Anda di halaman 1dari 15

1.

1 NTDs (Neglected Tropical Diseases)


Penyakit Tropis terabaikan (Neglected Tropical Disease / NTD) merupakan salah
satu penyakit yang menjadi fokus dari WHO. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi
yang memiliki jumlah kasus cukup tinggi di daerah tropis maupun subtropis. WHO
telah memasukkan 17 penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, atau
cacing ke dalam kelompok NTD.
1. Bakteri NTD adalah ulkus Buruli (Buruli ulcer), kusta, trachoma, dan
frambusia,
2. NTD virus adalah infeksi virus dengue dan rabies.
3. Protozoa penyebab NTD termasuk penyakit Chagas, trypanosomiasis, dan
leishmaniasis.
4. Cacing menyebabkan penyakit yang mendominasi NTD : taeniasis,
dracunculiasis, echinococcosis, trematodiasis, filariasis, onchocerciasis,
schistosomiasis, dan helminthiasis yang ditularkan melalui tanah (Soil-
transmitted Helminth/STH).
Meskipun NTD umumnya ditemukan di negara-negara tropis, itu tidak identik
dengan hanya penyakit tropis. NTD terkait erat dengan kemiskinan dan sumber daya
yang terbatas, termasuk akses yang buruk ke air minum bersih, sanitasi yang buruk,
dan perumahan yang tidak sehat. NTD juga berkontribusi terhadap sebagian besar
morbiditas dan mortalitas populasi. Perempuan dan anak-anak adalah yang paling
rentan terhadap stigmatisasi dan diskriminasi setelah dikaitkan dengan NTD. Potensi
NTD untuk menyebar ke negara maju cukup rendah, karena NTD terkait erat dengan
vektor lokal dan distribusi inang perantara yang secara khusus dikaitkan dengan
wilayah geografis, khususnya di daerah tropis.

