1.3 Frambusia
1.3.1 Pengertian Penyakit frambusia
Penyakit frambusia yang juga disebut Patek atau Bubo adalah penyakit kulit
menular menahun yang kambuhan. Penyebabnya adalah: kuman Treponemapertenue.
Penyakit ini banyak menyerang anak-anak usia kurang dari 15 tahun. Penyakit
frambusia sangat menular, terutama pada fase awal. Penularan terjadi dari getah luka
penderita yang secara langsung bersentuhan dengan kulit orang sehat yang luka atau
tergores
(tidak utuh).
1.3.2 Cara penularan
Melalui kontak kulit yang ada jejas dengan kulit penderita.
1.3.3 Gejala-gejala penyakit frambusia
1. Gejala fase awal: Berupa benjolan kecil-kecil di kulit dapat pula berbentuk
seperti buah arbei yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah. Gejala ini
bisa hilang sendiri tanpa meninggalkan bekas.
2. Gejala fase lanjut
a. Kelainan biasa kering kecuali jika disertai infeksi (borok).
b. Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang
sehingga dapat menyebabkan kecacatan
1.3.4 Tipe Penyakit Frambusia
Tipe Menular Tipe Tidak Menular
1.3.5 Pengobatan penyakit frambusia
Pengobatan penyakit frambusia sangat mudah yaitu dengan obat Benzathine
Penicilline. Dengan satu kali suntikan penderita dapat disembuhkan. Pengobatan juga
harus diberikan kepada: Semua orang yang pernah kontak dengan penderita yaitu:
keluarga, teman sekelas, teman sepermainan dan tetangga, karena kemungkinan besar
sudah tertular akan tetapi belum timbul gejalanya.
1.4 Rabies
Agen penyebab rabies adalah virus dari genus lyssa virus dan termasuk ke
dalam family Rhabdoviridae. Virus ini bersifat neurotropic, berbentuk menyerupai peluru
dengan panjang 130 – 300 nm dan diameter 70 nm. Virus ini terdiri dari inti RNA (Ribo
Nucleic Acid) rantai tunggal diselubungi lipoprotein. Pada selubung luar terdapat
tonjolan yang terdiri dari glikoprotein G yang berperan penting dalam timbulnya imunitas
oleh induksi vaksin dan penting dalam identifikasi serologi dari virus rabies.
1.4.1 Cara Penularan Dan Masa Inkubasi
Cara penularan rabies melalui gigitan dan non gigitan (goresan cakaran atau
jilatan pada kulit terbuka/mukosa) oleh hewan yang terinfeksi virus rabies. Virus
rabies akan masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terbuka atau mukosa
namun tidak dapat masuk melalui kulit yang utuh.
1.4.2 Pencegahan Rabies Pada Manusia
1. Pencucian luka
2. memberian Antiseptik
3. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Dan Serum Anti Rabies (SAR
1.5 Tracoma
1.5.1 Pengertian
Trakoma merupakan peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Chlamydia trachomatis. Trakoma merupakan penyebab utama kebutaan akibat
penyakit menular secara global.
1.5.2 Faktor Resiko
Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran penyakit trakoma yaitu 3D yang
terdiri dari:
1. Lingkungan umum yaitu keadaan lingkungan yang kering (dry). Misalnya kurangnya
sarana air bersih.
a) Lingkungan rumah (tempat tinggal) yaitu lingkungan rumah atau tempat
tinggal yang kotor (dirty). Keadaan ini akan mengundang banyak lalat yang
merupakan salah satu vektor penyebaran Chlamydia Trachomatis.
b) Lingkungan perorangan (kebersihan perorangan)
Kebersihan perorangan yang jelek, misalnya wajah yang jarang dibersihkan
dengan air bersih akan menyebabkan wajah menjadi kotor dan terdapat sekret
(kotoran) yang infeksius pada mata dan hidung (discharge).
Secara garis besar penyebaran penyakit trakoma dari individu yang terinfeksi ke
individu yang lain dapat melalui 3F antara lain:
a) Lalat (flies)
Lalat akan tertarik pada kotoran mata dan hidung sehingga akan hinggap di
wajah penederita Kemudian lalat akan hinggap di wajah individu lain dan
terjadilah penyebaran Chlamydia trachomatis. Disini faktor kepadatan
penduduk ikut mempermudah penyebaran.
b) Fomites
Yaitu baju, handuk, sapu tangan, dan sebagainya yang sering dipergunakan
secara bersama sama untuk membersihkan wajah, sehingga kotoran mata dan
hidung akan berpindah dari satu induvidu ke individu yang lain.
c) Jari tangan (finger).
Jari tangan yang dipergunakan untuk menggosok mata yang terinfeksi
kemudian memegang mata individu yang lain. Juga bisa jari tangan yang telah
terkontaminasi, kemudian dipakai untuk menggosok mata sendiri, sehingga
terjadilah penyebaran Chlamydia trachomatis.
1.7 Taeniasis
Parasitology adalah ilmu yang berisi kajian tentang organisme (jasad hidup),
yang hidup di permukaan atau di dalam tubuh organisme lain dapat bersifat sementara
waktu atau selama hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitas
hidupnya organisme lain tersebut. Hingga organisme lain tersebut dirugikan.
Organisme atau makhluk hidup yang menumpang disebut dengan parasite. Organisme
atau makhluk hidup yang di tumpangi biasanya lebih besar daripada parasite disebut
host atau hospes, yang memberi makanan dan perlindungan fisik kepada parasite.
Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam
kerajaanAnimalia, filum Platyhelminthes, kelas Cestoda, bangsa Cyclophyllidea, suku
Taeniidae. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang
menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau.
1.7.1 Diagnosis
1. Taenia solium
Diagnosis pasti taenia solium, ditegakkan jika ditemukan cacing dewasa
(segmen atau skoleks yang khas bentuknya) pada tinja penderita atau pada
pemeriksaan darah perianal. Telur cacing yang ditemukan tidak dapat menentukan
spesies cacing karena sama bentuknya dengan telur taenia saginata. Mempunyai
percabangan uterus kurang dari 13 pada tiap sisi proglotid.
2. Taenia saginata
Diagnosis pasti taeniasis ditetapkan jika ditemukan cacing dewasa, segmen,
skoleks, atau telur cacing. Bentuk skoleks dan segmen yang khas menentukan
diagnosis taeniasis saginata. Diagnosis dapat dipastikan bila kita menemukan
proglotid yang gravid dengan mengidentifikasi jumlah percabangan uterus. Taenia
saginata mempunyai percabangan uterus lebih dari 13 pada satu sisi. Setelah
pengobatan, proglotid dan skoleks dapat ditemukan.
1.7.2 Pencegahan
1. Taenia solium
Untuk mencegah terjadinya penularan taeniasis solium, dilakukan tindakan-
tindakan sebagai berikut:
a. Mengobati penderita, untuk mengurangi sumber infeksi dan mencegah
terjadinya autoinfeksi dengan larva cacing.
b. Pengawasan daging babi yang dijual, agar bebas larva cacing (sistiserkus).
c. Memasak daging babi sampai di atas 50°C selama 30menit, untuk membunuh
kista larva cacing.
d. Menjaga kebersihan lingkungan dan tidak memberikan tinja manusia sebagai
makanan babi.
2. Taenia saginata
Prinsipnya sama dengan pencegahan taenia solium, yaitu mengobati penderita,
mengawasi daging sapi atau daging kerbau yang dijual, memasak daging dengan
baik, dan menjaga kebersihan makanan sapi agar tidak tercemar tinja manusia.
1.8 Filariasis
1.8.1 Pengertian
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup
berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di
saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala
klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005).
1.8.2 Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah.
Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari.
1.8.3 Gejala
Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut)
dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2
kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang
terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan
teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal
paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis)
ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat
kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap (Depkes RI, 2005).
1.8.4 Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis
Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang
`dapat dilakukan adalah:
1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki,
tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas
kesehatan.
3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat
tidur.
1.9 DRACUNCULIASIS
Dracunculiasis atau Dracontiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing
Dracunculus medinensis, nematoda jaringan yang sangat panjang.Pemberantasan dan
pencegahan Penularan penyakit ini tergantung pada faktor :
1. sumber air minum yang terkontaminasi Cyclops
2. kontak langsung / penggunaan sumber air yang terkontaminasi
3. penularan dari penderita ke sumber air
Di beberapa daerah di dunia, jenis sumber air tertentu sangat memungkinan
untuk
terjadinya penularan, misalnya pada sumur bertingkat (step wells) di India, tangki
air (covered cisterns) di Iran dan kolam-kolam di Ghana.Tindakan pencegahan dapat
dilakukan dengan menghindari kontak pada sumber air yang terkontaminasi atau
dengan tidak menggunakan air yang mengandung Cyclops. Tindakan pemberantasan
yang dilakukan secara baik dan serentak sangat besar pengaruhnya terhadap eradikasi
Cyclops. Hopkins (1983) yakin bahwa penyakit ini dapat dielliminasi dalam kurun
waktu 1-2 tahun dengan penyediaan air minum yang bersih dan aman.
1.10 Echinococcosis
Echinococcosis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pita parasit dari
genus Echinococcus. Terdapat empat spesies dari genus Echinococcus yang paling
umum, yaitu Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Echinococcus
vogeli, dan Echinococcus oligarthrus. Adapun spesies lain, yaitu Echinococcus
canadensis, Echinococcus equinus, Echinococcus ortleppi, dan Echinoccous shiquicus.
Echinococcus multilocularis merupakan spesies yang paling berbahaya untuk infeksi
Echinococcosis (Inceboz, 2017). Penyakit Echinococcosis memiliki siklus hidup yang
melibatkan dua hewan mamalia dalam interaksi predator-prey, seperti rubah merah
sebagai predator dan tikus sebagai prey. Echinococcus diidentifikasi telah menginfeksi
berbagai hewan peliharaan dan hewan liar. Echinococcosis juga merupakan zoonosis
atau penyakit hewan yang dapat menyerang manusia (WHO, 2019).
Echinococcus multilocularis biasanya berada pada usus kecil hewan
karnivora (seperti rubah merah) yang dianggap sebagai inang definit dan dapat
menyebar melalui telur yang dilepaskan ke lingkungan melalui feses. Setelah telur
larva dikonsumsi oleh tikus yang dianggap sebagai inang perantara, kemudian pada
tahap larva (metacestode) berkembang di salah satu organ internal seperti hati,
ginjal, jantung, dan lainnya. Infeksi melibatkan telur larva yang berkembang
menjadi kista, terutama di paru-paru dan hati yang dapat menyebabkan kerusakan
karena mereka membesar seperti tumor yang tumbuh perlahan (WHO, 2019).
DAFTAR PUSTAKA