Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Surveilans gizi yang dimaksud dalam petunjuk pelaksanaan ini adalah
suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil
pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang
terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat. Kementerian Kesehatan melalui
Direktorat Bina Gizi, pada awalnya lebih memfokuskan Surveilans Gizi untuk
penanganan masalah gizi buruk yang masih banyak dijumpai di masyarakat.
Kegiatan yang banyak dilakukan adalah investigasi kasus balita gizi buruk dan sering
disebut “pelacakan gizi buruk”. Pada perkembangan selanjutnya surveilans gizi
mencakup beberapa aspek yang dipantau yaitu aspek input, proses, output dan
outcome program gizi. Strategi operasional sureilans gizi adalah sebagai berikut:
a) Melaksanakan surveilans gizi rutin.
b) Melaksanakan surveilans gizi khusus.
c) Melaksanakan surveilans gizi darurat/bencana
d) Mengintegrasikan surveilen gizi dengan surveilans penyakit.
Dalam pelaksanaan surveilans gizi, beberapa hal yang perlu diperhatikan
denganseksama, sebagai berikut:
a) Pengumpulan data gizi dan faktor terkait secara terus-menerus dan teratu r.
b) Analisis data tentang keadaan gizi masyarakat.
c) Menyajikan hasil analisis data dalam forum lintas sektor terkait sesuai
dengan kondisi dan situasi birokrasi wilayah.
d) Diseminasi informasi

B. Masalah Gizi di Indonesia


Masalah gizi ini muncul dalam bentuk keadaan kekurangan Gizi dan dalam
bentuk kelebihan gizi. Masalah gizi di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu :
1. Masalah yang telah dapat dikendalikan,
a. Kurang Vitamin A (KVA).
b. Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI),
c. Anemia Gizi Besi pada anak usia 2 – 5 tahun
2. Masalah gizi yang belum selesai
a. Balita Pendek (stunting )
b. Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk
3. Masalah baru yang mengancam kesehatan masyarakat.
a. Kegemukan.

C. Kegiatan Surveilans Gizi


Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan
data, penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi dari
surveilans gizi dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan
tindakan segera maupun untuk perencanaan program jangka pendek, menengah
maupun jangka panjang serta untuk perumusan kebijakan, seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.

Didalam kegiatan surveilans gizi ini kelompok akan membahas tentang masalah gizi
di indonesia yang belum terselesaikan yaitu Stunting, dimana stunting masih menjadi
masalah besar bagi indonesia berdasarkan target nasional angka stunting di tahun
2024 harus dibawah 14% untuk saat ini di indonesia angka stunting mencapai 24,4%
2021 (data hasil ssgi 2021). Sedangkan untuk di provinsi Sumatera Barat angka
stunting tahun 2021 mencapai 23,3% (ssgi 2021) dan untuk kabupaten lima puluh
kota sendiri yaitu sebesar 28,2 %, kabupaten lima puluh kota termasuk ke dalam 5
kabupaten tertinggi di Sumatera barat. Sedangkan untuk angka stunting di salah satu
puskesmas yang berada di lima puluh kota yaitu puskesmas koto tinggi sebesar 13,
59% berdasarkan hasil penimbangan massal bulan agustus 2022 yang mana
puskesmas ini menjadi salah satu lokasi kusus stunting. Indikator keberhasilan
Kegitan Surveilans gizi berdasarkan pada :
1. Indikator Input
1) Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi pengumpul data
dari laporan rutin atau survei khusus, pengolah dan analis data serta
penyaji informasi
a. Tenaga gizi puskesmas
b. Kader
c. Bidan desa / pananggung jawab wilayah
2) Tersedianya instrumen pengumpulan dan pengolahan data Instrumen
a. Puskesmas koto tinggi Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans
yang akan dilakukan dan memuat semua variabel data yang diperlukan
yang dibuat oleh TPG puskesmas
3) Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data
a. Alat timbang (dacin) dan alat ukur PB (microtoice) dan TB Meteran
b. Pengolahan data langsung menggunakan e-ppgbm
4) Tersedianya biaya operasional surveilans gizi
a. Biaya operasional berasal dari dan BOK

