Anda di halaman 1dari 59

HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN

SOFTLENS DENGAN TERJADINYA KERATOKONJUNGITIVITIS

DITINJAU DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM

Oleh :

Arie Suseno

1102010032

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Mencapai Gelar Dokter Muslim

Pada

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA

2018
ABSTRAK

HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN SOFTLENS DENGAN

TERJADINYA KERATOKONJUNGITIVITIS DITINJAU

DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM

Softlens atau lensa kontak dapat menimbulkan dampak negatif yang perlu diwaspadai yaitu perubahan fisiologis
yang signifikan pada metabolisme, struktur epitel dan endotel kornea, serta kadar oksigen dan karbondioksida
pada stroma kornea yang dapat menyebabkan komplikasi pada mata. Beberapa komplikasi terutama disebabkan
oleh keadaan hipoksia dan infeksi yang disebabkan karena terbentuknya celah pada epitel kornea yang
memudahkan masuknya agen-agen infeksi ke dalam jaringan kornea.
Tujuan umum penulisan skripsi ini adalah memberikan informasi mengenai hubungan infeksi bacterial pada
penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis ditinjau dari segi kedokteran dan Islam. Tujuan
khususnya adalah memberikan informasi mengenai penyakit keratokonjungitivitis, Menjelaskan hubungan
infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis. Menjelaskan pandangan
Islam mengenai hubungan infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis.
Keratokonjungtivitis yang merupakan peradangan pada kornea dan konjungtiva yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor dan sering kali mengalami kekambuhan. Insiden keratokonjungtivitis relatif kecil yaitu sekitar
0,1% - 0,5% dari pasien dengan masalah mata yang berobat, dan hanya 2% dari semua pasien yang diperiksa di
klinik mata. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana cara penatalaksanaan kasus ini agar dapat
mengalami penyembuhan maksimal dan mencegah terjadinya rekurensi ataupun komplikasi yang dapat
mengurangi kualitas hidup.
Tinjauan Islam terhadap penggunaan softlens berdasarkan kaidah Fiqhiyyah, pada dasarnya diperbolehkan
selama penggunaan softlens ini mendatangkan manfaat dan tidak menimbulkan mudharat dan kita harus selalu
menjaga kebersihan dari softlens tersebut. Apabila penggunaan Softlens lebih banyak mudharatnya dari pada
manfaatnya, maka tidak boleh digunakan.
Skripsi ini dapat menjadi saran pertimbangan bagi dokter muslim, masyarakat dan para ulama dalam
penggunaan softlens. Oleh karena itu masalah ini menjadi penting untuk mengerti tentang hubungan infeksi
bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis.

Kata Kunci : Infeksi Bakterial, Softlens, Keratokonjungitivitis.

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah kami setujui untuk dipertahankan di hadapan penguji skripsi. Fakultas

Kedokteran Universitas Yarsi.

Jakarta, 17 April 2018

Pembimbing Bidang Medik Pembimbing Bidang Agama

Dr. Tri Agus. H, Sp.M Dra. Hj. Siti Nur Riani, M.Ag

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, serta shalawat dan salam kepada

Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN SOFTLENS DENGAN

TERJADINYA KERATOKONJUNGITIVITIS DITINJAU DARI KEDOKTERAN

DAN ISLAM”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Dokter Muslim di Fakultas Kedokteran Universitas YARSI.

Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga skripsi ini selesai tidak terlepas

dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril

maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Hj. Rika Yuliwulandari, M.Sc, M.Hlt, PhD selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas YARSI.

2. Dr. Zwasta Pribadi Mahardika selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran

Universitas YARSI Jakarta.

3. Dr. H. Lilian Batubara, m.kes selaku wakil dekan yang telah memberikan

persetujuan judul skripsi ini. Dan yang telah menyetujui judul skripsi ini Semoga

Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada beliau.

4. Dr. Tri Agus. H, Sp.M selaku dosen pembimbing medik yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing, memberikan pengarahan, dan mengoreksi skripsi ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada beliau.

iv
5. Ibu Dra. Hj. Siti Nur Riani, M.Ag selaku dosen pembimbing agama yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan pengarahan, dan mengoreksi

skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada

beliau.

6. Kedua orang tua, ibunda (Nurkomariah), ayahanda (Bambang Sujatmiko) atas doa

yang tidak pernah putus, kasih sayang, serta segala dukungan dan semangat yang

telah diberikan kepada penulis, baik berupa moril maupun materil.

7. “TEMAN-TEMAN ANGKATAN 2010” yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu. Terima kasih atas semangat, bantuan dan doa selama menyelesaikan skripsi

ini. Semoga Allah SWT menjadikan kita dokter muslim yang taqwa.

8. Dosen-dosen pengajar Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta atas ilmu dan

pengetahuan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Staf dan karyawan P2K Universitas YARSI Jakarta atas bantuan yang telah diberikan

kepada penulis.

10. Kepala dan staf Perpustakaan Universitas YARSI Jakarta atas bantuan yang telah

diberikan kepada penulis.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak

luput dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk

itu penulis memohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan terbuka mengharapkan kritik

dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya, civitas akademika Universitas YARSI dan masyarakat umum. Aamiin.

Jakarta, 17 April 2018

Penulis

v
vi
DAFTAR ISI

JUDUL...................................................................................................................... i

ABSTRAK................................................................................................................ ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................................... iii

DAFTAR ISI............................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................ 1

1.2 Permasalahan.................................................................................. 4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 4

1.4 Manfaat........................................................................................... 5

BAB II HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN

SOFTLENS DENGAN TERJADINYA

KERATOKONJUNGTIVITIS DITINJAU DARI

KEDOKTERAN

2.1 Anatomi Bola Mata......................................................................... 6

2.2 Lensa Kontak.................................................................................. 7

2.3 Konjungtivitis................................................................................. 11

2.3.1 Definisi................................................................................. 11

2.3.2 Epidemiologi........................................................................ 11

2.3.3 Etiologi................................................................................. 12

2.3.4 Patofisiologi.......................................................................... 12

2.3.5 Klasifikasi............................................................................. 14

2.4 Hubungan Infeksi Bakterial pada Penggunaan Softlens dengan

vii
Terjadinya Keratokonjungtivitis..................................................... 20

2.4.1 Infeksi Bakterial akibat Penggunaan Lensa Kontak............. 20

2.4.2 Infeksi Bakteri pada Keratokonjungtivitis........................... 22

BAB III TINJAUAN ISLAM TENTANG HUBUNGAN INFEKSI

BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN SOFTLENS DENGAN

TERJADINYA KERATOKONJUNGTIVITIS

3.1 Pandangan Islam Tentang Berhias.................................................. 25

3.2 Hukum Islam Tentang Penggunaan Softlens Dalam Aktivitas

Sehari-hari....................................................................................... 28

3.3 Pandangan Islam Tentang Hubungan Infeksi Bakterial pada

Penggunaan Softlens dengan Terjadnya Keratokonjungtivitis....... 32

3.4 Sikap dan Pengobatan Bagi Penderita Keratokonjungtivitis

Dalam Pandangan Islam................................................................. 37

BAB IV HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN

SOFTLENS DENGAN TERJADINYA

KERATOKONJUNGTIVITIS DITINJAU DARI

KEDOKTERAN DAN ISLAM............................................................ 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan..................................................................................... 47

5.2 Saran .............................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 49

viii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Anatomi Bola Mata........................................................................................... 6

2.2 Hard Contact Lens............................................................................................ 8

2.3 Soft Contact Lens dan Rigid Gas Permeable.................................................... 9

2.4 Pemakaian Rigid Gas Permeable..................................................................... 10

2.5 Gambaran Kemosis pada Konjungtivitis Alergi Akut...................................... 16

2.6 Gambaran Palpebra pada Konjungtivitis Vernal.............................................. 17

2.7 Gambaran Limbus pada Konjungtivitis Vernal................................................ 18

2.8 Gambaran Infiltrat dan Siktarik Konjuntiva Tarsal akibat Konjungtivitis

Alergi Atopik.................................................................................................... 19

2.9 Pemendekan Forniks Palpebra Inferior............................................................ 19

2.10 Gambaran Giant-Papillary pada Palpebral...................................................... 20

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata adalah organ penglihatan yang tidak sama seperti organ tubuh manusia pada

umumnya karena secara anatomis mata memiliki struktur yang sangat khusus dan kompleks,

berperan dalam penerimaan dan pengiriman data ke korteks serebral (Brunner & Suddarth,

2001).

Mata dapat mengalami berbagai kondisi yang diantaranya dapat bersifat primer

maupun sekunder sebagai akibat dari kelainan pada sistem organ tubuh lainnya. Kebanyakan

kondisi tersebut dapat dicegah sedangkan yang lainnya bila dapat terdeteksi lebih awal maka

dapat dikontrol dan penglihatan masih dapat dipertahankan. Kelainan mata yang umum

dijumpai adalah kelainan pembiasan/refraksi (ametropia) yang dapat ditemukan dalam

bentuk- bentuk kelainan seperti rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh (miopia), dan

astigmatisme (Brunner & Suddarth, 2001; Ilyas, 2004).

Kelainan pada mata dapat diatasi, seperti kelainan miopi dapat menggunakan kaca

mata. Namun, Keberadaan lensa kontak untuk membantu penglihatan serta operasi lasik pun

mulai menjadi alternatif bagi pengguna kacamata tapi mempunyai risiko tersendiri (Rizka,

2016).

Pada saat ini penggunaan lensa kontak sangat digemari masyarakat dari berbagai

kalangan, usia, latar belakang pekerjaan maupun pendidikan. Perkembangan ini ditunjang

gaya hidup, sebagai konsumen, yang semakin dinamis menuntut alat bantu penglihatan di

samping kacamata. Lensa kontak paling digemari oleh kalangan wanita karena selain bisa

menggantikan fungsi kaca mata, lensa kontak juga mampu mempercantik penampilan karena

1
warna- warnanya yang cerah membuat mata tampak lebih indah (American Academy of

Ophthalmology, 2003-2004).

Penggunaan softlens atau lensa kontak dapat menimbulkan dampak negatif yang

perlu diwaspadai yaitu perubahan fisiologis yang signifikan pada metabolisme, struktur epitel

dan endotel kornea, serta kadar oksigen dan karbondioksida pada stroma kornea yang dapat

menyebabkan komplikasi pada mata. Beberapa komplikasi terutama disebabkan oleh keadaan

hipoksia dan infeksi yang disebabkan karena terbentuknya celah pada epitel kornea yang

memudahkan masuknya agen-agen infeksi ke dalam jaringan kornea (Kalaiyarasan, 2004;

Loh, 2010).

Agen infeksi ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti keratitis, ulkus

kornea hingga kebutaan. Pada penelitian di RS Mata dr. Yap Yogyakarta dari tahun 2009-

2012 prevalensi kejadian komplikasi pada pemakaian lensa kontak sebesar 39% dan

ditemukan 90 kasus keratitis, 61 pasien merupakan pengguna lensa kontak dan 24 orang

terdiagnosis keratitis. Di Malaysia pada tahun 2007-2008 terdapat 202 pasien dengan

diagnosis ulkus kornea terkait penggunaan lensa kontak. 79,7% penyebabnya adalah bakteri

Pseudomonas aeruginosa (Khaerunnisa, 2012; Rizka, 2016).

Agen-agen mikroba yang paling sering menyebabkan infeksi mata dari bakteri gram

positif adalah coagulase-negative staphylococcus (67,27%), Corynebacterium sp (18,18%),

Staphylococcus aureus (9,09%), Streptococcus sp (3,6%), dll (1,8%). Bakteri gram negatif

yang tersering adalah Pseudomonas sp (55,17%), Pseudomonas aeruginosa (27%), Serratia sp

(25,86%), Enterobacter aerogenes (8,62%). Sedangkan penyebab jamur yang tersering adalah

Candida sp (75%), dan Aureobasidium Pullulans (25%) (Loh, 2010; Moriyama, 2008).

