Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu
menurunkan kematian anak, termasuk di dalamnya adalah kematian anak
bawah lima tahun (balita). Secara global, sekitar 6,6 juta balita meninggal
pada tahun 2012, sebagian besar disebabkan oleh penyebab yang dapat
dicegah (Wright dkk, 2014). Tahun 2013, 73% kematian neonatal di seluruh
dunia terjadi dalam tujuh hari kehidupan dengan jumlah sekitar dua juta
orang, 16% kematian balita serta lebih dari sepertiga kematian neonatal
terjadi pada hari pertama kehidupan dengan jumlah sekitar satu juta orang.
Antara tahun 1990-2013, sekitar 86 juta bayi lahir di dunia dengan kematian
paling banyak terjadi dalam 28 hari kehidupan (UNICEF, 2013).
Menurut laporan Save The Childrens yang berjudul Ending Newborn
Death menyebutkan bahwa kematian neonatal bervariasi di berbagai negara,
sekitar 5,9 per 1000 kelahiran hidup (KH) terjadi di Eropa dan empat sampai
lima kali lipat terjadi di Asia dan Afrika (Wright dkk, 2014) . Berdasarkan
data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian bayi (AKB) di Indonesia dalam periode lima tahun(20072012) sebesar 32 per 1000 KH dan kematian balita sebesar 40 Per 1000 KH.
AKB tahun 2012 sebesar 34 per 1000 KH meningkat dibandingkan dengan
data tahun 2010 sebesar 26 per 1000 KH, dengan target tahun 2015 sebesar
23 per 1000 KH. Enam puluh persen kematian bayi di Indonesia terjadi

selama periode neonatal dan 80% kematian anak terjadi selama bayi (BPS,
2013).
Salah satu faktor risiko yang berkontribusi besar terhadap kematian
bayi terutama pada masa perinatal yaitu gangguan pernafasan pada bayi atau
respirasy distress syndrome (RDS). Menurut Depkes (2013), penyebab
kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan
38,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan
darah.ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab Kematian bayi 7-28 hari adalah
sepsis 20,55, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia dan BBLR 12,8% dan
RDS 12,8%.
Penyebab kematian neonatal adalah gangguan atau gangguan
pernafasan 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,3%, kelainan
darah atau ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan kongenital 1,4%
(Pritasari, K., 2010). Untuk itu kegawatan pernafasan atau respiratory
distress pada bayi baru lahir merupakan masalah yang dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir (Valman & Thomas, 2009).
RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi merupakan salah satu dari tiga
rumah sakit rujukan di Sumatera Barat, sehingga banyak menerima pasien
dengan RDS. Hasil survey kasus yang dilakukan pada rekam medis pasien
yang dirawat di ruang perinatologi didapatkan peningkatan rata-rata pasien
dengan gangguan pernafasan sebesar 3,2% pada tahun 2013 menjadi 3,7%
pada tahun 2014. Untuk data dari bulan Mei didapatkan 2 pasien dengan
asfiksia (total 81 pasien), bulan Juni didapatkan 5 pasien dengan gangguan
pernafasan (total 82 pasien) dan pada bulan Juli terdapat 6 pasien dengan
gangguan pernafasan (total 86 pasien).

RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline


membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru
dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari
kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya
(Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada
neonatus yang juga disebut sebagai Hyaline Membrane Dosease (HMD),
merupakan suatu penyakit paru-paru akut pada neonatus yang disebabkan
karena kekurangan surfaktan, terutama bayi premature, dimana suatu
membran yang tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli
(kantung udara tipis dalam paru-paru) sehingga membuat kesulitan untuk
terjadinya pertukaran gas (Anik, 2009).
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke
dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
RDS yang tidak dilakukan penatalaksanaan dengan baik bisa
menyebabkan prognosis yang lebih jelek, seperti terjadinya kebocoran
alveoli yang dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. Komplikasi jangka panjang
dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, seperti Bronchopulmonary

Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan


pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil terjadinya
komplikasi pada pasien dengan RDS adalah mengoptimalkan peran perawat
sebagai care giver. Menurut Monica Ester (2003) tindakan yang dapat
dilakukan seperti : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat,
mempertahakan keseimbangan asam basa, mempertahankan suhu lingkungan
netral, mempertahankan perfusi jaringan adekuat, mencegah suhu rendah
pada bayi dan mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat. Selain itu juga
penting untuk melibatkan keluarga dalam perawatan pasien, seperti :
mendorong ibu agar memberikan anaknya ASI Eklusif, mengajarkan ibu
memberi makan kepada anaknya, mengajarkan ibu agar terciptanya Bounding
dengan anak (mengajak berbicara, menyentuh/memeluk anaknya) serta
membudayakan cuci tangan sebelum menyentuh pasien.
Dengan meningkatkan angka kejadian RDS pada bayi, maka penulis
tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan respiratory
distress syndrome (RDS) pada seminar kasus.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis pasien respiratory distress
syndrome ?
2. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan respiratory distress syndrome?
3. Apa diagnosa keperawatan pada pasien dengan respiratory distress
syndrome?
4. Apa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
respiratory distress syndrome?
5. Bagaimana implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan respiratory distress syndrome?
6. Bagimana evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan
respiratory distress syndrome?

7. Bagaimana dokumentasi keperawatan pada pasien dengan respiratory


distress syndrome?
8. Bagaimana perbandingan antara analisa dan aplikasi pada pasien dengan
respiratory distress syndrome?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan teoritis
respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi
2. Mahasiswa mampu mengumpulkan pengkajian pada pasien respiratory
distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi
3. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi
4. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada pasien
respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi
5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien
respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi
6. Mahasiswa mampu mencatat evaluasi keperawatan pada pasien
respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi
7. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi keperawatan pada pasien
respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi
8. Mahasiswa mampu menganalisa antara aplikasi dan teori tentang
respiratory distress syndrome pada anak di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah yang


berjudul Asuhan Keperawatan Pada Bayi L Dengan Respiratori Distress
Syndrome ini adalah Berdasarkan metode literature (pustaka) ,
mengintisarikan buku-buku pustaka dan informasi didapat dari jaringan
internet dan studi kasus.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut,
BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan
Teori terdiri dari anotomi fisiologi, pengertian, etiologi, faktor resiko,
klasifikasi, patofisiologi/pathway, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostic , penatalaksanaan medis dan pencegahan . BAB III Asuhan
Keperawatan, terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan Intervensi
keperawatan. BAB IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Pernafasan
Pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas
dalam jaringan atau pernafasan dalam dan yang terjadi di dalam paruparu yaitu pernapasan luar.
Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-menerus untuk
proses respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai
limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen
dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini
berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak
21% dari seluruh gas yang ada.
a. Hidung
a. Nares Anterior
Nares anterior adalah saluran saluran di dalam lubang
hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini dilapisi

epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares


anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu
kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.
b. Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput
lendir semua sinus yang mempunyai lubang yang masuk ke dalam
rongga hidung. Hidung Berfungsi: penyaring, pelembab, dan
penghangat udara yang dihirup. Septum nasi memisahkan kedua
cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan,
sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi
oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral
cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os.
Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada
dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae
superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus
sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk
oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa
olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang
berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau.
Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os
frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.

Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang


berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini
berfungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa
serosa dan memberikan resonansi suara. Sinus ini juga dilapisi
oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi.
Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :
a) Lubang hidung
b) Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
c) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha
superior dan media dan diantara concha media dan inferior
d) Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
e) Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian
belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui
appertura nasalis posterior.
b. Saluran Pernapasan
1) Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung
(nasofaring) dibelakang mulut (orofaring) dan dibelakang laring
(faring-laringeal).
2) Laring
Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring
yang memisahkannya dari kolumna vertebra. Berjalan dari faring
sampai ketinggian vertebrae servikalis dan masuk ke dalam trakea
dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat
bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya
ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan

subkutaneas yang dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan


leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang
bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V.
Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, berbentuk
seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah belakang
( ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran
lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid
yang menjulang disebelah belakang krikoid., kanan dan kiri tulang
rawan kuneiform, dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.
Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang
berupa katup tulang rawan dan membantu menutup laring sewaktu
menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan
yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi
sel epitelium berlapis.
Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjakan dari
tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai dikedua tulang rawan
aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang
ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan
atau dikendurkan. Dengan demikian lebar sela-sela anatara pita-pita
atau rima glotis berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara.
Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara
yang melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada laring
mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring sewaktu
menelan.
3) Trakea
Trakea atau batang teggorokan kira-kira 9 cm panjangnya.
Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra

10

torakalis kelima dan ditempat ini bercabanf menjadi dua bronkus


(bronki). Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna
lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh
jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah
belakang trakea; selain itu juga memuat beberapa jaringan otot.
Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium
bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju keatas ke arah
laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya
yang turut masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan.
Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar trakea tetap terbuka;
karena itu, disebelah belakngnya tidak bersambung, yyaitu di
tempat trakea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari
tulang belakang.
Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh
istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisisisi trakea. Trakea torasika berjalan melintasi mediastenum (lihat
gambar 5), di belakang sternum, menyentuh arteri inominata dan
arkus aorta. Usofagus terletak dibelakang trakea.
4) Kedua bronkus
Yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampak paru-paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada yang kiri;
sedikit lebih tinggi daripada arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang yang disebut bronkus lobus atas; cabang kedua

11

timbul setelah cabang utama lewat dibawah arteri, disebut bronkus


lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing daripada yang
kanan, dan berjalan dibawah arteri pulmonalis sebelum dibelah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
b. Rongga Torak
Batas-batas yang membentuk rongga di dalam toraks :
1. Sternum dan tulang rawan iga-iga di depan,
2. Kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas ( diskus
intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan di belakang.
3. Iga-Iga beserta otot interkostal disamping
4. Diafragma di bawah
5. Dasar leher di atas,
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru-paru
beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan
memebentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum adalah ruang di
dalam rongga dada diantara kedua paru-paru. Isinya jantung dan
pembuluh-pembuluh dara besar, usofagus, duktus torasika, aorta
descendens, vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan sejumlah
besar kelenjar limfe.
c. Paru Paru
Paru-Paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru
mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak didalam mediastinum . Paru-paru adalah organ yang
berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih
tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di
atas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat

12

tampak paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi
depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.
a) Lobus paru-paru (belahan paru-paru ).
Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus.
Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkial kecil masuk ke
dalam setiap lobula dan semakin bercabang. Semakin menjadi tipis dan
akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, elastis, berpori, dan
seperti spons. Di dalam air, paru-paru mengapung karena udara yang
ada di dalamnya.
b) Bronkus Pulmonaris
Trakea terbelah mejadi dua bronkus utama. Bronkus ini
bercabang lagi sebelum masuk paru-paru (lihat gambar 3). Dalam
perjalanannya menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris
bercabang dan beranting banyak. Saluran besar yang mempertahankan
struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa
berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium
bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya
dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan bersilia.
Bronkus Terminalis masuk ke dalam saluran yang disebut
vestibula. Dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya;
lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih, dan
disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu
jaringan pembuluh darah kepiler mengitari alveoli dan pertukaran gas
pun terjadi.
c) Pembuluh Darah dalam Paru-Paru

13

Arteri Pulmonalis membawa darah yang sudah tidak


mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru;
cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang
dan bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu
membelah-belah dan membentuk kapiler dan kapiler itu menyentuh
dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis
dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal. Alirannya
bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh
dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung
dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.
Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah
lebih besar dan akhirnya dua vena pulminaris meninggalkan setiap
paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta.
Pembuluh darah yang dilukis sebagai arteria bronkialis
membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paruparu guna memberi makan dan menghantarkan oksigen ke dalam
jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk
pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk
oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini
akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian
dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itudiantarkan dari
setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai
vena kava superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persediaan darah ganda.

14

d) Hiilus (Tampuk)Paru-Paru dibentuk struktur berikut


1) Arteri Pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke
dalam paru-paru untuk diisi oksigen
2) Vena Pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari
paru paru ke jantung
3) Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon
bronkial, merupakan jalan udara utama.
4) Arteri bronkialis, keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri
ke jaringan paru paru.
5) Vena bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru paru ke
vena kava superior.
6) Pebuluh limfe, yang masuk keluar paru paru, sangat banyak,
7) Persarafan. Paru- paru mendapat pelayanan dari saraf vagus dan
saraf simpati.
8) Kelenjar limfe . semua pembuluh limfe yang menjelajahi struktur
paru paru dapat menyalurkan ke dalam kelenjar yang ada di
tampak paru paru.
9) Pleura. Setiap paru paru dilapisi membran serosa rangkap dua,
yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru paru, masuk ke
dalam fisura, dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari
yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah
tampuk paru paru dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi
bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah
pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma ialah pleura
diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah pleura
servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama
membran suprapleuralis (fasia Sibson) dan di atas membran ini
terletak arteri subklavia.

15

Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat


untuk meminyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernapas
bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan yang
lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang
yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau
cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang di antaranya
menjadi jelas.
2. Fisiologi Pernafasan
Fungsi paru paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,
oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen
masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan
erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran,
yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru paru pada tekanan oksigen 100
mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar
melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
pernapasan eksterna :
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.

16

b. Arus darah melalui paru paru


c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam
jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh
d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.
CO2 lebih mudah berdifusi drpd oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu
gerak badan, lebih banyak darah datang di paru paru membawa terlalu
banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan
dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2
dan memungut lebih banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah
menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari
seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak
sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai
gantinya, yaitu karbon dioksida.
B. Definisi
Respiratory distress syndrome (Sindrom gawat nafas) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini

17

merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan


maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline
Membrane Disease (HMD) atau penyakit membrane hialin, karena pada
penyakit ini selalu di temukan membrane hialin yang melapisi alveoli
(Surasmi, 2003). RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama
menyerang bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayibayi cukup bulan (Donna L. Wong, 2003).
Respiratory Distress Syndrome, (RDS) atau defisiensi surfaktan adalah
suatu gangguan perkembangan paru yang dimulai saat lahir atau segera
setelahnya, menetap selama 48 sampai 96 jam dan sembuh dieresis inisial
dimulai (Paulette S, 2008).
Respiratory Distress Syndrom, (RDS) ialah kumpulan gejala yang
terdiri dari dispnoe atau hipernoe. dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60
kali/menit, sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot-otot pernafasan
pada inspirasi (Arief ZR,2009).
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah:
Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan besar 60x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi
didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi
(Ngatisyah.2005 hal 23).
Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/i
atau kurang dari 30x/i danmungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala
tambahan gangguan nafas sebagai berikut:- Bayi dengan sianosis sentral (biru
pada lidah dan bibir) - Ada tarikan dinding dada Merintih - Apnea (nafas
berhenti lebih dari 20 detik) (PONED,2004).
C. Etiologi