1.2 Penyakit Kusta


1.2.1 Pengertian Kusta
Penyakit kusta adalah penyakit kulit menular, menahun (lama) disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi dan dapat
menyerang jaringan tubuh lainnya. Bila tidak ditemukan dan diobati secara dini, maka
akan menimbulkan kecacatan menetap.
Definisi penyakit Kusta Kusta, dikenal dengan nama lepra atau penyakit
morbus Hansen, adalah penyakit yang menyerang kulit menyebabkan luka pada
kulit;sistem saraf perifer yang menyebabkan kerusakan saraf, melemahnya otot dan
mati rasa; selaput lendir pada saluran pernapasan atas serta mata. Penyakit ini juga
disebut penyakit granulomatosa kronis karena mirip dengan penyakit Tuberkulosis,
ada nodul inflamasi (granuloma) di kulit dan saraf tepi seiring waktu.
Kusta adalah penyakit infeksi menahun yang menyebabkan noda dan
peradangan di kulit yang berbeda dengan kulit yang sehat dan mengakibatkan
kerusakan saraf pada lengan dan kaki yang menyebabkan tangan dan kaki termutilasi.
1.2.2 Penyebab Kusta/Etiologi Kusta
Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh pesat
pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut. M.
leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa berkembang di dalam beberapa sel
manusia dan hewan tertentu.
1.2.3 Sumber dan cara penularan penyakit Kusta
Penularan penyakit kusta:
1. Penularan terjadi dari penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain dengan
kontak lama melalui pernafasan.
2. Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja
(sekitar 5%) yang tertular kusta.
Sumber penularan penyakit Kusta melalui Bakteri yang jenisnya
sama dengan bakteri TBC. Dimana mekanisme cara penularannya hingga
kini tidak diketahui secara pasti. Hal yang paling dipercaya adalah bahwa
penyakit itu ditularkan melalui kontak antara penderita penyakit Kusta
karier dengan orang yang rentan. Cara penularan bakteri ini diduga melalui cairan dari
hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin, dan
dihirup oleh orang lain. Dalam kebanyakan kasus, bakteri tersebt tersebar
melalui kontak jangka panjang antara orang yang rentan dengan seseorang
yang memiliki penyakit Kusta tapi belum diobati.
Penularan dari manusia ke manusia adalah sumber utama infeksi, sedangkan
ada tiga spesies lain yang dapat membawa dan (tetapi jarang) mentransfer bakteri jenis
Mycobacterium Leprae ke manusia yaitu Simpanse, Monyet Mangabey dan Armadillo
Sembilan-Banded. Istilah 'kontak' dalam kusta umumnya belum dapat didefinisikan
dengan jelas seperti apa bentuknya. Tetapi dalam beberapa penelitian
pada pekerja, awal tampaknya tanda dan gejala penyakit Kusta, telah menggunakan
istilah 'kontak' sebagai metode penularan. Namun hal tersebut adalah definisi kontak
oleh pekerja yang kemudian dijabarkan dengan kualifikasi seperti kontak antara 'kulit
ke kulit', kontak hubungan 'intim', kontak secara 'berulangkali' dan lain-lain.
1.2.4 Gejala-gejala penyakit kusta
1. Gejala awal:
Penderita kusta tidak merasa terganggu, hanya terdapat kelainan kulit berupa
bercak putih seperti panu ataupun bercak kemerahan. Kelainan kulit ini:
a. Kurang rasa atau hilang rasa
b. Tidak gatal
c. Tidak sakit
2. Gejala lanjut:
Pada keadaan lanjut dan tidak mendapatkan pengobatan yang tepat penyakit kusta
dapat menyebabkan kecacatan pada:
a. Mata : Tidak bisa menutup, bahkan sampai buta
b. Tangan :
(a) Mati rasa pada telapak tangan
(b) Jari-jari kiting, memendek (absorbsi) dan putus-putus (mutilasi)
(c) Lunglai
c. Kaki :
(a) Mati rasa pada telapak kaki
(b) Jari-jari kiting, memendek dan putus-putus
(c) Semper
1.2.5 Tipe penyakit kusta
Penyakit kusta ada 2 Tipe:
1. Tipe kusta kering (PB = Pausi Basiler) Ditandai dengan :
a. Bercak mati rasa : 1-5
b. Kerusakan saraf tepi : hanya 1
c. Pemeriksaan laboratorium : tidak ditemukan kuman
(BTA Negatif )
2. Tipe kusta basah (MB = Multi Basiler) Ditandai dengan :
a. Bercak mati rasa : lebih dari 5
b. Kerusakan saraf tepi : lebih dari 1
c. Pemeriksaan laboratorium : ditemukan kuman (BTA Positif )
1.2.6 Faktor Risiko Kejadian Kusta
Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta Timbulnya
penyakit kusta diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Tingkat Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat
agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara
(mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Tingkat pendidikan
dianggap sebagai salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan pengetahuan
seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun kehidupan sosial. Ada hasil
penelitian (menyatakan bahwa responden yang mempunyai pendidikan rendah
memiliki risiko terkena kusta 7,405 kali lebih besar dibandingkan responden yang
berpendidikan tinggi.
2. Tingkat pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Secara sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek yang berbeda-beda. Pengetahuan yang baik diharapkan
menghasilkan kemampuan seseorang dalam mengetahui gejala, cara penularan
penyakit kusta dan
penanganannya.
3. Personal Hygiene adalah tindakan pencegahan yang menyangkut tanggung jawab
individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit
menular, terutama yang ditularkan secara kontak langsung. Ada hasil penelitian
menyatakan, Promin, sebuah sulfon obat, diperkenalkan sebagai obat untuk kusta.
Pertama kali diidentifikasi dan digunakan di Carville. Promin berhasil merawat
kusta tapi sayangnya Promin menimbulkan efek yang menyakitkan ketika
disuntikkan pada pasien.
4. Riwayat Kontak Kusta merupakan penyakit infeksius, tetapi derajat infektivitasnya
rendah. waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya
kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa anak-anak. Insidensi yang
rendah pada pasien-pasien yang merupakan pasangan suami istri (kusta yang
diperoleh dari pasangannya) memberikan kesan bahwa orang dewasa relatif tidak
mudah terkena. Penyakit ini timbul akibat kontak fisik yang erat dengan pasien
yang
terinfeksi, dan risiko ini menjadi jauh lebih besar bila terjadi kontak dengan kasus
lepromatosa.
5. Lama Kontak Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan
jelas, penularan di dalam rumah tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu
yang lama tampaknya sangat berperan dalam penularan
6. Kelembaban Kamar Kelembaban dipengaruhi oleh keadaan bangunan seperti
dinding, jenis lantai, ventilasi dan secara menyeluruh dipengaruhi oleh iklim dan
cuaca. Kamar yang lembab dapat menjadi tempat penularan penyakit.
1.2.7 Pencegahan Kusta
1. Dilihat dari segi pejamu (host):
a. Upaya pencegahan (promotif dan preventif) yaitu Pendidikan kesehatan
mengenai PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang dijalankan dengan
cara bagaimana masyarakat dapat hidup secara sehat sesuai situasi dan
kondisi khidupan kesehariannya.
b. Upaya pencegahan Perlindungan khusus (Spesific protection) dapat dilakukan
dengan pemberian imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) saat balita,
khususnya pada orang yang dalam kehidupan kesehariannya kontak serumah
dengan penderita kusta. Belum ada hingga saat ini vaksinasi khusus untuk
penyakit kusta. Dan Peningkatan pengethuan dan ketrampilan petugas
kesehatan di fasilitas kesehatan mengenai penyakit kusta.
c. Upaya pencegahan (Early diagnosis and prompt treatment) Periksa secara
teratur dan berkala anggota keluarga dan anggota dekat lainnya yang tinggal
atau pernah kontak dalam waktu yang lama dengan penderita Kusta untuk
mencermati adanya keluhan, tanda-tanda, gejala dan risiko penularan
penyakit kusta. Dan faslits kesehatan melaksanakan pengobatan penderita
secara
teraturdan terjadwal sampai dinyatakan sembuh.
d. Upaya pencegahan (Disability Limitation), melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap penerita Kusta dan keluarganya agar tidak terjadi kecacatan
dan diasbility activity daily living and productivity.
e. Upaya pencegahan (Rehabilitation) dengan melakukan upaya peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan penderita dan mantan penderita Kusta agar
lebih produktif seperti pelatihan membuat kerajinan, meubelir dan lainnya.
2. Dilihat dari segi lingkungan
a. Sesuaikan luas dan kondisi fisik rumah ruangan rumah dengan penghuninya.
b. Membuka jendela rumah agar sirkulasi udara serta suhu di dalam ruang tetap
terjaga agar tidak lembab dan terhindar berkembangnya kuman M. leprae di
dalam rumah