Keratokonjungtivitis yang merupakan peradangan pada kornea dan konjungtivayang

dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan sering kali mengalami kekambuhan. Insiden

2
keratokonjungtivitis relatif kecil yaitu sekitar 0,1% - 0,5% dari pasien dengan masalah mata

yang berobat, dan hanya 2% dari semua pasien yang diperiksa di klinik mata. Hal yang perlu

mendapat perhatian adalah bagaimana cara penatalaksanaan kasus ini agar dapat mengalami

penyembuhan maksimal dan mencegah terjadinya rekurensi ataupun komplikasi yang dapat

mengurangi kualitas hidup (Khaerunnisa, 2012).

Dalam ajaran Islam Allah swt telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan

sebaik baiknya sebagaimana firman Allah swt dalam Al Qur’an “Sesungguhnya Allah telah

menciptakan manusia dengan sebaik ciptaan” (QS. At-tin(95):4). Mata termasuk organ yang

penting pada manusia merupakan penyempurna anggota tubuh untuk melihat. Diturunkannya

penyakit merupakan ujiandan sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap insan pastilah akan

mendapatkan ujian dan cobaan baik berupa keburukan atau kebaikan. Allah SWT telah

menjelaskan bahwa kehidupan di dunia ini adalah ujian dan cobaan (Kurnia, 2003).

Mata yang merupakan salah satu alat indera yang harus dijaga dengan baik.

Keratokonjugtivitis merupakan salah satu penyakit yang terjadi pada mata.

Keratokonjugtivitis atau yang disebut peradangan kornea dan konjungtiva merupakan

penyakit yang harus segera diatasi sedini mungkin agar tidak menyebabkan kompilkasi. Di

dalam ajaran agama Islam, softlens dipandang sebagai sebuah perhiasan yang dasar

hukumnya diperbolehkan selama penggunaanya untuk pengobatan, dimana dalam

penggunaanya haruslah diperhatikan kualitas dan kebersihan dari softlens tersebut.

Dalam syariat Islam dijelaskan pemeliharaan lima hal yang paling urgen (al-Kulliyat

al-Khams), yaitu agama (Hifzh al-Din), jiwa (Hifzh al-Nafs), akal (hifzh al’Aql), keturunan

(Hifzh al-Nasl), harta (Hifzh al-Mal). Seorang mukallaf akan memperoleh kemaslahatan

manakala ia dapat memelihara kelima aspek pokok tersebut, sebaliknya ia akan merasakan

mafsadat manakala ia tidak dapat memelihara kelima unsur pokok tersebut secara baik

(Zuhroni, 2003).

3
Dalam menghadapi cobaan atau penyakit hendaknya umat muslim bersabar dan tidak

gelisah karena Allah SWT menurunkan penyakit serta obatnya. Dalam ajaran Islam, tidak

hanya ditetapkan tentang dianjurkannya berobat, tetapi juga ditegaskan bahwa berobat tidak

boleh dengan sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT (Muhadi, 2009; Zuhroni, et al.,

2003)

Pada penulisan skripsi ini diharapkan dapat mengetahui hubungan infeksi bakterial

pada penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas skripsi dengan judul hubungan

infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis ditinjau

dari kedokteran dan Islam.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan keratokonjungitivitis?

1.2.2 Bagaimana hubungan infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya

keratokonjungitivitis?

1.2.3 Bagaimana tinjauan Islam terhadap hubungan infeksi bakterial pada penggunaan

softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Umum

Untuk mengetahui dan mampu menjelaskan hubungan infeksi bakterial pada

penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis ditinjau dari kedokteran

dan Islam

1.3.2 Khusus

1.3.2.1 Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan keratokonjungitivitis

4
1.3.2.2 Mampu menjelaskan hubungan infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan

terjadinya keratokonjungitivitis

1.3.2.3 Mampu menjelaskan hubungan infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan

terjadinya keratokonjungitivitis menurut Islam

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Penulisan skripsi ini diharapkan menambah pengetahuan mengenai hubungan

infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis,

serta menemukan titik temu antara pandangan ilmu kedokteran dan pandangan

islam.

1.4.2 Bagi Universitas YARSI

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan dan perbendaharan karya

tulis khususnya sebagai dasar pengetahuan tentang hubungan infeksi bakterial pada

penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis, dan dapat bermanfaat

sebagai referensi bagi penyusun yang akan datang.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang

hubungan infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya

keratokonjungitivitis.

1.4.4 Bagi Perkembangan Ilmu Agama

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan

infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan terjadinya keratokonjungitivitis

ditinjau dari pandangan islam dan dapat mengetahui hukum islam terhadap

penggunaan softlens.

5
BAB II

HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN SOFTLENS DENGAN

TERJADINYA KERATOKONJUNGITIVITIS DITINJAU DARI KEDOKTERAN

2.1 Anatomi Bola Mata

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata

Bola mata mempunyai bentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian depan

bola mata (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk

dengan 2 lengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan yaitu

sklera, jaringan uvea dan retina.

Sklera merupakan bagian terluar yang terdiri dari jaringan ikat yang kenyal yang

melindungi bola mata. Kornea merupakan bagian terdepan dari sklera yang bersifat

transparent yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih

besar dibanding kelengkungan sklera.

Jaringan uvea pula merupakan jaringan vaskular yang terdiri atas iris ,badan siliar,

dan koroid. Pada iris terdapat 3 susunan otot yang dapat mengatur jumlah sinar masuk

kedalam bola mata yang disebut pupil. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis,

6
sedangkan sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang

terletak di siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang

terletak di belakang iris menghasilkan cairan akuos humor, yang dikeluarkan melalui

trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera (Ilyas,2006).

Lapisan ketiga yaitu retina, terletak paling dalam dan mempunyai tebal 1mm yang

terdiri atas susunan sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosensoris yang

akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Di bagian

retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat macula lutea (bintik kuning)

yang berdiameter 1-2 mm yang mempunyai fungsi penting untuk tajam penglihatan. Di

bagian tengah macula lutea pula terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflex fovea.

Secara spesifiknya terdapat 120 juta sel batang yang berfungsi sebagai alat pengenal

kehadiran sinar dan 6 juta sel keruncut yang mengenal frekuensi sinar.

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada badan siliar

melalui Zonula Zinn. Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa

didalam mata dan bersifat bening. Lensa terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti

cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (Eva, 2009).

2.2 Lensa Kontak

2.2.1 Definisi

Lensa kontak adalah lensa plastik tipis yang dipakai menempel pada kornea mata

dimana memiliki fungsi yang sama dengan kacamata, yaitu mengoreksi kelainan refraksi,

kelainan akomodasi, terapi dan kosmetik.Lensa kontak dapat terbuat dari gelas atau bahan

plastik, untuk menutupi kornea dan sebagian sklera. Ruang di antara lensa kontak dan kornea

diisi dengan larutan garam fisiologis. Sistim ini dapat menghilangkan astigmatisme kornea

dan mengadakan koreksi ametropia. Lensa kontak mulai dipakai pada tahun 1930-an, di mana

7
lensanya besar dan terbuat dari gelas. Pada tahun 1947 mulai dikenal lensa kontak yang

terbuat dari plastik yang lebih kecil dan lebih tipis dari yang semula (Fatin, 2010).

2.2.2 Bentuk Lensa Kontak

a. Lengkung belakang terdiri dari :

(1) PPC :Peripheral Posterior Curve (lengkung datar atau Base curve).

(2) Intermediate Posterior Curve.

(3) CPC :Central Posterior Curve.

b. Lengkung depan terdiri atas :

(1) CAC :Central Anterior Curve (lengkung depan tengah).

(2) Intermediate Anterior Curve.

(3) PAC :Peripheral Anterior Curve.

2.2.3 Jenis-jenis Lensa Kontak

a. Hard Contact Lens (Lensa Kontak Keras)

Gambar 2.2. Hard Contact Lens

Sumber : Marazzi, 2010

Lensa kontak keras merupakan jenis lensa kontak pertama yang dikeluarkan

pada tahun 1960-an. Lensa kontak ini terbuat dari bahan PMMA

(polymethylmethacrylate) yang memberikan oksigen melalui pinggir lensa kontak.

(1) Kelebihan :

8
(a) Tahan lama

(b) Harga lebih murah

(2) Kekurangan :

(a) Kurang nyaman digunakan.

(b) Memiliki bahan yang sukar ditembus oksigen sehingga mata mudah

kekurangan oksigen.

b. Soft Contact Lens (Lensa Kontak Lunak)

Gambar 2.3. Soft Contact Lens dan Rigid Gas Permeable

Sumber : Marazzi, 2010

Lensa kontak lunak tersedia untuk pemakaian jangka panjang dan pemakaian

harian. Kedua jenis lensa kontak ini memiliki kadar lalu oksigen (kemampuan dilalui

oksigen) yang berbeda dengan bahan, kadar air, disain dan ketebalannya. Soft contact

lens, membawa oksigen dengan perantaraan air yang dikandungnya. Makin tinggi

kandungan air, maka makin banyak oksigen yang dapat sampai pada kornea.

(1) Kelebihan :

(a) Masa adaptasi yang singkat biasanya hanya beberapa hari.

9
(b) Lebih kecil kemungkinan akan terlepas pada saat melakukan aktivitas yang

berlebihan.

(c) Tersedia berbagai jenis warna serta jangka waktu masa pemakaian.

(d) Mudah untuk memperolehnya serta lebih murah dibandingkan dengan RGP.

(2) Kekurangan :

(a) Karena kadar air yang tinggi sehingga lebih mudah kotor.

(b) Mudah robek.

c. Rigid Gas Permeable (RGP) Lens

Gambar 2.4. Pemakaian Rigid Gas Permeable

Sumber : Marcoeyes, 2008.

Lensa kontak ini merupakan polimer dari polymethylmethacrylate dan silikon.

Silikon terkenal dengan sifat tembus gas. RGP terbuat dari plastik tipis yang fleksibel

yang bersifat mudah dilalui oksigen sehingga kornea dapat berfungsi dengan baik.

Pada lensa kontak ini, oksigen bukan hanya didapat pada saat mata berkedip, tetapi

juga dari udara bebas yang dapat melalui lensa untuk mencapai kornea. Hal ini yang

menyebabkan lensa kontak RGP lebih nyaman dipakai dalam waktu lama.

(1) Kelebihan :

(a) Tidak mudah robek.

(b) Diameter lebih kecil antara 8.5 mm – 10 mm.

10
(c) Transmisi oksigen lebih tinggi.

(d) Mudah dirawat dan dibersihkan karena RGP mengandung air.

(e) Mampu mengoreksi astigmatisme.

(f) Memberikan penglihatan yang lebih tajam.

(g) Masa pakai lebih lama, lebih dari 2 tahun.

(2) Kekurangan :

(a) Masa adaptasi yang lebih lama, biasanya memerlukan 2 minggu hingga 1

bulan.

(b) Apabila lebih dari seminggu tidak dipakai maka pada saat pemakaian kembali

memerlukan penyesuaian atau adaptasi.

(c) Harga lebih mahal dibandingkan dengan lensa kontak lunak.

2.3 Konjungtivitis

2.3.1 Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih

mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai

macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia

ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental

(Kharuna, 2007).

Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi

adalahperadangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe

humoralataupun sellular (Kharuna, 2007).

2.3.2 Epidemiologi

Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang

tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah

11
mediteranian, Timur Tengah dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai

pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutama usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset

pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum

onset pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak

pada dewasa muda (Ventocillia, 2012).

2.3.3 Etiologi

Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti (Riordan & Witcher,

2008) :

a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

b. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara

c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.

2.3.4 Patofisiologi

Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke

dalamkonjungtiva yang akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon

radang atau inflamasi. Masuknya benda asing ke dalamkonjungtiva tersebut pertama kali

akan direspon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata. Terjadinya suatu peradangan pada

konjungtiva juga akan menyebabkan vasokonstriksi segera pada area setempat, peningkatan

aliran darah ke lokasi (vasodilatasi) dalam hal ini adalah a.ciliaris anterior dan a. palpebralis

sehingga mata terlihat menjadi lebih merah,terjadi penurunan velocity aliran darah ke lokasi

radang (leukosit melambat dan menempel di endotel vaskuler), terjadi peningkatan adhesi

endotel pembuluh darah (leukosit dapat terikat pada endotel pembuluh darah), terjadi

peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke jaringan), fagosit masuk jaringan

(melalui peningkatan marginasi dan ekstravasasi), pembuluh darah membawa darah

membanjiri jaringan kapiler, jaringan memerah (Rubor) dan memanas (Kalor), peningkatan

permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel dari kapiler ke jaringan sehingga terjadi

12
akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema),peningkatan permeabilitas kapiler,

penurunan velocity darah dan peningkatan adhesi serta migrasi leukosit(terutama fagosit) dari

kapiler ke jaringan.

