemudian ke kelenjar getah bening. Getah bening ini
disaring melalui benjolan dan keluar dari limfatik eferen. Dari sana getah
bening melewati batang limfatik dan akhirnya ke dalam saluran limfatik.
Pada titik ini getah bening dilewatkan kembali ke dalam aliran darah
dimana perjalanan ini dimulai lagi.
ii. Mencegah infeksi
Sementara kapiler getah bening mengumpulkan cairan interstisial
mereka juga mengambil sesuatu hal lain seperti virus dan bakteri, ini
terbawa dalam getah bening sampai mereka mencapai kelenjar getah
bening yang mana dirancang untuk menghancurkan virus dan bakteri
dengan menggunakan berbagai metode. Pertama sel makrofag menelan
bakteri, ini dikenal sebagai fagositosis. Kedua sel limfosit menghasilkan
antibodi, ini dikenal sebagai respon kekebalan tubuh. Proses ini
diharapkan akan berhubungan dengan semua infeksi yang berjalan melalui
getah bening tetapi sistem limfatik tidak meninggalkan ini di sana.
Beberapa sel Limfosit akan meninggalkan node dengan perjalanan di
getah bening dan memasuki darah ketika getah bening bergabung kembali,
ini memungkinkan untuk menangani infeksi pada jaringan lain.
Ini bukan satu-satunya daerah dimana perlawanan berlangsung,
limpa juga menyaring darah dengan cara yang sama seperti sebuah nodus
yang menyaring getah bening, sel B dan sel T yang bermigrasi dari
sumsum tulang merah dan Thymus yang telah matang pada limpa (Ada 3
jenis sel T yang menakjubkan, itu adalah memori T sel yang dapat
mengenali patogen yang telah memasuki tubuh sebelumnya. Dan dapat
menangani mereka dengan lebih cepat, sel T lainnya disebut helper dan
sitotoksik) yang melaksanakan fungsi kekebalan, sedangkan sel makrofag
limpa menghancurkan sel-sel darah patogen yang dilakukan oleh
fagositosis. Ada nodul limfatik seperti amandel yang menjaga terhadap
infeksi bakteri yang mana ini menggunakan sel limfosit. Kelenjar timus
mematangkan sel yang diproduksi di sumsum tulang merah. Setelah sel-sel
ini matang, sel – sel ini kemudian bermigrasi ke jaringan limfatik seperti
amandel yang mana kemudian berkumpul pada suatu wilayah dan mulai
melawan infeksi. Sumsum tulang Merah memproduksi sel B dan sel T
yang bermigrasi ke daerah lain dari sistem getah bening untuk membantu
dalam respon kekebalan.

iii. Pengangkutan lipid


Jaringan kapiler dan pembuluh juga mengangkut lipid dan vitamin
yang larut lemak A, D, E dan K ke dalam darah, yang menyebabkan getah
bening berubah warna menjadi krem. Lipid dan vitamin yang diserap
dalam saluran pencernaan dari makanan dan kemudian dikumpulkan oleh
getah bening pada saat ini dikirimkan ke darah. Tanpa sistem limfatik kita
akan berada dalam kesulitan, memiliki masalah dengan banyak penyakit.
Jaringan tubuh akan menjadi macet dengan cairan dan sisa-sisa yang
membuat kita menjadi bengkak. Kita juga akan kehilangan vitamin yang
diperlukan.
2. Definisi
Tuberculosis abdominal jenis yang paling umum TBC extra paru, terdiri
dari TBC saluran pencenaan, peritoneum, omentum, mysentery dan kelenjar
getah bening dan organ lainya seperti hati, limpa dan pankreas3
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis complex (MTBC) yang menyerang paru-paru
dan berbagai organ. Manifestasi ekstraparu yang paling sering adalah
limfadenitis TB yang merupakan proses peradangan pada kelenjar getah
bening akibat aktivitas MTBC1.
Pasien Limfadenitis TB lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan lakilaki serta banyak diderita oleh pasien usia dewasa
muda dengan rentang usia terbanyak adalah 17–25. Bila dilihat dari segi usia,
Limfadenitis TB banyak mengenai penderita diusia dewasa muda, hal tersebut
didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nidhi dkk.
menunjukkan hal yang sama di mana Limfadenitis TB banyak mengenai
dewasa muda dengan rentan usia 21–30 tahun.12 Penelitian yang dilakukan
oleh Viegas dkk. juga menunjukan hasil yang sama, di mana penderita
limfadenitis TB terbanyak berada dalam rentang usia antara 18–45 tahun.13
Hal ini disebabkan usia dewasa muda adalah usia produktif dimana usia
produktif mempengaruhi risiko tinggi untuk terkena TB karena kecenderungan
untuk berinteraksi dengan orang banyak diwilayah kerja lebih tinggi
dibandingkan dengan bukan usia produktif sehingga insidensi TB banyak
mengenai dewasa muda.1
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan TB ekstraparu yang paling
sering ditemukan dan paling banyak terdapat pada kelenjar di daerah leher.
Limfadenitis sering disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan
Mycobacterium non tuberculosis (MNT) tetapi jarang dilakukan isolasi kedua
jenis bakteri tersebut. Limfadenitis TB ini perlu dibedakan dari limfadenopati
oleh karena penyebab lain misalnya limfadenitis yang disebabkan oleh MNT
berkaitan dengan perbedaan dalam regimen terapinya2

