Anda di halaman 1dari 12

UTS KRIMINOLOGI

MOHAMMAD YUSUF-E.1910935

1. a. Uraikan sejarah kriminologi.

Jawab:

Kriminologi seperti kebanyakan ilmu pengetahuan yang lain, baru lahir dalam abad ke- 19, dimulai
pada Tahun 1830, jadi bersamasama dengan dimulainya sosologi. Tetapi sebelumnya juga sudah
ada pelopor-pelopornya yang sekedar akan diuraikan dalam modul ini. Pelopor dalam arti
sesungguhnya, hanyalah beberapa pengarang asli dari abad ke- 18 saja, yang lain-lain sebelum itu,
kecuali Thomas More, hampir-hampir tak masuk sebagai pelopor.

1. Zaman Kuno

Kebanyakan pengetahuan sudah dimulai dari zaman kuno, tapi hal ini tak dapat atau hampir tak
dapat dikatakan tentang kriminologi. Hanya di sana-sini terdapat catatan-catatan lepas tentang
kejahatan. Dalam bukunya “Les causes economiques de la criminalite (1903) Van Kan
menguraikan tentang penyelidikannya dalam pendapat-pendapat sarjana tentang sebab musabab
ekonomi daripada kejahatan.

Havelock Ellis dalam bukunya “The Criminal” (1889), Marro dalam bukunya : “I caratteri dei
delinquenti” (1887) dan G. Antonini dalam bukunya : “I Precursori di Lombroso” (1909) mencari
pendapatpendapat tentang sebab-sebab kejahatan menurut antropologi, tapi hasilnya sangat
kecil.

Pendapat dua pengarang Yunani yang paling penting pengarangpengarang Romawi tidak penting
sama sekali. Plato (427-347 s.M) menyatakan dalam bukunya “Republiek” a.l. “Emas, manusia
adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam pandangan
manusia, makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan. Adalah jelas, bahwa dalam setiap
negara dimana terdapat banyak orang miskin, dengan diam-diam terdapat pencuri, tukang copet,
pemerkosa, dan penjahat dari berbagai macam corak. Juga pada Aristoteles (384-322 s.M) dapat
ditemukan beberapa kalimat tentang hubungan antara kejahatan dan masyarakat. Kemiskinan
menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk
memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tapi untuk kemewahan. Untuk lengkapnya dapat
ditambahkan bahwa kedua pengarang tersebut juga berpengaruh dalam lapangan hukum pidana,
teristimewa Plato : Faedahnya hukuman sangat dipentingkan olehnya, adagiumnya : hukuman
dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat, tapi agar jangan diperbuat kejahatan, berasal dari
padanya.

2. Zaman Abad Pertengahan


Thomas Van Aquino (1226-1274) memberikan beberapa pendapat tentang pengaruh kemiskinan
atas kejahatan. Orang kaya, demikian dinyatakan, yang hanya hidup untuk kesenangan dan
memboros-boroskan kekayaannya, jika pada suatu hari jatuh miskin, mudah menjadi pencuri.
Kemiskinan biasanya memberi dorongan untuk mencuri.

3. Permulaan Sejarah Baru (Abad ke- 16)

Thomas More (Morus : 1478-1535) pengarang dari Utopia (1516) roman sosialistis. Dalam
khayalan sosialistis ini yang sangat dipengaruhi oleh Plato, digambarkan suatu negara yang alat-
alat produksinya dikuasai oleh umum, “Penduduk Utopia”, demikian dinyatakan : “melebihi
semua bangsa di dunia dalam hal perikemanusiaan, kesusilaan dan kebajikan. Sebabsebab dari ini
ialah seperti juga diajukan oleh para penganut More. Dengan panjang lebar diuraikan oleh More
mengapa banyak orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Ia menunjuk a.l. ke
peperangan yang banyak terjadi, yang mengakibatkan banyak bekas tentara yang cacat, tidak
mempunyai pekerjaan, dan bergelandangan. Tetapi sebab yang terpenting terletak dalam
pertanian yang buruk.

4. Abad ke- 16 hingga Revolusi Perancis

Penentangan terhadap hukum pidana dan hukum acara pidana yang berlaku. Hukum pidana dari
akhir abad pertengahan dan abad ke- 16, ke- 17 dan sebagian besar dari abad ke- 18 semata-mata
ditujukan untuk menakut-nakuti dengan jalan menjatuhkan pidana yang sangat berat.