18

RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi
surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes,
seksual sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi
udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat (Julia 2010).
Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American academy of
pediatrics (AAP) mengajukan penyebab gangguan pernafasan pada bayi
dalah:

1. Faktor Ibu
Faktor yang bisa terjadi selama hamil pada ibu
a) Infeksi
Infeksi pada ibu hamil dapat terjadi karena ibu yang kurang
memperhatikan kebersihan dirinya dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme (virus, bakteri, kuman dan jamur) berkembang
didalam darah ibu dan dapat dialirkan ke janin oleh pembuluh
darah. Infeksi pada ibu hamil juga dapat disebabkan oleh
keputihan. Untuk menghindari terjadinya infeksi pada ibu hamil
maka ibu diharapkan mampu menjaga personal hygience. Penyakit
pada ibu

19

b) Penyakit pada ibu hamil


Seperti hipertensi, atau penyakit jantung lainnya maupun
penyakit metabolik seperti diabetes militus serta asma. Ibu dengan
riwayat penyakit tersebut diharapkan terlebih dahulu mengobati
penyakitnya sebelum hamil, karena penyakit tersebut akan
memperburuk keadaan ibu dan janin.
c) Ketuban pecah dini
Penyebab ketuban pecah dini belum pasti, tapi sebagian
besar berkaitan dengan infeksi (sampai 65%). Misalnya, infeksi
kuman, terutama infeksi bakteri, yang dapat menyebabkan selaput
ketuban menjadi tipis, lemah dan mudah pecah keputihan dan
infeksi vagina.
d) Gizi ibu hamil yang tidak optimalisasi. Kebutuhan gizi ibu hamil
meningkatkan 15% dari kebutuahn biasanya.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Gangguan bernafas spontan pada janin akan terjadi
bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,misalnya perdarahan
plasenta.
3. Faktor Janin
Penekanan umbilicus (pusat) akan mengakibatkan terganggunya
aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat
pertukatan gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada
keadaan janin terlilit tali pusat.
4. Faktor Neonatus
Gangguan pernafasan pada neonatus dapat terjadi karena
beberapa hal,yaitu:
a) Pemakaian obat anestesi dan analgetik yang berlebihan
b) Trauma persalinan
c) Kelainan bawaan bayi, seperti penyakit jantung bawaan .
D. Faktor Resiko

20

Meskipun sebagian besar bayi dengan penyakit Membran Hialin


(HMD) adalah bayi premature (Anik,2009). Terdapat faktor-faktor lain yang
bisa menyebabkan timbulnya penyakit ini, seperti:
1. Bayi laki-laki
2. Persalinan Sectio Caesaria
3. Asfiksia perinatal
4. Stress dingin/ cold stress (suatu kondisi yang menekan produksi
surfaktaan)
5. Infeksi perinatal
6. Kelahiran Kembar (bayi-bayi yang dilahirkan kembar biasanya prematur)
7. Bayi dari ibu yang menderita Diabetes Melitus (terlalu banyak insulin
dalam sistem tubuh bayi yang disebabkan karena diabetes pada ibu dapat
memperlambat produksi surfaktan)
8. Bayi dengan kelainan jantung PDA (Patent ductus Arteriosus)
Pada prematuritas :
a) Produksi surfaktan masih sedikit (defisiensi surfaktan). Komponen
utama surfaktan adalah lesitin, yang terdiri dari cytidine diphosphate
cholin (C.D.P cholin) dan phosphatidyldimethy etanolamine
(P.M.D.E).
b) Surfaktan diproduksi oleh sel ponemosit tipe II yang dimulai tumbuh
pada gestasi 22-24 minggu, mulai aktif pada gestasi 24-26 minggu.
c) Surfaktan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu
d) Rasio lesitin/spingomielin dalam cairan amnion.
E. Klasifikasi
Menurut Gamella (2009), sindrom gawat nafas/ Respiratory Distress
Syndrome (RDS) dikelompokkan sebagai berikut:
1. Syndrom gawat nafas Klasik/Clasik Respyratory distress syndrome
Thoraks/dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi
(underaration). Volume paru-paru menurun, parenkhim paru-paru memiliki
pola retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho gram udara
yang meluas ke perifer.

21

2. Sindrom Gawat Nafas Sedang-Berat/Moderately severe Respiratory


Distress Syndrome.
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata. Paruparu hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara meningkat.
3. Sindrom Gawat Nafas Berat/ Severe Respiratory Distress Syndrome
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru
area cystic pada paru-paru kanan bisa manunjukan alveoli yang berdilatasi
atau empisema interstitial pulmonal dini.
F. Patofisiologi Dan WOC
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS (Respiratory distress
syndroma) pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga
kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan
surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi
kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmunal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Secara
makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan
seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari luar rongga udara
bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi daro epithel sel alveoli type II. Dilatasi
duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena danya defisiensi
surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma
atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada

22

endhothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga


menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36 72 jam
setelah lahir (Surasmi,dkk, 2003)
Apneu primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem
sirkulasi. Hipoksiamiokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi,
vasokontriksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5 menit dan
kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung,
tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan
secara spontan. Kematianakan terjadi kecuali pernafasan buatan dan
pemberian oksigen segera dimulai (Saifuddin, 2002).
PATHWAYY
G. Manifestasi Klinis
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory
grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda
klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS
meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis
campuran (Bobak, 2005).
Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah
sebagai berikut :
1. Takhipneu (> 60 kali/menit)
2. Pernafasandangkal
3. Mendengkur
4. Sianosis
5. Pucat
6. Kelelahan
7. Apneu dan pernafasan tidak teratur

23

8. Penurunan suhu tubuh


9. Retraksi suprasternal dan substernal
10. Pernafasan cuping hidung

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0
Frekuensi < 60x/menit

1
60-80 x/menit

2
>80x/menit

Nafas
Retraksi

Tidak ada

Retraksi ringan

Retraksi berat

Sianosis

retraksi
Tidak sianosis

Sianosis hilang dengan O2

Sianosis
menetap
walaupun diberi
O2

Air Entry

Udara masuk

Penurunan ringan udara

Merintih

Tidak merintih

masuk
Dapat didengar dengan

Dapat didengar

stetoskop

tanpa alat bantu

24

Evaluasi Respiratory Distress berdasarkan hasil Skor Downe


Skor < 4
Skor 4 5
Skor > 6

gangguan pernafasan ringan


gangguan pernafasan sedang
gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)

H. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila
dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tibatiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan penyakit karena keadaan
penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan
intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi
RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang
yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan
penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan

25

menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi


neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa
gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi
(Ngastiyah, 2005).
I. Diagnnosa Banding

Tabel 2.2 Diagnosis banding HMD (4)


predisposi

Usia

Derajat

Mulainy

Hipoksemi

Hipecapne

Respon

Res

si

kehamila

distress

a gejala

terhada

terh

p O2

IPP

++

Mem

n
HMD

prematur

preterm

+++/+++

26

Beberap

++/++++

+/+++

TTN

SC

Full term

ibu

Near

overhidras

term

a jam

++

Beberap

-/+

+++

a jam

Buk

indi

Pneumoni

Ibu

mengalami

Preterm

++/++++

Hari

++/++++

+/++

++

Vari

pertama

mun

/ lebih

mem

Full term
infeksi

MAS

Fetal

Full term

++/+++

distress

Sejak

+/++++

+/+++

lahir

++

Vari

mun

Post term

mem

PPHN

Asfiksia :

Full term

++/+++

MAS

Hari
pertama

++++

-/+

+/++++ Mem

dise

hipe
Sepsis
si
Paru

Mem

hipoplastik

den

27

teka

berl
Kebocora

Ventilasi

n udara

tekanan

Preterm

+/++++

Variabel

+/++++

+/++++

++

vari

+/+++

Variabel

+/++

++

Vari

Full term
paru

positif

CHD

PBF naik

PBF turun ?

