RespiratoryDistressSindrom(RDS)
Kelompok 5 :
1. Anang Lutfianto
2. Isna Ainun Ana
3. Sarifah Aini Tika R.
4. Farida Nur’Aini
5. Pusfita Dwi Rosantina
6. M. Dafid Alfarizy
PROBOLINGGO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangatserius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas,
danbiayaperawatan.Sindromagagalnafas(respiratorydistresssindrom,RDS)adalahistilahyangd
igunakanuntukdisfungsipernafasanpadaneonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan denganketerlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlahsurfaktandalamparu (Marmi &Rahardjo, 2012).
Bayi BBLR dengan RDS masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
signifikan secara global karena efek jangka pendek dan panjangnya. Tahun 2011 (15%) bayi
lahir dengan BBLR di seluruh dunia (WHO, 2014). Data United Nation tahun 2010 bahwa
41% kematian bayi terjadi pada usia neonatal dengan usia 0-28 hari. Angka Kematian
Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran (SDKI, 2012). Penyebab
utama kematian neonatal dini di Indonesia berdasarkan trend kematian neonatal dari tahun
2001–2007 adalah gangguan pernapasan ketika lahir (birth asphyxia, respiratory distress
syndrome, aspirasi meconium), prematur dan berat badan lahir rendah untuk bayi neonatal
dini, serta sepsis neonatorum (Djaja, 2009). Menurut Marfuah (2013) kematian neonatus di
RSD. Dr. Haryoto Lumajang disebabkan oleh kegawatan nafas neonatus yaitu kasus asfiksia
68,24%, 26 kasus MAS (Meconium Aspiration Syndrome) 11,2%, 56 kasus Respirasi
Distress Syndrom (RDS) 24,3%, 146 kasus BBLR dan neonatus prematur 62,7%, 102 kasus
sepsis 43,8%, 16 kasus pneumonia 6,9% dan 5 kasus apneu prematuritas 2,2%. Prevalensi
penyakit sistem pernafasan pada bayi baru lahir mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan
meningkat menjadi 29,5% pada tahun 2010, Di negara maju seperti Amerika serikat,
penyakit ini masih mempengaruhi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya dan menyebabkan
20% kematian bayi. Kejadian Respirasi Distress Syndrom (RDS) ini 60%-80% terjadi pada
bayi prematur dan hanya 5% saja kejadian pada bayi matur (Erlita,R, 2013).
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindrom gawat nafas yang disebabkan
oleh kurangnya surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa kehamilan yang
kurang. RDS juga dapat disebut hyaline membrane didease (HMD). RDS terjadi karena
adanya atelektasis alveoli, edema, kerusakan sel sehingga dapat menyebabkan terjadinya
bocornya serum protein ke dalam alveoli yang menghambat fungsi surfaktan. Surfaktan
merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan
surfaktan paru mencapai maksimum pada usia kehamilan ke 35 minggu (fida & maya, 2012).
Kekurangan surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya. Hal ini menyebabkan alveolus kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi yang berikutnya membutuhkan tekanan negative intoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang kuat. Tanda dan gejala dari sindrom gawat nafas atau RDS
adalah pernafasan cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi, retraksi substernal dan
interkostal. Masalah pernafasan pada bayi sering dihubungkan dengan kondisi Respiratory
Distresss Syndrome (RDS) merupakan penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi (pantiawati, 2010).
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun
padabayipreterm,yaitubayidenganberatlahircukupmaupundenganberatbadanlahirrendah(BBL
R).BayidenganBBLRyangpretermmempunyai potensi kegawatan lebih besar karena belum
maturnya fungsiorgan organ tubuh. Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi pada
bayiyanglahirdenganberatbadankurangdari2.500gramdalambentuksindromagagalnafasdanas
fiksianeonatorumyangterjadipadabayicukupbulan paru(Marmi &Rahardjo,2012).