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi yakni:

1. Histamin

Dilepaskan oleh sel, merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.

2. Lekotrin

Dihasilkan dari membran sel, meningkatkan kontraksi otot polos, mendorong

kemotaksisuntuk netrofil.

3. Prostaglandin

Dihasilkan dari membran sel, meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler,

mendorong kemotaksis untuk neutrofil.

4. Platelet Aggregating Factors

Menyebabkan agregasi platelet, mendorong kemotaksis untuk neutrofil.

5. Kemokin

Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi. Beberapa macam

kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation normal T

cellexpressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant protein).

6. Sitokin

Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang

memicudemam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati,

memicu peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang  leukositosis. Beberapa

macamsitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis

factor alpha).

7. Mediator lain ( dihasilkan akibat proses fagositosis)

13
Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida d a n o k s i g e n r a d i k a l . O k s i g e n

d a n nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.

Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat)

yang berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan

antigenyang spesifik. Respon alergi pada mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang

dikoordinasi oleh sel mast. Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga

memulaiaktifasi sel mast pada permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi

sensitisasiyang akan mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen

spesifik.Sel T yang berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan

merangsang produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE).IgE akan berikatan dengan IgE

reseptor pada permukaan sel mast. Kemudian memicu pelepasan sitokin, prostaglandin dan

plateletactivating factor. Sel mast menyebabkan peradangan dan gejala-gejala alergi yang

diaktivasioleh sel inflamasi. Ketika histamin dilepaskan oleh sel mast, histamin akan

berikatan denganreseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa

gatal. Histamin juga akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah

konjungtiva dan menyebabkan vasodilatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast

sepertichemokin, interleukin IL-8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2 seperti IL-5

akan memicu eosinofil dan IL-4,IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan sensitivitas

(Kharuna, 2007).

2.3.5 Klasifikasi

Konjungtivitis alergi terbagi dalam empat tipe yaitu(Kharuna, 2007):

1. Konjungtivitis “hay fever” (konjungtivitis simpleks) : Seasonal Allergic

Conjunctivitis (SAC) dan Perennial Allergic Conjunctivitis (PAC)

2. Keratokonjungtivitis vernal

3. Keratokonjungtivitis atopic

14
4. Giant papillary conjungtivitis

2.3.5.1 Konjungtivitis Hay Fever

Perbedaan konjungtivitis alergi sesonal dan perennial adalah waktu timbulnya gejala.

Gejala pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal timbul pada waktu tertentu seperti

pada musim bunga dimana serbuk sari merupakan allergen utama. Pada musim panas,

allergen yang dominan adalah rumput dan pada musim dingin tidak ada gejala karena

menurunnya tranmisi allergen airborne. Sedangkan individu dengan konjungtivitis alergi

perennial akan menunjukkan gejala sepanjang tahun. Alergen utama yang berperan adalah

debu rumah, asap rokok, dan bulu hewan (Ventocillia, 2012).

Gambaran patologi pada konjungtivitis hay fever berupa :

a. Respon vaskular dimana terjadi vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya eksudasi.

b. respon seluler berupa infiltrasi konjungtiva dan eksudasi eosinofil, sel plasma dan

mediator lain.

c. Respon konjungtiva berupa pembengkakan konjungtiva, diikuti dengan meningkatnya

pembentukan jaringan ikat (Kharuna, 2007)

Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai “hay fever” (rhinitis

alergika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan dan lainnya.

Pasien mengeluh gatal, kemerahan, berair mata, mata merah dan sering mengatakan bahwa

matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan sekitarnya”. Terdapat injeksi ringan di

konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris, selama serangan akut sering ditemukan

kemosis berat (yang menjadi sebab kesan “tenggelam” tadi).Mungkin terdapat sedikit kotoran

mata, khususnya setelah pasien mengucek matanya (Garcia, 2007).

15
Gambar 2.5 Gambaran kemosis pada konjungtivitis alergi akut (Ilyas, 2006)

2.3.5.2 Keratokonjungtivitis Vernal

Keratokonjungtivitis vernal adalah inflamasi konjungtiva yang rekuren, bilateral, interstisial

dan self-limiting. Pada Keratokonjungtivitis vernal terjadi perubahan-perubahan akibat dari

reaksi alergi.Epitel konjungtiva mengalami hiperplasia dan membuat proyeksi ke dalam

jaringan sub epitel.Pada lapisan adenoid terdapat infiltrasi oleh eosinophil, sel plasma,

limfosit dan histiosit. Juga ditemukan proliferasi lapisan fibrous yang kemudian terjadi

perubahan hialin.Selain itu, terdapat juga proliferasi pembuluh darah konjungtiva,

peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi.Semua perubahan ini menyebabkan terbentuknya

banyak papil pada konjungtiva tarsalis superior (Kharuna, 2007).

Ada dua tipe keratokonjungtivitis vernalis :

a. Bentuk palpebra

Pada tipe palpebra ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat

pertumbuhan papil yang besar atau cobblestoneyang diliputi secret yang mukoid.

Konjungtiva inferior hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat

dibanding bentuk limbal. Secara klinis, papil besar ini tampak sebagai tonjolan

bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

b. Bentuk limbal

16
Pada tipe limbal terdapat hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk

jaringan hiperplastik gelatin. Terdapat juga panus dengan sedikit eosinophil (Kharuna,

2007).

Keratokonjungtivitis vernal ditandai dengan sensasi panas dan gatal pada mata

terutama apabila pasien berada di daerah yang panas. Gejala lain termasuk fotofobia ringan,

lakrimasi, sekret kental dapat ditarik seperti benang dan kelopak mata terasa berat (Garcia,

2007).

Pada tipe palpebral, terdapat papil-papil besar/raksasa yg tersusun seperti batu bata

(cobble stones appearance). Cobble stones menonjol, tebal dan kasar karena serbukan

limfosit, plasma,eosinofil dan akumulasi kolagen dan fibrosa. Hal ini dapat menggesek

kornea sehingga timbul ulkus kornea (Garcia, 2007).

Pada tipe bulbar/limbal terlihat penebalan sekeliling limbus karena massa putih

keabuan.Kadang-kadang ada bintik-bintik putih (Horner-Trantas dots),yang terdiri dari

sebukan sel limfosit, eosinofil, sel plasma, basofil serta proliferasi jaringan kolagen dan

fibrosa yang semakin bertambah.Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa

terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas (Garcia, 2007).

Gambar 2.6 Gambaran palpebra pada konjungtivitis vernal (Kanski et al, 2011)

17
Gambar 2.7 Gambaran limbus pada konjungtivitis venral (Kanski et al, 2011)

2.3.5.3 Keratokonjungtivitis Atopik

Keratokonjungtivitis atopik adalah inflamasi konjungtiva bilateral dan juga kelopak

mata yang berhubungan erat dengan dermatitis atopi.Individu dengan keratokonjungtivitis

atopik umumnya menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe 1,tetapi imunitas selluler yang

rendah. Oleh karena itu, pasien keratokonjungtivitis atopik beresiko untuk mendapat keratitis

herpes simplex dan kolonisasi oleh Staphylococcus Aureus (Kharuna, 2007).

Gejala keratokonjungtivitis atopik berupa sensasi terbakar, bertahi mata,

berlendir, merah, dan fotofobia. Pada pemeriksaan tepi palpebra eritemosa, dan konjungtiva

tampak putih seperti susu.Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang

seperti pada keratokonjungtivitis vernal dan lebih sering terdapat di tarsus inferior.Berbeda

dengan papila raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di trasus

superior.Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah

eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali.Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti

dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi

dan ketajaman penglihatan menurun (Garcia, 2007).

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma atau ekzema) pada pasien atau

keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopi sejak

bayi.Keratokonjungtivitis atopik berlangsung lama dan sering mengalami eksaserbasi dan

remisi.Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien

18
telah berusia 50 tahun.4,6Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak

yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal (Garcia, 2007).

Gambar 2.8 Gambaran infiltrat dan siktarik konjungtiva tarsal akibat konjungtivitis

alergi atopik (Kanski et al, 2011)

Gambar 2.9 Pemendekan forniks palpebra inferior (Kanski et al, 2011)

2.3.5.4 Konjungtivitis Giant Papillary

Dari anamnesa didapatkan riwayat pemakaian lensa kontak terutama jika

memakainyamelewati waktunya.Juga ditemukan keluhan berupa mata gatal dan berair. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan hipertrofi papil.Pada awal penyakit, papilnya kecil (sekitar 0,3

mm diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi besar (giant) yaitu

sekitar 1 mm diameter (Kharuna, 2007).

Dari anamnesa didapatkan riwayat pemakaian lensa kontak terutama jika memakainya

melewati waktunya.Juga ditemukan keluhan berupa mata gatal dan berair.Pada pemeriksaan

fisik ditemukan hipertrofi papil.Pada awal penyakit, papilnya kecil (sekitar 0,3 mm

19
diameter).Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi besar (giant) yaitu sekitar 1

mm diameter (Kharuna, 2007).

Gambar 2.10 Gambaran giant-papillary pada palpebral (Kanski et al, 2011)

2.4 Hubungan Infeksi Bakterial Pada Penggunaan Softlens Dengan Terjadinya

Keratokonjungitivitis

2.4.1 Infeksi Bakterial Akibat Penggunaan Lensa Kontak / Softlens

Pengguna lensa kontak atau softlens dapat memiliki komplikasi baik secara langsung

atau akibat dari permasalahan yang ada yang diperburuk dengan pemakaian lensa kontak.

Lensa kontak secara langsung bersentuhan dengan mata dan memicu komplikasi melalui:

trauma, mengganggu kelembaban kornea dan konjungtiva, penurunan oksigenasi kornea,

stimulasi respon alergi dan inflamasi, dan infeksi (Gross, 2003; Kara et al, 2004).

Hipoksia Dan Hiperkapnia

Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea bergantung

pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki kondisi oksigenasi yang

bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik dengan menutup mata maupun

memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon

dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas

bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa (L), merupakan variabel yang paling penting

dalam menentukan pengantaran relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan

20
lensa kontak. Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan oksigen

kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil dengan transmissibilitas

oksigen yang sama atau lebih rendah dapat mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika

dibandingkan dengan lensa kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air

mata yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma

bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh oksigen dan menghasilkan karbon

dioksida ke dalam humor aquous (Gross, 2003).

Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang menurun,

menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan fragilitas. Akibat pada sel-

sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat epitel, abrasi epitel, dan meningkatkan

resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob

menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan mengganggu pola teratur dari lamellae

kolagen, menyebabkan striae, lipatan pada posterior stroma, dan meningkatnya hamburan

balik cahaya. Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis stroma,

yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan blebs dan dalam waktu

yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia

adalah hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi

stroma dapat berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau kadang-

kadang perdarahan intrastromal. Pada beberapa kasus pemakaian lensa kontak yang lama,

kornea menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen baru, dan edema stroma berubah menjadi

lapisan stroma yang tipis (Gross, 2003).

Alergi Dan Toksisitas

Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen. Lensa kontak

mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan jaringan okular. Larutan

lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya menginduksi respon alergi pada individu-

21
individu yang sensitif. Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan

konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior limbus keratokonjunktivitis. Reaksi

terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat mengakibatkan konjungtivitis giant

papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan

akumulasi yang cepat dari metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan

hiperemis pada limbus, infiltrat kornea perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih

berat akibat toksisitas larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel (Gross, 2003).

Kekuatan Mekanik

Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk abrasi

akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting dan pemakaian

lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan distorsi kornea atau abrasi.

Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok. Keratokonus dapat timbul akibat

kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa kontak. Permukaan yang terlipat dapat

diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara

sekunder akibat debris yang terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat penting

mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada perempuan (Gross, 2003).

Efek Osmotik

Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air mata,

sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang kering akibat

rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel beresiko terjadi cedera mekanis

seperti abrasi dan erosi (Gross, 2003).