Full term

: 2-3

mun

hari

mem

Preterm

Full term

-/+

Hari
pertama

++/++++

-/+

Tida

mem

Preterm

den

teka

berl

J. Pemeriksaan Penunjang

28

Menurut Ngastiyah,2005 pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk


menengakkan diagnosis RDS adalah :
a) Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto
rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip
penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika
dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru
ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin
buruk prognosis bayi. Beberapa ahli berpendapat bahwa pemeriksaan
radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran
hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
3. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya
adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya
lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi
bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama.
Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru
dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena
gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis
paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya
asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru

29

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik,


frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan
memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti tidal
volume menurun, lung compliance berkurang, functional residual
capacity merendah disertai vital capacity yang terbatas. Demikian
pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada
lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis
dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping
itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin
yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin
berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan
Kultur darah
Analisis gas darah
Glukosa darah

Kegunaan
Menunjukkan keadaan bakteriemia
Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat

Rontgen toraks
Darah rutin dan hitung jenis

menyebabkan atau memperberat takipnea


Mengetahui etiologi distress nafas
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri

Pulse oximetry
Sumber: Hermansen

Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis


Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

30

K. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Monica Ester,2003)
meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
b. Mempertahakan keseimbangan asaam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Esty wahyuningsih,2009)


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan
Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus
Pertahankan kadar gula agar tidak turun
Beri dosis pertama antibiotic intramuscular
Anjurkan agar bayi tetap hangat
Lakukan rujukan segera

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi menurut (Sudarti dan Endang


Khoirunnisa,2010) adalah :
1)

Penatalaksana secara umum


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

infus dektrosa 5 %
Pantau selalu tanda vital
Jaga kepatenan jalan nafas
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
Jika bayi mengalami apneu
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
Lakukan penilaian lanjut.
Bila terjadi kejang potong kejang.
Segera periksa kadar gula darah.
Pemberian nutrisi adekuat.
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut
sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat

2)

gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:


Gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)

31

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas


ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient
Tacypnea of the Newborn (TTN). Terutama terjadi setelah bedah
sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b. Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau
timbul gejala sepsis lainya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
dan tangani gangguan sedang atau berat seperti tersebut diatas
c. Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternaatif pemberian
minuman
d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan nafas, hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara
30-60 kali/menit.
e. Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap
antaran 30-60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada
3)

masalah lain yang memerlukan perawatan,bayi dapat dipulangkan.


Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)
a. Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.
b. Bayi jangan diberi minum.
c. Jika ada tanda berikut,ambil sempel darah untuk kultur dan berikan
antibiotic ( ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan
besar sepsis.
i.
Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat celcius.
ii. Air ketuban bercampur mekonium.
iii.
Riwayat infeksi intrauterine,demam curiga infeksi berat
atau ketuban pecah dini (>18 jam).

32

d. Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39 derajat


celcius tangani untuk masalah suhu abnormal,dan nilai ulang
setelah 2 jam.
i.
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum
ada perbaikan, ambil sempel darah,dan berikan antibiotic
ii.

untuk terapi kemungkinan besar sepsis.


Jika suhu abnormal,teruskan amati bayi. Apabila suhu

kembali abnormal ulangi tahapan diatas.


e. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah
2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda
prburukan setelah 2 jam,terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
f. Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan ( frekuensi
nafar menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih
berkurang)
i.
Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.
ii. Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus
menerus. Hentikan pemberian O2 bilamana bayi tidak ada
gangguan nafas dan diudara ruangan tanpa pemberian O2
iii.
iv.

bayi tampak kemerahan.


Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam
Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih
menyusui. Bila bayi tak bisa menyusui, berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian

minum
g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic
dihentikan.jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian
O2 selam 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap
4)

tinggal dirumah sakit dirumah sakit,bayi dapat dipulangkan.


Gangguan nafas berat

33

Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin


sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram
atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering memburuk
dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan
dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari
ke 4-7.
a. Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara
rendah dan tinggi,lihat terapi oksigen)
b. Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c. Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap
sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi.
Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral
menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera
rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu
memakai ventilator mekanik.
d. Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa
lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e. Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f. Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi nafas
menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik).
i.
Kurangi pemberian O2
ii. Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan
pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara ruangan
tanpa pemberian O2 tidak mengalami gangguan nafas dan
iii.
iv.

tampak kemerahan.
Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih
dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian

minum.
Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:

34

1.
2.
3.
4.

Frekuensi nafas
Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
Episode apnea.
Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan

minum dapat dipenuhi secara oral.


5. Alati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan.
Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari,
minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data pasien
Nama

Umur

Jenis kelamin

Alamat

Nama orang tua

Pekerjaan orang tua

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien dengan gawat nafas keluarga akan mengeluhkan
bayinya sesak nafas, sebagian tubuh membiru.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluarga akan mengeluhkan nafas anaknya sesak,
sebagian kulit membiru, badan teraba hangat.

35

c. Riwayat kesehatan dahulu


Apakah pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya,
apakah klien pernah menderita penyakit yang biasanya menyebabkan
terjadinya sindome gawat nafas, seperti bayi lahir premature, BBLR.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat maternal
Kaji apakah ibu menderita penyakit seperti diabetes mellitus,
kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress
fetal atau intrapartus.
f. Status infant saat lahir
Kaji apakah bayi lahir prematur, umur kehamilan, apgar score
(apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi Caesar atau tidak ?
g. Data dasar pengkajian
1.
Cardiovaskuler
a. Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
b. Murmur sistolik
c. Denyut jantung DBN
2.
Integumen
a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
b. Pitting edema pada tangan dan kaki
c. Mottling
d. Neurologis
e. Immobilitas, kelemahan
f. Penurunan suhu tubuh
3. Pulmonary
a. Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
b. Nafas grunting
c. Pernapasan cuping hidung
d. Pernapasan dangkal
e. Retraksi suprasternal dan substernal
f. Sianosis\
g. Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
4. Status behavioral
a, Letargi
3. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60
kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal,
pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan

36

tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara
nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,
nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.Pengkajian fisik pada bayi dan
anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi
respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
1) Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada
syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat,
dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan
ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang
merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi
jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih,
stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan
mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba
dingin.
2) Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
a. Frekuensi jantung dan tekanan darah

37

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,


ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak
teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau
tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit
yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan
sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan
cara:
1. Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2. Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan
atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
c. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi
agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi
pupil.
3. Analisa Data
N
o
1

Data

Etiologi

DO :

Surfaktan

- Hiperkapnea

38

Masalah
Kerusakan
pertukaran gas

Hipoksia
Takipnea
Sianosis
Letargi
Dispnea
GDA abnormal
Pucat

Tegangan permukaan alveolus

Ketidakseimbangan infasi saat inspirasi

Kolaps alveoli

DO :

