Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

RespiratoryDistressSindrom(RDS)

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keperawatan Anak

Kelas D Kabupaten Lumajang

Kelompok 5 :

1. Anang Lutfianto
2. Isna Ainun Ana
3. Sarifah Aini Tika R.
4. Farida Nur’Aini
5. Pusfita Dwi Rosantina
6. M. Dafid Alfarizy

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangatserius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas,
danbiayaperawatan.Sindromagagalnafas(respiratorydistresssindrom,RDS)adalahistilahyangd
igunakanuntukdisfungsipernafasanpadaneonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan denganketerlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlahsurfaktandalamparu (Marmi &Rahardjo, 2012).
Bayi BBLR dengan RDS masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
signifikan secara global karena efek jangka pendek dan panjangnya. Tahun 2011 (15%) bayi
lahir dengan BBLR di seluruh dunia (WHO, 2014). Data United Nation tahun 2010 bahwa
41% kematian bayi terjadi pada usia neonatal dengan usia 0-28 hari. Angka Kematian
Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran (SDKI, 2012). Penyebab
utama kematian neonatal dini di Indonesia berdasarkan trend kematian neonatal dari tahun
2001–2007 adalah gangguan pernapasan ketika lahir (birth asphyxia, respiratory distress
syndrome, aspirasi meconium), prematur dan berat badan lahir rendah untuk bayi neonatal
dini, serta sepsis neonatorum (Djaja, 2009). Menurut Marfuah (2013) kematian neonatus di
RSD. Dr. Haryoto Lumajang disebabkan oleh kegawatan nafas neonatus yaitu kasus asfiksia
68,24%, 26 kasus MAS (Meconium Aspiration Syndrome) 11,2%, 56 kasus Respirasi
Distress Syndrom (RDS) 24,3%, 146 kasus BBLR dan neonatus prematur 62,7%, 102 kasus
sepsis 43,8%, 16 kasus pneumonia 6,9% dan 5 kasus apneu prematuritas 2,2%. Prevalensi
penyakit sistem pernafasan pada bayi baru lahir mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan
meningkat menjadi 29,5% pada tahun 2010, Di negara maju seperti Amerika serikat,
penyakit ini masih mempengaruhi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya dan menyebabkan
20% kematian bayi. Kejadian Respirasi Distress Syndrom (RDS) ini 60%-80% terjadi pada
bayi prematur dan hanya 5% saja kejadian pada bayi matur (Erlita,R, 2013).

Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindrom gawat nafas yang disebabkan
oleh kurangnya surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa kehamilan yang
kurang. RDS juga dapat disebut hyaline membrane didease (HMD). RDS terjadi karena
adanya atelektasis alveoli, edema, kerusakan sel sehingga dapat menyebabkan terjadinya
bocornya serum protein ke dalam alveoli yang menghambat fungsi surfaktan. Surfaktan
merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan
surfaktan paru mencapai maksimum pada usia kehamilan ke 35 minggu (fida & maya, 2012).
Kekurangan surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya. Hal ini menyebabkan alveolus kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi yang berikutnya membutuhkan tekanan negative intoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang kuat. Tanda dan gejala dari sindrom gawat nafas atau RDS
adalah pernafasan cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi, retraksi substernal dan
interkostal. Masalah pernafasan pada bayi sering dihubungkan dengan kondisi Respiratory
Distresss Syndrome (RDS) merupakan penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi (pantiawati, 2010).
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun
padabayipreterm,yaitubayidenganberatlahircukupmaupundenganberatbadanlahirrendah(BBL
R).BayidenganBBLRyangpretermmempunyai potensi kegawatan lebih besar karena belum
maturnya fungsiorgan organ tubuh. Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi pada
bayiyanglahirdenganberatbadankurangdari2.500gramdalambentuksindromagagalnafasdanas
fiksianeonatorumyangterjadipadabayicukupbulan paru(Marmi &Rahardjo,2012).
Immaturitas sistem pernapasan pada bayi dengan RDS dapat menyebabkan
masalah keperawatan yaitu pola napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif merupakan
inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat (Tim Pokja SDKI,
2016). Faktor yang dapat menyebabkan pola napas tidak efektif pada bayi dengan RDS yaitu
hambatan upaya napas seperti kelelahan otot pernapasan. Tanda dan gejala pola napas
tidak efektif pada bayi dengan RDS terdiri dari tanda gejala mayor yaitu dipsnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal, dan
tanda gejala minor yaitu ortopnea, pernapasan cuping hidung, retraksi dada (Tim Pokja
SDKI, 2016).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sindroma gagal nafas (Respiratory Distress Sindrom, RDS)


