PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu
menurunkan kematian anak, termasuk di dalamnya adalah kematian anak
bawah lima tahun (balita). Secara global, sekitar 6,6 juta balita meninggal
pada tahun 2012, sebagian besar disebabkan oleh penyebab yang dapat
dicegah (Wright dkk, 2014). Tahun 2013, 73% kematian neonatal di seluruh
dunia terjadi dalam tujuh hari kehidupan dengan jumlah sekitar dua juta
orang, 16% kematian balita serta lebih dari sepertiga kematian neonatal
terjadi pada hari pertama kehidupan dengan jumlah sekitar satu juta orang.
Antara tahun 1990-2013, sekitar 86 juta bayi lahir di dunia dengan kematian
paling banyak terjadi dalam 28 hari kehidupan (UNICEF, 2013).
Menurut laporan Save The Childrens yang berjudul Ending Newborn
Death menyebutkan bahwa kematian neonatal bervariasi di berbagai negara,
sekitar 5,9 per 1000 kelahiran hidup (KH) terjadi di Eropa dan empat sampai
lima kali lipat terjadi di Asia dan Afrika (Wright dkk, 2014) . Berdasarkan
data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian bayi (AKB) di Indonesia dalam periode lima tahun(20072012) sebesar 32 per 1000 KH dan kematian balita sebesar 40 Per 1000 KH.
AKB tahun 2012 sebesar 34 per 1000 KH meningkat dibandingkan dengan
data tahun 2010 sebesar 26 per 1000 KH, dengan target tahun 2015 sebesar
23 per 1000 KH. Enam puluh persen kematian bayi di Indonesia terjadi
selama periode neonatal dan 80% kematian anak terjadi selama bayi (BPS,
2013).
Salah satu faktor risiko yang berkontribusi besar terhadap kematian
bayi terutama pada masa perinatal yaitu gangguan pernafasan pada bayi atau
respirasy distress syndrome (RDS). Menurut Depkes (2013), penyebab
kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan
38,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan
darah.ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab Kematian bayi 7-28 hari adalah
sepsis 20,55, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia dan BBLR 12,8% dan
RDS 12,8%.
Penyebab kematian neonatal adalah gangguan atau gangguan
pernafasan 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,3%, kelainan
darah atau ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan kongenital 1,4%
(Pritasari, K., 2010). Untuk itu kegawatan pernafasan atau respiratory
distress pada bayi baru lahir merupakan masalah yang dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir (Valman & Thomas, 2009).
RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi merupakan salah satu dari tiga
rumah sakit rujukan di Sumatera Barat, sehingga banyak menerima pasien
dengan RDS. Hasil survey kasus yang dilakukan pada rekam medis pasien
yang dirawat di ruang perinatologi didapatkan peningkatan rata-rata pasien
dengan gangguan pernafasan sebesar 3,2% pada tahun 2013 menjadi 3,7%
pada tahun 2014. Untuk data dari bulan Mei didapatkan 2 pasien dengan
asfiksia (total 81 pasien), bulan Juni didapatkan 5 pasien dengan gangguan
pernafasan (total 82 pasien) dan pada bulan Juli terdapat 6 pasien dengan
gangguan pernafasan (total 86 pasien).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Pernafasan
Pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas
dalam jaringan atau pernafasan dalam dan yang terjadi di dalam paruparu yaitu pernapasan luar.
Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-menerus untuk
proses respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai
limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen
dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini
berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak
21% dari seluruh gas yang ada.
a. Hidung
a. Nares Anterior
Nares anterior adalah saluran saluran di dalam lubang
hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini dilapisi
10
11
12
tampak paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi
depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.
a) Lobus paru-paru (belahan paru-paru ).
Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus.
Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkial kecil masuk ke
dalam setiap lobula dan semakin bercabang. Semakin menjadi tipis dan
akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, elastis, berpori, dan
seperti spons. Di dalam air, paru-paru mengapung karena udara yang
ada di dalamnya.
b) Bronkus Pulmonaris
Trakea terbelah mejadi dua bronkus utama. Bronkus ini
bercabang lagi sebelum masuk paru-paru (lihat gambar 3). Dalam
perjalanannya menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris
bercabang dan beranting banyak. Saluran besar yang mempertahankan
struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa
berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium
bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya
dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan bersilia.