Pidana mati yang dilakukan dengan beraneka cara umumnya didahului dengan penganiayaan
yang ngeri (badannya ditarik dengan roda), dan pidana atas badan merupakan pidana yang sehari-
hari dilakukan, dan yang dipentingkan ialah pencegahan umum. Kepribadian si penjahat tidak
diperhatikan, ia hanya merupakan alat untuk menakuti orang lain (sebagai contoh) dan yang
dipandang penting hanyalah perbuatannya yang jahat itu. Peraturan-peraturan hukum pidana
tidak tegas perumusannya (analogi dalam hukum pidana) dan memberikan kemungkinan untuk
berbagai tafsiran. Hukum acara pidana demikian juga. Sifatnya inquistoir, dan terdakwa dipandang
hanya sebagai obyek pemeriksaan yang dilakukan dengan rahasia dan hanya berdasarkan laporan-
laporan tertulis saja. Cara pembuktiannya sangat tergantung dari kemauan si pemeriksa.

Rosseau (1712-1778) memperdengarkan juga suaranya melawan perlakuan kejam terhadap


penjahat. Voltaire (16491778) pada Tahun 1672 tampil ke muka dengan pembelaannya untuk
Jean Calas yang tidak berdosa, dan telah dijatuhi serta menjalani pidana mati. Pada Tahun 1777 di
Bern diadakan sayembara untuk merencanakan suatu hukum pidana yang baik. Di antara para
termasuk J.P. Marat (1774-1793) dengan karangannya Plan de legislation Criminelle (1780), juga
karangan J.P. Brissot de warville (1745-1793) “Theorie des lois crimenelles (1781)” pada mulanya
juga dimaksudkan untuk sayembara tersebut.

Tokoh utama dalam gerakan ini ialah C. Beccaria (1738-1784), dalam karangannya : “Dei delitti e
delle pene” (1764) yang terkenal di seluruh dunia, menguraikan dengan cara yang menarik segala
keberatan terhadap hukum pidana dan hukumanhukuman yang berlaku pada saat itu.
5. Dari revolusi Perancis hingga Tahun 30 abad ke- 19

a. Perubahan dalam hukum pidana, acara pidana dan hukuman.

Revolusi Perancis pada Tahun 1791 dengan Code Penalnya mengakhiri hukum pidana dan acara
pidana dari “anciem regime”. Dalam hukum ini terdapat kesatuan sistematik, dan perumusan
yang tegas dari kejahatan-kejahatan (tidak ada analogi lagi), semua manusia mempunyai
kedudukan yang sama di muka hukum (undang-undang), jadi hak-hak manusia dalam lapangan ini
juga diakui. Pembeslahan atas hak milik dan hukuman atas badan dihapuskan, banyaknya
kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati dikurangi dan dilakukan tanpa penganiayaan lebih
dulu, dan hukuman penahanan diadakan lebih banyak daripada yang sudah-sudah. Ukuran
hukuman yang tidak tertentu, yang pada waktu dulu biasa berlaku, dibatasi; dan diusahakan agar
ada kesinambungan antara hukuman dan kejahatan. Biarpun hal perimbangan ini selalu masih
menjadi persoalan, tapi akibatnya yang nyata adalah bahwa tidak lagi dijatuhkan hukuman
sebanyak dan sekeras seperti dulu lagi, perbaikan yang paling maju terjadi dalam lapangan hukum
acara pidana. Cara pemeriksaan pada tingkat penghabisan dilakukan di muka umum, langsung,
dan bersifat accusatoir. Tindakan sewenang-wenang dari hakim berakhir, dan aturan pembuktian
diatur lebih baik.

Dari Perancis pengaruh ini menjalar kemana-kemana, mula-mula di negara-negara di bawah


pengaruh atau di bawah Pemerintahan Perancis. Seperti Nederlan umpama pada Tahun 1809
diadakan “Het crimineel wet boek voor het Koningrijk Holland”, yang tidak lama kemudian, dengan
pemasukan Belanda ke dalam negara Perancis diganti dengan Code Penal.

Inggris mempunyai pertumbuhan sendiri, tapi juga di sana di bawah pengaruh J. Bentham dan S.
Romilly (1757-1818), pengarang dari “Observations on the criminal law of England” (1810) terjadi
perubahan penting dalam hal-hal tersebut ini. Keadaan rumah penjara di Inggris (juga di lain-lain
negara) sangat buruk dan pada umumnya di waktu itu juga masih tetap buruk. Howard sudah
lama menentang keadaan yang demikian, tokoh-tokoh lain memberi dukungan kepadanya,
seperti Bentham, Romilly dan Elizabeth Fry (1780-1845).

