PROPOSAL SKRIPSI
SUSILAWATI
1032171028
MEI 2021
i
KATA PENGANTAR
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan ucapan
teimakasih kepada :
Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki
beberapa kekurangan, oleh karena itu masukan dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga penelitian ini nantinya membawa manfaat bagi para pembacanya
dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan medikal
bedah.
Susilawati
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
BAB I.............................................................................................................................6
PENDAHULUAN.........................................................................................................6
BAB II.........................................................................................................................12
LANDASAN TEORI..................................................................................................12
iv
2.1.6 Patofisiologi Gastritis.................................................................................24
2.6.2 Subsistem....................................................................................................45
BAB III........................................................................................................................48
DAN HIPOTESIS........................................................................................................48
3.3 Hipotesis............................................................................................................51
BAB IV........................................................................................................................52
METODE PENELITIAN............................................................................................52
4.2.1 Populasi.......................................................................................................52
4.4.3 Confidentiality.............................................................................................56
4.7.1 Editing.........................................................................................................60
4.7.2 Coding.........................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................65
Lampiran I...................................................................................................................69
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Gastritis adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa dan submukosa
lambung yang dapat bersifat akut maupun kronik, sering disebabkan oleh infeksi
bakteri seperti Helicobacter pylori, pemakaian obat obatan seperti NSAID (Non
Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dan bahan iritan lainnya sehingga
menyebabkan erosi pada lapisan lambung (Dairi et al., 2018). Gastritis lebih
sering dikenal dengan sebutan maag dikalangan masyarakat (Selviana, 2015).
Presentase angka kejadian gastritis di dunia sekitar 1.8-2.1 juta dari jumlah
penduduk setiap tahunnya, di Inggris (22%), China (31%), Jepang (14.5%),
Kanada (35%), dan Perancis (29.5%). Di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari
jumlah penduduk setiap tahunnya. Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal
yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat
menyusahkan seseorang. (WHO, 2013)
9
Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi, hasil penelitian dan
pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian
gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu di
kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar
46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5 %, Palembang 35,35, Aceh 31,7%, dan
Pontianak 31,2 %. Tahun 2009 penyakit gastritis merupakan salah satu penyakit
didalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit
seluruh Indonesia dan menyerang lebih banyak perempuan dari pada laki-laki
dengan jumlah kasus 30.154 orang (Kemenkes RI, 2018).
Gejala yang sering terjadi pada penderita gastritis adalah rasa tidak nyaman pada
perut tepatnya epigastrium, perut kembung, nausea, muntah, sakit kepala dan
mual yang dapat menggangu aktivitas sehari-hari, Perih atau sakit seperti
terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk
ketika makan, hilang selera makan, bersendawa, dan kembung. Apabila tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan ulkus pada lapisan lambung dikenal
dengan tukak gaster, perdarahan saluran cerna bagian atas, bahkan dapat
menimbulkan kanker lambung (Raifudin, 2010 dalam Rukmana, 2018).
Penyakit gastritis banyak diderita pada kalangan remaja, masa remaja adalah
masa mencari identitas diri, keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya
dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga
penampilan. Sehingga berdampak pada pola makan, termasuk pemilihan bahan
makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga
menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali tanpa
memperhatikan pola makan yang sehat. Hal itu menyebabkan remaja rentan
terkena penyakit gastritis (Ayu, 2015).
10
Pola makan tidak baik sering menjadi penyebab terjadinya gastritis, frekuensi
makan yang tidak teratur dan jenis makanan yang beresiko seperti makanan
pedas, bersantan, dan mengandung gas dapat mengakibatkan produksi asam
lambung yang berlebih sehingga mengiritasi dinding mukosa lambung. Menurut
penelitian Rika (2016) yang dilakukan di Pekanbaru ada hubungan pola makan
tidak adekuat dengan kejadian penyakit gastritis yaitu sebanyak 33 orang
(57,9%) dari 36 responden. Dan juga ada hubungan jenis makanan beresiko
dengan kejadian gastritis, hal ini terlihat dari jumlah penderita gastritis dengan
jenis makanan tidak seimbang sebanyak 23 orang (68,4%), sedangkan jumlah
penderita gastritis dengan jenis makanan seimbang sebanyak 10 orang (23,3%).
Gaya hidup mahasiswa seperti merokok, konsumsi alkohol dan kopi, juga
konsumsi obat golongan NSAID sangat mempengaruhi kejadian penyakit
gastritis. Penelitian yang dilakukan oleh Widayat tahun 2018 di Samarinda dan
Kendari menyatakan bahwa ada hubungan kejadian gastritis dengan kebiasaan
konsumsi NSAID, dan jenis NSAID yang sering digunakan di kalangan
mahasiswa adalah asam mefenamat sebanyak 121 responden (46,1%). Ada
hubungan gastritis dengan kebiasaan merokok sebesar 62,5% (15 orang).
11
Faktor lainnya yang mempengaruhi kejadian gastritis adalah stres, Mahasiswa
sangat memiliki kerenantanan terhadap stres, dapat disebabkan oleh aktivitas
perkuliahan atau faktor lainnya (Ayu, 2015). Penelitan Novitasary (2017)
menyatakan bahwa ada hubungan stres dengan kejadian gastritis. Tingginya
tingkat stres dan seringnya mengalami stres berbanding lurus dengan tingginya
angka kejadian gastritis bahkan dapat memicu terjadinya kekambuhan dari
penyakit gastritis (Merbawani et al., 2017).
12
1.2 Rumusan Masalah
Gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya diderita oleh kalangan
remaja, khususnya penyakit ini meningkat pada kalangan mahasiswa. disebabkan
oleh berbagai faktor misalnya tidak teraturnya pola makan, gaya hidup yang
salah dan meningkatnya aktivitas (tugas perkuliahan) sehingga mahasiswa tidak
sempat untuk mengatur pola makannya dan malas untuk makan.(Fahrur, 2015).
Mengingat besarnya dampak yang dapat terjadi diakibatkan oleh penyakit
gastritis ini khususnya pada mahasiswa maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian apakah terdapat hubungan anatara pengetahuan dengan perilaku
pencegahan gastritis pada mahasiswa S1 Keperawatan Universitas MH
Thamrin ?
13
1.3.2.4 Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku
mahasiswa mengenai pencegahan gastritis di program studi S1
Keperawatan Universitas MH Thamrin
14
BAB II
LANDASAN TEORI
15
al., 2018). Berdasarkan Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di
Indonesia yang tertinggi adalah kota Medan mencapai 91,6%, lalu di
beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta
50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak
31,2% (Novitasary et al., 2017). Angka kejadian gastritis pada beberapa
daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari
238,452,952 jiwa penduduk (Antu, 2018).