adalahistilahyangdigunakanuntukdisfungsipernafasanpadaneonatus.Gangguaninimerupa
kanpenyakityangberhubungandenganketerlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlahsurfaktandalamparu.(Marmi&Rahardjo,2012)
Sindrom gawat napas RDS ( Respiratory Distress Syndrom) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit
yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini
biasanya juga dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit
membran hyaline, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang
melapisi alveoli (Surasmi, dkk,2003).
Sindrom distress pernafasan dewasa (ARDS) adalah suatu penyakit yang di tandai oleh
kerusakan luas alveolus dan / atau membrane kapiler paru.respiratory distress syndrome
(RDS) merupakan penyebab morbiditas utama pada anak. Sindrom ini paling banyak
ditemukan pada BBLR terutama yang lahir pada masa gestasi < 28 minggu. Penyebab
terbanyak (SGNN) adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat
kekurangansurfaktan. Kelainan paru ini membawa akibat pada sistem kardiovaskular
seperti terjadinya pengisian ventrikel kiri yang menurun, penurunan isi sekuncup, curah
jantung yang menurun, bahkan dapat terjadi hipotensi sampai syok. Resistensi pembuluh
darah paru yang meningkat dapat menimbulkan hipertensi pulmonal persisten. Pada bayi
yang sembuh dari PMH dapat terjadi duktus arteriosus persisten (DAP). Pemeriksaan
penunjang radiologis, laboratorium, EKG dan ekokardiografi sangat diperlukan untuk
membantu menegakkan diagnosis RDS. Tata laksana penyakit ini sangat tergantung pada
tingkat gangguan kardiovaskular yang terjadi.

Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi
napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan
daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto
thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya
hyaline membran pada saat otopsi.Sedangkan menurut Murray et.al (1988) disebut RDS
bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan
paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non
pulmonar.Definisi menurut Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada
foto thorak, tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya
hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama
dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau
sama dengan 200, menyokong suatu RDS.

Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang
disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga
agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang
dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.

2.2 Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala sindrom gawat pernapasan (RDS) biasa nya terjadi pada saat lahir
atau dalam beberapa jam pertama yang mengikuti, termasuk (NHLBI, 2012):

1) Pemapasan Cepat dan dangkal


2) Retraksi dada
3) Suara mendengus
4) Lubang hidung melebar (cuping hidung)
5) Bayi juga mungkin memiliki jeda dalam bemapas yang berlangsung selama beberapa
detik (apnea)

Menurut Siti N.J, (2017), tanda dan gejala sindrom gawat pernapasan (RDS) pada
neonatus yaitu:

1) Frekuensi nafas >60 x / menit


2) Frekuensinafas< 30 x / menit
3) Bayidengansianosisentral
4) Retraksi dada
Pada umumnya, RDS (Respiratory Distress Syndrome) dua kali lebih banyak
dialami oleh anak laki-laki daripada perempuan selain itu insiden penyakit ini meningkat
pada anak dengan faktor-faktor tertentu, seperti ibu penderita diabetes yang melahirkan
anak kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal, dan lahir melalui section caesaria (Fida
dan Maya, 2012).