Bronkus Terminalis masuk ke dalam saluran yang disebut
vestibula. Dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya;
lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih, dan
disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu
jaringan pembuluh darah kepiler mengitari alveoli dan pertukaran gas
pun terjadi.
c) Pembuluh Darah dalam Paru-Paru
13
14
15
16
17
18
RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi
surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes,
seksual sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi
udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat (Julia 2010).
Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American academy of
pediatrics (AAP) mengajukan penyebab gangguan pernafasan pada bayi
dalah:
1. Faktor Ibu
Faktor yang bisa terjadi selama hamil pada ibu
a) Infeksi
Infeksi pada ibu hamil dapat terjadi karena ibu yang kurang
memperhatikan kebersihan dirinya dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme (virus, bakteri, kuman dan jamur) berkembang
didalam darah ibu dan dapat dialirkan ke janin oleh pembuluh
darah. Infeksi pada ibu hamil juga dapat disebabkan oleh
keputihan. Untuk menghindari terjadinya infeksi pada ibu hamil
maka ibu diharapkan mampu menjaga personal hygience. Penyakit
pada ibu
19
20
21
22
23
0
Frekuensi < 60x/menit
1
60-80 x/menit
2
>80x/menit
Nafas
Retraksi
Tidak ada
Retraksi ringan
Retraksi berat
Sianosis
retraksi
Tidak sianosis
Sianosis
menetap
walaupun diberi
O2
Air Entry
Udara masuk
Merintih
Tidak merintih
masuk
Dapat didengar dengan
Dapat didengar
stetoskop
24
H. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila
dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tibatiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan penyakit karena keadaan
penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan
intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi
RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang
yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan
penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
25
Usia
Derajat
Mulainy
Hipoksemi
Hipecapne
Respon
Res
si
kehamila
distress
a gejala
terhada
terh
p O2
IPP
++
Mem
n
HMD
prematur
preterm
+++/+++
26
Beberap
++/++++
+/+++
TTN
SC
Full term
ibu
Near
overhidras
term
a jam
++
Beberap
-/+
+++
a jam
Buk
indi
Pneumoni
Ibu
mengalami
Preterm
++/++++
Hari
++/++++
+/++
++
Vari
pertama
mun
/ lebih
mem
Full term
infeksi
MAS
Fetal
Full term
++/+++
distress
Sejak
+/++++
+/+++
lahir
++
Vari
mun
Post term
mem
PPHN
Asfiksia :
Full term
++/+++
MAS
Hari
pertama
++++
-/+
+/++++ Mem
dise
hipe
Sepsis
si
Paru
Mem
hipoplastik
den
27
teka
berl
Kebocora
Ventilasi
n udara
tekanan
Preterm
+/++++
Variabel
+/++++
+/++++
++
vari
+/+++
Variabel
+/++
++
Vari
Full term
paru
positif
CHD
PBF naik
PBF turun ?
Full term
: 2-3
mun
hari
mem
Preterm
Full term
-/+
Hari
pertama
++/++++
-/+
Tida
mem
Preterm
den
teka
berl
J. Pemeriksaan Penunjang
28
29
Kegunaan
Menunjukkan keadaan bakteriemia
Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
Rontgen toraks
Darah rutin dan hitung jenis
Pulse oximetry
Sumber: Hermansen
30
K. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Monica Ester,2003)
meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
b. Mempertahakan keseimbangan asaam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan
Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus
Pertahankan kadar gula agar tidak turun
Beri dosis pertama antibiotic intramuscular
Anjurkan agar bayi tetap hangat
Lakukan rujukan segera
infus dektrosa 5 %
Pantau selalu tanda vital
Jaga kepatenan jalan nafas
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
Jika bayi mengalami apneu
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
Lakukan penilaian lanjut.
Bila terjadi kejang potong kejang.
Segera periksa kadar gula darah.
Pemberian nutrisi adekuat.
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut
sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
2)
31
32
minum
g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic
dihentikan.jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian
O2 selam 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap
4)
33
tampak kemerahan.
Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih
dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian
minum.
Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
34
1.