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai dalam
praktik sehari – hari dengan angka kejadian lebih tinggi pada laki- laki
daripada perempuan, laki-laki lebih banyak terkena gastritis karena
kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan rokok (Jayanti, 2017). Prevalensi
kejadian gastritis di Amerika Serikat juga dominan pada laki- laki (13%)
daripada perempuan (10%) (Jameson 2018 dalam Erika 2020).
16
suku papua (42,9%), kemudian suku batak (40,0%), suku bugis (36,7%),
dan suku cina (13,6%) (Syam, 2016).
17
2.1.3.2 Gastritis Kronik
Gastritis kronik merupakan peradangan mukosa lambung yang
menahun sebagai dampak dari riwayat gastritis sebelumnya yang
tidak disembuhkan (Ayu, 2015). Pada gastritis kronik dapat terjadi
perubahan mukosa lambung akibat atropi dan metaplasia epitel,
berdasarkan etiologinya dapat diklasifikasikan menjadi autoimun,
infeksi bakteri dan reflux (Griffiths, 2012). Gastritis kronik
ditandai dengan ditemukannya sel-sel radang kronik yaitu limfosit
dan sel plasma dengan sangat sedikit ditemukan neutrofil
(Jameson 2018 dalam Erika 2020).
18
Perubahan histologi terjadi pada antrum lambung, jenis ini
paling sering ditemukan dan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan kuman Helicobacter Pylori. Secara garis
besar dibagi menjadi gastritis kronik predominasi antrum dan
gastritis kronik atrofi multifokal. Gastritis kronik predominasi
antrum ditandai dengan jumlah kuman Helycobacter pylori
sangat tinggi dan adanya sel inflamasi kronik yaitu sel
limfosit polimorfonuklear pada lamina propia dan daerah intra
epitelial. Inflamasi moderate sampai berat pada mukosa
antrum sedangkan inflamasi di korpus ringan, antrum tidak
mengalami atropi atau metaplasia, biasanya asimptomatis
namun beresiko terjadinya tukak lambung. Gastritis kronik
atrofi multifokal mempunyai ciri khusus yaitu terjadinya
inflamasi pada hampir seluruh mukosa dan merupakan faktor
resiko terjadinya displasia epitel dan karsinoma lambung.
c. Gastritis Tipe AB
Gastritis dengan distribusi anatomis yang menyeluruh,
penyebaran kearah korpus cenderung meningkat dengan
bertambahnya usia (Rika, 2016).
19
b. Gastritis kronik atrofik
Stadium lanjutan dari gastritis kronik superfisialis, sel radang
kronik menyebar lebih dalam pada mukosa lambung disertai
dengan destruksi sel kelenjer mukosa.
c. Atrofi Lambung
Stadium akhir gastritis kronik, Pada fase ini struktur kelenjar
lambung menghilang dan terpisah dengan jaringan ikat, serta
jumlah sel radang pada mukosa menurun. Pada pemeriksaan
endoskopi tampak mukosa lambung sangat tipis dan
pembuluh darah pada mukosa terlihat jelas.
d. Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologi kelenjar mukosa lambung menjadi
kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
Perubahan tersebut terjadi secara bervariasi mulai dari sedikit
mukosa lambung yang terlibat hingga keseluruhan dari
mukosa lambung.
2.1.3.3 Gastropati
Gastropati merupakan kelainan pada lambung yang secara
histopatologik tidak menggambarkan radang. Gastropati yang
disebabkan oleh refluks empedu dan NSAID sering disebut
sebagai gastropati kimiawi atau gastropati reaktif atau gastritis tipe
C. Terdapat tiga kategori pasien gastropati kimiawi, yaitu refluks
empedu setelah gastrektomi parsial, refluks empedu sebagai
bagian dari sindrom dismotilitas gastrointestinal dan penggunaan
obat golongan NSAID. NSAID dapat merusak mukoa lambung
20
melalui 2 mekanisme yaitu topikal dan sistemik. Kerusakan
mukosa secara topikal dapat terjadi karena NSAID yang bersifat
asam dan lipofilik masuk dan terperangkap dalam sel mukosa dan
menimbulkan kerusakan mukosa lambung. Efek sistemik NSAID
berdampak pada penurunan produksi prostaglandin yang
merupakan substansi sitoproteksi yang sangat penting bagi
mukosa lambung. Efek sitoproteksi tersebut menjaga aliran darah
mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat serta
meningkatkan pertahanan epitel lambung. Gangguan aliran darah
pada mukosa lambung dapat menimbulkan adhesi netrolit pada
endotel pembuluh darah mukosa dan memacu proses imunologis,
kemudian akan dilepaskan radikal bebas dan protease yang dapat
meyebabkan kerusakan mukosa lambung (Hirlan, 2015).
21
terjadi secara oral atau fecal-oral, dapat hidup dan berkembang biak
pada makanan yang tidak higenis atau tidak dimasak dengan benar.
Faktor risiko terinfeksi kuman Helycobacter pylori yaitu kondisi
tempat tinggal yang tidak sehat, makanan dan minuman yang tidak
bersih dan terpapar dengan sekret lambung orang yang terinfeksi.
Helycobacter pylori dapat menghambat produksi asam lambung dan
memproduksi protein yang merusak barier pertahanan mukosa
lambung sehingga menyebabakan peradangan. Selain kuman
Helycobacter pylori terdapat beberapa mikroorgaisme lain yang
dapat menyebabkan peradangan pada lambung, antara lain:
Helicobacter heilmannii, jenis virus seperti Cytomegalovirus dan
Herpes simplex virus, jenis jamur seperti Candida species,
Histoplasma capsulatum, dan Mukonacea juga dapat menginfeksi
mukosa gaster namun hanya pada pasien immunocompromised
(Hirlan, 2015).
22
gastritis seperti pada usia lanjut >60 tahun, penggunaan NSAID
kombinasi dengan steroid, NSAID dosis tinggi atau menggunakan
dua jenis NSAID, dan menderita penyakit sistemik yang berat
(Hirlan, 2015). NSAID menginhibisi enzim siklooksigenase-1
(COX-1) sehingga menghambat produksi prostaglandin yang
berperan penting sebagai lapisan proteksi mukosa lambung
(Griffiths, 2012).