3. Epidemiologi
distribusi tuberkulosis ekstraparu di dunia menunjukkan limfadenitis TB
paling sering terjadi (1.963 kasus), diikuti tuberkulosis pleural (1.036 kasus),
dan tuberkulosis tulang (465 kasus). Menurut penelitian pada tahun 2014 di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Bandung, TB ekstraparu
terbanyak adalah limfadenitis TB sebanyak 22 (68,7%) kasus dari total 32
(100%) kasus. Limfadenitis tuberkulosis lebih sering terjadi pada dekade ke-2
kehidupan dengan perbandingan 2:1 antara perempuan dan pria1.

4. Etiologi
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tergolong dalam family Mycobactericeae dan
ordo Actinomyceales. Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium
kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan
terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam
Mycobacterium tuberculosis complex adalah M.tuberculosae, M. bovis, M.
caprae, M. africanum, M. microti, M. pinnipedii, M. canettii. Pembagian
tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologi. 4 Basil TB adalah bakteri
aerobic obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran 0,4 x 3 µm dan tidak
berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan filamentous tampak
bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria termasuk
M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram dan hanya dapat
diwarnai dengan pewarnaan khusus yang sangat kuat mengikat zat warna
tersebut sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam
alkohol, sehingga dijuluki bakteri tahan asam. M. tuberculosis mudah
mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuchsin3.
Dinding bakteri Mycobacteria kaya akan lipid yang terdiri dari asam
mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan
asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang
bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mycobacteria3.
5. Faktor resiko
Pasien Limfadenitis TB lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan lakilaki serta banyak diderita oleh pasien usia dewasa
muda dengan rentang usia terbanyak adalah 17–25. Bila dilihat dari segi usia,
Limfadenitis TB banyak mengenai penderita diusia dewasa muda, hal tersebut
didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nidhi dkk.
menunjukkan hal yang sama di mana Limfadenitis TB banyak mengenai
dewasa muda dengan rentan usia 21–30 tahun.12 Penelitian yang dilakukan
oleh Viegas dkk. juga menunjukan hasil yang sama, di mana penderita
limfadenitis TB terbanyak berada dalam rentang usia antara 18–45 tahun.13
Hal ini disebabkan usia dewasa muda adalah usia produktif dimana usia
produktif mempengaruhi risiko tinggi untuk terkena TB karena kecenderungan
untuk berinteraksi dengan orang banyak diwilayah kerja lebih tinggi
dibandingkan dengan bukan usia produktif sehingga insidensi TB banyak
mengenai dewasa muda.1