2. Indikator Proses
1) Adanya proses pengumpulan data
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif .
Pengumpulan data yang dilakukan Puskesmas Koto tinggi dilakukan
dengan cara aktif dilakukan dengan cara mendapatkan data secara
langsung, masyarakat atau sumber data lainnya, melalui kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah sakit, survei
khusus, dan kegiatan lainnya. Data yang diperoleh berdasarkan hasil
penimbangan massal bulan agustus 2022 .
b.Metode pengumpulan
Metode data yang dilakukan puskesmas dilakukan melalui
wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran. Dalam
melaksanakan kegiatan pengumpulan data, mamakai instrumen sebagai
alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan
dilakukan dan memuat semua variabel data yang diperlukan. Pengumpulan
data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai kegiatan
surveilans gizi di puskesmas koto tinggi salah satunya yaitu melakukan:
a) Kegiatan surveilans rutin bulanan (posyandu) yaitu penimbangan
bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi buruk, stunting,
wasting underweight, pendistribusian tablet Fe ibu hamil,
pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI
Eksklusif. Penimbangan yang rutin dilakukan setiap bulan di
Posyandu, hal ini bertujuan untuk mengetahui atau deteksi dini
apakah bayi /balita sakit atau tidak, kelengkapan Imunisasi dan
mendapatkan penyuluhan gizi.
b) Kegiatan surveilans rutin penimbangan massal yang dilakukan 2
kali dalam setahun pada bulan februari dan agustus, Untuk data
surveilans gizi di ambil dari data penimbangan massal puskesmas
koto tinggi bulan agustus 2022. Penimbangan massal merupakan
salah satu upaya dalam meningkatkan penimbangan balita. Melalui
penimbangan massal, dapat diketahui status gizi semua balita,
sehingga dapat diketahui balita yang mengalami gizi kurang dan
gizi buruk lebih awal. Data yang di peroleh dari hasil penimbangan
massal agustus 2022
Masalah Gizi Persentase
Stunting 13,59%
Wasting 7.3%
Underweight 1.5%
Rincian Kegiatan penimbangan massal puskesmas koto tinggi :
(a) Kelengkapan serta ketepatan pemasangan alat timbang (dacin)
dan alat ukur TB (microtoice) oleh petugas dari Puskesmas.
(b) Semua balita di timbang BB dan diukur PB/TB disaat posyandu
oleh kader.
(c) Penimbangan BB dan pengukuran PB/TB semua balita
dilakukan oleh kader. Kader didampingi oleh bidan desa atau
pembina wilayah dan petugas dari Puskesmas.
(d) Balita yang tidak datang ke posyandu, dilakukan sweeping oleh
kader ke rumah-rumah.
(e) Dilakukan pengisian blanko dan buku kohor penimbangan
massal oleh kader atau bidan desa.
(f) Petugas puskesmas mengentrikan hasil penimbangan massal
yang ada di blangko / kohor kedalam aplikasi e-PPGBM
(g) Penimbangan massal pada balita merupakan kegiatan yang
melibatkan lintas program, yaitu antara program gizi dengan
program KIA dan Promkes serta melibatkan lintas sektor yaitu
kader, jorong dan nagari.
Saat ini pemerintah juga menerapkan program surveilans gizi
berbasis aplikasi Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat (e-PPGBM) adalah salah satu upaya pemerintah untuk
memantau atau memonitoring status gizi di masyarakat. Pendataan
status gizi masyarakat, ada rumusan dan perhitungannya seperti
pengecekan perbandingan antara Tinggi Badan (TB) dan berat badan
pada usia tertentu setelah itu masuk pelaporan. Untuk itu, melalui
aplikasi salah satu upaya membantu teman-teman di daerah untuk
memonitoring dan meinput data surveilans gizi. “Ketika kita membuka
aplikasi sudah bisa melihat data stunting di daerah.
Perbedaan data SSGI dengan data e-PPBGM adalah data SSGI
berasal dari survei yang menyasar rumah tangga dengan anak balita,
sementara data yang ada di e-PPGBM berasal dari penginputan data
yang dilakukan oleh petugas gizi puskesmas berdasarkan hasil
penimbangan di posyandu setiap bulannya. Sehingga, data e-PPGBM
dapat dilihat secara kohort hingga ke tingkat individu berdasarkan
nama dan alamatnya (by name & by address).
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas
yang tidak melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak
lengkap dan atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota
perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service
(SMS) atau kunjungan langsung kepuskesmas.
2) Proses Pengolahan Data
Dalam pengolahan data ini memfokuskan satu permasalahan gizi di
puskesmas koto tinggi yaitu stunting. Proses pengolahan data yang dilakukan
pada saat surveilans gizi dalam permasalahan stunting di puskesmas koto
tinggi yaitu :
a. Editing (Melakukan Edit)
Editing merupakan tahap pertama dalam pengolahan data
penelitian atau data statistik. Pada tahap ini proses memeriksa data yang
dikumpulkan melalui alat pengumpulan data (instrumen yang dibuat oleh
TPG) Petugas gizi memeriksa atau menjumlahkan banyaknya lembar
pertanyaan, banyaknya pertanyaan yang telah lengkap jawabannya, atau
mungkin ada pertanyaan yang belum terjawab. Pada tahap editing ini yaitu
melengkapi data yang kurang dan memperbaiki atau mengoreksi data yang
sebelumnya belum jelas .
b. Enrty data (Memasukkan Data) ke dalam e- PPBGM
Entry data atau bisa disebut processing data merupakan semua
jawaban dari masing-masing responden yang selanjutnya yang di entri kan
ke dalam aplikasis e-PPBGM.
c. Cleaning (Pembersihan)
Tahap cleaning (pembersihan) merupakan tahap yang dilakukan
setelah tahap entry data. Data yang sudah di entry atau di input dari
masing-masing responden, dilakukan pengecekan ulang untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan apabila terdapat suatu kesalahan kode,
ketidaklengkapan,dan lain sebagainya kemudian dilakukan pembetulan
atau koreksi.
Cleaning merupakan sebuah tahapan atau kegiatan untuk
mengecek kembali data-data yang telah dimasukan (di-input) dan
melakukan koreksi kembali apabila terdapat suatu kesalahan. Pada tahap
Pembersihan data ini petugas gizi puskesmas memastikan kembali dengan
melakukan pengukuran ulang pada balita yang stunting berdasarkan
aplikasi e-ppbgm tersebut. Kemudian mengentrikan kembali hasil
pengukuran tersebut.
d. Tabulating (Tabulasi)
Tabulating penyusunan data menjadi sangat penting karena dapat
mempermudah dalam analisis data secara statistik, baik menggunakan
statistik deskriptif maupun analisis data dengan Analitik . Tabulasi atau
yang biasa disebut dilakukan dengan program yang ada di komputer
menggunakan exel.