2.1.4.3 Autoimun
Gastritis terjadi akibat adanya autoantibodi terhadap secretory
canalicular structure sel parietal menyebabkan produksi asam
lambung berkurang atau hipoklorhidria sehingga rentan terhadap
infeksi bakteri dan produksi faktor intrinsik juga berkurang
menyebabkan gangguan absorbsi vitamin B12. Vitamin B12
berperan dalam sintesis DNA dan produksi sel darah merah, pada
defisiensi vitamin B12 maturasi sel darah merah relatif lambat
menyebabkan nukleus belum terekstrusi saat diedarkan ke sirkulasi
mengakibatkn terjadinya anemia pernisiosa atau disebut anemia
megaloblastik yang beresiko menjadi kanker lambung. Insiden
gastritis autoimun meningkat pada individu dengan gen HLA-B8
dan HLA-DR3. Asam lambung memegang peran penting terhadap
produksi gastrin oleh sel G, kadar gastrin relatif meningkat (>500
pg/mL) pada pasien anemia pernisiosa. Biasanya kondisi ini
berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya seperti gangguan
tiroid, penyakit adison dan riwayat keluarga dengan anemia
pernisiosa (Griffiths, 2012; Jameson et al., 2018).
23
2.1.5. Faktor Risiko Gastritis
2.1.5.1 Pola makan
Pola makan merupakan suatu cara untuk mengatur jumlah makan
dan jenis
makanan untuk mempertahankan kesehatan, status nutrisi,
mencegah dan menyembuhkan penyakit (Depkes RI, 2009). Pola
makan yang tidak teratur atau telat makan sangat beresiko
menyebabkan penyakit gastritis. Secara alami, lambung akan terus
memproduksi asam lambung dalam jumlah kecil, 4-6 jam setelah
makan maka kadar glukosa dalam darah akan menurun dan
menstimulasi produksi asam lambung, bila seseorang terlambat
makan 2-3 jam maka produksi asam lambung akan berlebih dan
mengiritasi mukosa lambung (Juliani et al., 2018). Jadwal makan
yang tidak teratur membuat lambung sulit beradaptasi dan pada saat
harusnya lambung terisi namun dibiarkan tetap kosong atau ditunda
pengisiannya menyebabkan asam lambung berlebih dan mencerna
lapisan epitel mukosa lambung (autodigestif) sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan mual (Siska, 2017).
24
menyebabkan pemilihan makanan yang cepat saji dan minuman
bersoda tanpa memperhatikan kebersihan makanan dan nilai gizi
dari makanan yang dikonsumsi (Juliani et al., 2018).
2.1.5.3 Rokok
Nikotin atau asam nikotinat pada rokok dapat menyebabkan adhesi
trombus yang berkontribusi pada penyempitan pembuluh darah, dan
nikotin juga merangsang pengeluaran zat – zat seperti adrenalin
yang merangsang denyut jantung dan menyempitkan pembuluh
darah sehingga terjadi penurunan aliran darah ke lambung. Hal ini
juga mengakibatkan penurunan produksi mukus yang merupakan
lapisan pelindung mukosa lambung. Nikotin juga menurunkan
rangsangan lapar di hipotalamus sehingga jadwal makan yang tidak
teratur menyebabkan produksi asam lambung berlebih. Kelebihan
asam lambung dan lambatnya produksi mukus dapat mengakibatkan
inflamasi pada mukosa lambung (Rika, 2016).
2.1.5.4 Kopi
Kafein yang terkandung dalam kopi dapat menstimulasi sistem
saraf pusat sehingga meningkatkan aktivitas lambung, sekresi
hormon gastrin dan pepsin. Kafein mempercepat produksi asam
lambung sehingga menciptakan suasana yang lebih asam dan dapat
mengiritasi mukosa lambung, kafein juga meningkatkan produksi
gas di lambung yang dapat menimbulkan sensasi kembung di perut
(Sani et al., 2016). Asam lambung menstimulasi perubahan
pepsinogen menjadi pepsin, kemudian pepsin merangsang
pelepasan histamine dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan intrasel ke ekstrasel dan
25
menyebabkan edema, kerusakan kapiler dan dapat menimbulkan
perdarahan lambung (Selviana, 2015).
2.1.5.5 Alkohol
Alkohol yang terdapat pada minuman seperti bir, anggur dan
lainnya umumnya dalam bentuk etil alkohol atau etanol. Etanol
dapat merusak sawar pada mukosa lambung sehingga memudahkan
terjadinya gastritis. Alkohol dapat merangsang produksi asam
lambung berlebih, nafsu makan berkurang dan mual, dalam jumlah
banyak alkohol dapat menimbulkan peradangan dan perdarahan
mukosa lambung. Alkohol juga mengakibatkan penurunan
kemampuan lambung dalam mencerna makanan akibat perubahan
morfologi dan fisiologi mukosa gastrointestinal (Sani et al, 2016).
2.1.5.6 Stres
Stres adalah suatu respon non spesifik tubuh sebagai mekanisme
pertahanan diri terhadap masalah. Stres yang berlebihan dapat
memicu produksi asam lambung secara berlebih sehingga
mengiritasi mukosa lambung. Tingginya tingkat stres dan seringnya
mengalami stres berbanding lurus dengan tingginya angka kejadian
gastritis bahkan dapat memicu terjadinya kekambuhan dari penyakit
gastritis (Merbawani et al, 2017).
2.1.5.7 Umur
Gastritis umunya terjadi pada usia muda, karena kesibukan aktivitas
atau menjaga postur tubuh yang menyebabkan individu membatasi
pola makannya. Namun kejadian gastritis meningkat seiring
26
bertambahnya usia, dan insiden infeksi Helycobacter pylori
meningkat pada usia 50-59 tahun (Syam, 2016).
2.1.5.9 Ras
Gastritis lebih berisiko terjadi pada ras Afrika-Amerika (Odds ratio:
1,20) karena pola hidup mereka yang gemar mengkonsumsi
makanan cepat saji, konsumsi alkohol, dan rokok, serta lebih
berisiko terkena penyakit jantung, diabetes dan obesitas (Jameson et
al., 2018).
2.1.5.10 Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa latar belakang genetik
mempengaruhi risiko terjadinya gastritis, terutama pada individu
dengan genetik yang dianggap rentan menyebabkan gastritis seperti
polimorfisme TNFα dan IL-1β, namun hal ini dianggap perlu diteliti
lebih lanjut (Zatorski, 2017).
28
lapisan mukus pelindung lambung (Jameson et al, 2018 dalam
Erika 2020).