2.
3.
4.
Frekuensi nafas
Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
Episode apnea.
Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan
Umur
Jenis kelamin
Alamat
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien dengan gawat nafas keluarga akan mengeluhkan
bayinya sesak nafas, sebagian tubuh membiru.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluarga akan mengeluhkan nafas anaknya sesak,
sebagian kulit membiru, badan teraba hangat.
35
36
tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara
nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,
nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.Pengkajian fisik pada bayi dan
anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi
respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
1) Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada
syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat,
dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan
ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang
merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi
jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih,
stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan
mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba
dingin.
2) Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
a. Frekuensi jantung dan tekanan darah
37
Data
Etiologi
DO :
Surfaktan
- Hiperkapnea
38
Masalah
Kerusakan
pertukaran gas
Hipoksia
Takipnea
Sianosis
Letargi
Dispnea
GDA abnormal
Pucat
Kolaps alveoli
DO :
- Dispnea;
takipnea
- Periode apnea
- Pernapasan
DO :
- Hipotermia
- Letargi
- Menangis
Mengembang
Sukar bernapas
- Dispnea
- Retraksi dinding dada
- Kelelahan
- Pernapasan cuping hidung
Metabolisme anaerob
buruk
- Aterosianosis
- Takipnea;
Asidosis metabolik
apnea
- Turgor kulit
buruk
- Hipoglikemia
efektif
cuping hidung
- Retraksi
dinding dada
- Sianosis
- Mendengkur
- Napas grunting
- Kelelahan
39
Termoregulasi
tidak efektif
Bayi kehilangan panas tubuh/tidak dapat
meningkatkan panas tubuh
DO :
Kolaps paru
- Bradikardia
- Sianosis
Risiko tinggi
penurunan
curah jantung
umum
- Pucat
- Hipotensi
- Dispnea
- Edema perifer
- Lelah
- Murmur
sistolik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul ;
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
40
DIAGNOSA
NOC
NIC
O
1
KEPERAWATAN
Kerusakan
Setelah dilakukan
Monitor Respirasi :
asuhan keperawatan
perubahan mem-
selama 5x 24 jam,
irama, kedalaman
bran kapiler-alveoli
1. Monitor rata-rata
bernafas.
2. Catat gerakan
kriteria :
dada, lihat
karakteristik:
1. Takikardia
2. Hiperkapne
a
3. Iritabilitas
Status Respirasi :
kesimetrisan,
Ventilasi :
penggunaan otot
bantu dan retraksi
1. Pasien
dinding dada.
41
3. Monitor suara
4.
5.
6.
7.
8.
Dispnea
Sianosis
Hipoksemia
Hiperkarbia
Abnormal
menunjukkan
frek, irama,
oksigenasi
kedalaman
adekuat
nafas
9. Nafas
nafas, saturasi
peningkatan
ventilasai dan
oksigen, sianosis
4. Monitor
kelemahan otot
diafragma
5. Catat onset,
berdasarkan
karakteristik dan
nilai AGD
cuping
sesuai parameter
durasi batuk
6. Catat hasil foto
hidung
normal pasien
2. Menunjukkan
fungsi paru
rontgen
Terapi Oksigen:
yang normal
1. Kelola
dan bebas dari
humidifikasi
tanda-tanda
oksigen sesuai
distres
pernafasan
peralatan
2. Siapkan peralatan
oksigenasi
3. Kelola O2 sesuai
indikasi
4. Monitor terapi O2
dan observasi
tanda keracunan
O2
Manajemen Jalan Nafas:
42
1. Bersihkan saluran
nafas dan pastikan
airway paten
2. Monitor perilaku
dan status mental
pasien,
kelemahan , agitasi
dan konfusi
3. Posisikan klien
dgn elevasi tempat
tidur
4. Bila klien
mengalami
unilateral penyakit
paru, berikan
posisi semi fowlers
dengan posisi
lateral 10-15
derajat / sesuai
tole-ransi
5. Monitor efek
sedasi dan
analgetik pada
pola nafas klien
Manajemen Asam Basa:
43
1. Kelola
pemeriksaan
laboratorium
2. Monitor nilai AGD
dan saturasi
oksigen dalam
2
Setelah dilakukan
efektif b.d
tindakan keperawatan
batas normal
Manajemen Jalan Nafas:
1. Bebaskan jalan
imaturitas
(defisiensi
surfaktan dan
ketidak-stabilan
hasil :
nafas dengan
posisi leher ektensi
jika
memungkinkan.