Menurut JNPK-KR (2008), presentasi klinis RDS adalah :

1. Biasa ditemui pada saat lahir tetapi mungkin muncul pada waktu hingga 12 jam
setelah kelahiran
2. Ditemui dengan gawat pernapasan yang semakin parah
3. Peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas
4. Sianosis pada udara kamar yang terus bertahan atau melaju selama 48 jam
pertama kehidupan
5. Peningkatan takipnea (> 60 per menit)
6. Merintih pada saat ekspirasi dan retraksi dinding dada
7. Pemeriksaan laboratorium
8. Gas darah mengungkap adanya hipoksia, hiperkapnia dan asidosis
9. Gambaran darah lengkap menyisihkan kemungkinan infeksi
10. Kadar glukosa darah biasanya rendah
11. Rontgen mengungkap kepadatan retikulogranular bilateral (penampilan seperti
serpihan kaca) dan paru opak (udara-bronkogram)

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan


kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak
napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60
x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan
gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut
kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :

a. Stadium 1

Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara

b. Stadium 2

Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran


airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Stadium 3

Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.

d. Stadium 4

Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

2.3 Etiologi

Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiridarifaktor ibu, faktor


plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibumeliputi hipoksia pada ibu, usia ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi
rendah, maupun
penyakitpembuluhdarahibuyangmengganggupertukarangasjaninsepertihipertensi,penyakitj
antung,diabetesmelitus,danlain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan
plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir,gemeli,prematur,kelainankongenitalpadaneonatusdanlain-
lain.Faktorpersalinanmeliputipartuslama,partusdengan tindakandanlain-lain.

Menurut JNPK-KR (2008), faktor yang meningkatkan atau menurunkan risiko RDS
adalah :
1) Peningkatan risiko:
a) Kelahiran kurang bulan
b) Bayi laki-laki
c) Redisposisi familial
d) Seksio sesarea tanpa didahului proses persalinan
e) Asfiksia perinatal
f) Korioamnionitis
g) Neonatus dari ibu diabetes
h) Hydrops fetalis
2) Menurunkan risiko:
a) Stress intrauterine yang kronis
• Ketuban Pecah Dini (KPD) dalam jangka Panjang
• Hipertensi ibu
• Pemakaian narkotik
• Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan
(KMK)
b) Kortikosteroid – Prenatal
c) Agentokolitik.

Faktor Risiko Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1) Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eclampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) e)Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat.
3) Faktor bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (DepKes RI, 2008). c.

Klasifikasi Menurut Prawirohardjo (2010)


Klasifikasi klinik nilai APGAR adalah:
1) Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10) 2)
2) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6) 3)
3) Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)

Menurut Depkes RI (2008). Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang
menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
1) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
2) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
4) Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
5) Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-
otot jantung atau sel-sel otak
6) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan
darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan
selama proses persalinan
7) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap
2.4 Patofoisiologi

Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguanpernafasan yang


dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagibayiberupa kerusakan otak atau bahkan
kematian. Akibat dari gangguan padasistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan
oksigen (hipoksia)
padatubuhbayiakanberadaptasiterhadapkekuranganoksigendenganmengaktifkan
metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakinberatdanlama,metabolisme
anaerobakanmenghasilkanasamlaktat.
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darahkeotak maka akan
terjadi kerusakan otak dan organ lain karena
hipoksiadaniskemia.Padastadiumawalterjadihiperventilasidiikutistadiumapneu primer. Pada
keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi
darahrelativemasihbaik.Curahjantungyangmeningkatdanadanyavasokontriksi perifer ringan
menimbulkan peninggkatan tekanan darah danreflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan
pada saat ini dapat
diatasidengaanmeningkatkanimplusaferensepertiperangsanganpadakulit.Apneunormalberl
angsungsekitar1-2menit.Apneaprimerdapatmemanjang dan diikuti dengan memburuknya
sistem sirkulasi. Hipoksiamiokardium dan asidosis akan memperberat
bradikardi,vasokontraksi danhipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5menit dan
kemudian terjadiapneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung,tekanan darah
dankadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidakbereaksi
terhadaprangsangandantidakmenunjukkanupayapernafasansecaraspontan.Kematian akan
terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigensegeradimulai(Marmi
&Rahardjo,2012).
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung pada kapiler paru ataualveolus.ARDS
terjadi sebagai akibat cedera pada membran kapileralveolar yang mengakibatkan
kebocoran cairan kedalam ruangintestisial alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring
kapiler. Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat
aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH seringkali terjadi pada bayi prematur,
karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai
jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadinya PMH. Dihubungkan dengan usia kehamilan, semakin muda
seorang bayi, semakin tinggi Resiko RDS sehingga menjadikan perkembangan yang
imatur pada system pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
terdapat dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, insidens meningkat
pada bayi dengan factor-faktor tertentu, misalnya: ibu diabetes yang melahirkan bayi
kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal, lahir melalui seksio sesaria. ARDS berkembang
sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara
langsung maupun tidak langsung.