Banyak buku diterbitkan, enquete resmi diadakan, bahkan undang-undang diadakan, tapi
biasanya tidak dijalankan. Hanya di Amerika diadakan perubahan dengan besar-besaran. Pada
Tahun 1791 oleh golongan Quaker di Philadelphia diadakan rumah penjara dengan kamar untuk
satu orang (sel), dengan demikian berakhirlah demoralisasi karena berkumpul untuk untuk
diganti oleh kesengsaraan kesunyian dimana si terpidana bahkan dilarang bekerja. Pada Tahun
1823 di New York diadakan sistem Auburn, dimana para terpidana pada siang boleh bekerja
bersama-sama dengan tidak boleh bicara satu sama lain, dan pada waktu malam ditutup dalam
selnya masing-masing.

Perbaikan yang disebabkan oleh revolusi Perancis dalam lapangan hukum pidana dan acara
pidana tidak boleh diabaikan. Tapi sebaliknya juga jangan terlalu diperbesar artinya. Ketidakadilan
masa lampau memang sudah lenyap, perikemanusiaan abstrak tertulis dijunjung, tapi sikap
perikemanusiaan yang nyata tidak ada. Hukuman yang dijatuhkan tetap berat dan keras, tidak
diperhatikan bahwa si penjahat juga manusia. Jika kesalahannya sudah terbukti, ia merupakan
suatu perkara yang seperti perkara-perkara lainnya diperlakukan dengan quantum dari hukuman
biasanya sangat besar yang tertentu

b. Sebutkan dan jelaskan mashab-mashab dalam kriminologi.

Jawab:

1. Mashab Italia atau mashab Antropologi

Tokohnya adalah C. Lombroso yang pada pokoknya mengatakan bahwa para penjahat
dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu. Tengkoraknya mempunyai
kelainan-kelainan. Roman muka juga lain, daripada orang biasa, tulang dahi melengkung
kebelakang. Pokoknya penjahat di pandang sebagai suatu jenis manusia tersendiri. Lombroso juga
mengemukakan hipotesis atavisme, yakni bahwa seorang penjahat merupakan suatu gejala
atavitis, artinya bahwa ia sekonyong-konyong mendapat kembali sifat-sifat yang sudah tidak
dimiliki oleh nenek moyangnya yang terdekat, tetapi nenek moyangnya yang lebih jauh.

2. Mashab Perancis atau Mashab Lingkungan.

Tokoh terkemukanya adalah A. Lacassagne (1843-1924) dengan ajarannya yang mengatakan


bahwa keadaan sosial sekeliling adalah pembenihan untuk kejahatan. Gabriel Tarde tokoh
penting lain ajaran ini, mengemukakan bahwa kejahatan sebagai gejala sosiologis dikuasai oleh
peniruan. Dikatakannya bahwa semua perbuatan penting dalam kehidupan sosial dilakukan di
bawah kekuasaan contoh.

3. Mashab Bio-Sosiologi.

Mashab ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari ajaran Ferri yakni bahwa tiap
kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu, masyarakat dan keadaan
fisik. Mashab ini juga disebut Mashab Penal Policy. Pelopornya adalah : Vranz Von Litzt (1851-
1919).

4. Mashab Spiritualis.

M. De Baets mengajarkan bahwa makin meluasnya, juga pada lapisan bawah masyarakat,
pengasingan diri terhadap Tuhan serta pandangan hidup serta pandangan hidup dan pandangan
dunia yang berdasarkan ini, yang sama sekali kosong dalam hal dorong-dorongan moral, adalah
merupakan dasar yang hitam dimana kebusukan dan kejahatan berkembang subur.

Menurut Sutherland dan Cressey, aliran-aliran dalam kriminologi berkembang dalam dua abad
terakhir ini. Aliran dalam kriminologi (The School of Criminology) adalah suatu sistem pemikiran
dengan segenap unsur-unsur sistem pemikiran tersebut yang terdiri dari teori terpadu mengenai
penyebab kejahatan serta kebijaksanaan pengendalian kejahatan yang bersumber dari teori
tersebut
2. a. Bagaimana Mannheim membedakan teori-teori Sosiologi kriminologi?

Jawab:

1. Teori-teori yang berorientasi pada kelas sosial yaitu teori-teori yang mencari sebab
kejaatan dan ciri-ciri kelas sosial, perbedaan di antara kelas sosial serta konflik di antara kelas-
kelas sosial yang ada. Ter-masuk dalam teori ini adalah teori anomie dan teori-teori sub budaya
delinkuen.
2. Teori-teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial yaitu teori-teori yang membahas
sebab-sebab kejahatan tidak dari kelas sosial, tetapi dari aspek lain, seperti lingkungan,
kependudukan, kemiskinan, dsb. Termasuk dalam teori ini adalah teori-teori ekologis, teori
konflik ke-budayaan, teori faktor ekonomi, dan differential association. .

b. Sebutkan dan jelaskan teori-teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial.

Jawab:

Teori-teori yang tidak berorientasi pada kelas sosial secara umum dapat dikatakan teori-teori ini
sudah agak kuno dibandingkan dengan teori-teori kelas. Akan tetapi tentu saja teori-teori ini
dalam perkembangannya saling berhubungan, sehingga teori-teori ini juga ikut membantu
lahirnya teori-teori yang berorientasi pada kelas. Termasuk teori yang tidak berorientasi pada
kelas sosial adalah :

1. Teori ekologis.

2. Teori konflik kebudayaan.

3. Teori-teori faktor internal

4. Teori differential association

3. a. Bagaimana hubungan disposition dan environment?

Jawab:

Disposition adalah kecendrungan hati (bakat,watak) yang diwariskan dari seseorang kepada orang
lain (keturunannya). Ia merupakan pembawaan yang diwarisi dari ayah atau moyangnya.
Disposition bukan kualitas (sifat), tapi merupakan potensialitas (kemungkinan). Genotype adalah
disposition yang belum berkembang, belum bersentuhan dengan environment, ia baru berwujud
suatu, potensiality belaka. Phenotype adalah disposition yang diwariskan, yang sudah
bersentuhan dengan environment, yang sudah berkembang biak. Perbedaan kedua bentuk
tersebut, tidak hanya disebabkan oleh hukum biologis dari heredity. Apa yang diteruskan oleh
seseorang dengan cara pewarisan kepada generasi berikutnya, tergantung pada “genotype”,
sedang apa yang dimanifestasikannya sendiri adalah “phenotype”. Individuality, adalah propensity
(kecendrungan hati) adalah pembawa- an yang dikembangkan. Menurut Kinberg, individuality
bukan merupakan fenomena endogen yang murni, tapi suatu produk dari disposisi dan faktor
environment yang mempengaruhi disposition selama perkembangan oleh environment. Jadi,
individuality adalah : E + D. atau I = E +D. Environment yang terus menerus mempengaruhi D
menyebabkan terwujudnya Individuality (personality). Interaksi antara D dan E. Faktor E yang
terus menerus mempengaruhi D, menyebabkan, terjadinya Individuality. Tapi sebaliknya, faktor E
ini tergantung pada faktor D. E-nya seseorang tergantung pada pilihan daya tahan (resistant)
seseorang. Sebaliknya, faktor E itu dapat saja ditolak oleh seseorang itu.

Pengaruh E itu pada diri seseorang sangat tergantung pada kepekaannya dan kualitas kediriannya.
Kinberg pernah mengatakan E dahulu dapat mempengaruhi I (Individuality) sseorang sekarang.
Jadi E seseorang itu mempengaruhi individualitynya. Oleh sebab itu, E dan D itu dapat bersifat
sebagai faktor-faktor dinamis saling berfungsi, saling berkaitan, seperti yang dirumuskan oleh
Exner dalam doktrinnya sbb :

1. Bagaimana D itu berkembang selanjutnya, akan tergantung pada E.

2. E nya seseorang dan pengaruh-pengaruhnya terhadap orang itu, tergantung pada D orang itu.

b. Sebutkan dan jelaskan teori tentang disposition dan environment.

Jawab:

1. Teori Ekstern

Pandangan asli dari Lombroso mengatakan bahwa: beberapa penjahat, adalah penjahat yang
dilahirkan (born criminals), yaitu orangorang yang karena mempunyai predisposisi keturunan,
tidak boleh tidak harus menjadi penjahat, bagaimanapun keadaan lingkungan sekelilingnya, tidak
mungkin sehat. Meskipun demikian, teori tentang penjahat karena kelahiran ini, masih saja
dipertahankan dalam kalangan tertentu, di mana Disposition dianggap mempunyai peranan paling
utama, tapi sering juga menghubungkannya dengan perkara-perkara yang istimewa sebagai
pengecualian.

Pandangan-pandangan yang berpendapat bahwa segala sesuatu itu tergantung dari environment
saja dan dengan demikian mengurangi pentingnya peranan Disposition yang seragam bagi setiap
orang, yaitu sebagai potensi / kemungkinan untuk menjadi jahat, juga sama-sama tidak dapat
dipertahankan sebagaimana teori extrem tentang Disposition. Akhir-akhir ini ada pandangan
diajukan oleh teori-teori kejahatan yang psycho analitical dan inidividual - psychological yang
menjelaskan bahwa kriminalitas dalam bentuk-bentuk yang khas itu, masing-masing karena
perwujudan dari konflik syaraf dan sebagai hasil perasaan harga diri yang berlebihan dalam
masyarakat dari tiap orang yang punya kompleks inferioritas (perasaan rendah diri).

2. Teori Relatif
Pada umumnya disetujui bahwa persoalan Disposition dan Environment dalam hubungannya
dengan kriminologi bukan itu atau ini, tapi keduanya. Jadi baik D, maupun E, penting untuk
timbuInya kejahatan. Literatur Eropa utara, telah membentuk penggolongan mengenai hubungan
antara faktor-faktor Disposition (D) dan Environment (E), yang akhirnya melahirkan tiga kelompok
persoalan :

1. Di mana D dianggap menentukan, untuk terjadinya kejahatan.

2. Di mana D dan E , sama-sama berpengaruh untuk timbulnya kejahatan.

3. Di mana E, dianggap menentukan untuk terjadinya kejahatan. Ketiga klasifikasi tersebut jelas
berdasarkan penyelidikan yang berat dan haruslah juga tergantung pada penilaian. Penggambaran
yang terbaik mengenai jalannya transisi (dalam wujud sesuatu benda) dapat diperoleh dalam
hubungan antara Disposisi dan Environment.

4.a. Bagaimana perkembangan kriminologi setelah tahun 60-an?

Jawab:

Setelah tahun 60-an perkembangan kriminologi mengalami perkembangan yang cukup pesat,
khususnya karena pengaruh aliran pemikiran kritis. Perubahan tersebut terjadi karena adanya
perkembangan sosial politik di Amerika Serikat setelah PD II yang mencapai klimaksnya pada
Tahun 60-an, sebagai akibat meredanya perang dingin yakni dengan gerakan-gerakan untuk
menuntut hak demokrasi dari orang-orang kulit hitam, wanita, dan aksi para mahasiswa yang
menghendaki kehidupan kampus yang lebih demokratis dan terhadap pengiriman pemuda (wajib
militer) perang ke Vietnam. Gerakan-gerakan tersebut kemudian juga meluas pada kehidupan
ilmuwan khususnya ilmu-ilmu sosial, yaitu berupa tuntutan atas pengujian kembali terhadap
asumsi-asumsi dan teori-teori yang ada.

Dalam kriminologi arus perkembangan tersebut berupa munculnya pandangan-pandangan yang


ingin melakukan perbaikan besar-besaran pada teori yang ada, dan kelompok lain yang
menghendaki penyusunan teori-teori yang sama sekali baru. Tantangan untuk mengadakan
perbaikan-perbaikan muncul dari pendukung teori labeling, sedangkan mereka yang ingin sama
sekali melakukan perombakan dilakukan oleh berbagai aliran, seperti : kriminologi baru, aliran
radikal, aliran konflik, aliran kritis, dan aliran Marxis.

b. Ada beberapa teori yang muncul pada masa ini, sebutkan dan jelaskan.

Jawab:

a. Teori Labeling

Penyusunan teori-teori kriminologi tentang berbagai perilaku sejak mulanya sudah merupakan
bagian dari perkembangan sosiologi, dimana penjahat dipandang sebagai orang yang terpisah dari
masyarakat luas yang terdiri dari orang-orang jujur dan warga yang patuh. Penjahat dipandang
sebagai pembawa penyakit masyarakat dan dianggap sebagai hasil dari berbagai ciri khusus
individu, baik biologisnya atau sosialnya.

Dalam perkembangan selanjutnya maka perbuatan kejahatan ditafsirkan sebagai hasil dari keadaan
disorganisasi sosial dan kejahatan diakibatkan oleh berbagai hal yang bersifat sosial, seperti
industrialisasi, urbanisasi, perubahan sosial yang cepat dan modernisasi. Pandanganpandangan
tersebut hampir tidak pernah mempertanyakan tentang dasar atau asal dari norma-norma yang
telah dikenakan pada pelaku kejahatan. Juga teori-teori tersebut mengarahkan perhatiannya pada
perilaku menyimpang dengan mengikuti asumsi pelanggar hukum yang ditangkap sebagai sampel
yang representatif dari seluruh pelanggar.

Langkah selanjutnya dari para penstudi kriminologi hanyalah menekankan pada usaha perbaikan
terhadap pelaku menyimpang dengan melakukan usaha-usaha untuk menarik mereka yang telah
menyimpang untuk kembali ke jalan yang lurus. Dengan demikian tidak ada perhatian atau hampir
tidak disuarakan tentang peranan masyarakat luas dalam mengidentifikasi atau memproses
penjahat.

Pada Tahun 1962 Howard Becker dalam bukunya Outsiders, mengajukan teori labeling. Dia
mengatakan, kejahatan sebagai hal yang problematik dan merupakan hasil dari batasan
masyarakat, sebab ukuran-ukuran atau norma-norma yang dilanggar tidak bersifat univeral dan
tidak dapat berubah. Penyimpangan terjadi melalui putusan sosial terhadap individu oleh orang-
orang yang hadir di sana. Dinyatakan oleh Becker : kelompok sosiallah yang menciptakan dengan
membuat aturan-aturan, pelanggaran terhadap aturan-aturan itu adalah penyimpangan.
Dikenakannya peraturan tersebut kepada orang-orang tertentu serta dengan memberikan label
kepada mereka sebagai orangorang yang menyimpang (Outsiders). Ada dua dalil yang diajukan
dalam teorinya, yaitu :

1. Kelompok sosial menciptakan penyimpangan dengan mem-buat peraturan, barang siapa


melanggarnya akan meng- hasilkan penyimpangan, dan

2. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh orang-orang diberi cap demikian.

Kejahatan bukanlah kualitas perbuatan yang telah dilakukan oleh orang, melainkan sebagai akibat
diterapkannya peraturan dan sanksi oleh orang-orang lain kepada seorang pelanggar. Penjahat
adalah seseorang terhadap siapa cap (label) tersebut telah dikenakan. Perilaku kejahatan adalah
perbuatan yang oleh orang-orang diberikan label demikian.

Ini berarti teori labeling mempermasalahkan peranan orang lain (reaksi), khususnya polisi dalam
menciptakan kejahatan, sedangkan pada waktu-waktu sebelumnya tidak ada atau hampir tidak
pernah dipertanyakan. Oleh karena itu, teori labeling telah mengubah konteks studi kriminologi,
yaitu dari penjahat kepada mempelajari proses terjadinya kejahatan/penjahat.
Akibat selanjutnya adalah meningkatkan perhatian dan studi terhadap bekerjanya aparat penegak
hukum pada umumnya dan khususnya polisi. Keadaan ini telah membawa perkembangan kriminologi ke
arah yang baru sebagaimana disebutkan di muka. Obyek studi kriminologi yang lain yaitu sosiologi
hukum pidana semakin mendapat perhatian.

Di samping Becker, penulis lain yang dipandang sebagai arsitek perspektif labeling adalah E. M. Lemert.
Sehubungan dengan konteks kejahatan yang dilakukan, dia membedakan antara tiga bentuk
penyimpangan, yaitu :

a. Individual deviation, timbulnya penyimpangan dari tekanan psikis dari dalam.

b. Situational deviation, yang merupakan hasil dari stres atau tekanan dari keadaan.

c. Sistematis deviation, adalah pola-pola dari perilaku kejahatan yang menjadi terorganisir dalam
sub-sub kultur atau sistem tingkah laku.

Lemert, juga membedakan antara penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan
primer, adalah tindakan awal dari pelanggaran yang dianggap timbul karena berbagai hal dan oleh
perilaku dipandang tidak berarti bagi kepribadiannya. Sedangkan penyimpangan sekunder terjadi
apabila pelaku mengatur kembali ciriciri sosio psikologisnya di sekitar perbuatan menyimpang. Menurut
Lemert, penyimpangan sekunder sering kali menimbulkan proses umpan balik dimana pengulangan
tindakan penyimpangan akan meningkatkan tindakan penyimpangan, dan mencapai puncaknya dengan
penerimaan status sosial menyimpang baginya serta usaha-usaha dari yang bersangkutan untuk
bertindak sesuai dengan peranan yang diberikan.