2. Posisikan klien
alveolar).
Status Respirasi :
untuk
Batasan
Ventilasi:
memaksimalkan
karakteristik:
1. Pernapasan
1. Bernafas
mengguna-
ventilasi dan
pasien 30-
mengurangi
60X/menit.
2. Pengembangan
dispnea
3. Auskultasi suara
dada simetris.
3. Irama
nafas
4. Monitor respirasi
kan otot
pernafasan
tambahan
2. Dispnea
3. Nafas
pendek
4. Pernafasan
pernapasan
teratur
4. Tidak ada
retraksi dada
1. Monitoring
44
kecepatan, irama,
kedalaman dan
upaya nafas.
2. Monitor
pergerakan,
kesimetrisan dada,
retraksi dada dan
alat bantu
saat bernapas
5. Inspirasi dalam
rata-rata <
tidak ditemukan
6. Saat bernapas
25 atau >
tidak memakai
60 kali
otot napas
permenit
tambahan
7. Bernapas mudah
8. Tidak ada suara
napas tambahan
pernafasan
3. Monitor adanya
cuping hidung
4. Monitor pola nafas
: bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
respirasi kusmaul,
apnea
5. Monitor adanya
lelemahan otot
diafragma
6. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan dan
ketidak adanya
ventilasi dan bunyi
nafas
45
klien memperlihatkan
Penurunan CO
berhubungan
dengan gangguan
suplai darah, O2
dan nutrisi
kejaringan
peningkatan curah
jantung dengan criteria:
1. Frekwensi
jantung dan
irama dalam
rentang normal
2. o Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal
46
1. Pantau frekwensi/
irama jantung
2. Auskultasi bunyi
jantung
3. Dorong tirah
baring dalam
posisi semi fowler
4. Evaluasi keluhan
lemas, palpitasi,
5. Berikan oksigen
suplemen
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. L DENGAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG RAWAT INAP
PERINATOLOGI RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama
b. Tanggal Masuk
c. Jenis Kelamin
d. Tanggal Lahir / Usia
e. BB/PB
f. Apgar Score
g. Anak Ke
h. Nama Ayah
i. Pekerjaan Ayah
j. Pendidikan Ayah
: By. L
: 25 September 2015
: Laki-Laki
:25 September 2015 /1 hari
: 3300 gram / 48 Cm
: 1 7 dan 5 8
: I (Pertama)
: Tn. G
: Wiraswasta
: Sarjana (S1)
47
k. Nama Ibu
: Ny.L
l. Pekerjaan Ibu
: PNS
m. Pendidikan Ibu
: DIII (Diploma)
n. Alamat
: Jl.Dt Jonandi Kec Panti Pasaman Timur.
o. Tanggal Pengkajian : 27 Agustus 2015
p. Diagnose Medik
: Respiratory Distress Syndrome + Hidrokel
q. No MR
: 42 53 25
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Anak dirawat di dalam incubator dengan indikasi bekas Sectio
Sesaria satu kali, bayi Aterm G2P2A0H1 dan adanya kelainan
konginental (Hidrokel).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang/ Saat Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian didapatkan nafas pasien sesak
(Respirasi rate 84X/menit), suhu 37,6Cdan Nadi 134 X/Menit.
Selain itu juga ditemukan adanya hidrokel pada pasien. Hasil
pemeriksaan score down didapatkan nilai 5 artinya adanya
gangguan pernafasan sedang pada pasien.