3. Indikator Outcam
Dalam pengolahan data kelompok memfokuskan satu permasalahan gizi di
puskesmas koto tinggi yaitu stunting. Setelah pengolahan data selesai maka
tersedianya informasi-informasi terkait Stunting di wilayah kerja puskesmas koto
tinggi.
1) Penyajian Informasi
Dari data yang didapat dari hasil penimbangan massal agustus 2022 di
puskesmas koto tinggi dan setelah dilakukan pengolahan data didapatlah
persentase stunting di wilayah tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

DISTRIBUSI FREKUENSI STUNTING DI


PUSKESMAS KOTO TINGGI
TAHUN 2022

13.59%
86.40%

STUNTING TIDAK STUNTING

Dari data di atas dapat dilihat dari 699 balita yang di ukur di wilayah
kerja puskesmas koto tinggi terdapat 95 balita ( 13,59%) yang mengalami
stunting. Hal ini masih cukup tinggi karena puskesmas koto tinggi masih
menjadi lokus stunting di 2022.
a. Analisa data secara Deskriptif berdasarkan (Orang, Tempat dan Waktu)
1) Analisa data berdasarkan Orang
DISTRIBUSI FREKUENSI STUNTING (TB/U)
PADA BALITA MENURUT JENIS KELAMIN
PUSKESMAS KOTO TINGGI
TAHUN 2022

LAKI-LAKI
PEREMPUAN
41%
59%

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa balita Stunting di wilayah kerja
puskesmas koto tinggi tahun 2022 berdasarkan jenis kelamin persentase perbedaan
stunting pada laki-laki dan perempuan tidak terlalu tinggi , persentase laki-laki
sedikit lebih tinggi 18% dari perempuan. Dari analisa berdasarkan orang Bearti
hampir semua balita baik itu berjenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir merata
penyebaran stunting di wilayah kerja puskesmas koto tinggi.