 Gangguan traktus respiratorius:


 Hyaline membrane disease (HMD)Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi
(bayi prematur)
 Transient tachypnoe of the newborn (TTN)
 Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi Caesar karena dadanya tidak
mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan
dari dalam paru.:
o Infeksi (pneumonia)
o Sindroma aspirasi
o Hipoplasia paru
o Hipertensi pulmonal
o Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin
sindroma)
o Pleural effusion
o Kelumpuhan saraf frenikus

 Luar traktus respiratoris:


Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.
Patway RDS
Berbagai teori telah ditemukan sebagai penyebab kelainan ini. Pembentukan
substansi surtaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu teori
yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam pengembangan
paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak.
Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke35. Peranan surfaktan ialah untuk
merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu
untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan
yang ditemukan pada penyakit membran hialin menyebabkan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks
yanglebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menimbulkan :

 Oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan


penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya
asidosis metabolic pada bayi.
 Kerusakan endotel kapiler dan apitel duktus dan alveolaris yang akan menyebabkan
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin
bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang
disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya
sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan
hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan subtansi surfaktan.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan


oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna
karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan
surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal
tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein
, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi
duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah
lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplekpada bayi yang immatur dan mengalami
sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut
menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

2.5 Manifestasi Klinik

 Pernafasan cepat (takipneu)


 Pernafasan cuping hidung
 Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
 Sianosis sejalan dengan hipoksemia
 Peningkatan jumlah pernapasan
 Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
 Hipotensi sistemik ( pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari 3
sampai 4 detik )
 Penurunan keluaran urine
 Penurunan suara nafas dengan ronkhi
 Takhikardi pada saat terjadinya asidosis dan hipoksemia

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditujukan.

2.6 Pemeriksaan

A. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk
mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia), analisis
gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg ,
peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukan adanya
atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur,
pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamolan 33
minggu.
 Sinar X dada
 Tes fungsi paru
 Kadar asam laktad

B. Pemeriksaan fisik
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan
mendengkur,retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.
 Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
1. Frekwensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan
klinik.
2. Mekanisme usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala keatas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan
3. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
4. Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
a. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu
sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah
pada daerah tersebut. Perfusi kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan kapiler dapat dilakukan
dengan cara:
 Nail bed pressure (Tekan pada kuku)
 Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki
tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya
tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
c. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnay adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi
dan latergi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan
kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

2.7Penatalaksanaan

A. TerapiARDS

Tujuan terapi

1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkanumumnya bersifat suportif


2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
ak ada terapi yang dapat menyembuhkan 􀃆
umumnya bersifat suportif
Strategi Terapi

Non-farmakologi
 Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberianmenggunakan ventilator,
mengaturPEEP (positive-endexpiratory pressure)
 Pembatasan cairan
 Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutinberfokus untuk memelihara
oksigenasi danperfusan yang adekuatmencegah komplikasi nosokomial (kaitannya)
Farmakologi
 Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
 Kortikosteroid (masih kontroversial : no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)
 Ketoconazole : inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis
leukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
 Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
 Antibiotik untuk mengatasi infeksi.