Gangguan ventilasi pulmonal


Surfaktan menurun

- Dispnea;
takipnea
- Periode apnea
- Pernapasan

DO :
- Hipotermia
- Letargi
- Menangis

Mengembang

Usaha inspirasi lebih kuat

Sukar bernapas
- Dispnea
- Retraksi dinding dada
- Kelelahan
- Pernapasan cuping hidung
Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat

buruk
- Aterosianosis
- Takipnea;

Asidosis metabolik

apnea
- Turgor kulit

Kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat

buruk
- Hipoglikemia

efektif

Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap

cuping hidung
- Retraksi
dinding dada
- Sianosis
- Mendengkur
- Napas grunting
- Kelelahan

Pola napas tidak

Respons menggigil pada bayi kurang/tidak ada

39

Termoregulasi
tidak efektif


Bayi kehilangan panas tubuh/tidak dapat
meningkatkan panas tubuh

DO :

Kolaps paru

- Bradikardia
- Sianosis

Gangguan ventilasi pulmonal

Risiko tinggi
penurunan
curah jantung

umum
- Pucat
- Hipotensi
- Dispnea
- Edema perifer
- Lelah
- Murmur
sistolik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul ;
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

40

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan


energi/kelelahan, keterbatasan pengembangan otot.
3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak
subkutan, peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat RDS.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme akibat stress.
5. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif.
6. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
ventilasi pulmonal
7. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan gangguan perfusi ke otak,
gangguan fungsi serebral.
8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan metabolisme yang
meningkat.
9. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kondisi bayinya.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
N

DIAGNOSA

NOC

NIC

O
1

KEPERAWATAN
Kerusakan

Setelah dilakukan

Monitor Respirasi :

pertukaran gas b.d

asuhan keperawatan

perubahan mem-

selama 5x 24 jam,

irama, kedalaman

bran kapiler-alveoli

pertukaran gas pasien

dan usaha untuk

menjadi efektif, dengan


Batasan

1. Monitor rata-rata

bernafas.
2. Catat gerakan

kriteria :
dada, lihat

karakteristik:
1. Takikardia
2. Hiperkapne
a
3. Iritabilitas

Status Respirasi :

kesimetrisan,

Ventilasi :

penggunaan otot
bantu dan retraksi

1. Pasien
dinding dada.

41

3. Monitor suara
4.
5.
6.
7.
8.

Dispnea
Sianosis
Hipoksemia
Hiperkarbia
Abnormal

menunjukkan

frek, irama,

oksigenasi

kedalaman

adekuat

nafas
9. Nafas

nafas, saturasi
peningkatan
ventilasai dan

oksigen, sianosis
4. Monitor
kelemahan otot
diafragma
5. Catat onset,

berdasarkan
karakteristik dan
nilai AGD

cuping
sesuai parameter

durasi batuk
6. Catat hasil foto

hidung
normal pasien
2. Menunjukkan
fungsi paru

rontgen
Terapi Oksigen:

yang normal
1. Kelola
dan bebas dari
humidifikasi
tanda-tanda
oksigen sesuai
distres
pernafasan

peralatan
2. Siapkan peralatan
oksigenasi
3. Kelola O2 sesuai
indikasi
4. Monitor terapi O2
dan observasi
tanda keracunan
O2
Manajemen Jalan Nafas:

42

1. Bersihkan saluran
nafas dan pastikan
airway paten
2. Monitor perilaku
dan status mental
pasien,
kelemahan , agitasi
dan konfusi
3. Posisikan klien
dgn elevasi tempat
tidur
4. Bila klien
mengalami
unilateral penyakit
paru, berikan
posisi semi fowlers
dengan posisi
lateral 10-15
derajat / sesuai
tole-ransi
5. Monitor efek
sedasi dan
analgetik pada
pola nafas klien
Manajemen Asam Basa:

43

1. Kelola
pemeriksaan
laboratorium
2. Monitor nilai AGD
dan saturasi
oksigen dalam
2

Pola nafas tidak

Setelah dilakukan

efektif b.d

tindakan keperawatan

batas normal
Manajemen Jalan Nafas:
1. Bebaskan jalan

imaturitas

selama ..x 24 jam

(defisiensi

diharapkan pola nafas

surfaktan dan

efektif denga kriteria

ketidak-stabilan

hasil :

nafas dengan
posisi leher ektensi
jika
memungkinkan.
2. Posisikan klien

alveolar).
Status Respirasi :

untuk
Batasan

Ventilasi:
memaksimalkan

karakteristik:
1. Pernapasan
1. Bernafas
mengguna-

ventilasi dan

pasien 30-

mengurangi

60X/menit.
2. Pengembangan

dispnea
3. Auskultasi suara

dada simetris.
3. Irama

nafas
4. Monitor respirasi

kan otot
pernafasan
tambahan
2. Dispnea
3. Nafas
pendek
4. Pernafasan

pernapasan
teratur
4. Tidak ada

dan status oksigen


Monitor Respirasi:

retraksi dada
1. Monitoring

44

kecepatan, irama,
kedalaman dan
upaya nafas.
2. Monitor
pergerakan,
kesimetrisan dada,
retraksi dada dan
alat bantu
saat bernapas
5. Inspirasi dalam
rata-rata <

tidak ditemukan
6. Saat bernapas

25 atau >

tidak memakai

60 kali

otot napas

permenit

tambahan
7. Bernapas mudah
8. Tidak ada suara
napas tambahan

pernafasan
3. Monitor adanya
cuping hidung
4. Monitor pola nafas
: bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
respirasi kusmaul,
apnea
5. Monitor adanya
lelemahan otot
diafragma
6. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan dan
ketidak adanya
ventilasi dan bunyi
nafas

45

klien memperlihatkan
Penurunan CO
berhubungan
dengan gangguan
suplai darah, O2
dan nutrisi
kejaringan

peningkatan curah
jantung dengan criteria:
1. Frekwensi
jantung dan
irama dalam
rentang normal
2. o Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal

46

1. Pantau frekwensi/
irama jantung
2. Auskultasi bunyi
jantung
3. Dorong tirah
baring dalam
posisi semi fowler
4. Evaluasi keluhan
lemas, palpitasi,
5. Berikan oksigen
suplemen

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. L DENGAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG RAWAT INAP
PERINATOLOGI RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama
b. Tanggal Masuk
c. Jenis Kelamin
d. Tanggal Lahir / Usia
e. BB/PB
f. Apgar Score
g. Anak Ke
h. Nama Ayah
i. Pekerjaan Ayah
j. Pendidikan Ayah

: By. L
: 25 September 2015
: Laki-Laki
:25 September 2015 /1 hari
: 3300 gram / 48 Cm
: 1 7 dan 5 8
: I (Pertama)
: Tn. G
: Wiraswasta
: Sarjana (S1)

47

k. Nama Ibu
: Ny.L
l. Pekerjaan Ibu
: PNS
m. Pendidikan Ibu
: DIII (Diploma)
n. Alamat
: Jl.Dt Jonandi Kec Panti Pasaman Timur.
o. Tanggal Pengkajian : 27 Agustus 2015
p. Diagnose Medik
: Respiratory Distress Syndrome + Hidrokel
q. No MR
: 42 53 25
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Anak dirawat di dalam incubator dengan indikasi bekas Sectio
Sesaria satu kali, bayi Aterm G2P2A0H1 dan adanya kelainan
konginental (Hidrokel).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang/ Saat Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian didapatkan nafas pasien sesak
(Respirasi rate 84X/menit), suhu 37,6Cdan Nadi 134 X/Menit.
Selain itu juga ditemukan adanya hidrokel pada pasien. Hasil
pemeriksaan score down didapatkan nilai 5 artinya adanya
gangguan pernafasan sedang pada pasien.
Penilaian

