PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
3. Epidemiologi
distribusi tuberkulosis ekstraparu di dunia menunjukkan limfadenitis TB
paling sering terjadi (1.963 kasus), diikuti tuberkulosis pleural (1.036 kasus),
dan tuberkulosis tulang (465 kasus). Menurut penelitian pada tahun 2014 di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Bandung, TB ekstraparu
terbanyak adalah limfadenitis TB sebanyak 22 (68,7%) kasus dari total 32
(100%) kasus. Limfadenitis tuberkulosis lebih sering terjadi pada dekade ke-2
kehidupan dengan perbandingan 2:1 antara perempuan dan pria1.
4. Etiologi
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tergolong dalam family Mycobactericeae dan
ordo Actinomyceales. Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium
kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan
terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam
Mycobacterium tuberculosis complex adalah M.tuberculosae, M. bovis, M.
caprae, M. africanum, M. microti, M. pinnipedii, M. canettii. Pembagian
tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologi. 4 Basil TB adalah bakteri
aerobic obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran 0,4 x 3 µm dan tidak
berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan filamentous tampak
bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria termasuk
M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram dan hanya dapat
diwarnai dengan pewarnaan khusus yang sangat kuat mengikat zat warna
tersebut sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam
alkohol, sehingga dijuluki bakteri tahan asam. M. tuberculosis mudah
mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuchsin3.
Dinding bakteri Mycobacteria kaya akan lipid yang terdiri dari asam
mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan
asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang
bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mycobacteria3.
5. Faktor resiko
Pasien Limfadenitis TB lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan lakilaki serta banyak diderita oleh pasien usia dewasa
muda dengan rentang usia terbanyak adalah 17–25. Bila dilihat dari segi usia,
Limfadenitis TB banyak mengenai penderita diusia dewasa muda, hal tersebut
didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nidhi dkk.
menunjukkan hal yang sama di mana Limfadenitis TB banyak mengenai
dewasa muda dengan rentan usia 21–30 tahun.12 Penelitian yang dilakukan
oleh Viegas dkk. juga menunjukan hasil yang sama, di mana penderita
limfadenitis TB terbanyak berada dalam rentang usia antara 18–45 tahun.13
Hal ini disebabkan usia dewasa muda adalah usia produktif dimana usia
produktif mempengaruhi risiko tinggi untuk terkena TB karena kecenderungan
untuk berinteraksi dengan orang banyak diwilayah kerja lebih tinggi
dibandingkan dengan bukan usia produktif sehingga insidensi TB banyak
mengenai dewasa muda.1
6. Cara Penularan
Penularan tuberkulosis melalui berbagai cara, yaitu lewat udara/ droplet
nuclei dengan diameter 3-5 µm (>90%) dengan jarak 1-5 meter, dapat juga
(jarang) melalui kontak langsung kulit/ luka/ lecet, dan kongenital, minum
susu terkontaminasi basil (M. bovis). Basil tetap hidup dan virulen dalam
keadaan kering beberapa minggu, mati dalam cairan dengan suhu 60oC
selama 15-20 menit. Basil tidak membentuk toksin. Penularan pada umumnya
berasal dari TB dewasa dengan BTA (+).
Faktor yang berpengaruh dalam penularan TB menurut Beyers et al
(2004) adalah:
-
Dosis/ jumlah paparan
-
Konsentrasi kuman di udara
-
Virulensi kuman
-
Durasi/ lama pajanan
-
Keadaan imunitas host34
Gambar 2 Penularan M. Tuberculosis melalui droplet nuklei
7. Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB
pulmoner dan Tb ekstra pulmoner. TB pulmoner dapat di klasifikasikan
menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). Basil
tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut
sebagai TB ekstra pulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh
basil tuberkulosis adalah kelanjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang,
menigens, peritoneum, dan pericardium5.
TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil
tuberkulosis. Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai
di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua
kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua,
basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag
sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum,
bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara
limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, di mana penyebaran basil
TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe
(limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang
mempunyai imunitas baik, dalam waktu 3-4 minggu setelah ineksi akan
terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran
basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk
suatu focus primer yang disebut focus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama
dengan limfnagitis dan limfadenitis regional disebut dengan komplek Ghon.