Penilaian
Nilai
0
Nilai Pasien
Skore Down
Frekuensi
< 60 x/menit
nafas
Retraksi
Tidak ada
Retraksi
Retraksi berat
Sianosis
Tidak ada
ringan
Hilang
Menetap
Udara masuk
Ada
dengan O2
Menurun
dengan O2
Tidak
Merintih
Tidak ada
Terdengar
terdengar
Terdengar
dengan
tanpa alat
stetoskop
bantu
48
dan hematoma.
g. Mata
1) Inspeksi
: mata tampak simetris kiri dan kanan, mata tampak
bersih, pupil didapatkan isokor
2) Palpasi
: Edema palpebra didapatkan negative, konjungtiva
didapatkan anemis
h. Mulut
49
1) Inspeksi
Nadi Perifer
Brakial kanan
Brakial kiri
Femoral kanan
Femoral kiri
Kualitas Nadi
Teraba halus
Teraba halus
Teraba keras
Teraba keras
m. Abdomen
50
tengah abdomen
2) Palpasi
:
3) Perkusi
: suara timpani (+)
4) Auskultrasi : bising usus (+), didapatkan 16 kali/menit.
n. Ekstremitas
Panjang lengan 19 cm, panjang kaki 20 cm
1) Inspeksi : ekstremitas atas dan bawah normal : pasien
dilahirkan dengan dua tangan dan dua kaki, lesi tidak
ditemukan pada pasien, pasien mampu bergerak dengan bebas,
namun pasien kurang aktif dalam bergerak.
2) Palpasi
: kekuatan otot :
2222
2222
2222
2222
o. Kulit
1) Warna kulit kemerahan
2) Sianosis (-)
3) Tanda lahir tidak ada
p. Genitalia
1) Laki-laki normal
2) Anus (+)
3) Kelainan : adanya hidrokel
4. Riwayat Prenatal (ANC)
a. Jumlah kunjungan
Ibu mengatakan selama hamil sebanyak 5 kali melakukan
kunjungan ke rumah bidan dan ke dokter di rumah sakit untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan . kunjungan pertama dilakukan
pada usia kehamilan antara 2-3 bulan pertama. Kunjungan kedua
dilakukan pada usia kehamilan ke 3-6 bulan, dan kunjangan ketiga
sampai ke lima dilakukan pada usia kehamilan yang ke > 7 bulan
ke rumah sakit.
b. Bidan / Dokter
Ibu mengatakan melakukan pmeriksaan kehamilan ke bidan dan ke
Dokter di rumah sakit lubuak sikapiang.
c. Pendididkan kesehatan didapatkan
51
52
direncanakan
l. Pemeriksaan Khusus Selama Kehamilan
Selama hamil ibu pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan
khusus seperti Rubella, Hepatitis, Herpes, maupun HIV.
2) Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan pasien dengan Section Caecaria (SC) atas indikasi bekas
SC 1 kali, kehamilan Aterm (usia gestasi ibu 33 minggu), dan adanya
indikasi bayi dengan kelaianan knginental. Ibu tidak memiliki komplikasi
dalam persalinan, air ketuban ibu juga jernih, mekonium (+).
3) Riwayat Kelahiran
a) Lama kala II: ibu melahirkan dengan SC, sehingga lamanya kala II
tidak dapat dikaji
b) Tempat melahirkan : Ibu melahirkan By L di RSUD Dr Achmad
Mochtar Bukittinggi.
c) Berat badan : 3300 g
d) Tinggi badan : 48 cm
e) Anus
: ada (+)
f) Ketuban
: jernih
4) Indikasi dilakukannya monitoring
Bayi dilakukan monitoring karena adanya gangguan pernafasa pada bayi
dengan skore down 7 dan adanya gangguan termoregulasi serta kondisi
bayi dengan kelainan konginental, sehingga diperlukan pengawasan.
5) Riwayat Post Natal
a) Bayi bernafas dengan bantuan alat berupa pemasangan PEEP
b)
c)
d)
e)
53
iii.
iv.
Keterangan:
= Laki laki
= Perempuan
= Klien
- - - - = Tinggal serumah
= Meninggal
e. Budaya
Suku keluarga pasien batak, agama Kristen katolik dan bahasa
yang digunakan yaitu bahasa Indonesia. Perencaan makanan bayi
: ibu mengatakan anaknya akan diberikan ASI Eklusif.
