Anda di halaman 1dari 15

ISPA - PNEUMONIA

Paper ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular.

Disusun oleh :
1. Lia Dheka Arwino
2. Fairuza Umami
3. Nisrina Dwi Risqi

6411414006
6411414015
6411414023

Rombel 1

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

ISPA- PNEUMONIA
A. Definisi ISPA- Pneumonia
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Istilah ini

adaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut. Infeksi
adalah masuk dan berkembangbiaknya agent infeksi pada jaringan tubuh manusia
yang berakibat terjadinya kerusakan sel atau jaringan yang patologis.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah
infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Dengan demikian ISPA adalah
infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara
klinis tanda dan gejala akut akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan
tidak lebih dari 14 hari. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya.
B. Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA berdasarkan lokasi anatomi terdiri dari:
1.

Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)


Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, sinusitis,
otitis media (infeksi pada telinga tengah), dan faringitis (infeksi pada
tenggorokan).

2.

Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)


Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan
alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti epiglotitis,
laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia.
Klasifikasi ISPA pada golongan umur antara lain:

1.

Bukan pneumonia
Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala
peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding
dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis,
dan otitis.

2.

Pneumonia
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kerusakn bernapas. Diagnosis ini

berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan
sampai <1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun
adalah 40 kali per menit.
3.

Pneumonia berat
Didasarkan pada adnya baatuk dan aau kesukaran bernapas disertai sesak napas
atau tarikan dindingbdad bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada
anak berusia dua bulan sampai <2 bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai
dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per
menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah
ke arah dalam (severe chest indrawing)
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

1.

ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek
dan sesak.

2.

ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan
bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

3.

ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
Pneumonia

adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya

kuman bakteri, yang ditandai oleh

gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit
ISPA (P2ISPA) semua bentuk

pneumonia

baik

pneumonia

maupun

bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).


Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas
cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan
napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk
balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu

menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per
menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit
(Depkes, 1991).
C. Epidemiologi penyakit ISPA- Pneumonia
Epidemiologi penyakit ISPA- Pneumonia yaitu mempelajari frekuensi, distribusi
penyakit ISPA serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya.
1. Frekuensi dan distribusi penyakit ISPA- Pneumonia
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita
karena pneumonia. Pada usia anak-anak, Pneumonia merupakan penyebab
kematian terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Di
Indonesia kematian balita akibat pneumonia adalah 5 per 1000 balita per tahun.
Angka kematian Pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 %
(Unicef, 2006). Adapun angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299
per 1000 anak balita setiap tahunnya. Faktor-faktor (determinan) yang
mempengaruhi penyakit ISPA- Pneumonia
2. Determinan yang mempengaruhi penyakit ISPA- Pneumonia antara lain:
a. Faktor Host
1. Umur
Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak
berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari
kelompok anak berumur anatara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1
tahun mendapatkan risiko pneumonia disebabkan imunitas yang belum
sempurna dan lubang saluran pernafasan yang relatif masih sempit. Menurut
Daulaire (1991), risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak
berumur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan
status kerentanan anak dibawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran
nafas yang masih sempit.
2. Jenis kelamin
Dalam program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (P2
ISPA) dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi

kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004). Menurut Sunyataningkamto (2004),


hal ini disebabkan karena diameter saluran pernafasan anak laki-laki lebih
kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam
daya tahan tubuh antara anak laki-laki dan perempuan. Dari penelitian di
Indramayu yang dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa
pneumonia lebih banyak menyerang balita berjenis kelamin laki-laki (52,9%)
dibandingkan perempuan.
3. Status Imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada
balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari
penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka
diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada
balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi
kesakitan dan kematian akibat

pneumonia

adalah dengan pemberian

imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan


dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.
4. Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat
dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan
meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti
pneumonia (Dailure, 2000).
5. Pemberian ASI
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi,
karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian
ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan
kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan
resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan

tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan


dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman
yang berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang
berpengaruh diantaranya :
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara
kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan
penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang
tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri
patogen.
2. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh
polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko
terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga
dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan
dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.
c. Faktor agent
Agent penyebab Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma
(bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
D. Etiologi ISPA- Pneumonia
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri,
virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut.

Sebenarnya bakteri penyebab

Streptococcus pneumoniae

pneumonia

yang paling umum adalah

sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu

pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua

atau malnutrisi, bakteri segera

memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia


akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat.

2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila
infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya.

Pneumonia

yang dihasilkan biasanya

berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya
dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat
dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada
jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.
E. Gejala dan Tanda ISPA- Pneumonia
1.

Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala.

2. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :
a.

Batuk nonproduktif

b. Ingus (nasal discharge)


c.

Suara napas lemah

d. Penggunaan otot bantu napas


e.

Demam

f.

Cyanosis (kebiru-biruan)

g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar


h. Sakit kepala
i.

Kekakuan dan nyeri otot

j.

Sesak napas

Menggigil

l.

Berkeringat

m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab
o. Mual dan muntah
F. Cara Penularan ISPA- Pneumonia
Pada umumnya

pneumonia

termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan

melalui udara. Sumber penularan adalah penderita

pneumonia

yang menyebarkan

kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan
cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan
yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu terdapat juga cara penularan langsung
yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan
berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui
ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran
pernapasan penderita.
G. Pencegahan ISPA- Pneumonia

Untuk mencegah

pneumonia

perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga

terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di
dalam dan di luar rumah.