JUMLAH STUNTING (TB/U)


PADA BALITA MENURUT UMUR
PUSKESMAS KOTO TINGGI
TAHUN 2022
77.89%
80.0%
60.0%
22.10%
40.0%
20.0%
0.0%
Umur 6 s/d 24 Bulan Umur > 24 s/d 59 bulan

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa balita Stunting di wilayah kerja
puskesmas koto tinggi tahun 2022 berdasarkan Umur terdapat perpedaan yang
signifikan yaitu usia lebih dari 24 bulan lebih banyak mengalami stunting yaitu
sebesar 74 balita (77.89%) hampir 2 kali lipat di bandingkan usia di bawah 24 bulan.
Berdasarkan dari analisa umur ini kita dapat mengkaji intervensi apa yang harus kita
lakukan dalam penurunan stunting di puskesmas koto tinggi.

2) Analisa data berdasarkan Tempat

DISTRIBUSI STUNTING (TB/U) PADA BALITA


MENURUT NAGARI
PUSKESMAS KOTO TINGGI
TAHUN 2022

KOTO TINGGI,
STUNTING, PANDAM
[BUBBLE SIZE] GADANG, STUNT-
ING, [BUBBLE
SIZE]

TALANG ANAU,
STUNTING,
[BUBBLE SIZE]

Dari Peta di atas dapat dilihat penyebaran balita Stunting di wilayah kerja
puskesmas koto tinggi tahun 2022 berdasarkan Lokasi Penyebarannya, penyebaran
yang paling banyak itu terdapat di Nagari Pandam Gadang sebanyak 35 balita
(15,6%) dari jumlah balita yang di timbang sebanyak 225 balita.

3) Analisis berdasarkan Waktu

TREN STUNTING (TB/U) PADA BALITA


PUSKESMAS KOTO TINGGI TAHUN 2019-
2022
35.00%
30.00% 28.90%
25.00%
PERSENTASE

20.00%
15.00% 15.40% 14.36% 13.59%
10.00%
5.00%
0.00%
2019 2020 2021 2022
TAHUN

Dari grafik di atas dapat dilihat Tren Stunting pada balita di wilayah
kerja puskesmas koto tinggi tahun 2019 – 2022 mengalami penurunan yang
signifikan pada tahun 2019 – 2020 dari 28,9% menjadi 15,4% hingga tahun
2020 – 2022 mengalami sedikit penurunan setiap tahunnya, walaupun setiap
tahun terjadi penurunan stunting tetapi masih belum mencapai target nasional
dan puskesmas koto tinggi masih menjadi Lokus stunting di tahun 2022.

PRESENTASE STUNTING
(TB/U) BERDASARKAN DETERMINAN DI
PUSKESMAS KOTO TINGGI
TAHUN 2022
100 100
94.28
90 89.58
80
75
72.91
70
60 57.14
Percentase

50 54
40 37.14
30
25
20 16.6
15.6
13.1 12.5
10 11.2
0 0
STUNTING KEK JAMBAN MEROKOK TIDAK ADA
TIDAK SEHAT JKN

Koto Tinggi Pandam Gadang Talang Anau

Dari data di atas dapat dilihat presentase balita Stunting, kemudian


determinan stunting di wilayah kerja puskesmas koto tinggi tahun 2022, ternyata
paling tinggi di nagari pandam gadang terdapat 35 balita (15.6%), dan ternyata untuk
balita stunting yang ibunya mempunyai Riwayat KEK dan tidak mempunyai jamban
sehat juga tertinggi di nagari pandam Gadang sebanyak 13 orang (37.14%) Bumil
Kek dan 19 orang (54%) jamban tidak sehat. Sedangkan kan untuk status Merokok
kepala rumah tangga balita stunting rata- rata disetiap nagari lebih dari 70% yang
merokok. Dan untuk kepemilkan JKN hampir 50% balita stunting belum mempunyai
JKN. Hal ini harus menjadi perhatian bagi kita untuk menurunkan angka stunting di
wilayah kerja puskesmas koto tinggi. Dan data ini bisa jadi pertimbangan bagi
pengambil keputusan.