Menurut Matza, teori labeling ini mirip dengan apa yang ada di dalam psikologi sosial disebut teori
symbolic interactionist.

b. Teori Konflik

Teori konflik mempertanyakan hubungan antara kekuasaaan dalam pembuatan undang-undang (pidana)
dengan kejahatan. Hal ini terutama sebagai akibat tersebarnya dan banyaknya pola dari
tindakantindakan konflik serta fenomena masyarakat (Amerika) yang bersifat pluralistik, seperti dalam
ras, etnik, agama dan kelas sosial. Keadaan itu semua akan mempertajam persaingan dalam bidang
ekonomi dan politik, konflik dalam gaya hidup serta orientasi nilai di antara sub-sub budaya yang
berbeda-beda. Teori tersebut menganggap orang-orang memiliki perbedaan tingkatan kekuasaan dalam
mempengaruhi perbuatan dan bekerjanya undang-undang. Secara umum, mereka yang memiliki tingkat
lebih tinggi, memiliki kesempatan yang lebih untuk menunjuk perbuatan–perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai dan kepentingannya sebagai kejahatan (tindak pidana).

Penulis yang mendukung teori konflik adalah Austin Turk, W.B. Chambliss, R.B. Seidman. Sedangkan R.
Quinney yang pada awalnya dapat digolongkan sebagai penganut teori konflik dan radikal, dengan
terbitnya buku : Class, State, and Crime (1977) dapat digolongkan sebagai penganut kriminologi marxis.
Kemudian Taylor, Walton, dan Young pada Tahun 1973 menerbitkan bukunya The New Criminology,
telah menamakan alirannya sebagai New Criminology walaupun hanya terdapat sedikit sekali yang baru
dapat digolongkan sebagai aliran radikal. Penulis lain yang dapat digolongkan dalam kriminologi radikal
adalah D.D. Gordon R. Michalowski dan E. Bohlander yang juga merupakan penganut aliran radikal
memusatkan perhatian kepada kontrol sosial daripada tentang sebab-sebab kejahatan.

c. Sosiologi Hukum Pidana

Obyek studi ini hampir tidak dibahas dalam buku-buku kriminologi sebelum tahun 60-an. Sosiologi
hukum pidana mempelajari kondisi-kondisi sosial, struktur politik, budaya dan bekerjanya
undangundang.

Pandangan tradisional yang mengatakan undang-undang merupakan pencerminan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat, seperti pendapat Von Savigny mulai dipertanyakan kembali sebagai akibat
berkembangnya studi sosiologis terhadap pembentukan undangundang (pidana).

Chambliss dan Seidman menyimpulkan bahwa kejahatan bukan merupakan persoalan moral, melainkan
masalah yang bersifat politik, karena undang-undang (pidana) sering kali merupakan jalan untuk
menangani kepentingan dan kebutuhan sosial dari kelompok yang berkuasa.

Salah satu teori sosiologis tentang terbentuknya undang-undang hukum pidana yang senada dengan
pandangan Chambliss dan Seidman dikemukakan oleh Quinney dalam bukunya : Crime and Justice in
Sociological theory of interest), beliau mengatakan : masyarakat lebih ditandai oleh ciri-ciri perbedaan
konflik, paksaan dan perubahan daripada oleh, konsensus, dan keajegan (stabilitas). Selanjutnya
Quinney mengajukan 4 dalil untuk teorinya tersebut :

1. Hukum terdiri dari peraturan-peraturan khusus yang diciptakan dan diinterpretasikan dalam
masyarakat yang diatur secara politis, artinya hukum bukan semata-mata merupakan seperangkat
aturan yang abstrak, melainkan merupakan proses untuk berbuat sesuatu yang di- lakukan oleh
alat kekuasaan yang berwenang untuk bertindak atas nama masyarakat. Sebagai alat kekuasaan,
sebagai alat politik, maka hukum tidak mewakili norma-norma dan nilai-nilai dari semua
anggota masyarakat, melainkan hanya berisi kepentingan (interest) dari beberapa orang/kelompok.