Nilai
0

Nilai Pasien

Skore Down
Frekuensi

< 60 x/menit

60-80 x/menit >80 x/menit

nafas
Retraksi

Tidak ada

Retraksi

Retraksi berat

Sianosis

Tidak ada

ringan
Hilang

Menetap

Udara masuk

Ada

dengan O2
Menurun

dengan O2
Tidak

Merintih

Tidak ada

Terdengar

terdengar
Terdengar

dengan

tanpa alat

stetoskop

bantu

48

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
3. Pengkajian Neonatus
Keadaan umum : sedang, pasien terpasang IUFD D 10% 8 tetes/ menit,
terpasang oksigen 0,3 Liter/Menit.
Tingkat Kesadaran : kompos mentis
Tanda-tanda vital :
Suhu
: 37,6C
Nadi
: 134 X/menit
Pernafasan
: 84 X/menit
a. Reflek Moro pasien positif, artinya adanya respon tiba tiba pada
bayi yang baru lahir yang terjadi akibat suara atau gerakan yang
mengejutkan.
b. Reflek Rooting juga didapatkan positif, artinya ketika diberikan
sentuhan dipinnggi bibir, maka bayi berusaha untuk memalingkan
kepalanya untuk mencari sentuhan tersebut.
c. Reflek Hisap pasien positif, artinya pasien berusaha menghisap
benda-benda yang ada di sekitar pasien.
d. Reflek genggam pasien positif kiri dan kanan, artinya pasien
mampu menggenggam tangan yang disodorkan kepada pasien.
e. Tonus atau Aktivitas pasien tampak tidak begitu aktif, pasien
menaggis dengan suara lemah.
f. Kepala dan Wajah
1) Inspeksi
: Sutura sagitalis tepat, wajah simetris kiri dan
kanan
2) Palpasi

: Lingkar kepala 36 cm, tidak ada ditemukan lesi

dan hematoma.
g. Mata
1) Inspeksi
: mata tampak simetris kiri dan kanan, mata tampak
bersih, pupil didapatkan isokor
2) Palpasi
: Edema palpebra didapatkan negative, konjungtiva
didapatkan anemis
h. Mulut

49

1) Inspeksi

: Bibir terlihat merah, ada candidiasis oral pada

lidah, pasien terpasang OGT (Oral Gastric Tube)


i. Hidung
1) Inspeksi
: tampak simetris kiri dan kanan, septum nasal di
tengah, lesi tidak ada dan ditemukan pernafasan cuping hidung.
2) Palpasi
: tidak ada deviasi tulang hidung.
j. Telinga
a. Inspeksi
:simetris kiri dan kanan, kebersihan baik,
perdarahan tidak ada lesi
b. Palpasi
: oedema tidak ada.
k. Leher
1) Inspeksi :Simetris kiri dan kanan
2) Palpasi
:Tidak ada pembesaran kelenjer tyroid, tidak ada
deviasi trakea
l. Toraks
Secara umum didapatkan simetris kiri dan kanan dan lingkar dada
36 Cm.
Paru-Paru:
1) Inspeksi

: simetris kiri dan kanan, ekspansi dada sama kiri

dan kanan, pasien menggunakan PEEP (Positive end ekspiration


pressure ) sebagai alat bantu nafas
2) Perkusi
: didapatkan suara hipersonor
3) Auskultrasi : Suara nafas kanan dan kiri sama, suara nafas
terdengar di semua lapang paru, Suara nafas wheezing
Jantung
1) Inspeksi
: iktus cordis tidak terlihat
2) Palpasi
: iktus cordis teraba, Capillary Refill Time (CRT)
didapatkan < 2 detik
3) Perkusi
:
4) Auskultrasi : Bunyi jantung didapatkan vesikuler
No
1
2
3
4

Nadi Perifer
Brakial kanan
Brakial kiri
Femoral kanan
Femoral kiri

Kualitas Nadi
Teraba halus
Teraba halus
Teraba keras
Teraba keras

m. Abdomen

50

Lingkar perut :33 cm


1) Inspeksi

: tidak ada distensi, umbilicus (+) dan terletak di

tengah abdomen
2) Palpasi
:
3) Perkusi
: suara timpani (+)
4) Auskultrasi : bising usus (+), didapatkan 16 kali/menit.
n. Ekstremitas
Panjang lengan 19 cm, panjang kaki 20 cm
1) Inspeksi : ekstremitas atas dan bawah normal : pasien
dilahirkan dengan dua tangan dan dua kaki, lesi tidak
ditemukan pada pasien, pasien mampu bergerak dengan bebas,
namun pasien kurang aktif dalam bergerak.
2) Palpasi
: kekuatan otot :
2222
2222
2222
2222
o. Kulit
1) Warna kulit kemerahan
2) Sianosis (-)
3) Tanda lahir tidak ada
p. Genitalia
1) Laki-laki normal
2) Anus (+)
3) Kelainan : adanya hidrokel
4. Riwayat Prenatal (ANC)
a. Jumlah kunjungan
Ibu mengatakan selama hamil sebanyak 5 kali melakukan
kunjungan ke rumah bidan dan ke dokter di rumah sakit untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan . kunjungan pertama dilakukan
pada usia kehamilan antara 2-3 bulan pertama. Kunjungan kedua
dilakukan pada usia kehamilan ke 3-6 bulan, dan kunjangan ketiga
sampai ke lima dilakukan pada usia kehamilan yang ke > 7 bulan
ke rumah sakit.
b. Bidan / Dokter
Ibu mengatakan melakukan pmeriksaan kehamilan ke bidan dan ke
Dokter di rumah sakit lubuak sikapiang.
c. Pendididkan kesehatan didapatkan

51

Ibu mengatakan selama melakukann kunjungan ke rumah bidan


mendapatkan pendididkan kesehatan berupa gizi yang harus
ditingkatkan ibu hamil, aktivitas yang dianjurkan dan yang tidak
dianjurkan dan untuk konsultasi ke rumah sakit ibu lebih
disarankan untuk melahirkan ke rumah sakit M.Jamil padang
karena adanya kelainan konginental pada bayi yang didalam
kandungan ibu.
d. HPHT
Ibu mengatakan hari pertama haid terakhit pada tanggal 18 Januari
2014.
e. Kenaikan berat badan selama hamil
Ibu mengatakan selama hamil mengalami kenaikan berat badan
sebanyak 11 kg.
f. Komplikasi hamil
ibu mengatakan selama hamil tidak memiliki komplikasi, namun
Ibu mengatakan memiliki riwayat penyakit Hipertensi. Selain itu
ibu juga mengatakan selama hamil pernah demam tinggi 1 kali
tinggi dan berobat ke rumah sakit, ibu juga mengatakan mengalami
keputihan selama hamil.
g. Komplikasi obat
Ibu mengatakan tidak memiliki komplikasi akibat konsumsi obat
tertentu.
h. Obat-obatan yang didapatkan
Ibu mengatakan selama kunjungan kehamilan ibu hanya
mendapatkan vitamin penambah darah.
i. Riwayat hospitalisasi
Ibu mengatakan selama hamil tidak ada memiliki riwayat dirawat
di rumah sakit.
j. Golongan darah ibu
Ibu mengatakan golongan darah ibu O
k. Kehamilan direncakanan / tidak