4. Diseminasi Informasi
Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans
gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan
dalam bentuk pemberian umpan balik,sosialisasi atau advokasi. Umpan balik
merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada
pemangku kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program
maupun lintas sektor. Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dalam
forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian
hasil surveilans gizi dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku
kepentingan. Diseminasi dan publikasi hasil pengukuran stunting dapat dilakukan di
berbagai tingkat sebagai berikut:
a. Tingkat Desa Angka stunting dapat menjadi bagian dari instrumen Suvey Mawas
Diri (SMD) yang pendataannya dapat dilakukan oleh wakil masyarakat. Melalui
SMD masyarakat dapat mengenal masalah stunting dan memetakan potensi yang
dimiliki masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini penting untuk
didentifikasi oleh masyarakat sendiri, selanjutnya masyarakat dapat digerakkan
untuk berperan serta aktif memperkuat upaya-upaya perbaikannya sesuai batas
kewenangannya.
b. Tingkat Kecamatan Diseminasi angka stunting dalam Lokakarya Mini Bulanan
dapat dilakukan pada tingkat Puskesmas Kecamatan untuk menyusun secara
lebih terinci kegiatan-kegiatan terkait stunting yang akan dilaksanakan selama
bulan berjalan, menggalang kerja sama dan koordinasi antar-petugas Puskesmas
(lintas program), dan meningkatkan motivasi petugas-petugas Puskesmas dalam
pelaksanaan integrasi kegiatan pencegahan dan penurunan stunting.
c. Tingkat Kabupaten/Kota Pada tingkat Kabupaten/kota analisis data stunting
dapat didiseminasikan melalui Buku Profil Kesehatan Kabupaten/kota yang dapat
didistribusikan kepada :
a) Bupati/Walikota/Gubernur dan DPRD Kabupaten/kota.
b) Instansi tingkat Kabupaten/kota termasuk Bappeda dan sektor terkait.
c) Puskesmas dan UPT kesehatan lainnya, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta.
d) Dinas Kesehatan Provinsi. • Kementerian Kesehatan c.q. Pusat Data dan
Informasi.
e) Pemangku Kepentingan lainnya (contoh: akademisi, Lembaga Swadaya
Masyarakat, swasta).

5. Intervensi yang mungkin bisa dilakukan


1) Perbaikan gizi di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),
antara lain dengan semakin gencarnya sosialisasi ASI-Eksklusif, pendidikan
gizi untuk ibu hamil, pemberian TTD untuk ibu hamil, IMD,
Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA), program penyehatan
lingkungan, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi kelompok
resiko yang harus di waspadai.
2) Calon Pengantin, Ibu hamil, Bayi, dan Usia Bawah Lima Tahun (Balita).
3) Remaja Putri perlu disiapkan untuk menjadi calon pengantin pada usia
idealnya, sehingga saat hamil dapat menjadi ibu hamil yang sehat dan
berperilaku sehat, sehingga bayi yang dikandungpun dapat lahir dengan
selamat, sehatdan cerdas.
4) Bayi Baru Lahir berhak untuk mendapatkan ASI eksklusif serta praktek IMD (
Inisiasi Menyusu Dini) dan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak) yang
sesuai sehingga pertumbuhan otaknya dapat optimal dan meningkatkan IPM
Kabupaten Lima Puluh Kota di masa depan.
5) Adanya dukungan dari berbagai sektor untuk menangani dan mencegah
bertambahnya balita stunting di Kabupaten Lima Puluh Kota melalui
Pencegahan Stunting yang akan dilaksanakan sebelum Musrenbang Nagari.
6) Pemerintah Kecamatan dan Nagari diharap dapat bekerjasama dan
berpartisipasi aktif dalam hal ini.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. Implementation Guidelines of Nutrition Surveilance. (2012).

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Surveilans


Kesehatan

Zulfianto, Nils dan Mochamad Rahmad. Bahan Ajar Surveilans Gizi (2017).

Profil Statistik Kesehatan 2021

Anda mungkin juga menyukai