Pencegahan

pneumonia

bertujuan untuk menghindari

terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah
terjadinya penyakit pneumonia :
1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama
kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang
memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi,
sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun.
Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor
antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus
dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi
dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia

dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang

memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri,
Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah
terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas
cepat/sesak napas.
5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan
cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat
lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas,
cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi
kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.

6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.


Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan,
karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas
seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena
bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah.
Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat.
Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada
hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.
H. Pengobatan dan Penatalaksanaan ISPA- Pneumonia
Pengobatan:
a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen
dan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan,
antihistamin.

Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Perawatan dirumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk
mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
Mengatasi panas (demam). Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam
diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah
2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali
tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai

dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan


kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu
air es).
Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
Pemberian makanan. Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit
tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika
muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
Pemberian minuman. Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan
dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Lain-lain. Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan
hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat
obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh
tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita
yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa
kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang
Berdasarkan (Depkes RI, 1993: 19), upaya pengobatan merupakan salah satu bagian
dari tatalaksana standar penderita. Bagi penderita pneumonia, diberikan antibiotik per
oral selama 5 hari (Depkes RI, 1993: 19). Dalam program P2 ISPA, antibiotik yang
digunakan adalah tablet Kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg) dan Parasetamol (500 mg
dan 100 mg). Obat tersebut harus tersedia di seluruh fasilitas kesehatan (Rumah
Sakit dan Puskesmas) yang sudah melaksanakan program P2 ISPA dengan jumlah
yang cukup (Depkes RI, 2004: 21). Akan tetapi, khusus untuk bayi berumur kurang dari
2 bulan, tidak dianjurkan untuk diberikan pengobatan antibiotik per oral maupun

parasetamol.
Sementara itu, tindakan yang diberikan pada penderita pneumonia berat adalah
dirawat di rumah sakit. Ada beberapa tanda bahaya yang menunjukkan anak
menderita penyakit yang sangat berat dimana jika anak mempunyai salah satu tanda
bahaya tersebut maka perlu segera dirujuk ke rumah sakit. Pada anak umur 2 bulan-<5
tahun, tanda-tanda bahaya tersebut antara lain kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, atau mengalami gizi buruk. Sementara itu, pada anak umur <2
bulan, ditandai dengan keadaan kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
wheezing, demam, atau dingin (Depkes RI, 2007: 24,41). Adapun indikasi lain anak
penderita pneumonia perlu dirawat di rumah sakit adalah penderita sangat muda
atau tua, mengalami keadaan klinis berat (sesak napas, kesadaran menurun, serta
gambaran kelainan toraks cukup luas), ada riwayat penyakit lain (bronkiektasis dan
bronkitis kronik), ada komplikasi, dan tidak adanya respon terhadap pengobatan yang
telah diberikan.
Tatalaksana penderita pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit umumnya
adalah dengan pemberian oksigen (terutama pada anak yang sianosis), pemasangan
infus (untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit), pemberian obat penurun panas pada
penderita dengan suhu tinggi, serta dilakukan pembersihan jalan napas. Antibiotika
tertentu perlu diberikan jika mikroorganisme penyebabnya sudah diketahui melalui
uji laboratorium Apabila penderita juga mengalami stridor, maka diindikasikan ia
mengalami kelainan kongenital sehingga perlu mendapat pengobatan khusus (Depkes
RI, 2003: 11).

Penatalaksanaan ISPA
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana panderita ISPA pada anak adalah
anak dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas yaitu:
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita.
b. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, Demam atau dingin. Tanda
bahaya pada umur 2 bulan sampai < 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk.
c. Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur < 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera
dibawa ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Pada penderita umur 2 bulan sampai < 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia
dapat dilakukan perawatan rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan
dalam 2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan
yang ada.
Penderita di rumah untuk penderita Pneumonia umur 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun, meliputi :
1) Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya
setelah sembuh.
2) Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan
pemberian Asi.
3) Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan, yang aman dan sederhana.
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia
berat segera dikirim ke rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai
penurun demam dan wheezing yang ada.
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan 2 hari.
Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika
keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke
sarana rujukan.
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol
480 mg, kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan sablet parasetamol
100 mg ( R.Hartono-Dwi Rahmawati H, 2012).

Pertanyaan
1. Mengapa anak-anak lebih berisiko terkena ISPA-Pneumonia?
2. Bagaimana patofisiologi penyakit ISPA-Pneumonia?
3. Faktor apakah yang berpengaruh besar terhadap penyakit ISPA-Pneumonia?
4. Apakah pengobatan-pengobatan untuk penyembuhan ISPA-Pneumonia terdapat
efek samping yang ditimbulkan?
5. Mengapa perawatan selama masa kehamilan diperlukan untuk mencegah
terjadinya penyakit pneumonia? Jelaskan!

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 2002. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Binarupa Aksara. Edisi Revisi. Jakarta
Barat.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) untuk Kader. Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.

Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
__________.2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Jakarta.
__________.2004.

Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Tahun 2004, Ditjen PPM dan PL. Jakarta.


__________.2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita, Dirjen PP & PL, Jakarta.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletinpneumonia.pdf
http://www.ichrc.org/42-pneumonia

Anda mungkin juga menyukai