29
2.1.7 Manifestasi Klinis Gastritis
Manifestasi klinis pada pasien gastritis menunjukkan sindrom dispepsia,
dengan keluhan yang merujuk pada kriteria Roma III yaitu suatu penyakit
dengan satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan gangguan
gastroduodenal meliputi nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa
penuh atau tidak nyaman setelah makan, dan rasa cepat kenyang. Konsensus
Asia-Pasifik (2012) juga memutuskan untuk menggunakan kriteria Roma III
dengan menambahkan gejala kembung pada perut bagian atas (Syam et al.,
2017). Keluhan yang menjadi alarm sign pada gastritis adalah hematemesis
dan melena serta penurunan nafsu makan (Farishal et al., 2018). Keluhan
yang terjadi bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan asimtomatik
pada lebih dari 50% pasien dengan gastritis hemoragik (Jameson et al.,
2018).
30
menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata
seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai
gangguan kesadaran.
2.1.7.2 Manifestasi gastritis kronik
Keluhan bervariasi dan tidak jelas, umumnya ditemukan nyeri ulu
hati yang menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan, mual,
perasaan penuh di perut dan anoreksia.
31
seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen dan obat-obat tersebut
dapat mengiritasi lambung.
2.1.8.5 Berkonsultasi dengan dokter bila menemukan gejala sakit maag.
2.1.8.6 Memelihara tubuh. Problem saluran pencernaan seperti rasa terbakar
di lambung, kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada
orang yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas). Oleh
karena itu, memelihara berat badan agar tetap ideal dapat mencegah
terjadinya sakit maag.
2.1.8.7 Memperbanyak olahraga. Olahraga aerobik dapat meningkatkan
detak jantung yang dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga
mendorong isi perut dilepaskan dengan lebih cepat. Disarankan
aerobik dilakuakn setidaknya selam 30 menit setiap harinya.
2.1.8.8 Manajemen stres. Stres dapat meningkatkan serangan jantung dan
stroke. Kejadian ini akan menekan respons imun dan akan
mengakibatkan gangguan pada kulit. Selain itu, kejadian ini juga
akan meningkatkan produksi asam lambung dan menekan
pencernaan. Tingkat stres seseorang berbeda-beda untuk setiap
orang. Untuk menurunkan tingkat stress anda disarankan banyak
mengkonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara
teratur, serta selalu menenangkan pikiran. Anda dapat menenangkan
pikiran dengan melakukan meditasi atau yoga untuk menurunkan
tekanan darah, kelelahan dan rasa letih.
32
terputusnya kontinuitas/ integritas mukosa lambung. Sekitar 10%
penderita gastritis berkembang menjadi ulkus lambung (Jameson et
al, 2018 dalam Erika 2020).
2.1.9.2 Perdarahan Saluran cerna
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan
perdarahan yang berasal dari esofagus sampai ligamentum of treitz
(Nugraha, 2017). Perdarahan SCBA merupakan komplikasi yang
paling sering ditemui, insidensnya bervariasi mulai dari 19,4-57
kasus per 100.000 populasi atau sebear 15% dari pasien. Populasi
yang paling sering mengalami komplikasi ini adalah laki-laki dan
usia lanjut > 60 tahun diperkirakan karena penggunaan NSAID.
Lebih dari 50% pasien gastritis dengan perdarahan tidak
memberikan tanda atau gejala sebelumnya (Jameson et al, 2018
dalam Erika 2020). Berdasarkan data studi retrospektif di RS Cipto
Mangunkusumo tahun 2001-2005, perdarahan SCBA paling sering
disebabkan oleh ruptur varises esophagus (33,4%), perdarahan
ulkus peptikum (26,9%), dan gastritis erosif (26,2%). Manifestasi
klinis yang dapat dijumpai yaitu hematemesis (30%), melena
(20%), mengalami keduanya (50%) dan hematokezia (5%). Standar
baku emas untuk menegakkan diagnosis perdarahan saluran cerna
atas menggunakan endoskopi (Nugraha, 2017).
2.1.9.3 Perforasi
Perforasi merupakan komplikasi tersering kedua setelah perdarahan
SCBA, terjadi pada 6-7% pasien dengan tingkat kematian > 20%.
Insiden perforasi meningktat pada usia lanjut karena peningkatan
penggunaanan NSAID (Jameson et al, 2018 dalam Erika 2020).
Gejala yang umum dijumpai adalah nyeri epigastrium yang hebat
secara tiba-tiba dan dapat menjalar ke punggung, pada saat palpasi
33
dijumpai nyeri tekan epigastrium dan abdomen teraba keras atau
kaku, pada pemeriksaan auskultasi dijumpai bising usus meningkat
dan dapat juga menghilang sesuai perjalanan penyakit (Rahma,
2018).
2.1.9.4 Obstruksi
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, hanya terjadi pada 1-2%
pasien. Obstruksi biasanya terjadi jika ada ulkus yang berlokasi di
kanal pilorus. Obstruksi dapat disebabkan oleh edema yang diikuti
proses penyembuhan dan dapat disebabkan oleh scar yang
terbentuk. Gejala yang umum dijumpai meliputi: mual, muntah,
rasa cepat kenyang, nyeri epgastrium memberat setelah makan, dan
penurunan berat badan (Jameson et al, 2018 dalam Erika 2020).
34
2.2.2.1 Know
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumya. Termasuk kedalam tingkatan ini adalah
mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2.2.2.2 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, yang
dapat menginterpretasiakan materi tersebut secara benar.
2.2.2.3 Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
2.2.2.4 Analisis. (Analysis)
Analisis atau kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
2.2.2.5 Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam sutu bentuk
keseluruhan yang baru, dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-
formulasi yang ada.
2.2.2.6 Evaluasi (evaluations)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
austisfikasi atau penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-
penilaian itu beradasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau mengunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
35
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Arini (2018) faktor yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain:
2.2.3.1 Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang.
2.2.3.2 Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan
dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
2.2.3.3 Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa
mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu
sifatnya positif maupun negatif.
2.2.3.4 Fasilitas
Fasilitas–fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi,
majalah, Koran, dan buku.
2.2.3.5 Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar
maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-
fasilitas sumber informasi.
2.2.3.6 Sosial Budaya
36
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang
terhadap sesuatu.
2.2.3.7 Umur
Umur adalah lamanya tahun dihitung sejak dilahirkan hingga
penelitian inidilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian
terhadap pola-pola kehidupan baru. Pada masa ini merupakan usia
reproduktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa
ketrampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa
perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru, masa
kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-
perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur
seseorang maka akan semakin bertambah keinginan dan
pengetahuannya tentang kesehatan. Umur yang lebih cepat
menerima pengetahuan adalah 18-40 tahun.