f. Hubungan orang tua dan bayi
Ibu
Setiap berkunjung ibu
Tingkah laku
Menyentuh
Ayah
Setiap berkunjung ayah
selalu menyentuh bayi
(menukar popok)
Setia berkunjung ibu
Memeluk
bayi
Setiap berkunjung ayah
Berbicara
berbicara
berbicara
54
Berkunjung
Setiap selalu
mengunjungi banyinya
mengunjungi bayi
Memanggil nama
bayinya
Setiap berkunjung ibu
bayi
Setiap berkunjung ayah
Kontak mata
dengan pasien
bayi
Nama
Anak
By. M
Umur
7 Tahun
Jenis Kelamin
Riwayat
Jenis Imunisasi
Perempuan
Persalinan
Section
Lengkap
Caesaria
7) Pemeriksaan Diagnostik
Hasil darah lengkap tanggal 29 September 2015
Parameter
Hgb
Hasil
16 G/Dl
Rbc
4,83
Hct
46,1%
Mcv
Mch
Mchc
Rdw Sd
95,4 Fl
33,1 Pg
34,7 G/Dl
58 + Fl
55
Nilai Rujukan
P : 13-16
W : 12-14
P : 4,5-5,5
W : 4,0-5,0
P : 40-48
W :37,0-43,0
Rdw Cv
16,8 + %
Wbc
Eo%
Baso%
Neut %
Lymph %
Mono %
1,37
0,7
0,7
43,9
49,6
5,1
Eo
Baso
Neut
Lymph
Mono
0,01
0,01
0,60
0,68
0,07
Plt
50000
5000-10000
13
01
50 - 70
20 - 40
2-8
150-400 Rb
Etiologi
Masalah Keperawatan
56
DS:
Ventilasi terganggu
DO:
1. Penurunan
Suplai O2 berkurang
tekanan
inspirasi
2. Peningkatan
ventilasi
permenit
3. Pernafasan
84 X/menit
Gangguan pertukaran
gas
2
Ds: Keluarga
mengatakan anaknya
sesak nafas
Keluarga mengatakan
anaknya sulit bernafas
Ventilasi asidosis
DO:
RR: 82 x/i
CO2 meningkat
Score Down: 5
Aliran darah ke paru
menurun
Dipsnea
57
DS: Keluarga
Metabolisme anaerob
mengatakan anaknya
Keluarga mengatakan
anaknya
DO:
Asidosis metabolic
Kurangnya hidrigen
dan lemak
Gangguan
termoregulasi
DS: Keluarga
mengatakan anaknya
Keluarga mengatakan
Gangguan ventilasi
anaknya
pulmonal
DO:
Resiko penurunan
5
DS: Keluarga
curah jantung
Keluarga mengatakan
mengatakan anaknya
cemas
Keluarga mengatakan
58
Anxietas
anaknya
Keluarga mengatakan
DO:
Anxietas
B. Diagnose keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
3. Penurunan CO berhubungan dengan gangguan suplai darah, O2 dan
nutrisi kejaringan
C. Intervensi keperawatan
N
DIAGNOSA
NOC
NIC
O
1
KEPERAWATAN
Kerusakan pertukaran
Monitor Respirasi :
keperawatan selama 5x
7. Monitor rata-
mem-bran kapiler-
rata irama,
alveoli
kedalaman
dengan kriteria :
dan usaha
Batasan
untuk
karakteristik:
Status Respirasi :
Ventilasi :
10. Takikardia
11. Hiperkapnea
12. Iritabilitas
13. Dispnea
bernafas.
8. Catat gerakan
dada, lihat
3. Pasien
kesimetrisan,
menunjukkan
59
penggunaan
14. Sianosis
15. Hipoksemia
16. Hiperkarbia
17. Abnormal frek,
peningkatan
otot bantu dan
ventilasai dan
retraksi
oksigenasi
irama,
adekuat
dinding dada.