1.3 Frambusia
1.3.1 Pengertian Penyakit frambusia
Penyakit frambusia yang juga disebut Patek atau Bubo adalah penyakit kulit
menular menahun yang kambuhan. Penyebabnya adalah: kuman Treponemapertenue.
Penyakit ini banyak menyerang anak-anak usia kurang dari 15 tahun. Penyakit
frambusia sangat menular, terutama pada fase awal. Penularan terjadi dari getah luka
penderita yang secara langsung bersentuhan dengan kulit orang sehat yang luka atau
tergores
(tidak utuh).
1.3.2 Cara penularan
Melalui kontak kulit yang ada jejas dengan kulit penderita.
1.3.3 Gejala-gejala penyakit frambusia
1. Gejala fase awal: Berupa benjolan kecil-kecil di kulit dapat pula berbentuk
seperti buah arbei yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah. Gejala ini
bisa hilang sendiri tanpa meninggalkan bekas.
2. Gejala fase lanjut
a. Kelainan biasa kering kecuali jika disertai infeksi (borok).
b. Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang
sehingga dapat menyebabkan kecacatan
1.3.4 Tipe Penyakit Frambusia
Tipe Menular Tipe Tidak Menular
1.3.5 Pengobatan penyakit frambusia
Pengobatan penyakit frambusia sangat mudah yaitu dengan obat Benzathine
Penicilline. Dengan satu kali suntikan penderita dapat disembuhkan. Pengobatan juga
harus diberikan kepada: Semua orang yang pernah kontak dengan penderita yaitu:
keluarga, teman sekelas, teman sepermainan dan tetangga, karena kemungkinan besar
sudah tertular akan tetapi belum timbul gejalanya.