Immaturitas sistem pernapasan pada bayi dengan RDS dapat menyebabkan
masalah keperawatan yaitu pola napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif merupakan
inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat (Tim Pokja SDKI,
2016). Faktor yang dapat menyebabkan pola napas tidak efektif pada bayi dengan RDS yaitu
hambatan upaya napas seperti kelelahan otot pernapasan. Tanda dan gejala pola napas
tidak efektif pada bayi dengan RDS terdiri dari tanda gejala mayor yaitu dipsnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal, dan
tanda gejala minor yaitu ortopnea, pernapasan cuping hidung, retraksi dada (Tim Pokja
SDKI, 2016).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi
napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan
daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto
thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya
hyaline membran pada saat otopsi.Sedangkan menurut Murray et.al (1988) disebut RDS
bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan
paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non
pulmonar.Definisi menurut Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada
foto thorak, tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya
hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama
dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau
sama dengan 200, menyokong suatu RDS.
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang
disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga
agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang
dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.
Tanda dan gejala sindrom gawat pernapasan (RDS) biasa nya terjadi pada saat lahir
atau dalam beberapa jam pertama yang mengikuti, termasuk (NHLBI, 2012):
Menurut Siti N.J, (2017), tanda dan gejala sindrom gawat pernapasan (RDS) pada
neonatus yaitu:
1. Biasa ditemui pada saat lahir tetapi mungkin muncul pada waktu hingga 12 jam
setelah kelahiran
2. Ditemui dengan gawat pernapasan yang semakin parah
3. Peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas
4. Sianosis pada udara kamar yang terus bertahan atau melaju selama 48 jam
pertama kehidupan
5. Peningkatan takipnea (> 60 per menit)
6. Merintih pada saat ekspirasi dan retraksi dinding dada
7. Pemeriksaan laboratorium
8. Gas darah mengungkap adanya hipoksia, hiperkapnia dan asidosis
9. Gambaran darah lengkap menyisihkan kemungkinan infeksi
10. Kadar glukosa darah biasanya rendah
11. Rontgen mengungkap kepadatan retikulogranular bilateral (penampilan seperti
serpihan kaca) dan paru opak (udara-bronkogram)
a. Stadium 1
b. Stadium 2
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
d. Stadium 4
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.
2.3 Etiologi
Menurut JNPK-KR (2008), faktor yang meningkatkan atau menurunkan risiko RDS
adalah :
1) Peningkatan risiko:
a) Kelahiran kurang bulan
b) Bayi laki-laki
c) Redisposisi familial
d) Seksio sesarea tanpa didahului proses persalinan
e) Asfiksia perinatal
f) Korioamnionitis
g) Neonatus dari ibu diabetes
h) Hydrops fetalis
2) Menurunkan risiko:
a) Stress intrauterine yang kronis
• Ketuban Pecah Dini (KPD) dalam jangka Panjang
• Hipertensi ibu
• Pemakaian narkotik
• Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan
(KMK)
b) Kortikosteroid – Prenatal
c) Agentokolitik.
Faktor Risiko Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1) Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eclampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) e)Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat.
3) Faktor bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (DepKes RI, 2008). c.
Menurut Depkes RI (2008). Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang
menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
1) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
2) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
4) Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
5) Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-
otot jantung atau sel-sel otak
6) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan
darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan
selama proses persalinan
7) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap
2.4 Patofoisiologi
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditujukan.
2.6 Pemeriksaan
A. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk
mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia), analisis
gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg ,
peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukan adanya
atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur,
pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamolan 33
minggu.
Sinar X dada
Tes fungsi paru
Kadar asam laktad
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan
mendengkur,retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
1. Frekwensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan
klinik.