9. Monitor suara
kedalaman
nafas
18. Nafas cuping
hidung
berdasarkan nilai
nafas, saturasi
AGD sesuai
oksigen,
parameter normal
pasien
4. Menunjukkan
fungsi paru yang
normal dan bebas
sianosis
10. Monitor
kelemahan
otot
diafragma
11. Catat onset,
dari tanda-tanda
karakteristik
distres pernafasan
dan durasi
batuk
12. Catat hasil
foto rontgen
Terapi Oksigen:
5. Kelola
humidifikasi
oksigen
sesuai
peralatan
6. Siapkan
peralatan
60
oksigenasi
7. Kelola O2
sesuai
indikasi
8. Monitor
terapi O2 dan
observasi
tanda
keracunan O2
Manajemen Jalan
Nafas:
6. Bersihkan
saluran nafas
dan pastikan
airway paten
7. Monitor
perilaku dan
status mental
pasien,
kelemahan ,
agitasi dan
konfusi
8. Posisikan
klien dgn
elevasi tempat
61
tidur
9. Bila klien
mengalami
unilateral
penyakit paru,
berikan posisi
semi fowlers
dengan posisi
lateral 10-15
derajat /
sesuai toleransi
10. Monitor efek
sedasi dan
analgetik
pada pola
nafas klien
Manajemen Asam
Basa:
3. Kelola
pemeriksaan
laboratorium
4. Monitor nilai
AGD dan
62
saturasi
oksigen
dalam batas
2
Setelah dilakukan
normal
Manajemen Jalan
b.d imaturitas
tindakan keperawatan
Nafas:
(defisiensi surfaktan
dan ketidak-stabilan
alveolar).
Batasan
karakteristik:
leher ektensi
Status Respirasi :
jika
Ventilasi:
memungkinka
5. Bernafas
mengguna-kan
otot pernafasan
tambahan
6. Dispnea
7. Nafas pendek
8. Pernafasan
9. Pernapasan
pasien 3060X/menit.
10. Pengembangan
n.
6. Posisikan
klien untuk
memaksimalk
an ventilasi
dada simetris.
11. Irama pernapasan
dan
rata-rata < 25
atau > 60 kali
permenit
teratur
12. Tidak ada retraksi
dada saat
bernapas
13. Inspirasi dalam
tidak ditemukan
14. Saat bernapas
mengurangi
dispnea
7. Auskultasi
suara nafas
8. Monitor
respirasi dan
status oksigen
tidak memakai
63
otot napas
tambahan
15. Bernapas mudah
16. Tidak ada suara
Monitor Respirasi:
7. Monitoring
kecepatan,
napas tambahan
irama,
kedalaman
dan upaya
nafas.
8. Monitor
pergerakan,
kesimetrisan
dada, retraksi
dada dan alat
bantu
pernafasan
9. Monitor
adanya
cuping hidung
10. Monitor pola
nafas :
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
respirasi
kusmaul,
64
apnea
11. Monitor
adanya
lelemahan
otot
diafragma
12. Auskultasi
suara nafas,
catat area
penurunan
dan ketidak
adanya
ventilasi dan
bunyi nafas
3
klien memperlihatkan
6. Pantau
Penurunan CO
peningkatan curah
frekwensi/
berhubungan dengan
jantung dengan criteria:
gangguan suplai darah,
irama jantung
7. Auskultasi
3. Frekwensi
O2 dan nutrisi
jantung dan irama
bunyi jantung
8. Dorong tirah
kejaringan
dalam rentang
normal
4. o Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal
baring dalam
posisi semi
fowler
9. Evaluasi
keluhan
lemas,
65
palpitasi,
10. Berikan
oksigen
suplemen
BAB IV
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Respiratoty distress syndrome merupakan perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Diseasa. Respiratory Distres Syndrom hampir selalu
terjadi pada bayi prematur; semakin prematur, semakin besar kemungkinan
66
terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan,
karena kurangnya produksi surfaktan.
III.2. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan pada
khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan
respiratory distress syndrome dengan baik dan sesuai dengan prosedur
keperawatan serta tentunya memperhatikan aspek-aspek tertentu yang
berhubungan dengan prosedur yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2010. Sindroma Distres Pernafasan (Penyakit Membran
Hialin).Medicastore.com.2 april 2010. 19.07
A nur , Risa Etika dan kawan-kawan.2005.Pemberian Surfaktan pada Bayi
dengan RDS (Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fk.Unair/ Rs. Dr Soetomo).
http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010
67
2. Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2001. Sindrome Gagal
Nafas Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi
Ketiga. Hal : 907-914
3.
4.
Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik ProsesProses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740
5.
6.
Hood Alsagaf, M. Jusuf Wibisono, Winariani, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru, Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR RSU Dr. Sutomo, Surabaya. Hal :
186-189.
68
69