2.2.3.8 Sumber Informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang
memperoleh informasi, maka ia cenderung mempunyai
pengetahuan yang lebih luas. Sumber informasi adalah segala
sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi,
merangsang pikiran dan keamanan. Sumber informasi adalah
suatu proses pemberitahuan yang dapat membuat seseorang
mengetahui informasi dengan mendegar atau melihat sesuatu
secara langsung maupun tidak langsung. Semakin banyak
informasi yang didapat akan semakin luas pengetahuan seseorang.
37
2.2.4 Pengukuran Pengetahuan
Menurut Arini (2018), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
2.2.4.1 Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.
2.2.4.2 Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan.
2.2.4.3 Kurang, bila subyek menjawab benar <56% seluruh pertanyaan.
38
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang
lama.
b. Cara kekuasaan (otoritas)
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas
(kekuasaan) baik otoritas pemerintahan, otoritas
c. Berdasarkan pengalaman
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa lalu.
d. Melalui jalan pikiran
Yaitu manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam
memperoleh pengetahuannya.
2.2.6.2 Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut
metode penelitian ilmiah atau lebih populer lagi metodologi
penelitian.
39
2.3 Konsep Perilaku
2.3.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua aktivitas baik
yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2014). Perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Notoatmodjo, 2014).
Teori Skinner disebut “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respons.
Skinner membedakan adanya dua respons, yaitu:
2.3.1.1 Respondent response atau reflexive, yakni respons yang
ditimbulkan oleh rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus
semacam ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan
respons yang relatif tetap. Respons-respons ini mencakup perilaku
emosional.
2.3.1.2 Operasi response atau instrumental respons, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu.
.
2.3.2 Proses Pembentukan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2014), sebelum seseorang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), di dalam dirinya terjadi proses berurutan, disingkat
AIETA yang artinya:
2.3.2.1 Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dan
mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.
2.3.2.2 Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
40
2.3.2.3 Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
2.3.2.4 Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
2.3.2.5 Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila
penerimaan perilaku baru didasari dengan pengetahuan maka
perilaku tersebut akan lebih langgeng (long lasting) daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
41
2.3.4 Perilaku Kesehatan
Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi tiga
kelompok:
2.3.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab
itu perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila
sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari
penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam
keadaan sakit.
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman).
2.3.4.2 Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas
Pelayanan Fasilitas Kesehatan atau Sering disebut Perilaku
Pencarian pengobatan (Health Seeking Behavior).
Adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai
dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari
pengobatan ke luar negeri.
2.3.4.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana, sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
42
2.3.5 Perilaku Hidup Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu
menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2011).
43
2.4 Konsep Pencegahan
2.4.1 Pengertian Pencegahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2020), pencegahan adalah
proses, cara penolakan, perbuatan mencegah atau tindakan menahan agar
sesuatu tidak terjadi. Pencegahan identik dengan perilaku.
2.4.2 Perilaku Pencegahan
Berdasarkan Levell dan Clark, perilaku pencegahan diklasifikaiskan ke
dalam dua tahap yaitu: (Widyaloka, 2017)
2.4.2.1 Prepathogenesis Phase
Merupakan tahap sebelum terjadinya suatu penyakit. Tahap ini
dilakukan
dengan kegiatan pencegahan primer (primary prevention) yaitu
pencegahan yang dilakukan kepada populasi sehat untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Primary
prevention dilakukan dengan dua kelompok kegiatan yaitu:
a. Health Promotion (peningkatan kesehatan), dapat dilakukan
melalui kegiatan seperti penyuluhan kesehatan masyarakat,
pendidikan kesehatan, pengadaan rumah yang sehat,
pengamatan tumbuh kembang anak, dan sebagainya.
b. General and spesific protection (perlindungan umum dan
khusus), kegiatan yang dapat dilakukan seperti imunisasi,
Higienis perseorangan, Perlindungan diri dari terjadinya
kecelakaan, Perlindungan diri dari carsinogen, toksik dan
alergen.
2.4.2.2 Pathogenesis phase
Tahap ini dilakukan dengan dua kegitan peencegahan, yaitu:
a. Secondary prevention (pencegahan sekunder)
44
Pencegahan terhadap masyarakat yang masih sehat atau
sedang sakit. Pencegahan sekunder dilakukan pada masa
inkubasi yaitu dimulai saat pertama kali terpajan oleh bibit
penyakit hingga menimbulkan gejala. dengan dua kelompok
kegiatan:
a) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan
pengobatan segera atau adekuat), antara lain melalui:
pemeriksaan kasus dini, pemeriksaan umum lengkap,
pemeriksaan missal, survey terhadap kontak, sekolah dan
rumah, pengobatan adekuat.
b) Disability limitation (pambatasan kecacatan) merupakan
penyempurnaan dan intensifikasi terhadap terapi lanjutan,
pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan,
penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain.
45
Jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan atau minuman pedas dan asam.
Hindari makanan berlemak, karena lemak memang sulit dicerna oleh lambung.
Selain itu, tekstur makanan sebaiknya lembut (lunak)., Sering mengkonsumsi air
putih, karena bisa mengurangi sifat asam dari makanan atau minuman tersebut.
Kurangi mengkonsumsi minuman teh, kopi atau soft drink. Porsi makanan
sebaiknya tidak terlalu banyak, tetapi sedikit dengan frekuensi sering., Bila harus
mengkonsumsi obat-obatan penahan nyeri (analgetik), maka sebaiknya diminum
setelah makan dan tidak dalam keadaan kosong. Bila disiplin dalam mengatur
makanan ini, maka kemungkinan kambuhnya gastritis tidak akan terjadi, untuk
menetralkan asam lambung sangat membantu meringankan penderitaan,
misalnya, obat-obatan antasida. Bila dengan obat ini belum bisa teratasi, maka
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter. (Fahrur, 2016)
46
Teori keperawatan Dorothy E Johnson diukur dengan ‘’behavioral sistem
theory’’. Johnson menerima definisi perilaku seperti diyatakan oleh para ahli
perilaku dan biologi: output dari strukturdan proses-proses intra-organismik yang
keduanya dikoordinasi dan di artikulasi dan bersifat responsif terhadap
perubahan-perubahan dalam sensori stimulation. Johnson memfokuskan pada
perilaku yang dipengaruhi oleh kehadiran aktual dan tak langsung makhluk sosial
lain yang telah ditunjukkan mempunyai signifikansi adaptif utama.