1.4 Rabies
Agen penyebab rabies adalah virus dari genus lyssa virus dan termasuk ke
dalam family Rhabdoviridae. Virus ini bersifat neurotropic, berbentuk menyerupai peluru
dengan panjang 130 – 300 nm dan diameter 70 nm. Virus ini terdiri dari inti RNA (Ribo
Nucleic Acid) rantai tunggal diselubungi lipoprotein. Pada selubung luar terdapat
tonjolan yang terdiri dari glikoprotein G yang berperan penting dalam timbulnya imunitas
oleh induksi vaksin dan penting dalam identifikasi serologi dari virus rabies.
1.4.1 Cara Penularan Dan Masa Inkubasi
Cara penularan rabies melalui gigitan dan non gigitan (goresan cakaran atau
jilatan pada kulit terbuka/mukosa) oleh hewan yang terinfeksi virus rabies. Virus
rabies akan masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terbuka atau mukosa
namun tidak dapat masuk melalui kulit yang utuh.
1.4.2 Pencegahan Rabies Pada Manusia
1. Pencucian luka
2. memberian Antiseptik
3. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Dan Serum Anti Rabies (SAR

1.5 Tracoma
1.5.1 Pengertian
Trakoma merupakan peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Chlamydia trachomatis. Trakoma merupakan penyebab utama kebutaan akibat
penyakit menular secara global.
1.5.2 Faktor Resiko
Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran penyakit trakoma yaitu 3D yang
terdiri dari:
1. Lingkungan umum yaitu keadaan lingkungan yang kering (dry). Misalnya kurangnya
sarana air bersih.
a) Lingkungan rumah (tempat tinggal) yaitu lingkungan rumah atau tempat
tinggal yang kotor (dirty). Keadaan ini akan mengundang banyak lalat yang
merupakan salah satu vektor penyebaran Chlamydia Trachomatis.
b) Lingkungan perorangan (kebersihan perorangan)
Kebersihan perorangan yang jelek, misalnya wajah yang jarang dibersihkan
dengan air bersih akan menyebabkan wajah menjadi kotor dan terdapat sekret
(kotoran) yang infeksius pada mata dan hidung (discharge).
Secara garis besar penyebaran penyakit trakoma dari individu yang terinfeksi ke
individu yang lain dapat melalui 3F antara lain:
a) Lalat (flies)
Lalat akan tertarik pada kotoran mata dan hidung sehingga akan hinggap di
wajah penederita Kemudian lalat akan hinggap di wajah individu lain dan
terjadilah penyebaran Chlamydia trachomatis. Disini faktor kepadatan
penduduk ikut mempermudah penyebaran.
b) Fomites
Yaitu baju, handuk, sapu tangan, dan sebagainya yang sering dipergunakan
secara bersama sama untuk membersihkan wajah, sehingga kotoran mata dan
hidung akan berpindah dari satu induvidu ke individu yang lain.
c) Jari tangan (finger).
Jari tangan yang dipergunakan untuk menggosok mata yang terinfeksi
kemudian memegang mata individu yang lain. Juga bisa jari tangan yang telah
terkontaminasi, kemudian dipakai untuk menggosok mata sendiri, sehingga
terjadilah penyebaran Chlamydia trachomatis.