B. Terapi IRDS
Tujuan terapi
 Mencegah atau meminimalkan keparahan Hyaline Membran Diseases(HMD)pada bayi
Strategi Terapi
 Pencegahan sejak janin dalam kandungan
 Pengatasan semua gejala, menjaga bayi dalamkeadaan normal

C. Pencegahan
a. Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterusContoh :
Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utkasma: 5 mg/ml)
b. Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl
diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50μg/menit dgn monitoring cardial effect.Jika
detak jantung ibu > 140/menit 􀃆 kecepatan diturunkan atauobat dihentikan
c. Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian,deksametason 5 mg setiap 12
jam untuk 4 x pemberian)
d. Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik 􀃆 pengukuran rasio lesitin/spingomielin : >
2 dinyatakanmature lung function

Non-farmakologi:
 Jaga kecukupan oksigen dengan ventilasi mekanik dengan ventilator, jaga CPAP
(Continuous Positive Airway Pressure)
 Jaga bayi tetap hangat, jika perlu gunakan topi bayi

Terapi Farmakologi :
 Terapi surfaktan surfaktan sintetikdiberikan melalui sisi pada tube endotracheal dalam 2
xsuntikan bolus, contoh: Exosurf, Infasurf, Alveofact
 Nitric Oxide inhalasi
 Narkotik/benzodiazepin mengurangi nyeri danketidaknyamanan pada bayi contoh:
Lorazepam,Fentanyl
 Sodium bicarbonat untuk metabolic acidosis
 Diuretik untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkanrisk : benefit
 Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia,
didapat dari caiaran amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan
buatan).

 Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan, bila surfaktan melapisi permu-kaan


cairan maka tegangan permukaan cairan tersebut akan turun sehinggal lebih lunak dan
tidak mudah menempel. Surfaktan diproduksi oleh sel epitel alveolus tipe II dengan
jumlah 10% dari seluruh permukaan alveoli yg memiliki efek menurunkan tegangan
permukaan udara alveoli dan memberi efek menurunkan tegangan permu-kaan mulai
dari 1/12 sampai 1/2 tegangan permukaan air murni, tergantung konsen-trasi dan
orientasi molekul-surfaktan.

JENIS SURFAKTAN
Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu:
1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion
sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan
2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik

Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine


(DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat dari
DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama di
pasarkan di Amerika dan Eropa. Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan
yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC ( Venticute),belum pernah ada penelitian tentang
keduanya untuk digunakan pada bayi prematur. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal
dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC),
tripalmitin, dan palmitic misalnya Surfactant TA, Survanta.

Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau
babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah
Curosurf

Saat ini ada 2 jenis surfaktan di Indonesia yaitu :

Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol.
Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi
dibanding sintetik terletak di protein.

PEMBERIAN SURFAKTAN PADA BAYI PREMATUR DENGAN RESPIRATORY


DISTRESS SYNDROME

Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi
prematur dengan RDS. Sampai saat ini ada dua pilihan terapi surfaktan, yaitu natural
surfaktan yang berasal dari hewan dan surfaktan sintetik bebas protein, dimana surfaktan
natural secara klinik lebih efektif. Adanya perkembangan di bidang genetik dan biokimia,
maka dikembangkan secara aktif surfaktan sintetik. Surfaktan paru merupakan pilihan
terapi pada neonatus dengan RDS sejak awal tahun 1990 (Halliday,1997), dan merupakan
campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan pada air-tissue interface . Semua surfaktan derifat binatang mengalami
berbagai proses untuk mengeluarkan SP-A dan SP-D, menurunkan SP-B dan SP-C, dan
merubah fosfolipid sehingga berbeda dengan surfaktan binatang.

Semua golongan surfaktan secara in vitro menurunkan tegangan permukaan,


terutama terdapat pada surfaktan kombinasi protein, dapat menurunkan pemakaian
kebutuhan oksigen dan ventilator dengan cepat. Pada suatu studi meta analisis yang
membandingkan antara penggunaan surfaktan derifat binatang dengan surfaktan sintetik
bebas protein pada 5500 bayi yang terdaftar dalam 16 penelitian random, 11 penelitian
memberikan hasil yang signifikan bahwa surfaktan derifat binatang lebih banyak
menurunkan angka kematian dan pneumothorak dibandingkan dengan surfaktan sintetik
bebas protein Golongan derifat binatang yang sering digunakan pada meta-analisis adalah
Survanta. Beberapa studi membandingkan efektifitas antara surfaktan derifat binatang,
dan yang sering dibandingkan pada golongan ini adalah Survanta dan Curosurf .
Penelitian di Inggris oleh Speer dkk (1995) yang membandingkan terapi Survanta dosis
100 mg/kg dan Curosurf dosis 200 mg/kg, pada bayi dengan RDS yang diberi terapi
Curosurf 200 mg/kg memberikan hasil perbaikan gas darah dalam waktu 24 jam.
Penelitian lain oleh Ramanathan dkk (2000) dengan dosis Curosurf 100 mg/kg dan 200
mg/kg dibandingkan dengan Survanta dosis 100mg/kg dengan parameter perbaikan gas
darah menghasilkan perbaikan yang lebih baik dan cepat pada terapi Corosurf dengan
kedua dosis tersebut, tetapi pada penelitian ini tidak didapatkan data yang lengkap pada
jurnalnya. Data tentang penggunaan terapi surfaktan sintetik masih terbatas.

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan


2.1.1 PengkajianKeperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk
mendapatkanberbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang
dialami klien.Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa,
observasi,pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
dilaboratorium.(Surasmidkk,2013).
Datayangdicaridalamriwayatkeperawatanadalah
1) Kajiriwayatkehamilansekarang(apakahselamahamilibumenderitahipote
nsiatauperdarahan)
2) Kajiriwayatneonatus(lahirafiksiaakibathipoksiaakut,terpajanpadakeada
anhipotermia)
3) Kajiriwayatkeluarga(kopingkeluargapositif
4) Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan
tindakanresustasipadabayi).
5) Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan
gejalaRDS.Seperti:takipnea(>60x/menit),pernapasanmendengkur,retra
ksidindingdada,pernapasancupinghidung,pucat, sianosis, apnea.

2.1.2 DiagnosaKeperawatan
Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut
dianalisis.Selanjutnya semua masalah yang ditemukan dirumuskan
menjadi
diagnosakeperawatanuntukmenentukanintervensikeperawatan(Cecily&So
wden,2009).
DiagnosakeperawatandariRDSyangseringmuncul(Nanda,
2015).
1) Gangguanpertukarangasberhubungandenganperubahanmembranalve
olar-kapiler
2) Polanafastidakefektifberhubungandenganhiperventilasi
3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungandenganpenumpukansekretpadaparu-paru
4) Resikotinggiinfeksiberhubungandenganprosedurinvasif,terpajankuman
patogen
5) Hipotermiaberhubungandenganadaptasilingkunganluarrahim
2.1.3 IntervensiKeperawatan
Intervensikeperawatanmerupakantahapketigadalamproseskeperawatan . intervensi disusun berdasarkan NANDA (2015-2017), NOCdanNIC.

DxKeperawatan NOC NIC


Gangguan Setelahdilakukantindakankeperawatanselama1x24jam,pert TerapiOksigen:
pertukarangasberhubungandenganperub ukarangaspasienmenjadiefektifdengan kriteriahasil: 1. Kelolahumidifikasioksigensesuaiperalatan
ahanmembranalveolar-kapiler 1. Ventilasi dan oksigenasiadekuat 2. Siapkanperalatanoksigenasi
Batasankarakteristik: 2. Bebasderitndatandadistresspernafasan 3. kelolaO₂sesuaiindikasi
-Takipneu 4. monitor terapi osigendanobservasitanda
-Dispnea keracunanO₂
-Nafascupinghidung
-Sianosis
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam Monitor pernafasan:
dengan hiperventilasi Batasan diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya
karakteristik: -pernafasan dalam batas normal (40-60x/menit) naik
-ada retraksi dinding dada -pengenbangan dada simetris 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi
-takipneu -irama nafas teratur dada, dan alat bantu
-dispnea -tidak ada retraksi dinding dada 3. Monitor adanya pernafasan cupinh hidung
-nafas pendek -tidak ada suara nafas tambahan 4. Monitor pola nafas bardipnea,
-suara nafas tambahan -tidak takipneu takipnea,hiperventi,la si, lusmaul,dan apnea
5. Monitor adanya kelemahan
otot diagfragama
6. Auskultasisuara nafas, catat area
penurunan dan ketidakadanya ventilasi
dan bunyi nafas
Ketidakefektifanbersihanjalannafasberhub Setelahdilakukantindakankeperawatanselama1x24jampasi Manajemenjalannafas:
ungandenganpenumpukan endapatmeningkatkanstatuspernafasanyangadekuatdenga 1. Bersihkan sluran
sekretBatsankarakteristik: nkriteriahasil: pernafasan danpastikanairwaypaten
-batuktidakefektif -tidakadasuaranafastambahan 2. Monitorperilakudanstatusmentalpasien,
-dispneu -tidakadaretraksidindingdada kelelahanagitasidankonfus
-Gelisah -sekretberkurang
-sianosis -pernafasan dalam batasnormal(40-60x/menit) 3. Posisikan kliendengan
-bunyinafastambahan elevasitempattidur
-tidaksianosis
4. Monitorefeksedasidan anlgetikpada polanafasklien
-sputumberlebih
5. Berikanposisisemifowler dengan posisilateral10–
15 derajatatausesuaitoleransi

Resiko Dalamjangkawaktu1jampasien akan terbebas dari Kontrolinfeksi:


resikoinfeksidengankriteriahasil: 1. Bersihkan lingkungansetelahdipakai
infeksiberhubungandenganterpajannyaku -bebasdaritandatandainfeksi 2. Pertahankan teknikisolasi
manpatogen -kemampuanmencegahinfeksi 3. Batasi pengunjungbilaperlu
batasankarakteristik: -jumlahleukositdalambatasnormal 4. Intruksikanpengunjung untuk
-tandagejalainfeksi -suhaudalambatas normal mencuci tangansebelum dan
-kulitkemerahan sesudahberkinjung
-kenaikansuhutubuh 5. Gunakan
sabunantimikrobauntukcucitangan
6. Cuci tangan sebelumdan
sesudahperawatanpasien
7. Pertahankanlingkunag naseptikselama
pemasangan
Alat
8. Ganti letak IV periferdanlinecentraldandressing
sesuaipetunjukumum
9. Tingkatkanintakenutrisi
10. Berikan terapi
antibiotikbilaperlu
Hipotermiaberhubungandenganadaptasi Dalamjangkawaktu1jampasienakanterbebasdarihipotermid Perawatanhipotermia
lingkunganBatasankarakteristik: engankriteriahasil: 1. Monitorsuhutubuhtiap2jam
-suhudibawahbatasnormal -suhudalambatas normal 2. Monitorwarnakulitdansuhu kulit
-pucat -nadidanHRdalambatasnormal 3. Kajitandatandahipertermi atauhipotermi
-kulitdingin -tidaksianosis 4. Tingkatjkanintakenutrisidan cairan
-kukusianosis -tidakpucat 5. Selimutipasienintuk
-kulithangat mencegahhilangnyakehangatantubuh
2.1.1 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu
masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah
ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
2.1.2 Evaluasi Keperawatan
Menurut Surasmi (2013) Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Mengakhiri rencana tindakan (klien
telah mencapai tujuan yg ditetapkan)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Akut Sindrom distress pernafasan (ARDS), juga dikenal sebagai sindrom


gangguan pernapasan (RDS) atau sindrom gangguan pernapasan dewasa (berbeda
dengan IRDS ) adalah reaksi serius terhadap berbagai bentuk cedera atau infeksi akut
pada paru-paru

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease


(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan
adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan
bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.

Macam Respiratory Distress Syndrome :

 RDS pada dewasa : Acute RDS (dulu Adult RDS)


RDS pada bayi baru lahir : Infant RDS (IRDS) atau Hyaline membrane disease.

Anda mungkin juga menyukai