2.4.2 Infeksi Bakteri Pada Keratokonjungitivitis

Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dengan cara adhesi, evasi, dan invasi. Adhesi

adalah penempelan molekul mikroorganisme ke epitel mata yang dimediasi oleh protein

permukaan mikroorganisme. Evasi adalah upaya mikroorganisme untuk menembus

22
pertahanan sistem imun. Hampir semua mikroorganisme hanya menginvasi bila terdapat

kerusakan epitel kecuali beberapa bakteri seperti Neissseria gonorhoeae dan Shigella spp.

Pada infeksi virus, adhesi sekaligus memfasilitasi proses invasi melalui interaksi molekul

virus dengan sel hospes seperti interaksi kapsul adenovirus dengan integrin sel hospes yang

menyebabkan proses endositosis virus oleh sel. Mikroorganisme juga dapat bertahan

melewati sistem pertahanan tubuh dan bereplikasi seperti pada infeksi HSV, virus varisela

serta herpes zoster namun sebagian besar infeksi lainnya dapat dieradikasi oleh sistem imun

tubuh (Cantor, 2014).

Keratokonjungtivitis adalah konjungtivitis folikular akut yang diikuti dengan keratitis

superfisial. Terdapat tiga fase berdasarkan gejala klinisnya. Fase pertama adalah

konjungtivitis serosa akut dengan karakteristik konjungtiva hiperemi, kemosis, dan lakrimasi.

Gejala tersebut diikuti fase kedua yaitu konjungtivitis folikular akut dengan karakteristik

pembentukan folikel di kelopak mata bawah. Fase ketiga adalah konjungtivitis

pseudomembran akut yang ditandai dengan pseudomembran di permukaan konjungtiva.

Kornea dapat terinfeksi satu minggu setelah onset penyakit. Pada keratokonjungtivitis

epidemika sering dijumpai limfadenopati preaurikular ipsilateral (Azari et al, 2013; Kharuna,

2007; Ilyas, 2006).

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral, namun pada awalnya sering pada

satu mata; biasanya mata pertama lebih parah. Pasien mengeluh nyeri sedang, mata berair,

dan dalam waktu 5-14 hari timbul fotofobia, keratitis epitel, serta kekeruhan subepitel

berbentuk bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemi

konjungtiva dengan tanda khas nyeri tekan di nodus preaurikuler. Perdarahan konjungtiva

dan folikel biasanya timbul dalam 48 jam. Pembentukan pseudomembran diikuti parut datar

atau simblefaron. Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel

23
terutama di pusat kornea dan menetap berbulan-bulan namun sembuh tanpa meninggalkan

parut.

Keratokonjungtivitis pada orang dewasa terbatas di bagian luar mata namun, pada

anak-anak dapat timbul gejala sistemik seperti demam, nyeri tenggorokan, otitis media, dan

diare. Keratokonjungtivitis disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37. Virus dapat

diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva

menunjukkan reaksi radang mononuklear primer dan bila terbentuk pseudomembran

mengandung banyak neutrofil.

Selain infeksi bakteri akibat pemakaian lensa kontak, penularan nosokomial dapat

terjadi melalui alat pemeriksaan mata, jari tangan dokter atau pemakaian larutan yang

tercemar virus. Virus dapat bertahan dalam larutan tersebut dan menjadi sumber penularan.

Pencegahan penularan dilakukan dengan mencuci tangan pada setiap pemeriksaan.

Kontaminasi botol larutan dapat dihindari menggunakan obat tetes mata kemasan unit-dose.

Alatalat pemeriksaan terutama yang menyentuh mata harus disterilkan. Tonometer aplanasi

dibersihkan dengan alkohol atau hipoklorit, lalu dibilas dengan air steril dan dikeringkan.

Sampai saat ini, belum ada terapi spesifik keratokonjungtivitis epidemika, namun

kompres dingin dapat mengurangi gejala. Penggunaan kortikosteroid perlu dihindari pada

konjungtivitis akut. Jika terjadi superinfeksi bakteri perlu diberikan antibiotic (Ilyas, 2006;

Scherer, 2015).

24
BAB III

TINJAUAN ISLAM TENTANG HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA

PENGGUNAAN SOFTLENS DENGAN TERJADINYA

KERATOKONJUNGITIVITIS

3.1 Pandangan Islam Tentang Berhias

Berhias dalam pandangan Islam adalah suatu kebaikan dan sunnah untuk dilakukan,

sepanjang untuk ibadah atau kebaikan.Menghiasi diri agar tampil menarik dan tidak

mengganggu kenyamanan orang lain yang memandangnya, merupakan suatu keharusan bagi

setiap muslim, terutama bagi kaum wanita di hadapan suaminya, dan kaum pria dihadapan

istrinya. Islam tidak melarang umatnya berhias dengan cara apa pun, asalkan hal itu tidak

melanggar kaidah-kaidah agama atau melanggar kodrat kewanitaan dan kelaki-lakian (Salim,

2013). Hal ini dikuatkan dengan dalil Al-Quran.Allah SWT berfirman :

‫ُقۡل َم ۡن َح َّر َم ِزيَنَة ٱلَّلِهٱَّلِتٓي َأۡخ َرَج ِلِع َباِدِهۦ َو ٱلَّطِّيَٰب ِت ِم َن ٱلِّر ۡز ِۚق ُق ۡل ِهَي ِلَّل ِذ يَن َء اَم ُن وْا‬
٣٢ ‫ِفي ٱۡل َح َيٰو ِةٱلُّد ۡن َيا َخ اِلَص ٗة َيۡو َم ٱۡل ِقَٰي َم ِۗة َك َٰذ ِلَك ُنَفِّص ُل ٱٓأۡلَٰي ِت ِلَقۡو ٖم َيۡع َلُم وَن‬
“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, “Semua itu
untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja)
pada hari Kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang
mengetahui.” (Q.S Al-A’raaf (7) : 32)

Berhias dapat dibedakan ke beberapa golongan antara lain :

1.1. Berhias yang wajib


Allah SWT berfirman :
‫ْۚا‬
‫۞َٰي َبِنٓي َء اَد َم ُخ ُذ وْا ِزيَنَتُك ۡم ِع نَد ُك ِّل َم ۡس ِج ٖد َو ُك ُل وْا َو ٱۡش َر ُبوْا َو اَل ُتۡس ِرُفٓو ِإَّن ۥُه اَل ُيِح ُّب‬
٣١ ‫ٱۡل ُم ۡس ِرِفيَن‬
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raaf (7) : 31)

Dari ayat di atas, tampaklah bahwa kebolehan untuk berhias ada pada laki-laki dan

wanita. Namun, ada sisi perbedaan pada hukum sesuatu yang digunakan untuk berhias dan

25
keadaan berhias antara kedua kaum tersebut. Penggalan dari ayat diatas pada kalimat : tetapi

jangan berlebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan,

mengindikasikan bahwaberhias yang wajib yaitu memakai pakaian yang menutupi aurat yang

sudah ditentukan, dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh (Thawilah, 2007).

Agama Islam mengajarkan agar senantiasa tampil rapi dan menarik. Artinya, setiap saat

boleh berhias sekedar untuk membuat kenyamanan bagi diri sendiri dan oran lain yang

memandangnya. Misalnya, menyisir atau memotong rambut pria dan merapikannya,

termaksud jenggot dan kumis, membersihkan pakaian, menyetrikanya, dan sebagainya.

Apabila, berhias untuk tujuan ibadah kepada Allah SWT. Misalnya, berhias untuk

melaksanakan shalat lima waktu, menghadiri majelis ilmu, ke sekolah, atau tempat-tempat

kebaikan, maka dianjurkan untuk berhias sesuai syari’at. Baik untuk pria maupun wanita

(Thawilah, 2007).

1.2. Berhias yang sunnah


Berhias yang hukumnya sunnah adalah ketika akan menghadiri shalat Jumat, atau

shalat Idul Fithr dan Idul Adha, dan shalat lainnya. Hal itu dilakukan dengan cara mandi,

menggosok gigi, memotong kuku, memakai wewangian yang harum dan baik, dan

mengenakan pakaian yang terbaik. Para ulama juga menyunnahkan untuk berhias pada setiap

kesempatan pertemuan dan berkumpul dengan banyak orang.

1.3. Berhias yang mubah

Berhias yang mubah tentu yang tidak melanggar ketentuan, serta tidak ada keharusan

untuk melakukannya.

1.4. Berhias yang makruh

Di antara contoh berhias yang hukumnya makruh misalnya mengenakan pakaian

muashfar dan muza'far bagi laki-laki.

1.5. Berhias yang haram

26
Berhias yang haram cukup banyak contohnya yaitu, menato badan, menyambung

rambut, mewarnai rambut, mencabut uban dan masih banyak lagi. Selain itu tidak dianjurkan

berhias untuk berbuat buruk, seperti menyombongkan diri, memakai perhiasan secara

berlebihan, mubadzir, dan mencari ketenaran di antara lawan jenis yang bukan mahram.

Hukum berhias akan haram apabila tidak sesuai dengan syariat Islam (Thawilah, 2007)

Dalam berhias, Allah melarang wanita untuk ber Tabarruj. Tabarruj secara bahasa

diambil dari kata al-burj (bintang, sesuatu yang terang, dan tampak). Al Qurthubi

menjelaskan makna tabarruj secara Bahasa dengan mengatakan, “Tabarruj artinya

menyingkap dan menampakkan diri sehingga terlihat pandangan mata. Contohnya kata:

‘buruj musyayyadah’(benteng tinggi yang kokoh), atau kata: ‘buruj sama’(bintang langit),

artinya tidak penghalang apapun di bawahnya yang menutupinya” (Tafsir al Qurthubi,

12/309).

Diantara maknanya adalah berlebihan dalam menampakkan perhiasan dan kecantikan,

seperti: kepala, wajah, leher, dada, lengan, betis, dan anggota tubuh lainnya, atau

menampakkan perhiasan tambahan. Imam Asy-Syaukani berkata, “At-Tabarrujadalah dengan

seorang wanita menampakkan sebagian dari perhiasan dan kecantikannya yang (seharusnya)

wajib untuk ditutupinya, yang mana dapat memancing syahwat (hasrat) laki-laki” (Fathul

Qadiir karya Asy- Syaukani).

Allah SWT berfirman :

‫َو َقۡر َن ِفي ُبُيوِتُك َّن َو اَل َتَب َّر ۡج َن َتَب ُّر َج ٱۡل َٰج ِهِلَّي ِةٱُأۡلوَلٰۖى َو َأِقۡم َن ٱلَّص َلٰو َة َوَء اِتيَن ٱلَّز َك ٰو َة‬
‫ُد ٱُهَّلل ِلُي ۡذ ِهَب َع نُك ُم ٱلِّر ۡج َس َأۡه َل ٱۡل َبۡي ِت َو ُيَطِّه َر ُك ۡم‬SS‫َو َأِط ۡع َن ٱَهَّلل َو َر ُس وَل ۚٓۥُه ِإَّنَم ا ُيِري‬
٣٣ ‫َتۡط ِهيٗر ا‬
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku)
seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa
dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Q.S. Al-Ahzab
(33) : 33)

27
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata:

“janganlah kalian (wahai para wanita) sering keluar rumah dengan berhias atau memakai

wewangian, sebagaimana kebiasaan wanita-wanita jahiliyah yang dahulu, mereka tidak

memiliki pengetahuan (agama) dan iman. Semua ini dalam rangka mencegah keburukan

(bagi kaum wanita) dan sebab-sebabnya” (Salim, 2013).

3.2 Hukum Islam Tentang Penggunaan Softlens Dalam Aktivitas Sehari-Hari

Penggunaan soflens disaat sekarang ini adalah untuk kecantikan sehingga tergolong

sebagai perhiasan. Dalam kategorinya,Softlens dibagi menjadi dua macam. Softlens untuk

berobat dan softlens untuk hiasan mata (perhiasan).

Softlens untuk hiasan mata biasanya tersedia dengan variasi warna yang berbeda-

beda.Pengertian dari softlens untuk pengobatan sendiri adalah softlens yang digunakan dan

dikhususkan bagi mereka menderita mata minus, plus, maupun silinder (Sarwat, 2015).

Maka penggunaan dalam hal ini dikatakan ‘boleh’.

Syaikh Sholeh Fauzan bin Al-Fauzan berkata : “Jika dengan memakai lensa mata ada

maslahat (kegunaan/kepentingan) untuk menguatkan penglihatan, seperti seorang wanita

yang penglihatannya lemah sehingga butuh lensa, maka dia sama seperti orang yang

penglihatannya lemah memakai kacamata. Begitu pula jika pada matanya terdapat aib, dia

mengenakan lensa kontak untuk menutupi aib ini maka tidak mengapa.Adapun jika kedua

matanya sehat dan tidak pula terdapat aib padanya, maka kami berpendapat tidak perlu

untuknya memakai lensa, karena ini sia-sia”(Shaqr, 2015).

Tindakan sia-sia ini sama halnya dengan Israaf, yg artinya memboroskan, membuang-

buang, melampaui batas atau berlebih-lebihan. Secara istilah adalah melakukan suatu

perbuatan yg melampaui batas atau ukuran yang sebenarnya. Sikap ini biasanya terjadi pada

orang-orang yang rakus dan tidak puas atas nikmat yang telah diberi oleh Allah Ta'la. Israf

28
adalah perbuatan yg tidak disenangi oleh Allah karena perbuatan ini merupakan bagian dari

bentuk tidak mensyukuri nikmat yang telah di berikan oleh Allah Ta'ala (Ayyub, 2008).

Israaf atau menyia-nyiakan harta juga harus diperhatikan dalam penggunaan lensa

kontak(Softlens). Karena harganya dipasaran sekitar Rp. 500.000 sampai Rp. 1.000.000 untuk

kualitas yang baik. Sedangkan lensa kontak murahan akan mudah menyebabkan mata iritasi

dan infeksi. Lensa kontak termasuk perhiasan jika tidak ada indikasi medisnya (Sarwat,

2015). Maka hendaknya dipertimbangkan agar tidak menyia-nyiakan harta,Allah Ta’ala

berfirman :

‫ْۚا‬
١٤١ ‫َو اَل ُتۡس ِرُفٓو ِإَّن ۥُه اَل ُيِح ُّب ٱۡل ُم ۡس ِرِفيَن‬
“Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan” (Q.S Al An’am (6) :141)
Allah Ta’ala juga berfirman:

٢٧ ‫ِإَّنٱۡل ُمَبِّذ ِريَن َك اُنٓو ْا ِإۡخ َٰو َن ٱلَّش َٰي ِط يِۖن َو َك اَن ٱلَّش ۡي َٰط ُن ِلَر ِّبِهۦ َك ُفوٗر ا‬
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat “
ingkar kepada Tuhannya.”(Al-Isra: (17) : 27)

Kemudian yang perlu diperhatikan juga jika menggunakan lensa kontak berwarna, bisa

saja akan termasuk ke dalam sifat mencari ketenaran (libas syuhrah). Bayangkan jika

menggunakan lensa kontak berwarna ekstrim misalnya merah atau biru yang tidak lazim pada

orang indonesia. Jika memang akan menyebabkan atau berniat libas syuhrah maka harus

dihindari (Shaqr, 2015).

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan olehIbnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma,

ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫َع ِن اْبِن ُع َم َر َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم ْن َلِبَس َثْو َب ُش ْهَر ٍة ِفي‬
)‫الُّد ْنَيا َأْلَبَس ُه ُهَّللا َثْو َب َم َذ َّلٍة َيْو َم اْلِقَياَم ِة (رواه أحمد والنسائي وابن ماجه والبيهقي‬
‫ َم ْن َلِبَس َثْو َب ُش ْهَر ٍة َأْلَبَس ُه ُهَّللا َيْو َم اْلِقَياَم ِة َثْو ًبا ِم ْثَلُه ُثَّم ُتَلَّهُب ِفيِه‬:‫وعند أبي داود‬
.‫الَّناُر‬
“Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasullullah SAW bersabda Barangsiapa yang mengenakan
pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian
kehinaan kepadanya di hari Kiamat (HR.Ahmad) (Dan Abu Dawud meriwayatkan dengan

29
redaksi: “Siapa yang memakai pakaian syuhrah maka Allah memakaikan kepadanya pakain
semisal itu kemudian dinyalakannya dengan api neraka.””)

Ibnu Atsir mengatakan: “Yang dimaksud pakaian syuhrah adalah pakaian yang menjadi

sangat kelihatan istimewa di tengah-tengah banyak manusia karena berbeda warna dari

warna-warna pakaian mereka. Maka membuat banyak orang memandangnya dengan

pandangan terpesona, sehingga menjadikannya ujub(sombong terhadap diri sendiri) dan

takabbur(merasa benar) (Al-Mubarrok, 2006).

Al-Munawi mengatakan, bahwa memakai pakaian yang murah bisa tercela pada kondisi

tertentu dan bisa terpuji pada kondisi lainnya. Tercela bila dimaksudkan untuk mendapatkan

popularitas (syuhrah) dan kesombongan, dan terpuji bila dimaksudkan sebagai ketawadhu’an

(rendah hati) dan kesederhanaan. Sebagaimana memakai pakaian yang mahal bisa tercela

apabila dimaksudkan untuk kesombongan dan kebanggaan, dan bisa terpuji bila dimaksudkan

untuk keindahan dan mewujudkan (syukur) atas nikmat-Nya (Ayyub, 2008).

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Makruh berpakaian syuhrah. Yaitu, pakaian

yang berkelas tinggi di luar yang biasa dipakai masyarakat dan pakaian yang berkelas rendah

di luar yang biasa (dipakai masyarakat). Kaum salaf terdahulu tak menyukai dua syuhrah

(popularitas), yaitu syuhrah karena di atas rata-rata dan syuhrah karena di bawah rata-rata. Di

dalam hadits disebutkan: “Siapa yang memakai pakaian syuhrah, maka Allah memakaikan

kepadanya pakaian kehinaan.” Maka sebaik-baik perkara adalah pertengahannya (Sarwat,

2015).

Libas syuhrah yaitu “jika bermaksud mencari ketenaran/popularitas di antara manusia,

tidak ada bedanya antara pakaian yang mahal dan pakaian yang murah, apakah sesuai dengan

pakaian masyarakat atau berbeda dengan pakaian masyarakat, karena sebab pengharaman

adalah keinginan menjadi tenar/populer (cari perhatian)” (Ayyub, 2008).

Jika menggunakan softlens untuk perhiasan maka hukumnya dapat dikatakan sama

dengan mengenakan perhiasan. Bila menggunakannya untuk menyenangkan sang suami

30
maka hal tersebut diperbolehkan.Apabila digunakannya untuk yang lain, maka hendaklah

tidak dengan menimbulkan adanya fitnah. Dipersyaratkan juga untuk tidak menimbulkan

bahaya. Misalnya iritasi, alergi mata atau infeksi. Tidak diperkenankan juga bila didalamnya

ada unsur untuk menyia-nyiakan harta, karena termasuk perbuatan yang tidak Allah sukai

(Shaqr, 2015).

Anjuran untuk pemakaian softlens harus diperhatikan agar tidak melenceng. Misalnya,

menggunakan warna softlens yang merah, biru atau warna mencolok lainnya. Padahal

mayoritas orang Indonesia memiliki warna mata hitam dan coklat. Karena hal tersebut

dikhawatirkan dapat mengakibatkan sikap mencari ketenaran.Apalagi

mendatangkan mudharat (sesuatu yang tidak memberi manfaat) untuk diri sendiri. Itulah

mengapa bagi kaum perempuan yang hendak mengenakan softlens untuk tidak memiliki

sikap mencari ketenaran atau ingin menjadi pusat perhatian yang berujung kepada

kesombongan dan takabbur (Salim, 2013).

Dalam penggunaan softlens agar tidak menjadi haram atau mubah maka yang harus

diperhatikan adalah :

- Penggunaan softlens bertujuan untuk memperbaiki penglihatan

- Berhias untuk kepuasan suami dan tidak memiliki niatan untuk pamer

- Menggunakan softlens yang teruji kesehatannya dan sudah mendapatkan sertifikat

halal dari segi produk maupun penggunaanya.

- Sebaiknya digunakan seperlunya saja bertujuan agar tidak menyia-nyiakan harta.

- Penggunaan softlens tidak boleh bertujuan untuk menarik perhatian orang dan

mencari ketenaran khususnya pada laki-laki (Shaqr, 2015).

Allah SWT berfirman :

٢٧ ‫ِإَّنٱۡل ُمَبِّذ ِريَن َك اُنٓو ْا ِإۡخ َٰو َن ٱلَّش َٰي ِط يِۖن َو َك اَن ٱلَّش ۡي َٰط ُن ِلَر ِّبِهۦ َك ُفوٗر ا‬

31
“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat
ingkar kepada Tuhannya”(Q.S Al-Isra (17) : 27)

Memakai lensa kontak (Softlens) diperbolehkan jika untuk pengobatan mata. Tetapi

memakai lensa kontak untuk berhias dan bermaksud pamer itulah yang dilarang, karena jika

memakai sesuatu hanya untuk bermaksud riya dan tidak membawa keuntungan itu sudah

tergolong kedalam pemborosan (Shaqr, 2015).

3.3 Pandangan Islam Tentang Hubungan Infeksi Bakterial Pada Penggunaan Softlens

Dengan Terjadinya Keratokonjungitivitis

Mata merupakan salah satu alat panca indera yang dimiliki oleh manusia. Allah SWT

menciptakanmata tersebut sesuai dengan kebutuhan. Dilihat dari bentuk dan kondisinya,

Allah SWT meletakkan mata pada wajah dalam bentuk yang sangat indah. Allah SWT

menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya. Seperti dinyatakan dalam firman Allah SWT :

٤ ‫َلَقۡد َخ َلۡق َنا ٱِإۡل نَٰس َن ِفٓي َأۡح َس ِن َتۡق ِويٖم‬


“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.(Q.S

At-Tiin (95) : 4)

Manusia bukanlah makhluk yang tercipta dengan sendirinya sebagaimana yang

dikemukakan kaum materialisme, tetapi manusia adalah makluk yang diciptakan oleh Tuhan

(Allah). Di ayat ini Tuhan menggunakan kata kami, menunjukkan adanya keterlibatan pihak

selain Tuhan dalam penciptaan ini, dalam hal ini yang terlibat adalah ibu, dan bapak manusia

(Al-Mubarok, 2006).

Islam sebagai agama yang sempurna dan lengkap. Telah menetapkan prinsip-prinsip

dalam penjagaan keseimbangan tubuh manusia. Diantara cara Islam menjaga kesehatan

dengan menjaga kebersihan dan melaksanakan syariat wudlu dan mandi secara rutin bagi

setiap muslim agar tetap sehat secara fisik (Nafis, 2011)

32
Sehat adalah kondisi fisik dimana semua fungsi berada dalam keadaan sehat. Menjadi

sembuh sesudah sakit adalah anugerah terbaik dari Allah kepada manusia. Adalah tak

mungkin untuk bertindak benar dan memberi perhatian yang layak kepada ketaatan kepada

Tuhan jika tubuh tidak sehat.Tidak ada sesuatu yang begitu berharga seperti kesehatan.

Karenanya, hamba Allah hendaklah bersyukur atas kesehatan yang dimilikinya dan tidak

bersikap kufur. Nabi saw. Bersabda :

‫ِنْع َم َت اِن َم ْغ ُبوٌن ِفيِه َم ا َك ِثيٌر ِم ْن الَّن اِس الِّصَّح ُة َو اْلَفَر اُغ‬
“Ada dua anugerah yang karenanya banyak manusia tertipu, yaitu kesehatan yang baik dan
waktu luang.” (HR. Al Bukhari).

Ibnu Baththaal rahimahullah berkata: “Makna hadits ini, bahwa seseorang tidaklah

menjadi orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan

sehat badannya. Barangsiapa dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar

tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah Dia

berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah melaksanakan perintah-

perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia

adalah orang yang tertipu” (Hartono, 2010).

Kerotokonjungtivitis atau mata merah adalah peradangan yang terjadi pada konjungtiva

atau selaput bening yang melapisi bagian depan mata. Pada saat terjadi peradangan pada

pembuluh darah kecil di konjungtiva, bagian mata yang seharusnya berwarna putih akan

terlihat merah atau merah muda (Ilyas, 2009).

Peradangan yang terjadi umumnya disebabkan oleh infeksi baik karena bakteri maupun

virus. Namun, reaksi alergi juga dapat memicu terjadinya mata merah. Keratokonjungtivitis

awalnya bisa jadi hanya menjangkiti satu mata, namun biasanya setelah beberapa jam akan

menjangkiti kedua mata. Keratokonjungitivitis harus segera dilakukan penanganan untuk

mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk (Vaughan, 2009).

33
Infeksi merupakan suatu kondisi dimana mikroba masuk ke dalam tubuh kita dan

berkembang biak. Mikroba yang menyebabkan infeksi dapat berupa bakteri, virus, parasit

atau jamur mereka menjadikan tubuh kita sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai sumber

makanan. Dalam istilah medis, adanya suatu infeksi ditandai dengan –itis, tergantung dari

organ apa yang terkena infeksi (Subandi, 2010).

Perspektif bakteri dalam Al-Qur’an dikenal dengan istilah zarrah, sebagai wujud zat

atau substansi materi yang paling kecil yang disebutkan dalam Al-Qur’an, merupakan

petunjuk untuk mempelajari mikroorganisme dan materi mikromos lainnya. Konsep sel

sebagai materi fungsional terkecil ternyata dapat dipatahkan oleh adanya mikroorganisme.

Mikroorganisme sebagai organisme sel tunggal merupakan bukti adanya materi fungsional di

bawah sel. Itulah materi zarrah, Al-Qur’an menunjuk pada konsep zarrah sebagai materi

terkecil, dengan demikian masih ada substansi potensial dalam suatu zat yang lebih kecil dari

sel (Subandi, 2010).

Allah SWT berfirman :


‫ۚٗة‬
٨ ‫َو ٱۡل َخ ۡي َل َو ٱۡل ِبَغ اَل َو ٱۡل َح ِم يَر ِلَتۡر َك ُبوَها َو ِزيَن َو َيۡخ ُلُق َم ا اَل َتۡع َلُم وَن‬
“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan
(menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.
(Q.S An-Nahl (8) : 8)

Ayat diatas menunjukkan bahwa Allah SWT telah menciptakan keberadaan bentuk-

bentuk kehidupan yang manusia sebelumnya tidak mengetahui. Manusia masih mengungkap

ayat Al-Qur’an tentang keberadaan adanya kehidupan itu, baru kemudian setelah alat

mikroskop ditemukan, manusia mulai dapat melihat dengan mata penglihatannya tentang

makhluk hidup yang terkecil. Hal tersebut membuktikan bahwa sebelum adanya penemuan

terkait bakteri, Al-Qur’an lebih dahulu menyebutkan di dalam ayat-ayatnya (Subandi, 2010).

Islam adalah perintis pertama yang berbicara tentang bakteri dan kotoran yang

dimasukkan dalam istilah “khabats” atau “khataya” atau “syaithan”. Sebagai contoh adalah

sabda Rasulullah SAW :

34
‫َقِّلْم َأَظ اِفَر َك َفِإَّن الَّش ْي َط اَن َي ْق ُع ُد َع َلى َم ا َط اَل َت ْح َت َه‬

“potonglah kukumu, sesungguhnya syetan duduk (bersembunyi) di bawah kukumu yang


panjang”(H.R Ahmad).

Hadits diatas dengan jelas menunjukkan adanya bakteri yang tersembunyi di bawah

kuku-kuku, seperti bakteri Thypoeid,Desentri atau telur cacing (Subandi, 2010).

Keratokonjungtivitis bakteri merupakan penyakit infeksi pada konjuntiva mata

disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering oleh bakteri stapilococus, streptokokus,

chlamydia, gonococus. Keratokonjuntivitis ringan merupakan penyakit yang dapat sembuh

sendiri atau dengan terapi antibiotik sudah dapat menekan infeksinya, namun pada kasus

infeksi berat seperti pada infeksi gonococus dapat menyebabkan kebutaan.Bakteri-bakteri ini

dapat berasal dari kulit penderita itu sendiri, atau dari saluran pernapasan bagian atas, atau

diperoleh dari orang lain yang menderita Keratokonjungtivitis (Wijana, 1993).

Dalam pandangan islam, begitu banyak ciptaan Allah yang tidak berikan penjelasan

secara rinci tentang rahasia penciptaannya, termaksud bakteri yang dapat merugikan

manusia, menimbulkan penyakit, dan sebagainya. tentu saja hal ini dapat menjadi tantangan

sekaligus ujian untuk kaum mukmin agar menyikapi bahwa tidak ada ciptaan Allah SWT

yang sia-sia. Allah SWT berfirman :

‫ ٱَّل ِذ يَن‬t ١٩٠ ‫ِإَّن ِفي َخ ۡل ِق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر ِض َو ٱۡخ ِتَٰل ِفٱَّلۡي ِل َو ٱلَّنَهاِر ٓأَلَٰي ٖت ُأِّلْو ِلي ٱَأۡلۡل َٰب ِب‬
‫َيۡذ ُك ُروَن ٱَهَّلل ِقَٰي ٗم ا َو ُقُع وٗد ا َو َع َلٰى ُج ُنوِبِهۡم َو َيَتَفَّك ُروَن ِفي َخ ۡل ِق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر ِض َر َّبَن ا‬
١٩١ ‫َم ا َخ َلۡق َت َٰه َذ ا َٰب ِط اٗل ُس ۡب َٰح َنَك َفِقَنا َع َذ اَب ٱلَّناِر‬
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. “(yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka”(Q.S Ali-Imran (3) : 190-191).

Al-Qur’an memperkenalkan satu kategori dalam dunia keilmuan yang terkait dengan

kegiatan berfikir yaitu ulul albab. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang

35
murni sehingga tidak akan mengalami kerancuan dalam berfikir. Orang yang merenungkan

tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang

keesaan dan kekuasaan Allah SWT, juga tentang ciptaan Allah SWT yang tidak ada

satupunkesia-siaan didalamya. Maka dari itu seorang mukmin haruslah menggunakan akal

yang telah dikaruniai oleh Allah SWT untuk berfikir, menuntut ilmu, juga meyakini bahwa

Allah SWT tidak akan menciptakaan sesuatu melainkan sudah ditentukan fungsi dan

kegunaanya, hal ini sebagai bentuk pengagungan kepada Allah SWT (Al Mubarok, 2006).

Menurut tinjauan Islam terhadap penggunaan Softlens berdasarkan kaidah Fiqhiyyah

pada dasarnya diperbolehkan selama penggunaan softlens ini mendatangkan manfaat dan

tidak menimbulkan mudharat sebagaimana kaedah Fiqhiyyah (Hartono, 2016). :

‫َاَألْص ُل ِفي ْاَألْش َياِء اِإل َباَح ُة َح َّتى َيُد َّل الَّد ِلْيُل َع لَى الَّتْح ِرْيِم‬
“Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.”

Apabila penggunaan Softlens lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya, maka

tidak boleh digunakan. Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Ketahuilah, asal hukum semua

benda yang ada dengan segala perbedaan sifat dan jenisnya adalah halal secara mutlak bagi

manusia, dan bahwa dia suci, tidak haram dikenakan dan digunakan serta disentuh. Ini

merupakan ungkapan yang bersifat umum, menyeluruh dan patokan agung yang besar

manfaatnya, luas barokahnya, jadi rujukan para pemerhati syariat terhadap berbagai praktek

yang tak terhitung dan kasus di tengah masyarakat (Ar-Rumaikhan, 2014).

Penggunaan softlens harus diperhatikan kebersihan dan kehati-hatian dalam

pemakaiannya. Islam mengajarkan untuk selalu bersikap waspada dan penuh kehatian-hatian,

atau yang disebut wara’. Prinsip dasar wara’ adalah sifat yang berisi kehati-hatian dan tidak

adanya keberanian untuk mendekati sesuatu yang bersifat haram, termasuk juga hal-hal yang

sifatnya ragu-ragu atau subhat (Sarwat, 2015).

36
Dengan demikian dapat diketahui bahwa penyakit keratokonjungtivitis yang

disebabkan dari penggunaan Softlens merupakan akibat dari perbuatan manusia itu sendiri

melalui tingkah laku sehari-hari yang tidak menghidupkan sifat kebersihan dan kewaspadaan.

Sehingga akhirnya Allah SWT menurunkan suatu musibah berupa penyakit sebagai

pengingat bagi umat-Nya agar segera kembali ke jalan-Nya. Untuk mendapatkan

kesembuhan, maka manusia harus kembali kepada satu-satunya pelindung dan penolong,

yakni Allah SWT (Shaqr, 2011).

3.4 Sikap dan Pengobatan Bagi Penderita Keratokojungtivitis Dalam Pandangan Islam

Keratokonjungtivitis merupakan penyakit mata akibat iritasi atau peradangan akibat

infeksi di bagian selaput yang melapisi mata. Gejalanya mata memerah, berarir, terasa nyeri,

gatal, penglihatan kabur, dan keluar kotoran. Penyakit ini mudah menular dan bisa

berlangsung berbulan-bulan. Beberapa faktor menjadi penyebabnya, seperti infeksi virus atau

bakteri, alergi (debu, serbuk, angin, bulu atau asap), pemakaian lensa kontak dalam jangka

waktu panjang dan kurang bersih (Vaughan, 2009).

Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah kehidupan ini tidak hanya dalam

satu keadaan. Ada senang, ada duka. Ada canda, begitu juga tawa. Ada sehat, namun juga

adakalanya sakit. Dan semua ini adalah sunnatullah yang akan dihadapi orang manapun.Islam

mengajarkan dalam memecahkan masalah serta menetapkan apa tujuan tindakan yang

dilakukan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

‫ِإَّن َم ا اَأْلْع َم اُل ِبالِّن َّيِة َو ِلُك ِّل اْم ِر ٍئ َم ا َن َو ى َفَم ْن َك اَنْت ِه ْج َر ُتُه ِإَلى ِهَّللا َو َر ُسوِلِه َفِه ْج َر ُتُه‬

‫ِإَلى ِهَّللا َو َر ُسوِلِه َو َم ْن َك اَنْت ِه ْج َر ُتُه لُد ْن َي ا ُيِص يُبَه ا َأِو اْم َر َأٍة َي َتَز َّو ُج َه ا َفِه ْج َر ُتُه ِإَلى َم ا َه اَج َر‬

‫ِإَلْي ِه‬

“Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung dari niat dan tujuannya, dan manusia
akan memperoleh apa yang diniatkannya. Barangsiapa ber-hijrah untuk memperoleh ridha
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrah-nya akan memperoleh ridha Allah dan Rasul-Nya. Dan

37
barangsiapa yang hijrah-nya untuk mendapatkan dunia, atau untuk mencari wanita yang
akan ia nikahi, maka balasan hijrah-nya sesuai dengan apa yang diniatkannya” (H.R. Al
Bukhari).

Maka dari itu, berdasarkan hadits di atas dianjurkan agar memulai keputusan untuk

memakai Softlens bagi kaum muslim harus didasarkan pada niat. Apabila berniat membantu

penglihatan ataupun untuk kesehatan maka tidak masalah, asalkan bukan untuk berhias

mendapatkankan perhatian maupun berniat riya.

Semua penyakit di muka bumi ini tidak lepas dari kekuasaan Allah SWT sebagai

Maha Pencipta.Seluruh yang terjadi di muka bumi termasuk pada penyakit yang ada diri

seseorang merupakan tanda adanya kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Dalam hal ini

Allah SWT juga akan melihat mana di antara hamba-Nya yang diuji dan tetap beriman

kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT Berfirman:

‫ۡق‬ ‫ۡل‬ ‫ۡل‬


‫َو َلَنۡب ُلَو َّنُك م ِبَش ۡي ٖء ِّم َن ٱ َخ ۡو ِف َو ٱ ُجوِع َو َن ٖص ِّم َن ٱَأۡلۡم َٰو ِل َو ٱَأۡلنُفِس َو ٱلَّثَم َٰر ِۗت َو َبِّش ِر‬
١٥٥ ‫ٱلَّٰص ِبِريَن‬
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-
orang yang sabar”(Q.S Al-Baqarah (2) : 155)
Allah SWT juga berfirman :

‫۞َلُتۡب َلُو َّن ِفٓي َأۡم َٰو ِلُك ۡم َو َأنُفِس ُك ۡم َو َلَتۡس َم ُع َّن ِم َن ٱَّلِذ يَن ُأوُتوْا ٱۡل ِكَٰت َب ِم ن َقۡب ِلُك ۡم َو ِم َن ٱَّلِذ يَن‬
١٨٦ ‫َأۡش َر ُك ٓو ْا َأٗذ ى َك ِثيٗر ۚا َو ِإن َتۡص ِبُروْا َو َتَّتُقوْا َفِإَّن َٰذ ِلَك ِم ۡن َع ۡز ِم ٱُأۡلُم وِر‬

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu
sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan
dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan
hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk
urusan yang patut diutamakan (Q.S Ali-Imran (3) : 186)”

Rasullullah SAW juga bersabda :

‫ِإَّن ِع َظ َم الَج َز اِء َمَع ِع َظ ِم الَب اَل ِء َو ِإَّن َهللا ِإَذ ا َأَح َّب َقْو ًما ِاْب َت اَل ُه ْم َف َم ْن َر ِض َي َفَلُه‬
‫الِّر َض ا َو َم ْن َسِخ َط َفَلُه الَّس َخ ُط‬
“sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila
Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa

38
yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya dan barangsiapa yang murka
(menerimanya) maka Allah murka kepadanya.”(H.R At-Tirmizzi)

Berdasarkan uraian ayat-ayat dan hadits-hadits diatas, maka sikap seorang muslim

ketika menghadapi cobaan penyakit yaitu selalu sabar menghadapi sakit, menguasai diri dari

kekhawatiran, mampu mengendalikan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh.

Rasullullah SAW bersabda :

‫ما َأْن َز َل هللا َداًء إال َأْن َز َل له ِش َفاًء‬


“Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit melainkan Allah telah menurunkan untuknya obat
penyembuh,” (HR. Al Bukhari)

Sakit merupakan penebus berbagai dosa dan menghapuskan segala kesalahan,

sehingga sakit menjadi sebagai balasan keburukan dari apa yang dilakukan hamba, lalu

dihapus dari catatan amalnya hingga menjadi ringan dari dosa-dosa (Ar-Rumaikhan, 2014).

Kerotokonjungtivitis dapat terjadi pada salah satu maupun kedua mata. Setiap bagian

yang mengalami peradangan akan menimbulkan gejala yang berbeda antara yang satu dengan

yang lain. Apabila dibiarkan peradangan bisa berlanjut mengenai bagian mata yang lebih

dalam (Ilyas, 2003).

Gejala konjungtivitis secara umum dapat berupa : mata merah di bagian putih, bola

mata atau kelopak mata bagian dalam penglihatan dalam batas normal, gatal, bengkak, mata

berair, nyeri, atau perih pada mata, sensasi mata berpasir, sensitif terhadap cahaya, belekan

terutama di pangkal bulu mata pada saat bangun tidur sehingga penderita sulit membuka mata

(Wijana, 1993).

Untuk membedakan Kerotokonjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi virus maupun

bakteri,Keratokonjungtivitis virus biasanya keluar belekan yang berwarna bening dan jernih,

sedangkan keratokonjungtivitis bakteri biasanya mengeluarkan cairan seperti lendir yang

lengket, berwarna hijau, kuning, atau putih (Ilyas, 2003).

39
Dalam Al-Quran, Allah SWT menciptakan penyakit sekaligus metode penyembuhan

penyakit itu. Suatu penyakit dapat dinyatakan sembuh atas izin dari Allah SWT dengan dua

macam terapi sebagai proses penyembuhan yakni terapi fisik dan non fisik (spiritual). Hal ini

karena penyakit bukan hanya berupa penyakit fisik namun juga penyakit non fisik yang

tersembunyi seperti fasiq, kemunafikan, keragu-raguan, dusta dan tidak beriman (Hakim,

2013).

Dalam pandangan Islam, dianjurkan untuk menjaga 5 perkara. Seperti yang disebutkan

di dalam hadits riwayat Al Hakim :

‫ِم‬ ‫ِص‬ ‫ِم‬ ‫ِن‬


‫ َو‬، ‫ َو َّح َتَك َقْبَل َس َق َك‬، ‫ َش َبا َبَك َقْبَل َه َر َك‬: ‫س‬ ٍ ‫ِإْغ َت ْم ْمَخًس ا َقْبَل ْمَخ‬
‫ِل‬
‫َو َحَيا َتَك َقْبَل َمْو ِتَك‬، ‫ َو َفَر ا َغَك َقْبَل ُش ْغ َك‬، ‫ِغَنا َك َقْبَل َفْق ِر َك‬
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara; muda sebelum tua, sehat sebelumsakit,
kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, dan hidup sebelum mati”.(HR.Al Hakim)

Kesehatan di dalam ajaran agama Islam merupakan hal yang tidak terpisahkan di dalam

kehidupan beragama dan kehidupan sehari-hari. Islam mengajarkan manusia untuk hidup

optimis dengan berusaha dan bekerja namun tetap secara ikhlas menerima hasilnya sesuai

ketentuan Allah SWT, bersyukur, menjaga kebersihan, berbuat baik terhadap sesama serta

menjaga dan memelihara diri sendiri baik secara fisik maupun rohani (iman) dan sebagainya.

Semua ini sudah merupakan satu kesatuan yang merupakan inti untuk hidup secara sehat dan

bahagia (Nafis, 2011).

Pada dasarnya, pengobatan terdiri dari dari dua bagian, yaitu pencegahan dan

penyembuhan. Islam sangat memperhatikan kedua prinsip ini, dengan memaduhkan manfaat

keduanya dalam jasmani dan rohani untuk memperoleh kesehatan tubuh dan keselamatan

jiwa (Hakim, 2013).

Disamping pencegahan, islam juga memerintahkan untuk memelihara kehidupan yang

dikaruniakan Allah SWT, sebagaimana Allah SWTberfirman :

40
٢٩ ‫َو اَل َتۡق ُتُلٓو ْا َأنُفَس ُك ۚۡم ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن ِبُك ۡم َرِح يٗم ا‬
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”

Ayat diatas menjelaskan dalam hal ini, sasaran islam yang terutama adalah

penyembuhan hati dan jiwa serta pencegahan penyakit dan penjagaan dari kerusakkannya

(Ar-Rumaikhan, 2014).

Dalam hal kesehatan, kita jumpai begitu banyak arahan di seputar masalah kesehatan

dari hadits-hadits Rasulullah. Baik yang bersifat qauliy (ucapan) ataupun fi’liy (perbuatan).

Dari hadits-hadits tersebut secara ringkas dapat disimpulkan ada beberapa prinsip tentang

kesehatan dalam Islam, sebagai berikut:

1. Menjaga Kebersihan Badan, Pakaian dan Tempat Tinggal

Sabda Rasulullah SAW :

‫الُّط ُهوُر َش ْط ُر اِإْليَم اِن‬...


“Kebersihan (bersuci) adalah separuh dari keimanan (HR.Muslim (261H) dalam
kitab sahihnya pada pembahasan "At-Thaharah" bab fadhlul wudhu’ (no.223) 1/203).”.

Hadits ini menjadi dasar yang sangat kuat bahwa Islam sangat mementingkan urusan

ini. Hampir tidak dijumpai agama selain Islam yang begitu detil mengatur masalah

kebersihan badan, pakaian dan tempat tinggal.

2. Menjalani Pola Hidup Islami

Seperti anjuran Rasulullah untuk berolahraga, makan ketika lapar dan berhenti makan

sebelum kenyang, tidur lebih awal dan bangun lebih pagi, dan lain-lain.

3. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib (berkualitas)

Makan dan minum bukan hanya sekedar untuk memenuhi rasa lapar, oleh karenanya

Islam mengarahkan agar lebih selektif dalam memilih makanan, karena tidak setiap jenis

makanan atau minuman baik dan berguna untuk tubuh. Sabda Rasulullah, Allah turunkan

beberapa jenis makanan dan minuman yang haram dikonsumsi disamping karena telah

41
terbukti tidak berkualitas, juga sebagai suatu cara Allah untuk menguji ketaatan dan

ketundukan terhadap-Nya (Nata, 2004).

Dalam Islam sangat diajarkan untuk menjaga kebersihan, sebagaimana Allah SWT

menyerukan untuk membersihkan diri. Allah SWT berfirman :

٢٢٢ ‫ِإَّن ٱَهَّلل ُيِح ُّب ٱلَّتَّٰو ِبيَن َو ُيِح ُّب ٱۡل ُم َتَطِّهِريَن‬...
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri”(Q.S Al-Baqarah (2) : 222)

Demikian juga Rasullullah SAW bersabda :

‫ِإَّن َهَّللا َت َع الى َط ِّيٌب ُيِحُّب الَّط ِّي َب َن ِظ يٌف ُيِحُّب الَّن َظ اَف َة َك ِر يٌم ُيِحُّب اْل َك َر َم َج َو اٌد ُيِحُّب‬
)‫اْلُجوَد َفَن ِّظ ُفوا َأْف ِنَي َت ُك ْم (رواه التيرمدى‬
“Sesungguhnya Allah SWT. Itu baik, Dia menyukai kebaikan. Allah itu bersih, Dia menyukai
kebersihan. Allah itu mulia, Dia menyukai kemuliaan. Allah itu dermawan ia menyukai
kedermawanan maka bersihkanlah olehmu tempat-tempatmu.” (H.R At –Tirmidzi : 2723)

Mencegah berbagai penyakit, menjaga kesehatan dan lingkungan sesuai sunnah,

Rasulullah SAW menerapkan berbagai ketentuan sebagai berikut:

1.Kebersihan individu. Hak ini ditetapkan melalui kewajiban berwudhu dan mandi. Sehingga

kedua hal ini menjadi syarat penentu sah atau tidaknya suatu ibadah.Dalam banyak ajaran

Rasulullah SAW telah dipaparkan berbagi Sunah yang sarat dengan fitrah serta kebersihan.

2.Kebersihan lingkungan. Hal ini mencakup pemeliharaan kebersihan sumber-sumber air,

jalan-jalan umum, tempat-tempat berteduh, halaman rumah, masjid, dan juga etikamakan dan

minum (Nafis, 2011).

Pencegahan penularan infeksi bakterial sesuai tuntunan Rasullullah SAW dapat

dilakukan dengan :

1. Harus rajin melakukan cuci tangan dengan benar, menggunakan sabun dan air mengalir.

2. Tidak saling bertukar obat tetes mata, alat-alat kosmetik, lensa kontak bantal, pakaian atau

handuk.

42
3. Gunakan kacamata hitam untuk mengatasi keluhan sensitif terhadap cahaya.

4. Tidak boleh menggunakan lensa kontak atau alat make up pada mata sampai benar-benar

sembuh (Nata, 2004).

Beberapa hal diatas merupakan pencegahan yang dapat dilakukan seorang mukmin

apabila berniat menggunakan softlens sesuai dengan kaidah Islam, agar terhindar dari

penyakit keratokonjungtivitis akibat pemakaian soflens.

Pengobatan yang diberikan untuk keratokojungitivitis tergantung dari penyebab

infeksi, sebagai contoh : Pada kasus konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi virus tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik dan dapat sembuh sendiri. Akan tetapi

Keratokonjunctivitis berat yang disebabkan oleh virus Herpes simplex harus diobati dengan

tepat menggunakan obat tetes mata yang mengandung antivirus (Vaughan, 2009).

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dapat diterapi dengan obat tetes mata atau salep

yang mengandung antibiotik. Pada mata yang terkena paparan terhadap bahan kimia, harus

segera dibilas dengan air bersih yang mengalir agar bahan kimia tersebut hilang dari mata.

Keluhan biasanya membaik setelah beberapa jam, apabila keluhan masih terus berlanjut harus

segera mengunjungi dokter. Pada pasien yang mengalami keratokonjungtivitis akibat

pemakaian lensa kontak, untuk sementara tidak boleh menggunakan lensa kontak sampai

kondisi mata benar-benar pulih. Ikuti petunjuk cara menggunakan dan membersikan lensa

kontak yang baik dan benar (Vaughan, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka hendaknya seorang mukmin yang sudah terjangkit

keratokonjungtivitis dianjurkan untuk berobat ke dokter agar mendapatkan penanganan yang

tepat. Selain itu seorang mukmin juga harus bersikap sabar, berikhtiar, dan berprasangka baik

kepada Allah SWT dalam menghadapi ujian berupa penyakit yang dideritanya.