Gambar Progresifitas trakoma

1.6 Penyakit Leishmaniasis


1.6.1 Definisi Penyakit Leishmaniasis
Leishmaniasis adalah penyakit parasit yang ditemukan di daerah tropis,
subtropis, dan Eropa selatan. Ini diklasifikasikan sebagai Penyakit Tropis yang
Terabaikan (NTD). Leishmaniasis disebabkan oleh infeksi dengan parasit Leishmania,
yang disebarkan oleh gigitan lalat pasir phlebotomine. Ada beberapa bentuk
leishmaniasis yang berbeda pada manusia. Bentuk yang paling umum adalah
leishmaniasis kulit, yang menyebabkan luka kulit, dan leishmaniasis visceral, yang
mempengaruhi beberapa organ internal (biasanya limpa, hati, dan sumsum tulang.
Leishmania adalah protozoa, termasuk Klas Flagellata, yang berhabitat dalam
darah dan juga jaringan. Bentuk leishmanian (amastigote) berada intraselular. Bentuk
promastigote berada dalam plasma darah. (Jurnal Nasional Fakultas Kesehatan
Masyarakat - Universitas Ahmad Dahlan, 2014)
Leishmaniases adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh parasit
protozoa dari lebih dari 20 spesies Leishmania. Parasit ini ditularkan ke manusia oleh
gigitan dari flap phlebotomine betina yang terinfeksi - vektor serangga sepanjang 2–3
mm. Ada tiga bentuk utama leishmaniasis: kulit, visceral atau kala-azar, dan
mukokutan. (WHO, 2013). Leishmaniasis adalah penyakit parasit yang ditularkan oleh
gigitan lalat pasir yang terinfeksi.
1.6.2 Gejala Penyakit Leishmaniasis
1. Leishmaniasis pada kulit dicirikan oleh satu atau lebih luka pada kulit di daerah di
mana lalat telah mendapat makanan (Berupa Darah) .
2. Orang yang memiliki leishmaniasis pada kulit mereka mendapat satu atau lebih luka
pada kulit mereka.
3. Luka membesar tampak seperti gunung berapi, dengan tepi yang meninggi dan kawah
pusat.
4. Luka bisa tidak nyeri atau menyakitkan.
5. Beberapa orang memiliki kelenjar bengkak di dekat luka (misalnya, di ketiak jika luka
ada di lengan atau tangan).

1.6.7 Pencegahan Penyakit Leishmaniasis


Tidak ada vaksin atau obat untuk mencegah infeksi tersedia. Cara terbaik bagi
wisatawan untuk mencegah infeksi adalah melindungi diri dari gigitan lalat pasir. Untuk
mengurangi risiko digigit, ikuti langkah-langkah pencegahan berikut : Hindari aktivitas
luar ruangan, terutama dari senja hingga fajar, ketika lalat pasir umumnya adalah yang
paling aktif. Saat di luar ruangan (atau di tempat yang tidak terlindungi):
a. Minimalkan jumlah kulit yang terbuka (tidak tertutup). Sejauh yang dapat
ditoleransi dalam iklim, kenakan kemeja lengan panjang, celana panjang, dan kaos
kaki; dan selipkan bajumu ke celanamu. (Lihat di bawah tentang mengenakan
pakaian yang diperlakukan dengan insektisida.)
b. Oleskan obat nyamuk ke kulit yang terbuka dan di bawah ujung lengan dan kaki
celana. Ikuti instruksi pada label pembasmi. Penolak yang paling efektif
umumnya adalah mereka yang mengandung DEET kimia (N, N-
dietilmetatoluamide).
Ketika di dalam ruangan:
a. Menginap di area yang disaring atau ber-AC.
b. Perlu diingat bahwa lalat pasir jauh lebih kecil daripada nyamuk dan karena itu
dapat melewati lubang yang lebih kecil.
c. Semprot ruang hidup / tidur dengan insektisida untuk membunuh serangga.
d. Jika Anda tidak tidur di area yang disaring atau ber-AC, gunakan jaring tempat
tidur dan selipkan di bawah kasur Anda. Jika memungkinkan, gunakan jaring
tempat tidur yang telah direndam atau disemprot dengan insektisida yang
mengandung piretroid. Perawatan yang sama dapat diterapkan pada layar, tirai,
seprai, dan pakaian (pakaian harus ditarik kembali setelah lima kali pencucian).