Terbentuknya focus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, focus
Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang
spesifik terhadap basil TB. Kedua, focus Ghon merupakan suatu lesi
penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang
dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali
menimbulkan penyakit.5
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah
memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB-post primer. Adanya
imunitas seluler akan mebatasi peneybaran basil TB lebih cepat daripada TB
primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti
pada Tb primer, basic TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama
melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar limfe
hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari
infeksi TB pada parenkim paru.5
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu
menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil
TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan
difagosit oleh makrofag dan di bawa ke tonsil, selanjutnya akan di bawa ke
kelenjar limfe di leher.5
Gambar 3 Patofisiologi limfadenitis TB
8. Manifestasi klinis
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB
ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari
penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran
kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-
negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering
dijumpai yaitu sekitar 2/3 pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium
harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah
bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis
berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.5
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal,
aksilaris, mesenterikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis.5
Lokasi limfadenitis meliputi:
a. Limfadenitis daerah kepala dan leher Kelenjar getah bening servikal teraba
pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa.
Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak,
umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi
mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis
Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenitis dapat
berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenitis supraklavikula
kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan.3 Kelenjar
getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenitis
akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus.1 Kelenjar getah bening
servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan
tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan
petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella
henselae (penyebab cat scratch disease).1 Kelenjar getah bening servikal
yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan
metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid,
dan esofagus).1 Limfadenitis servikal merupakan manifestasi limfadenitis
tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan
ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa6
b. Limfadenitis epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis.
Penyebabnya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma,
sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder7
c. Limfadenitis aksila
Sebagian besar limfadenitis aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas
pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke
kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum
ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal
atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila.
Limfadenitis antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma
atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening
ipsilateral.8
d. Limfadenitis supraklavikula
Limfadenitis supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan
keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50%
penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40
tahun.1 Limfadenitis supraklavikula kanan berhubungan dengan
keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenitis
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat)4
e. Limfadenitis inguinal
Limfadenitis inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada
orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenitis reaktif
yang jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenitis
inguinal. Limfadenitis inguinal jarang disebabkan oleh keganasan.
Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma
dapat disertai limfadenitis inguinal. Limfadenitis inguinal ditemukan pada
58% penderita karsinoma penis atau uretra5
f. Limfadenitis generalisata
Limfadenitis generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi
serius, penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan
limfadenitis lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi
adenovirus. Limfadenitis generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,
limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenitis
generalisata pada penderita AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi
HIV, tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan
sarkoma Kaposi.3 Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi
menjadi 6 level. Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber
keganasan primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening
tersebut dan tindakan diseksi leher9
Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik
yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam.
Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik.5
Menurut Jones dan Campbell dalam Mohapatra (2009) limfadenopati
tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:
- Stadium 1, pembesaran kelenjar berbatas tegas, mobile dan diskret
- Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksir ke jaringan
sekitar oleh karena adanya periadenitis
- Stdium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat
pembentukan abses
- Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess 5. Stadium 5, pembentukan
traktus sinus Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium
penyakit.
Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar
limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali, terjadi infeksi sekunder
bakteri, pembesaran kelenjar yang cepat atau koinsidensi dengan infeksi HIV.
Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi
sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus.
Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadentis TB servikalis.5
Limfadenitis mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa
limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang
terjadi pada pasien dengan keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk
disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan fistula tracheooesophageal.
Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal dan abdomen atas juga dapat
menyebabkan obstruksi duktus torasikus dan chylothorax, chylous ascites
ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris akibat pembesaran
kelenjar limfe dapat menyebabkan obstructive jaundice. Tamponade jantung
juga pernah dilaporkan terjadi akibat limfadenitis mediastinal.5
9. Diagnosis
Untuk mendiagnosa limfadenitis TB dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap. Selain itu ditunjang oleh pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologi, tes tuberculin, pemeriksaan
sitologi, dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut
penting untuk membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum
diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Selain itu, juga
penting untuk membedakan jenis penyebab infeksi apakah karena
mikobakterium tuberkulosis atau non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :
- Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis
dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-
Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau
biopsiaspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya
basilmikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB
agar perwarnaan dapat positif.5
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil
kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus. Berbagai
media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook,
danBactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan
hasilkultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab
tersering,diikuti oleh M.bovis.5
- Tes tuberculin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang
yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan
telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan terjadi reaksi
berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi
lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di
daerah suntikan.1
Prinsip dasar uji tuberkulin adalah sebagai berikut:
Infeksi M.tuberkulosis sel limfosit T berproliferasi, tersensitisasi
masuk ke aliran darah, bersirkulasi berbulan-bulan/ bertahun-tahun.