2. Mekanisme usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala keatas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan
3. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
4. Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
a. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu
sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah
pada daerah tersebut. Perfusi kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan kapiler dapat dilakukan
dengan cara:
Nail bed pressure (Tekan pada kuku)
Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki
tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya
tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
c. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnay adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi
dan latergi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan
kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
2.7Penatalaksanaan
A. TerapiARDS
Tujuan terapi
Non-farmakologi
Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberianmenggunakan ventilator,
mengaturPEEP (positive-endexpiratory pressure)
Pembatasan cairan
Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutinberfokus untuk memelihara
oksigenasi danperfusan yang adekuatmencegah komplikasi nosokomial (kaitannya)
Farmakologi
Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
Kortikosteroid (masih kontroversial : no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)
Ketoconazole : inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis
leukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
B. Terapi IRDS
Tujuan terapi
Mencegah atau meminimalkan keparahan Hyaline Membran Diseases(HMD)pada bayi
Strategi Terapi
Pencegahan sejak janin dalam kandungan
Pengatasan semua gejala, menjaga bayi dalamkeadaan normal
C. Pencegahan
a. Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterusContoh :
Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utkasma: 5 mg/ml)
b. Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl
diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50μg/menit dgn monitoring cardial effect.Jika
detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atauobat dihentikan
c. Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian,deksametason 5 mg setiap 12
jam untuk 4 x pemberian)
d. Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuran rasio lesitin/spingomielin : >
2 dinyatakanmature lung function
Non-farmakologi:
Jaga kecukupan oksigen dengan ventilasi mekanik dengan ventilator, jaga CPAP
(Continuous Positive Airway Pressure)
Jaga bayi tetap hangat, jika perlu gunakan topi bayi
Terapi Farmakologi :
Terapi surfaktan surfaktan sintetikdiberikan melalui sisi pada tube endotracheal dalam 2
xsuntikan bolus, contoh: Exosurf, Infasurf, Alveofact
Nitric Oxide inhalasi
Narkotik/benzodiazepin mengurangi nyeri danketidaknyamanan pada bayi contoh:
Lorazepam,Fentanyl
Sodium bicarbonat untuk metabolic acidosis
Diuretik untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkanrisk : benefit
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia,
didapat dari caiaran amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan
buatan).
JENIS SURFAKTAN
Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu:
1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion
sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan
2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik
Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau
babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah
Curosurf
Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol.
Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi
dibanding sintetik terletak di protein.
Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi
prematur dengan RDS. Sampai saat ini ada dua pilihan terapi surfaktan, yaitu natural
surfaktan yang berasal dari hewan dan surfaktan sintetik bebas protein, dimana surfaktan
natural secara klinik lebih efektif. Adanya perkembangan di bidang genetik dan biokimia,
maka dikembangkan secara aktif surfaktan sintetik. Surfaktan paru merupakan pilihan
terapi pada neonatus dengan RDS sejak awal tahun 1990 (Halliday,1997), dan merupakan
campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan pada air-tissue interface . Semua surfaktan derifat binatang mengalami
berbagai proses untuk mengeluarkan SP-A dan SP-D, menurunkan SP-B dan SP-C, dan
merubah fosfolipid sehingga berbeda dengan surfaktan binatang.
2.1.2 DiagnosaKeperawatan
Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut
dianalisis.Selanjutnya semua masalah yang ditemukan dirumuskan
menjadi
diagnosakeperawatanuntukmenentukanintervensikeperawatan(Cecily&So
wden,2009).
DiagnosakeperawatandariRDSyangseringmuncul(Nanda,
2015).
1) Gangguanpertukarangasberhubungandenganperubahanmembranalve
olar-kapiler
2) Polanafastidakefektifberhubungandenganhiperventilasi
3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungandenganpenumpukansekretpadaparu-paru
4) Resikotinggiinfeksiberhubungandenganprosedurinvasif,terpajankuman
patogen
5) Hipotermiaberhubungandenganadaptasilingkunganluarrahim
2.1.3 IntervensiKeperawatan
Intervensikeperawatanmerupakantahapketigadalamproseskeperawatan . intervensi disusun berdasarkan NANDA (2015-2017), NOCdanNIC.