Dengan memakai definisi sistem oleh rapoport tahun 1968, Johnson menyatakan,
“A system is a whole that functions as a whole by virtue of the interpedence of
it’s part” (sistem merupakan keseluruhan yang berfungsi berdasarkan atas
ketergantungan antar bagian-bagiannya). Johnson menerima pernyataan chin
yakni tedapat “organisasi, interaksi, interpedensi dan integrasi bagian dan
elemen-elemen”. Disamping itu , manusia berusaha menjaga keseimbangan
dalam bagian-bagian ini melalui pengaturan dan adapatasi terhadap kekuatan
yang mengenai mereka.
2.6.1 Sistem Perilaku (Behavioral System)
Sistem perilaku mencakup pola, perulangan dan cara-cara bersikap dengan
maksud tertentu. Cara-cara bersikap ini membentuk unit fungsi
teroraganisasi dan terintegrasi yang menentukan dan membatasi interaksi
antara seseorang dengan lingkunganya dan menciptakan hubungan
seseorang dengan obyek, peristiwa dan situasi dengan
lingkunganya. Biasanya sikap dapat digambarkan dan dijelaskan. Manusia
sebagai system perilaku berusaha untuk mencapai stabilitas dan
keseimbangan dengan pengaturan dan adaptasi yang berhasil pada
beberapa tingkatan untuk efisiensi dan efektifitas suatu fungsi. Sistem
biasanya cukup fleksibel untuk mengakomodasi pengaruh yang
diakibatkan.
47
2.6.2 Subsistem
Karena behavioral sistem memiliki banyak tugas untuk dikerjakan, bagian-
bagian system berubah menjadi subsistem-subsistem dengan tugas tertentu.
Suatu subsistem merupakan “sistem kecil dengan tujuan khusus sendiri dan
berfungsi dapat dijaga sepanjang hubunganya dengan subsitem lain atau
lingkungan tidak diganggu. Tujuh subsistem yang di identifikasi oleh
Johnson bersifat terbuka, terhubung dan saling berkaitan (interealated).
Motivasi mengendalikan langsung aktifitas subsistem-subsistem ini yang
berubah secara kontinyu dikarenakan kedewasaan, pengalaman dan
pembelajaran . system yang dijelaskan tampak ada cross-culturally dan di
kontrol oleh faktor biologis, psikologi dan sosiologi, tujuh elemen yang
diidentifikasi adalah affiliative, dependency, ingestive, eliminative, sexual,
achievement dan aggressive.
2.6.2.1 Subsistem Pencapaian (Achievement), merupakan tingkat
pencapaian prestasi melalui ketrampilan yang kreatif, subsistem
achievement berusaha memanipulasi lingkungan. Fungsinya
mengontrol atau menguasai aspek pribadi atau lingkungan pada
beberapa standar kesempurnaan . cakupan perilaku prestasi
termasuk kemampuan intelektual , fisikis, kreatif, mekanis dan
social.
2.6.2.2 Subsistem Perhubungan (Afiliasi), pencapaian hubungan dengan
lingkungan yang adekuat. Subsistem attacement-afiliative mungkin
merupakan yang paling kritis, karena subsistem ini membentuk
landasan untuk semua organisasi social. Pada tingktan umum, hal
itu memberikan kelangsungan (survival) dan keamanan (security).
Sebagai konsekuensinya adalah inklusi social, kedekatan (intimacy)
dan susunan serta pemeliharaan ikatan social yang kuat.
48
2.6.2.3 Subsistem Penyerangan (agresi), Koping terhadap ancaman di
lingkungan adalah perlindungan (protection) dan pemeliharaan
(preservation). Hal ini mengikuti garis pemikiran ahli ethologi
seperti Lorenz dan feshback bukanya dengan bantuan pemikiran
perilaku sekolah. Dianggap perilaku agresif tidak hanya di pelajari
tapi memiliki maksud utama membahayakan yang lain.
Bagaimanapun, masyarakat meminta batasan-batasan tersebut
diletakkan pada mode perlindungan diri dan orang-orang serta harta
milik mereka dihormati dan dilindungi.
2.6.2.4 Subsistem Ketergantungan (Dependency), sistem perilaku dalam
mengadaptasikan bantuan,kedamaian, keamanan serta kepercayaan.
Dalam hal paling luas, subsistem dependency membantu
mengembangkan perilaku yang memerlukan respon pengasuhan .
konsukuensinya adalah bantuan persetujuan, perhatian atau
pengenalan dan bantuan fisik. Pengembanganya, perilaku
dependency berubah dari hamper, bergantung total kepada orang
lain kea rah bergantung total kepada orang lain kearah
bergantungkepada diri sendiri dengan derajat yang lebih besar .
jumlah interpedency tertentu adalah penting untuk kelangsungan
kelompok social
2.6.2.5 Subsistem Eliminasi, Hal-hal yang berhubungan dengan
pembuangan zat-zat yang tidakdibutuhkan oleh tubuh secara
biologis.
2.6.2.6 Subsistem Ingesti, Hal-hal yang berhubungan dengan pola makan
2.6.2.7 Subsistem Seksualitas, pemenuhan kebutuhan dicintai dan
mencintai. Subsistem seksual memiliki fungsi ganda yakni hasil
(procreation) dan kepuasan (gratification).
49
2.7 Kerangka Teori
Tingkat
1. Gastritis akut
Pengetahuan dan
2. Gastritis kronik
Perilaku
3. Gastropati Gastritis
Pencegahan
Gatritis
50
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
Variabel Cofounding
Umur, jenis kelamin,
aktivitas, tempat tinggal,
riwayat gastritis
51
3.2 Definisi Operasional
Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil
Operasional Ukur Ukur
Pengetahuan Segala sesuatu Responden akan Kuesioner Ordinal 0. Baik, bila responden
yang diketahui diberikan kuesioner B : menjawab benar 76%-
oleh mahasiswa tentang pengetahuan Pengetahuan 100% seluruh
Universitas MH dengan pilihan Ya atau gastritis pertanyaan
Thamrin Tidak yang terdiri atas 1. Cukup, bila responden
mengenai 20 pernyataan yaitu 10 menjawab benar 56%-
Gastritis pernyataan positif dan 75% seluruh
10 pernyataan negative. pertanyaan
Jika jawaban benar 2. Kurang, bila responden
diberi nilai 1 dan jika menjawab benar
salah diberi nilai 0. <56% seluruh
Nilai dihitung dengan pertanyaan.