6. Cara Penularan
Penularan tuberkulosis melalui berbagai cara, yaitu lewat udara/ droplet
nuclei dengan diameter 3-5 µm (>90%) dengan jarak 1-5 meter, dapat juga
(jarang) melalui kontak langsung kulit/ luka/ lecet, dan kongenital, minum
susu terkontaminasi basil (M. bovis). Basil tetap hidup dan virulen dalam
keadaan kering beberapa minggu, mati dalam cairan dengan suhu 60oC
selama 15-20 menit. Basil tidak membentuk toksin. Penularan pada umumnya
berasal dari TB dewasa dengan BTA (+).
Faktor yang berpengaruh dalam penularan TB menurut Beyers et al
(2004) adalah:
-
Dosis/ jumlah paparan
-
Konsentrasi kuman di udara
-
Virulensi kuman
-
Durasi/ lama pajanan
-
Keadaan imunitas host34
Gambar 2 Penularan M. Tuberculosis melalui droplet nuklei
7. Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB
pulmoner dan Tb ekstra pulmoner. TB pulmoner dapat di klasifikasikan
menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). Basil
tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut
sebagai TB ekstra pulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh
basil tuberkulosis adalah kelanjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang,
menigens, peritoneum, dan pericardium5.
TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil
tuberkulosis. Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai
di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua
kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua,
basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag
sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum,
bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara
limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, di mana penyebaran basil
TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe
(limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang
mempunyai imunitas baik, dalam waktu 3-4 minggu setelah ineksi akan
terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran
basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk
suatu focus primer yang disebut focus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama
dengan limfnagitis dan limfadenitis regional disebut dengan komplek Ghon.
Terbentuknya focus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, focus
Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang
spesifik terhadap basil TB. Kedua, focus Ghon merupakan suatu lesi
penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang
dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali
menimbulkan penyakit.5
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah
memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB-post primer. Adanya
imunitas seluler akan mebatasi peneybaran basil TB lebih cepat daripada TB
primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti
pada Tb primer, basic TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama
melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar limfe
hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari
infeksi TB pada parenkim paru.5
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu
menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil
TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan
difagosit oleh makrofag dan di bawa ke tonsil, selanjutnya akan di bawa ke
kelenjar limfe di leher.5
Gambar 3 Patofisiologi limfadenitis TB

8. Manifestasi klinis
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB
ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari
penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran
kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-
negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering
dijumpai yaitu sekitar 2/3 pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium
harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah
bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis
berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.5
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal,
aksilaris, mesenterikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis.5
Lokasi limfadenitis meliputi:
a. Limfadenitis daerah kepala dan leher Kelenjar getah bening servikal teraba
pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa.
Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak,
umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi
mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis
Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenitis dapat
berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenitis supraklavikula
kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan.3 Kelenjar
getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenitis
akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus.1 Kelenjar getah bening
servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan
tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan
petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella
henselae (penyebab cat scratch disease).1 Kelenjar getah bening servikal
yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan
metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid,
dan esofagus).1 Limfadenitis servikal merupakan manifestasi limfadenitis
tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan
ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa6
b. Limfadenitis epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis.
Penyebabnya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma,
sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder7
c. Limfadenitis aksila
Sebagian besar limfadenitis aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas
pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke
kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum
ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal
atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila.
Limfadenitis antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma
atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening
ipsilateral.8
d. Limfadenitis supraklavikula
Limfadenitis supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan
keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50%
penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40
tahun.1 Limfadenitis supraklavikula kanan berhubungan dengan
keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenitis
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat)4
e. Limfadenitis inguinal
Limfadenitis inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada
orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenitis reaktif
yang jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenitis
inguinal. Limfadenitis inguinal jarang disebabkan oleh keganasan.
Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma
dapat disertai limfadenitis inguinal. Limfadenitis inguinal ditemukan pada
58% penderita karsinoma penis atau uretra5
f. Limfadenitis generalisata
Limfadenitis generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi
serius, penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan
limfadenitis lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi
adenovirus. Limfadenitis generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,
limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenitis
generalisata pada penderita AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi
HIV, tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan
sarkoma Kaposi.3 Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi
menjadi 6 level. Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber
keganasan primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening
tersebut dan tindakan diseksi leher9
Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik
yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam.
Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik.5
Menurut Jones dan Campbell dalam Mohapatra (2009) limfadenopati
tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:
- Stadium 1, pembesaran kelenjar berbatas tegas, mobile dan diskret
- Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksir ke jaringan
sekitar oleh karena adanya periadenitis
- Stdium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat
pembentukan abses
- Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess 5. Stadium 5, pembentukan
traktus sinus Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium
penyakit.
Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar
limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali, terjadi infeksi sekunder
bakteri, pembesaran kelenjar yang cepat atau koinsidensi dengan infeksi HIV.
Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi
sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus.
Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadentis TB servikalis.5
Limfadenitis mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa
limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang
terjadi pada pasien dengan keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk
disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan fistula tracheooesophageal.
Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal dan abdomen atas juga dapat
menyebabkan obstruksi duktus torasikus dan chylothorax, chylous ascites
ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris akibat pembesaran
kelenjar limfe dapat menyebabkan obstructive jaundice. Tamponade jantung
juga pernah dilaporkan terjadi akibat limfadenitis mediastinal.5