43
BAB IV

HUBUNGAN INFEKSI BAKTERIAL PADA PENGGUNAAN SOFTLENS DENGAN

TERJADINYA KERATOKONJUNGITIVITIS DITINJAU DARI KEDOKTERAN

DAN ISLAM

Berdasarkan uraian yang telah ditulis di bab sebelumnya, keratokonjungtivitis

merupakan peradangan pada kornea dan konjugtiva yang disebabkan oleh beberapa faktor

salah satunya yaitu akibat pemakaian soflens. Lensa kontak yang secara langsung

bersentuhan dengan mata dan memicu komplikasi melalui trauma, mengganggu kelembaban

kornea dan konjungtiva, penurunan oksigen kornea, stimulasi respon alergi, inflamasi dan

infeksi.

Infeksi bakteri pada keratokonjungitivitis yaitu dengan cara mikroorganisme masuk

kedalam tubuh dengan cara adhesi, evasi dan invasi. Adhesi adalah penempelan molekul

mikroorganisme ke epitel mata yang dimediasi oleh protein permukaan mikroorganisme.

Evasi adalah upaya mikroorganisme untuk menembus pertahanan sistem imun. Hampir

semua mikroorganisme hanya menginvasi bila terdapat kerusakan epitel kecuali beberapa

bakteri seperti Neissseria gonorhoeae dan Shigella spp. Pada infeksi virus, adhesi sekaligus

memfasilitasi proses invasi melalui interaksi molekul virus dengan sel hospes seperti

interaksi kapsul adenovirus dengan integrin sel hospes yang menyebabkan proses endositosis

virus oleh sel. Mikroorganisme juga dapat bertahan melewati sistem pertahanan tubuh dan

bereplikasi seperti pada infeksi HSV, virus varisela serta herpes zoster namun sebagian besar

infeksi lainnya dapat dieradikasi oleh sistem imun tubuh.

Keratokonjungtivitis adalah konjungtivitis folikular akut yang diikuti dengan keratitis

superfisial. Terdapat tiga fase berdasarkan gejala klinisnya. Fase pertama adalah

konjungtivitis serosa akut dengan karakteristik konjungtiva hiperemi, kemosis, dan lakrimasi.

Gejala tersebut diikuti fase kedua yaitu konjungtivitis folikular akut dengan karakteristik

44
pembentukan folikel di kelopak mata bawah. Fase ketiga adalah konjungtivitis

pseudomembran akut yang ditandai dengan pseudomembran di permukaan konjungtiva.

Kornea dapat terinfeksi satu minggu setelah onset penyakit. Pada keratokonjungtivitis

epidemika sering dijumpai limfadenopati preaurikular ipsilateral.

Menurut pandangan Islam, mata merupakan salah satu panca indera yang harus dijaga

dengan baik. Allah SWT membuat mata tersebut dengan indah sesuai dengan kebutuhan.

Allah juga memberikan pula indra penglihatan yang digunakan untuk melihat keindahan

ciptaannya yang lain. Allah SWT juga menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya. Dalam

pandangan Islam penggunaan Softlens berdasarkan kaidah Fiqhiyyah, pada dasarnya

diperbolehkan selama penggunaan softlens ini mendatangkan manfaat dan tidak

menimbulkan mudharat. Apabila penggunaan Softlens lebih banyak mudharatnya dari pada

manfaatnya, maka tidak boleh digunakan. Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Ketahuilah,

asal hukum semua benda yang ada dengan segala perbedaan sifat dan jenisnya adalah halal

secara mutlak bagi manusia, dan bahwa dia suci, tidak haram dikenakan dan digunakan serta

disentuh”. Ini merupakan ungkapan yang bersifat umum, menyeluruh dan patokan agung

yang besar manfaatnya.

Dalam bidang medis, infeksi bakterial yang terjadi akibat pemakaian softlensterhadap

keratokonjungitivitis disebabkan karena kebersihan yang buruk atau reaksi inflamai yang

menyebabkan mikroorganisme tumbuh. Hal ini juga sesuai dari segi Islam bahwa hukum

menggunakan softlensdasarnya diperbolehkan dengan niat untuk pengobatan dan juga

menghindari mudharat yang dapat ditimbulkan dari penggunaan softlens tersebut.

45
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Keratokonjungtivitis merupakan peradangan pada kornea dan konjungtiva yang dapat

disebabkan oleh berbagai faktor dan sering kali mengalami kekambuhan. Pemakaian

softlensmerupakan salah satu penyebab keratokonjungtivitis.

2. Infeksi bakteri yang disebabkan oleh pemakaian softlensdapat melalui 3 mekanisme

diantaranya yaitu dengan cara adhesi, evasi dan invasi.

3. Tinjauan Islam terhadap hubungan infeksi bakterial pada penggunaan softlens dengan

terjadinya keratokonjungitivitis pada dasarnya menurut kaedah Fiqhiyyah yaitu

diperbolehkan selama penggunaan softlensini mendatangkan manfaat dan tidak

menimbulkan mudharat.

5.2 Saran

1. Bagi dokter muslim

Diharapkan dokter muslim terus berusaha meningkatkan pengetahuan dalam

perkembangan ilmu kedokteran maupun islam serta memberikan penyuluhan kepada

masyarakat tentang keratokonjungitivitis dan hubungannya dengan pemakaian

softlens.

2. Bagi mubaligh

46
Para mubaligh diharapkan untuk selalu mengingatkan umat islam untuk hidup bersih

dan sehat. Serta selalu mengedepankan sikap kehati-hatian dan kewaspadaan dalam

menggunakan sesuatu.

3. Bagi masyarakat

Masyarakat diharapkan untuk selalu memperhatikan kondisi tubuhnya dan segera

memeriksakan dirinya ke dokter apabila dirasakan ketidaknyamanan dalam tubuhnya.

Selain itu masyarakat juga disarankan untuk membekali dirinya masing-masing

dengan ilmu yang semakin berkembang. Bagi masyarakat dengan kasus

keratokonjungitivitis diharapkan dapat berobat sedini mungkin agar tidak terjadi

komplikasi.

47
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahan. 2008. Departemen Agama RI. Bandung.


Al-Mubarok, Ahmad Zaki, 2006. Pendekatan Strukturalisme Lingustik dalam tafsir Al-
Quran kontemporer, ElShaq. Yogyakarta.
Al Qurthubi, 2006. Tafsir Al Jam’i li Ahkam Al Quran. Cet 1, Departemen Agama RI.
Jakarta.
Ar-Rumaikhan, Sulaiman Ali. 2014. Fiqih Pengobatan Islami. Al-Qowani, Jakarta.

Ayyub, Hasan Muhammad. 2008. Panduan Beribadah Khusus Pria. Cet. II, Perpustakaan
Nasional. Jakarta.

American Academy of Ophthalmology. 2003 – 2004. Optic, Refraction, and Contact


lens. Basic and Clinical Science Course Section 3. American Academy of
Ophthalmology, San Fransisco.

Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and treatment.
JAMA.2013;310(6):1721-9.

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. 2014. External disease and cornea. Italia: American
Academy of Ophtalmology.

Eva ,Whitcher. 2009. Oftalmologi umum. Jakarta: EGC.

Fatin.A.K. 2010. Gambaran Penggunaan Lensa Kontak pada Mahasiswa FK USU dan
Kemungkinan Terjadinya Keratitis. (skripsi). Medan : Universitas sumatra Utara.

Garcia, C. L. 2007. “Dialectic Dialogue for Academic Anxietiesin the Dissertation


Process.” Article. Pepperd in University. http://www.gestalttherapy. Net
/writers/garcia.pdf

Gross E. B.2003. Complications of Contact Lenses, In: Duane’s Clinical Ophthalmology,


(fourth volume), (CD-ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA.

Ilyas, Yaslis, 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formula. Depok
: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Ilyas, Sidharta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Ed ke-3, Jakarta : Balai Penerbit FK UI

Hartono, Ahmad. 2016. Pengantar Ilmu Islam. CV Mulia, Jakarta.

Hakim, M. Saifudin. 2014. Islam Sains dan Kesehatan. Pustaka Muslim. Jakarta.

Kalaiyarasan, 2004. Contact lens fitting. AES Illumination, 2(4) : 20-24.

48
Kara-Jose N., 2004: 243-63. Coral-Ghanem C., Complications Associated with Contact
Lens Use. In: Contact Lenses in Ophthalmic Practice. Springer-Verlag. New York.

Kanski, J.J. and Bowling, B. 2011. Clinical Ophthalmology. 7th ed. London: Butterworth
Heinemann Elsevier.

Khaerunnisa, 2012. Skripsi : Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan lensa


kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kharuna, A.K. 2007. Comprehensive Ophtomology. 4th ed. New Dehli: New Age
International limited.

Kurnia. 2013. Makna dan Tafsir dari Q.S. Al-Baqarah 155. (Serial online). Tersedia
di:http://denikurnia.blogspot.com/2013/01/makna-maksud-qs-al-baqarah-
155.html/.

Loh K.Y., Agarwal P. 2010. Contact lens-related corneal ulcer. Malaysian Family
Physician 1(5): 6-8.

Marazzi,P. 2010. Hard Contact Lens for Keratoconus. Di dalam:


http://www.sciencephoto.com/media/152789/enlarge.

Marcoeyes. 2008. Rigid gas permeable contact lens on eye. Di dalam:


http://www.flickr.com/photos/22563593@N03/2900136104/.

Muhadi dan Muadzin. 2009. Semua Penyakit Ada Obatnya, Menyembuhkan Penyakit Ala
Rasulullah. Mutiara Media:Jakarta.

Moriyama A.S., Lima A.L.H. 2008. Contact lens-associated microbial keratitis. Arq Bras
Oftalmol 71(6): 32-36.

Nata, Abudin. 2004. Perspektif Islam Tentang Pendidikan Kedokteran Paradigma Sehat

Nafis, Cholil. 2011. Kebersihan dan Kesehatan dalam Perspektif Islam. CV Mulia Karya.
Surakarta.

Riordan-Eva, P & Witcher, JP (2008). Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology, 17th
Edition. New York: McGraw-Hill Companies. Diterjemahkan: Diana Susanto.
2009. Oftalmologi Umum Vaughan &Asbury, Ed. 17. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Rizka. N, 2016. Skripsi : Gambaran tingkat pengetahuan pelajar putri tentang


penggunaan lensa kontak di SMK Nusantara 1 Ciputat Kota Tangerang Selatan.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Salim, Amru Abdul, 2013. Etika Berhias Wanita Muslimah. At-Tibyan, Surabaya.

Sarwat, Ahmad. 2015. Seri Fiqih Kehidupan : Pakaian, Perhiasan dan Rumah. Rumah
Fiqih Publishing. Jakarta.

49
Scherer LD, Finan C, Simancek D, Finkelstein JI, Tarini BA. 2015:55

(6):542-8 Effect of “pink eye” label on parents intent to use antibiotics and perceived
contagiousness. Sage Journals.

Shaqr, Athiyyah. 2015. Tanya Jawab Wanita Muslimah. Tiga Serangkai. Surabaya.

Thawilah, Abdul Wahhab Abdussalam. 2007. Panduan Berbusana Islami, Perpustakaan


Nasional. Jakarta.

Vaughan, Daniel. 2009. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika
Jakarta.

Ventocilla. 2010. M. Contact Lens Complications : Michigan Collage Of Optemetry.


Diambil dari OfjAA&url=http%3A%2F%2Femedicine.medscape.com%2Farticle
%2F 1196459-overview&ret=j&q=Contact+Lens+Complicatons&ei=cunXS-
apGILGrAeu442PBW&USG=AFQjCG_71aTTtjr3KH8RbxAxsUvxlosp UQ-,

Wijana S.D., N. 1993. Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata. Universitas Indonesia.
Jakarta

Zuhroni. 2003. Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta: Kharisma
Globalindo.

50

Anda mungkin juga menyukai