cara : (Jumal
benar;jumlah soal
×100%
Perilaku Tindakan atau Responden akan Kuesioner Ordinal 0. Baik, apabila dengan
pencegahan kegiatan yang diberikan kuesioner C : Perilaku skor ≥ 75%,
gastritis dilakukan tentenag perilaku yang pencegahan 1. Cukup apabila dengan
mahasiswa S1 terdiri atas 18 gastritis skor 56%- 74%, dan
Keperawatan pertanyaan dengan 2. kurang dengan skor <
Universitas MH pilihan jawaban pernah, 55%
Thamrtin dalam kadang-kadang, sering,
pencegahan dan selalu.
gastritis Penilaian untuk
pertanyaan negatif :
tidak pernah : 3
Kadang-kadang : 2
Sering : 1
Selalu :0
52
Penilaian untu
pertanyaan positif :
tidak pernah : 0
Kadang-kadang : 1
Sering : 2
Selalu : 3
3.3 Hipotesis
Hipotesis adalah keterangan atau jawaban sementara dari masalah yang
kebenarannya perlu diuji secara empiris. Hipotesa merupakan suatu jawaban atas
pertanyaan penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan, maka hipotesa itu dapat benar atau salah, atau dapat
diterima atau ditolak. (Sugiyono, 2018). Adapun hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
1. Ha (hipotesis alternative) : ada hubungan antara variabel pengetahuan dengan
perilaku pencegahan gastritis pada Mahasiswa Universitas MH Thamrin.
2. Ho (hipotesiskerja) : tidak ada hubungan antara variabel pengetahuan dengan
perilaku pencegahan gastritis pada Mahasiswa Universitas MH Thamrin.
54
BAB IV
METODE PENELITIAN
55
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah “Simple Random Sampling“. Teknik
Simple Random Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono,
2018). Teknik ini digunakan dengan asumsi bahwa anggota populasinya
dianggap homogen, sistem pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
mahasiswa dikumpulkan dan peneliti membagikan kuesioner.
Pengambilan besar sampel dihitung dengan rumus Slovin (Masturoh dan
Anggita, 2018):
N
n=
1+ N ( e ) ²
Keterangan:
n = besar sampel penelitian
N = jumlah populasi
e = persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan penarikan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (5%)
56
Dari hasil penghitungan, maka sampel minimal sebanyak 125 mahasiswa.
untuk menghindari adanya subjek penelitian yang tidak lengkap dalam
pengisian data maka dilakukan penambahan jumlah sampel penelitian
yaitu10% menjadi 138 mahasiswa. Selanjutnya teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara stratified proporsional random sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan proporsi yang sama pada setiap angkatan
agar setiap mahasiswa memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel
sehingga mewakili setiap angkatan. Perhitungan sampel menggunakan
rumus sebagai berikut (Masturoh dan Anggita, 2018):
Keterangan:
Nᵢ = Jumlah populasi pada setiap stambuk
nᵢ = Jumlah sampel pada setiap angkatan
No Angkatan Perhitungan Sampel Jumlah sampel
1. 2017/2018 27 x 138 = 20,5856 21
181
2. 2018/2019 42 x 138 = 32,0220 32
181
3. 2019/2020 45 x 138 = 34,3093 34
181
4. 2020/2021 67 x 138 = 51,0828 51
181
Jumlah 181 138
58
4.4.1 Informed Concent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti
yangmemenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap
menghormati hak-hak subjek.
4.4.2 Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode
4.4.3 Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti. Hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.
60
Kuesioner berisi tentang pernyataan perilaku pencegahan gastitis.
Jumlahpernyataan kuesioner terdiri dari 18 pernyataan. Indikator yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan
gastritis dikatagorikan atas 2 kelas interval. Nilai terendah yang mungkin di
capai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 54. Berdasarkan perhitungan nilai
median diperoleh persentase median adalah sebesar 51% sehingga jawaban
di bawah 51% dikategorikan dengan perilaku pencegahan buruk,
sedangkan untuk jawaban sama dengan dan lebih dari 51% dikategorikan
dengan perilaku pencegahan baik.
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi
N : Jumlah responden uji coba
X : Skor tiap item
Y : Skor seluruh item responden uji coba
61
4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan
objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas
dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh pernyataan. (Sugiyono,
2017). Uji reliabilitas menggunakan SPSS versi 20.0 dengan menggunakan
model Cronbach’s Alpha (ɑ), jadi suatu kuesioner akan dikatakan reliable
apabila jawaban responden terhadap pernyataan atau pernyataan konsisten
dari waktu ke waktu. Rumus untuk menghitung reliabilitas adalah sebagai
berikut :
Nilai r Interpretasi
62
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai setelah Peneliti menerima surat izin untuk
pelaksanaan penelitian Dekan Fakultas Keperawatan Universitas MH Thamrin.
Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian
kemudian peneliti mendekati calon responden dan menjelaskan tentang tujuan
penelitian yang dilakukan. Setelah itu Peneliti menanyakan apakah calon
responden bersedia. Apabila calon responden yang bersedia diminta untuk
menandatangani surat persetujuan kemudian responden dipersilahkan untuk
menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti dalam kuesioner dan
diberikan waktu ±15 menit untuk mengisi kuesioner tersebut. Responden
diberikesempatan untuk bertanya selama pengisian kuesioner tentang hal yang
tidak dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner.
Kuesionerdiisi oleh 138 responden, setelah responden mengisi kuesioner
penelitian peneliti terlebih dahulu memeriksa kelengkapan jawaban responden
sesuai dengan pertanyaan kuesioner kemudian seluruh data dikumpulkan untuk
dianalisa.
63
4.7.2 Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian koe ini sangat penting
bila pengolahan data dan analisis data menggunakan komputer. Pada
penelitian ini, setelah data dikoreksi dan sudah lengkap maka diberi kode
sesuai dengan definisi operasional. Kode yang digunakan berupa angka
yang disesuaikan dengan masing – masing variabel.
4.7.3 Data Entry
Peneliti melakukan entry data yang sudah benar, baik dari kelengkapan
maupun pengkodeannya. Peneliti memasukkan data satu persatu kedalam
program Software Statistical Product and Service Solution untuk kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan data. Dalam proses ini dituntut ketelitian,
jika tidak maka akan terjadi bias.