9. Diagnosis
Untuk mendiagnosa limfadenitis TB dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap. Selain itu ditunjang oleh pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologi, tes tuberculin, pemeriksaan
sitologi, dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut
penting untuk membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum
diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Selain itu, juga
penting untuk membedakan jenis penyebab infeksi apakah karena
mikobakterium tuberkulosis atau non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :
- Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis
dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-
Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau
biopsiaspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya
basilmikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB
agar perwarnaan dapat positif.5
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil
kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus. Berbagai
media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook,
danBactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan
hasilkultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab
tersering,diikuti oleh M.bovis.5
- Tes tuberculin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang
yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan
telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan terjadi reaksi
berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi
lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di
daerah suntikan.1
Prinsip dasar uji tuberkulin adalah sebagai berikut:
 Infeksi M.tuberkulosis sel limfosit T berproliferasi, tersensitisasi
masuk ke aliran darah, bersirkulasi berbulan-bulan/ bertahun-tahun.
 Proses sensitisasi terjadi dalam kelenjar getah bening regional (2-12
jam setelah infeksi).
 Injeksi tuberkulin pada kulit menstimulasi sel limfosit respons
hipersensitivitas tipe lambat (delayed-type hypersensitivity/ DTH)
yang memerlukan waktu berjam-jam.
 Reaktivitas kulit: vasodilatasi, edema, infiltrasi sel-sel limfosit,
basofil, monosit dan netrofil ke lokasi suntikan.
 Antigen-spesific limfosit T akan berproliferasi dan melepaskan
limfokin, yg akan mengundang akumulasi sel-sel lain ke lokasi
suntikan terjadi indurasi yg mencerminkan aktivitas DTH.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut:
 Infeksi TB alamiah
Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
Infeksi TB dan sakit TB
TB yang telah sembuh
 Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
 Infeksi mikobakterium atipik
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut:
 Tidak ada infeksi TB
 Dalam masa inkubasi infeksi TB
 Anergi
- Uji serologi
Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologi
antigenantibodi spesifik untuk M. tuberculosis ELISA dengan menggunakan
PPD, A60, 38kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari
darah, sputum, cairan bronkus (bronkus dan bronchoalveolar lavage; BAL),
cairan pleura, dan CSS terus dilakukan. Beberapa pemeriksaan serologis yang
ada: PAP TB, mycodot, immunochromatographic test (ICT), dan lain-lain masih
belum bisa membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Tes serologis ini
memiliki sensitivitas 19-68% dan spesifitas 40-98%.4
- Patologi anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area
nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah
ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis
histopatologi dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel
epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Kadang dapat ditemukan juga BTA.4
Kendala pemeriksaan PA adalah sulitnya didapatkan spesimen yang
representatif. Spesimen yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah
limfadenopati kolli. Idealnya kelenjar diambil secara utuh agar gambaran
histopatologi yang khas dapat terlihat. Pemeriksaan PA kelenjar limfe ini
mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang secara
histopatologi sulit dibedakan dengan TB.4

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB, prinsip dan regimen obatnya sama
dengan tuberkulosis paru. Sekitar 25% penderita kelenjarnya makin membesar
selama pengobatan, bahkan bisa timbul kelenjar baru dan sekitar 20% timbul
abses dan kadang-kadang membentuk sinus. Bila ini terjadi, jangan mengubah
pengobatan, karena kelenjar akan mengecil jika pengobatan masih kita
lanjutkan.
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kesembuhan penderita
dipengaruhi oleh kepatuhan, dana, edukasi dan kesabaran dalam
mengkonsumsi obat, serta dengan pengobatan yang efektifpun respon
penyakit ini lebih lambat daripada TB paru.
Pedoman internasional dan nasional menurut WHO menggolongkan
limfadenitis TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama
6 bulan dengan regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE.
American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6
bulan sampai 9 bulan sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan
obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and
Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam
regimen 2RHE/7RH.
- Terapi non farmakologi
Pembedahan bukan pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang
dapat dilakukan adalah dengan:
1. Biopsi eksisional : Limfadenitis yang disebabkan oleh karena atypical
mycobacteria
2. Aspirasi
3. Insisi dan drainase
Indikasi pembedahan pada limfadenitis adalah ketika pusat radang
tuberkulosis sudah terdiri dari pengejuan dan dikelilingi jaringan fibrosa.
Adanya jaringan nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke daerah
radang sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh karena itu sarang
infeksi di berbagai organ misalnya kaverne di paru dan debris di tulang harus
dibuang. Jadi, tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi
medis. Selain itu tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit,
misalnya pada tuberkulosis paru yang menyebabkan destruksi luas dan
empiema, pada tuberkulosis usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi,
dan osteitis atau artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat.
BAB III
KESIMPULAN

Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan TB ekstraparu yang paling


sering ditemukan dan paling banyak terdapat pada kelenjar di daerah leher.
Limfadenitis sering disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan
Mycobacterium non tuberculosis (MNT) tetapi jarang dilakukan isolasi kedua
jenis bakteri tersebut. Limfadenitis TB ini perlu dibedakan dari limfadenopati oleh
karena penyebab lain misalnya limfadenitis yang disebabkan oleh MNT berkaitan
dengan perbedaan dalam regimen terapinya.
Lymphadenitis Tuberculosa sebagaimana halnya seperti Tuberculosa Paru
maka gejala umum TBC senantiasa dapat pula ditemukan, seperti misalnya
subfebril, nafsu makan turun, berat badan turun, lemah badan, keringat malam.
Penampakan fisik dari lymfadenitis TBC superficial diklasifikasikan dalam 5
stadium oleh Jones dan Campbell yaitu; (a) Stadium I: Pembesaran KGB dengan
konsistensi kenyal, mobile/mudah digerakan, terpisah dengan nodul yang lain, hal
ini menunjukan nonspecific reaksi hyperplasia; (b) Stadium 2: lebih besar dari
stadium 1 dengan konsistensi yang kenyal, melekat dengan jaringn
sekitarnya/berkonfluensi; (c) Stadium 3: perlunakan sentral diakibatkan karena
terbentuknya abses; (d) Stadium 4: bentukan collar stud absess/warna kemerahan
diatas kulit yang mengalami absesa; (e) Stadium 5: pembentukan sinus yang
mengalirkan sekret bernanah.
Ketika penegakan diagnosa lymphadenitis TB meragukan, dapat digunakan
prosedur biopsi untuk pemeriksaan histologih, kultur dan PCR. Total exsisi biopsi
seharusnya dilakukan, sebab apabila kita melakukan biopsi yang incomplit sering
menyebakan timbulnya ulserasi dan pembentukan sinus. Bila didapatkan gejala
respirasi dan adanya gambaran radiologi yang abnormal, prosedur broncoscopi
dapat dilakukan untuk mengambil beberapa polyp atau jaringan granulasi yang
terlihal pada lumen bronchus untuk pemeriksaan histology dan kultur. Pada kasus
ini pasien mengeluh adanya pembesaran kelenjar getah bening sejak 6 bulan yang
lalu dengan diameter 3 cm, batas kurang tegas, mobile terbatas dan padat kenyal.
Dari pemeriksaan FNAB didapatkan hasil radang granulomatik sesuai
tuberkulosis.
REFARAT Desember 2019

“LIMFADENITIS TB”

Nama : Nur Evayanti


No. Stambuk : N111 17 140
Pembimbing : dr. Alfret langitan, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019
DAFTAR PUSTAKA
1. Tubillah, Muhammad Husni Amad, dkk. 2016., Karakteristik Pasien
Limfadenitis Tuberculosis di Rumah Sakit AL-Islam Bandung Periode Tahun
2016. Vol 1, No. 1
2. Jain, Vinesh. Abdominal Tuberculosis – current conceps in Diagnosis and
Management.
file:///E:/koas/BEDAH/REFARAT/referensi%203%20definisi%20tb%20abd
ominal.pdf
3. Rezeki, Mike., 2014. Validitas Multiplex Real Time Polymerase Chain
Reaction untuk Diagnosis Limfadenitis Tuberkulosis pada Spesimen Blok
Parafin. Vol 46. No.3 Manado
4. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenitis and malignancy. Am Fam
Physician. 2012;66:2103-10
5. Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2013 Sep [cited 2014 June 27].
Available from: www.uptodate.com.
6. Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenitis in adults [Internet]. 2010
Sep [cited 2014 June 27]. Available from: www.uptodate.com.
7. Amaylia O. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Jakarta: Cermin Dunia
Kedokteran-2009, vol 40, no. 40. 2013.
8. Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion
clasification update. Revision proposed by the American Head and Neck
Society and the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2012;128:751-8.

Anda mungkin juga menyukai