52

Ibu mengatakan kehamilan By L

merupakan kehamilan yang

direncanakan
l. Pemeriksaan Khusus Selama Kehamilan
Selama hamil ibu pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan
khusus seperti Rubella, Hepatitis, Herpes, maupun HIV.
2) Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan pasien dengan Section Caecaria (SC) atas indikasi bekas
SC 1 kali, kehamilan Aterm (usia gestasi ibu 33 minggu), dan adanya
indikasi bayi dengan kelaianan knginental. Ibu tidak memiliki komplikasi
dalam persalinan, air ketuban ibu juga jernih, mekonium (+).
3) Riwayat Kelahiran
a) Lama kala II: ibu melahirkan dengan SC, sehingga lamanya kala II
tidak dapat dikaji
b) Tempat melahirkan : Ibu melahirkan By L di RSUD Dr Achmad
Mochtar Bukittinggi.
c) Berat badan : 3300 g
d) Tinggi badan : 48 cm
e) Anus
: ada (+)
f) Ketuban
: jernih
4) Indikasi dilakukannya monitoring
Bayi dilakukan monitoring karena adanya gangguan pernafasa pada bayi
dengan skore down 7 dan adanya gangguan termoregulasi serta kondisi
bayi dengan kelainan konginental, sehingga diperlukan pengawasan.
5) Riwayat Post Natal
a) Bayi bernafas dengan bantuan alat berupa pemasangan PEEP
b)
c)
d)
e)

(Pressure End Ekspirasi Pulmonal)


Apgar score didapatkan : 1 7 dan 5 8
Trauma lahir
: pasien tidak memiliki trauma saat lahir
Keluarnya urin
: adanya pengeluaran urine
Prosedur yang dilakukan : Tindakan yang didapatkan pasien yaitu :
i.
Pemasangan PEEP (Positive End Ekspirasi Pressure) (+) 21%
ii. Pemasangan OGT (Oral Gastric Tube) (+) : untuk melihat
cairan lambung dan apabila pasien sudah tidak puasa sebagai
pemasukan oral

53

iii.

Aspirasi gaster (+) : saat pengkajian didapatkan cairan lambung

iv.

hijau, sehingga pasien di puasakan.


Resusitasi cairan (+) : pasien di berikan cairan Cogtil (400cc D
10% + 100 cc NACL 0,9% + KCL 10 cc + Ca glukonas 10 cc).

selain itu pasie juga mendapatkan syring pump 1,8.


6) Riwayat Sosial
d. Genogram

Keterangan:
= Laki laki
= Perempuan
= Klien
- - - - = Tinggal serumah
= Meninggal
e. Budaya
Suku keluarga pasien batak, agama Kristen katolik dan bahasa
yang digunakan yaitu bahasa Indonesia. Perencaan makanan bayi
: ibu mengatakan anaknya akan diberikan ASI Eklusif.
f. Hubungan orang tua dan bayi
Ibu
Setiap berkunjung ibu

Tingkah laku
Menyentuh

selalu menyentuh bayi

Ayah
Setiap berkunjung ayah
selalu menyentuh bayi

(menukar popok)
Setia berkunjung ibu

Memeluk

Setiap berkunjung ayah

selalu memeluk bayinnya

tidak selalu memeluk

Setiap berkunjung ibu

bayi
Setiap berkunjung ayah

Berbicara

selalu mengajak bayi

selalu mengajak bayinya

berbicara

berbicara

54

Setiap 3 jam sekali ibu

Berkunjung

Setiap selalu

mengunjungi banyinya

mengunjungi bayi

yang dirawat di inkubator


Setiap berkunjung ibu

Memanggil nama

selalu memnggal nama

Setiap berkunjung ayah


selalu memanggil nama

bayinya
Setiap berkunjung ibu

bayi
Setiap berkunjung ayah

Kontak mata

selalu kontak mata

selalu kontak mata degan

dengan pasien

bayi

3) Orang terdekat yang dapat dihubungi


Orang terdekat bayi yang dapat dihubungi adalah orang tua bayi
dan nenek bayi.
4) Orang tua berespon terhadap penyakit bayi, ini dapat dilihat dari
orang tua yang mengikuti instruksi dokter agar bayi dirawat.
No

Nama

Anak
By. M

Umur

7 Tahun

Jenis Kelamin

Riwayat

Jenis Imunisasi

Perempuan

Persalinan
Section

Lengkap

Caesaria

7) Pemeriksaan Diagnostik
Hasil darah lengkap tanggal 29 September 2015
Parameter
Hgb

Hasil
16 G/Dl

Rbc

4,83

Hct

46,1%

Mcv
Mch
Mchc
Rdw Sd

95,4 Fl
33,1 Pg
34,7 G/Dl
58 + Fl

55

Nilai Rujukan
P : 13-16
W : 12-14
P : 4,5-5,5
W : 4,0-5,0
P : 40-48
W :37,0-43,0

Rdw Cv

16,8 + %

Wbc
Eo%
Baso%
Neut %
Lymph %
Mono %

1,37
0,7
0,7
43,9
49,6
5,1

Eo
Baso
Neut
Lymph
Mono

0,01
0,01
0,60
0,68
0,07

Plt

50000

5000-10000
13
01
50 - 70
20 - 40
2-8

150-400 Rb

Pemeriksaan Analisa Gas Darah tanggal 25 September 2015


a) pH
: 7,400
b) pCO2 :38,9 mmHg
c) pO2 : 24,2 mmHg
d) SO2% : 48,7
e) Hct
: 46%
f) Hb
: 14,8 gr/dl
Pemeriksaan labortorium tangga 30 september 2015
a) Kalium
:2,51mEq/ dl (3,5-5,5)
b) Natrium
: 142, 7 mEq/ dl (135-147)
8) Terapi pengobatan yang diterima
a) Candistatin 4 x 0,4cc
b) Ampicilin 2x 165 mg
c) Cefotaxim 2x 15 mg
d) Lasix 3,3 mg
e) Ranitidine 2x 3 mg
f) Sibital 66 mg
g) Ceftriaxone 1x 330 mg
h) NeoK 1 mg
i) Gentamycin 1x 16 mg
j) Cogtil 8 tetes/ menit
Analisa data
No Data

Etiologi

Masalah Keperawatan

56

DS:

Ventilasi terganggu

Gangguan pertukaran gas

DO:
1. Penurunan

Suplai O2 berkurang

tekanan
inspirasi
2. Peningkatan
ventilasi
permenit
3. Pernafasan
84 X/menit

Pernafasan cepat dan


dangkal

Warna kulit sianosis ,


pernafasan cuping
hidung

Gangguan pertukaran
gas
2

Ds: Keluarga
mengatakan anaknya
sesak nafas

Pola nafas tidak efektif


Usaha bernafas
meningkat

Keluarga mengatakan
anaknya sulit bernafas

Ventilasi asidosis

DO:
RR: 82 x/i

CO2 meningkat

Score Down: 5
Aliran darah ke paru
menurun

Dipsnea

57

Pola nafas tidak efektif


3

DS: Keluarga

Metabolisme anaerob

Perubahan suhu tubuh

mengatakan anaknya
Keluarga mengatakan

Timbunan asam laktat

anaknya
DO:

Asidosis metabolic

Kurangnya hidrigen
dan lemak

Gangguan
termoregulasi

DS: Keluarga

Perubahan suhu tubuh


Kolaps Paru

mengatakan anaknya

Resiko tinggi penurunan


curah jantung

Keluarga mengatakan

Gangguan ventilasi

anaknya

pulmonal

DO:
Resiko penurunan
5

DS: Keluarga

curah jantung
Keluarga mengatakan

mengatakan anaknya

cemas

Keluarga mengatakan

58

Anxietas

anaknya

Keluarga mengatakan

DO:

takut dengan kondisi


anaknya

Anxietas

B. Diagnose keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
3. Penurunan CO berhubungan dengan gangguan suplai darah, O2 dan
nutrisi kejaringan
C. Intervensi keperawatan
N

DIAGNOSA

NOC

NIC

O
1

KEPERAWATAN
Kerusakan pertukaran

Setelah dilakukan asuhan

Monitor Respirasi :

gas b.d perubahan

keperawatan selama 5x

7. Monitor rata-

mem-bran kapiler-

24 jam, pertukaran gas

rata irama,

alveoli

pasien menjadi efektif,

kedalaman

dengan kriteria :

dan usaha

Batasan
untuk
karakteristik:

Status Respirasi :
Ventilasi :

10. Takikardia
11. Hiperkapnea
12. Iritabilitas
13. Dispnea

bernafas.
8. Catat gerakan
dada, lihat

3. Pasien
kesimetrisan,
menunjukkan

59

penggunaan
14. Sianosis
15. Hipoksemia
16. Hiperkarbia
17. Abnormal frek,

peningkatan
otot bantu dan
ventilasai dan
retraksi
oksigenasi

irama,
adekuat

dinding dada.
9. Monitor suara

kedalaman
nafas
18. Nafas cuping
hidung

berdasarkan nilai

nafas, saturasi

AGD sesuai

oksigen,

parameter normal
pasien
4. Menunjukkan
fungsi paru yang
normal dan bebas

sianosis
10. Monitor
kelemahan
otot
diafragma
11. Catat onset,

dari tanda-tanda
karakteristik
distres pernafasan
dan durasi
batuk
12. Catat hasil
foto rontgen
Terapi Oksigen:
5. Kelola
humidifikasi
oksigen
sesuai
peralatan
6. Siapkan
peralatan

60

oksigenasi
7. Kelola O2
sesuai
indikasi
8. Monitor
terapi O2 dan
observasi
tanda
keracunan O2
Manajemen Jalan
Nafas:
6. Bersihkan
saluran nafas
dan pastikan
airway paten
7. Monitor
perilaku dan
status mental
pasien,
kelemahan ,
agitasi dan
konfusi
8. Posisikan
klien dgn
elevasi tempat

61

tidur
9. Bila klien
mengalami
unilateral
penyakit paru,
berikan posisi
semi fowlers
dengan posisi
lateral 10-15
derajat /
sesuai toleransi
10. Monitor efek
sedasi dan
analgetik
pada pola
nafas klien
Manajemen Asam
Basa:
3. Kelola
pemeriksaan
laboratorium
4. Monitor nilai
AGD dan

62

saturasi
oksigen
dalam batas
2

Pola nafas tidak efektif

Setelah dilakukan

normal
Manajemen Jalan

b.d imaturitas

tindakan keperawatan

Nafas:

(defisiensi surfaktan

selama ..x 24 jam


5. Bebaskan

dan ketidak-stabilan

diharapkan pola nafas


jalan nafas

alveolar).

efektif denga kriteria


dengan posisi
hasil :

Batasan
karakteristik:

leher ektensi
Status Respirasi :

jika

Ventilasi:

memungkinka

5. Bernafas
mengguna-kan
otot pernafasan
tambahan
6. Dispnea
7. Nafas pendek
8. Pernafasan

9. Pernapasan
pasien 3060X/menit.
10. Pengembangan

n.
6. Posisikan
klien untuk
memaksimalk
an ventilasi

dada simetris.
11. Irama pernapasan

dan

rata-rata < 25
atau > 60 kali
permenit

teratur
12. Tidak ada retraksi
dada saat
bernapas
13. Inspirasi dalam
tidak ditemukan
14. Saat bernapas

mengurangi
dispnea
7. Auskultasi
suara nafas
8. Monitor
respirasi dan
status oksigen

tidak memakai

63

otot napas
tambahan
15. Bernapas mudah
16. Tidak ada suara

Monitor Respirasi:
7. Monitoring
kecepatan,

napas tambahan
irama,
kedalaman
dan upaya
nafas.
8. Monitor
pergerakan,
kesimetrisan
dada, retraksi
dada dan alat
bantu
pernafasan
9. Monitor
adanya
cuping hidung
10. Monitor pola
nafas :
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
respirasi
kusmaul,

64

apnea
11. Monitor
adanya
lelemahan
otot
diafragma
12. Auskultasi
suara nafas,
catat area
penurunan
dan ketidak
adanya
ventilasi dan
bunyi nafas
3

klien memperlihatkan

6. Pantau

Penurunan CO
peningkatan curah

frekwensi/

berhubungan dengan
jantung dengan criteria:
gangguan suplai darah,

irama jantung
7. Auskultasi

3. Frekwensi
O2 dan nutrisi
jantung dan irama

bunyi jantung
8. Dorong tirah

kejaringan
dalam rentang
normal
4. o Tanda-tanda
vital dalam
rentang normal

baring dalam
posisi semi
fowler
9. Evaluasi
keluhan
lemas,

65

palpitasi,
10. Berikan
oksigen
suplemen

BAB IV
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Respiratoty distress syndrome merupakan perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Diseasa. Respiratory Distres Syndrom hampir selalu
terjadi pada bayi prematur; semakin prematur, semakin besar kemungkinan

66

terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan,
karena kurangnya produksi surfaktan.
III.2. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan pada
khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan
respiratory distress syndrome dengan baik dan sesuai dengan prosedur
keperawatan serta tentunya memperhatikan aspek-aspek tertentu yang
berhubungan dengan prosedur yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2010. Sindroma Distres Pernafasan (Penyakit Membran
Hialin).Medicastore.com.2 april 2010. 19.07
A nur , Risa Etika dan kawan-kawan.2005.Pemberian Surfaktan pada Bayi
dengan RDS (Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fk.Unair/ Rs. Dr Soetomo).
http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010

67

Budiman Arief.2008. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan Respiratory Distress Syndrom (Rds) Diruang Nicu Rsud
Gunung Jati
Kota Cirebon.Icoels Blog. 5 april 2010
Betz, Cecily Lynn dan Sowden Linda A. 2004. Keperawatan Pediatri (Penyakit
RDS / PMH).
1.

Eloise M. Harman,MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory Distress


Syndrome. http://www.emedicine.com/med/topic70.htm

2. Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2001. Sindrome Gagal
Nafas Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi
Ketiga. Hal : 907-914
3.

Josep Varon,MD, F.A.C.A, F.A.C.P, Oliver C Wenker,MD, D.E.A.A. 1997, The


Acute Respiratory Distress Syndrome : Myths and Controversies.
http://www.ispub.com/ostia/index.php?
xmlPrinter=true&xmlFilePath=journals/ijeicm/vol1n1/ards.xml

4.

Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik ProsesProses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740

5.

Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2003, Acute Respiratory Distress


Syndrome dalam Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC Group LTD.

6.

Hood Alsagaf, M. Jusuf Wibisono, Winariani, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru, Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR RSU Dr. Sutomo, Surabaya. Hal :
186-189.

68

69

Anda mungkin juga menyukai