4.7.4 Melakukan Teknik Analisis
Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul dengan melaui
beberapa tahap tersebut di atas. Pengolahan data demografi yang meliputi
umur, jenis kelamin, aktivitas, tempat tinggal,dan riwayat menderita
gastritis dilakukan dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan
persentase. Sedangkan pengolahan datauntuk penilaian pengetahuan
gastritis yang terdiri dari buruk dan baikmengunakan tehnik komputerisasi
dan ditampilkan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Sedangkan
pengolahan data penilaian untuk perilaku pencegahan gastritis yang terdiri
dari perilaku buruk dan baik juga mengunakan tehnik komputerisasi dan di
tampilkan dalam bentuk frekuensi danpersentase.
64
pencegahan gastritis. Bentuk Jenis data dari hasil penelitian ini pada
umumnya data kategorik yang hasilnya berupa presentase variabel
tersebut.
65
a. Analisis proporsi atau presentase, dengan membandingkan
distribusi silang antara dua variabel yang bersangkutan
b. Analisis dari hasil uji statistik (chai square, Z test, t test, dan
sebagainya). Melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat
disimpulkan adanya hubungan 2 variabel tersebut yang
bermakna atau tidak bermakna. Dari hasil uji statistik ini terdapat
misalnya antara dua variabel tersebut secara presentase
berhubungan tetapi secara statistic hubungan tersebut tidak
bermakna.
c. Analisis keeratan hubungan antara dua variabel dengan melihat
nilai OR (Odd Ratio). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan
besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji.
66
0,05 (ada perbedaan atau ada hubungan yang bermakna)
sedangkan penerimaan terhadap hipotesis apabila nilai p > 0,05 (
tidak ada perbedaan yang bermakna).
67
DAFTAR PUSTAKA
Dairi, L., Siregar, G. A., dan Sungkar, T. 2018, The Comparison of Serum
Malondialdehyde Level Between H. pylori Positive and H. pylori Negative
Gastritis Patients, The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology
and Digestive Endoscopy, vol.19, no.1, pp. 4.
Farishal, A., Vidial, E.R., Rina dan Kriswiasty. 2018, diagnosis Penatalaksanaan
Kasus Gastritis Erosif Kronik pada Geriatri dengan Riwayat Konsumsi
NSAID, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, vol.6.
Griffiths, M. 2012. Crash Course Gastrointestinal System, 4th edition, Elsevier Ltd,
Liverpool.
Hirlan. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI, Jakarta: Interna Publishing
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-
riskesdas-2018_1274.pdf
68
https://kbbi.kemdikbud.go.id
https://pusdatin.kemkes.go.id
http://www.ngobrolaja.com/showthread.php
Jameson, J. L., dkk, 2018. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 20th edition,
McGraw-Hill Education.
Jayanti, R.P. 2017. Pola penggunaan obat pada pasien gastritis di RSUD Karanganyar
pada tahun 2015, Karya Tulis Ilmiah. Program Studi D-III Farmasi, Fakultas
Farmasi Universitas Setia Budi, Surakarta.
Juliani, F., Herlina, dan Nurchayati, S. 2018. Hubungan Pola Makan Dengan Resiko
Gastritis Pada Remaja, JOM FKp, vol. 5, no.2.
Merwabani, R., Sajidin, M., dan Munfadlila, A. W. 2017. Stress And Gastritis
Relationship At Public Health Service, International Journal Of Nursing and
Midwifery, vol. 1, no. 2.
69
Nursalam. 2018. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Rahma, L. A. N. 2018. Proporsi Penderita Tukak Peptik di Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2014 – 2018, Skripsi, Program Studi Kedokteran, Universitas UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Rika. 2016, Hubungan Antara Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada
Mahasiswa Jurusan Keperawatan UIN Alauddin Makassar Angkatan 2013,
Skripsi, Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin, Makasar.
Sani, W., Tina, L., dan Jufri, N. N. 2016, Analisis Faktor Kejadian Penyakit Gastritis
Pada Petani Nilam Di Wilayah Kerja Puskesmas Tiworo Selatan Kab. Muna
Barat Desa Kasimpa Jaya Tahun 2016, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat, vol. 1, no. 4.
Selviana, B. Y. 2015. Effect Of Coffee And Stress With The Incidence Of Gastritis, J.
Majority, vol. 4, no. 2.
Siska, H. 2017, Gambaran pola makan Dalam kejadian gastritis pada remaja di SMP
Negeri 1 Sekayam Kabupaten Sangau, Naskah publikasi, Program Studi
Keperawatan Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Syam, A. F., Simadibrata, M., Makmun, D., Abdullah, M., Fauzi, A., Renaldi, K.,
Maulahela, H., dan Utari, A. P. 2017. National Consensus on Management
of Dyspepsia and Helicobacter pylori Infection, Acta Medica Indonesiana,
70
Syam, A. F. 2016. Current situation of Helicobacter pylori infection in Indonesia,
Medical Journal of Indonesia, vol. 25, no. 4.
Widayat, W., Ghassani, I. K., dan Rijai, L. 2018. Profil Pengobatan Dan DRP‟S Pada
Pasien Gangguan Lambung (Dyspepsia, Gastritis, Peptic Ulcer) Di RSUD
Samarinda, Jurnal Sains dan Kesehatan 2018, vol. 1, no. 10, pp. 539–547.
71
Lampiran I
KUISIONER PENELITIAN
I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI
No. Responden :
1. Angkatan
o Angkatan 2017/2018
o Angkatan 2018/2019
o Angkatan 2019/2020
o Angkatan 2020/2021
2. Umur :
o 18 tahun
o 19 tahun
o 20 tahun
o 21 tahun
o 22 tahun
o 23 tahun
3. Jenis kelamin :
o Laki-laki
o Perempuan
72
4. Anda Tinggal dengan Siapa ?
o Indekos
o Kontrakan/rumah Sendiri
o Bersama Orang Tua
73
II. KUISIONER B : PENGETAHUAN GASTRIRIS
No Pernyataan Ya Tidak
1. Gastritis merupakan radang jaringan dinding lambung.
74
pengoperasiannya dimasukkan kedalam perut tidak
perlu dilakukan desinfeksi lengkap.
75
18. Merokok dapat merusak lapisan pelindung lambung,
orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis.
76
III. KUISIONER C : PERILAKU PENCEGAHAN GASTRITIS
No Pernyataan Selalu Sering Kadang Tidak
- Pernah
kadang
1. Saya makan tepat waktu walaupun
banyak tugas dari kampus.
77
8. Saya meminum kopi setiap hari.
78
18. Saya makan dengan porsi kecil tapi
sering.
79