2. Masyarakat yang diatur secara politis adalah masyarakat yang di- dasarkan atas
kepentingan. Perbedaan-perbedaan sosial dalam masyarakat merupakan basis dari kehidupan
politik negara. Oleh karena beberapa bentuk kepentingan terbagi dalam berbagai posisi, dan
posisi-posisi tersebut memiliki perlengkapan untuk memerintah yang berbeda-beda, sehingga
kebijaksanaan umum (public policy) mewakili kepentingan tertentu dalam masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat yang diatur secara politis dapat dipandang sebagai struktur
kepentingan yang berbeda-beda. Masing-masing bagian

masyarakat memiliki nilai-nilai dan mereka (interestgroups) berusaha untuk dapat


memasukkan kepentingannya dalam kebijaksanaan umum, sehingga dapat dikatakan bahwa
kebijaksanaan umum merupakan sukses yang diperoleh oleh kelompok tersebut.
3. Struktur kepentingan tersebut ditandai oleh distribusi kekuasaan yang tidak seimbang dan
konflik diantara bagian-bagian dari masyarakat yang diatur secara politis. Sehingga kebijaksanaan
umum sebenarnya merupakan perwujudan dari struktur kepentingan dari
masyarakat yang diatur secara politis tersebut.

4. Hukum dirumuskan dan ditata dalam struktur kepentingan dari suatu masyarakat yang
diatur secara politis. Artinya hukum merupakan salah satu bentuk dari kebijaksanaan umum yang
mengatur tingkah laku dan aktifitas dari seluruh anggota masyarakat yang dirumuskan dan ditata
oleh kelompok masyarakat yang dapat memasukkan ke- pentingan kelompok masyarakat yang
mempunyai kekuasaan (power) untuk menentukan kebijaksanaan umum. Dengan merumuskan
undang-undang tersebut, maka sekelompok masyarakat dapat me- lakukan kontrol terhadap
yang lain demi kepentingannya sendiri.

5.a. Bonger membagi kriminologi menjadi : kriminologi murni dan kriminologi terapan. Jelaskan
maksudnya.
Jawab :
1. Kriminologi murni (teoritis) meliputi:
a. Antropologi kriminil, ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat.
b. Sosiologi kriminil, ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala sosial.
c. Psychologi kriminil, ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dipandang dart sudut ilmu jiwa
(pribadi penjahat).
d. Psycho-dan Neuro-pathology kriminil, ialah ilmu pengetahuan tentang penjahat yang sakit jiwa.
e. Penologi, ialah ilmu tentang hukuman, arti dan faedahnya.
ad
2. Kriminologi terapan, (yang dilaksanakan), ialah hygiene kriminil dan politik kriminil.
Dalam arti luas, kriminologi termasuk : kriminalistik, yang mempelajari teknik kejahatan dan
pengusutan kejahatan.
Hygiene kriminil, yaitu usaha-usaha mencegah kejahatan dengan semboyan: mencegah kejahatan
adalah lebih baik daripada menyembuhkan. Politik kriminal, tindakan yang harus diambil terhadap
penjahat. Usaha-usaha mencegah kejahatan :
• pemeliharaan anak-anak terlantar
• pendidikan yang baik pembinaan kerohanian dan pembinaan jasmani

b. Bagaimana Sutherland merumuskan kriminologi?

Jawab :

Sutherland juga merumuskan kriminologi sebagai keseluruhan ilmu yang berkaitan dengan perbuatan
jahat serta gejala sosial. Mengenai kata : keterkaitan dari Sutherland, memang kriminologi mempunyai
keterkaitan erat dengan gejala sosial maupun pembagian ilmu ketiganya saling mempengaruhi
kriminologi mempengaruhi pembagian ilmu dan begitu juga sebaliknya. Kemudian kriminologi
mempengaruhi gejala sosial, dan juga gejala sosial yang mempengaruhi kriminologi.

Gejala sosial ini akan saling berkaitan dengan proses pembuatan hukum/undang-undang, karena
dengan adanya sosial menimbulkan proses pembuatan hukum : karena dengan adanya gejala sosial
menimbulkan proses pembuatan hukum; gejala sosial juga saling mempengaruhi dengan pelanggaran
hukum. Adanya pelanggaran hukum maka terjadi gejala sosial, demikian gejala sosial ini sangat
dipengaruhi oleh pelanggaran hukum

Anda mungkin juga menyukai