1.7 Taeniasis
Parasitology adalah ilmu yang berisi kajian tentang organisme (jasad hidup),
yang hidup di permukaan atau di dalam tubuh organisme lain dapat bersifat sementara
waktu atau selama hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitas
hidupnya organisme lain tersebut. Hingga organisme lain tersebut dirugikan.
Organisme atau makhluk hidup yang menumpang disebut dengan parasite. Organisme
atau makhluk hidup yang di tumpangi biasanya lebih besar daripada parasite disebut
host atau hospes, yang memberi makanan dan perlindungan fisik kepada parasite.
Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam
kerajaanAnimalia, filum Platyhelminthes, kelas Cestoda, bangsa Cyclophyllidea, suku
Taeniidae. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang
menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau.
1.7.1 Diagnosis
1. Taenia solium
Diagnosis pasti taenia solium, ditegakkan jika ditemukan cacing dewasa
(segmen atau skoleks yang khas bentuknya) pada tinja penderita atau pada
pemeriksaan darah perianal. Telur cacing yang ditemukan tidak dapat menentukan
spesies cacing karena sama bentuknya dengan telur taenia saginata. Mempunyai
percabangan uterus kurang dari 13 pada tiap sisi proglotid.
2. Taenia saginata
Diagnosis pasti taeniasis ditetapkan jika ditemukan cacing dewasa, segmen,
skoleks, atau telur cacing. Bentuk skoleks dan segmen yang khas menentukan
diagnosis taeniasis saginata. Diagnosis dapat dipastikan bila kita menemukan
proglotid yang gravid dengan mengidentifikasi jumlah percabangan uterus. Taenia
saginata mempunyai percabangan uterus lebih dari 13 pada satu sisi. Setelah
pengobatan, proglotid dan skoleks dapat ditemukan.

1.7.2 Pencegahan
1. Taenia solium
Untuk mencegah terjadinya penularan taeniasis solium, dilakukan tindakan-
tindakan sebagai berikut:
a. Mengobati penderita, untuk mengurangi sumber infeksi dan mencegah
terjadinya autoinfeksi dengan larva cacing.
b. Pengawasan daging babi yang dijual, agar bebas larva cacing (sistiserkus).
c. Memasak daging babi sampai di atas 50°C selama 30menit, untuk membunuh
kista larva cacing.
d. Menjaga kebersihan lingkungan dan tidak memberikan tinja manusia sebagai
makanan babi.
2. Taenia saginata
Prinsipnya sama dengan pencegahan taenia solium, yaitu mengobati penderita,
mengawasi daging sapi atau daging kerbau yang dijual, memasak daging dengan
baik, dan menjaga kebersihan makanan sapi agar tidak tercemar tinja manusia.

1.8 Filariasis
1.8.1 Pengertian
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup
berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di
saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala
klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005).
1.8.2 Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah.
Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari.
1.8.3 Gejala
Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut)
dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2
kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang
terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan
teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal
paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis)
ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat
kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap (Depkes RI, 2005).
1.8.4 Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis
Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang
`dapat dilakukan adalah:
1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki,
tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas
kesehatan.
3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat
tidur.

1.9 DRACUNCULIASIS
Dracunculiasis atau Dracontiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing
Dracunculus medinensis, nematoda jaringan yang sangat panjang.Pemberantasan dan
pencegahan Penularan penyakit ini tergantung pada faktor :
1. sumber air minum yang terkontaminasi Cyclops
2. kontak langsung / penggunaan sumber air yang terkontaminasi
3. penularan dari penderita ke sumber air
Di beberapa daerah di dunia, jenis sumber air tertentu sangat memungkinan
untuk
terjadinya penularan, misalnya pada sumur bertingkat (step wells) di India, tangki
air (covered cisterns) di Iran dan kolam-kolam di Ghana.Tindakan pencegahan dapat
dilakukan dengan menghindari kontak pada sumber air yang terkontaminasi atau
dengan tidak menggunakan air yang mengandung Cyclops. Tindakan pemberantasan
yang dilakukan secara baik dan serentak sangat besar pengaruhnya terhadap eradikasi
Cyclops. Hopkins (1983) yakin bahwa penyakit ini dapat dielliminasi dalam kurun
waktu 1-2 tahun dengan penyediaan air minum yang bersih dan aman.