Proses sensitisasi terjadi dalam kelenjar getah bening regional (2-12
jam setelah infeksi).
Injeksi tuberkulin pada kulit menstimulasi sel limfosit respons
hipersensitivitas tipe lambat (delayed-type hypersensitivity/ DTH)
yang memerlukan waktu berjam-jam.
Reaktivitas kulit: vasodilatasi, edema, infiltrasi sel-sel limfosit,
basofil, monosit dan netrofil ke lokasi suntikan.
Antigen-spesific limfosit T akan berproliferasi dan melepaskan
limfokin, yg akan mengundang akumulasi sel-sel lain ke lokasi
suntikan terjadi indurasi yg mencerminkan aktivitas DTH.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut:
Infeksi TB alamiah
Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
Infeksi TB dan sakit TB
TB yang telah sembuh
Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
Infeksi mikobakterium atipik
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut:
Tidak ada infeksi TB
Dalam masa inkubasi infeksi TB
Anergi
- Uji serologi
Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologi
antigenantibodi spesifik untuk M. tuberculosis ELISA dengan menggunakan
PPD, A60, 38kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari
darah, sputum, cairan bronkus (bronkus dan bronchoalveolar lavage; BAL),
cairan pleura, dan CSS terus dilakukan. Beberapa pemeriksaan serologis yang
ada: PAP TB, mycodot, immunochromatographic test (ICT), dan lain-lain masih
belum bisa membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Tes serologis ini
memiliki sensitivitas 19-68% dan spesifitas 40-98%.4
- Patologi anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area
nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah
ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis
histopatologi dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel
epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Kadang dapat ditemukan juga BTA.4
Kendala pemeriksaan PA adalah sulitnya didapatkan spesimen yang
representatif. Spesimen yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah
limfadenopati kolli. Idealnya kelenjar diambil secara utuh agar gambaran
histopatologi yang khas dapat terlihat. Pemeriksaan PA kelenjar limfe ini
mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang secara
histopatologi sulit dibedakan dengan TB.4
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB, prinsip dan regimen obatnya sama
dengan tuberkulosis paru. Sekitar 25% penderita kelenjarnya makin membesar
selama pengobatan, bahkan bisa timbul kelenjar baru dan sekitar 20% timbul
abses dan kadang-kadang membentuk sinus. Bila ini terjadi, jangan mengubah
pengobatan, karena kelenjar akan mengecil jika pengobatan masih kita
lanjutkan.
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kesembuhan penderita
dipengaruhi oleh kepatuhan, dana, edukasi dan kesabaran dalam
mengkonsumsi obat, serta dengan pengobatan yang efektifpun respon
penyakit ini lebih lambat daripada TB paru.
Pedoman internasional dan nasional menurut WHO menggolongkan
limfadenitis TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama
6 bulan dengan regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE.
American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6
bulan sampai 9 bulan sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan
obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and
Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam
regimen 2RHE/7RH.
- Terapi non farmakologi
Pembedahan bukan pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang
dapat dilakukan adalah dengan:
1. Biopsi eksisional : Limfadenitis yang disebabkan oleh karena atypical
mycobacteria
2. Aspirasi
3. Insisi dan drainase
Indikasi pembedahan pada limfadenitis adalah ketika pusat radang
tuberkulosis sudah terdiri dari pengejuan dan dikelilingi jaringan fibrosa.
Adanya jaringan nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke daerah
radang sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh karena itu sarang
infeksi di berbagai organ misalnya kaverne di paru dan debris di tulang harus
dibuang. Jadi, tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi
medis. Selain itu tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit,
misalnya pada tuberkulosis paru yang menyebabkan destruksi luas dan
empiema, pada tuberkulosis usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi,
dan osteitis atau artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat.
BAB III
KESIMPULAN
“LIMFADENITIS TB”