1.10 Echinococcosis
Echinococcosis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pita parasit dari
genus Echinococcus. Terdapat empat spesies dari genus Echinococcus yang paling
umum, yaitu Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Echinococcus
vogeli, dan Echinococcus oligarthrus. Adapun spesies lain, yaitu Echinococcus
canadensis, Echinococcus equinus, Echinococcus ortleppi, dan Echinoccous shiquicus.
Echinococcus multilocularis merupakan spesies yang paling berbahaya untuk infeksi
Echinococcosis (Inceboz, 2017). Penyakit Echinococcosis memiliki siklus hidup yang
melibatkan dua hewan mamalia dalam interaksi predator-prey, seperti rubah merah
sebagai predator dan tikus sebagai prey. Echinococcus diidentifikasi telah menginfeksi
berbagai hewan peliharaan dan hewan liar. Echinococcosis juga merupakan zoonosis
atau penyakit hewan yang dapat menyerang manusia (WHO, 2019).
Echinococcus multilocularis biasanya berada pada usus kecil hewan
karnivora (seperti rubah merah) yang dianggap sebagai inang definit dan dapat
menyebar melalui telur yang dilepaskan ke lingkungan melalui feses. Setelah telur
larva dikonsumsi oleh tikus yang dianggap sebagai inang perantara, kemudian pada
tahap larva (metacestode) berkembang di salah satu organ internal seperti hati,
ginjal, jantung, dan lainnya. Infeksi melibatkan telur larva yang berkembang
menjadi kista, terutama di paru-paru dan hati yang dapat menyebabkan kerusakan
karena mereka membesar seperti tumor yang tumbuh perlahan (WHO, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

1 Menara ilmu Farasitologi Kedoteran. Universitas Gajah Mada. Akses


https://parasito.fkkmk.ugm.ac.id/2019/09/05/penyakit-tropis-terabaikan-neglected-
tropical-disease-ntd/
2. American Academy of Ophtalmology. external Disease and Cornea. 2015. p150 &
p162-165.
3. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum (Vaughan & Asbury’s
General Ophtalmology). p102-104
4. Agarwal AK, Rakesh M, Nandeswar1 S, Prasad1 P. A clinico-epidemiological study
of trachoma in urban and rural population of Sagar District Madhya Pradesh, India.
Community Acquired Infection. 2016. p1-6.
5. Lukitasari A. Trachoma. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2011. p1-7.
6. Siswanto, dkk. 2020. Neglected Tropical diease Kusta.Mulawarman University
Press:Samarinda
7. Hernani, dkk.2007.Panduan Penyuluhan Pengendalian Penyakit Kusta Dan
Frambusia Menurut Agama Islam:Dinas Kesehatan Jawa Timur
8. CDC. 2013. Parasit Leishmaniasis, [online] Available at :
https://www.cdc.gov/parasites/leishmaniasis/
9. CDC. 2013. Epidemiologi dan Faktor Resiko, [online] Available at :
https://www.cdc.gov/parasites/leishmaniasis/epi.html
10. G Stark, Craig. 2018. Patofisiologi Leishmaniasis, [online] Available at :
https://emedicine.medscape.com/article/220298-overview#a3
11. NIAID. 2017. Keadaan penyakit Leishmaniasis, [online] Available at :
https://www.niaid.nih.gov/diseases-conditions/leishmaniasis
12. Irianto, Koes. 2013. Parasitology medis. Bandung: Alfabeta.
13. Widodo, Hendra. 2013. Parasitology kedokteran. Bandung: D-Medika.
14. Prasetyo, R Heru. 2003. Helmintologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga University
Press.
15. Soedarto. 2008. Parasitology klinik. Surabaya: Airlangga University Press.
16. Soedarto. 2010. Helmintologi kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press.
17. Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.
18. Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
19. Abercrombie, et al. 1997. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta : Erlangga.
20. Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis.  Diakses dari situs
http://www.enrekangkab.go.id.
21. https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3547/parasitologi-
lambok.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai