ABSTRAK
Di dalam sejarah umum perkembangan Hukum Perdata Internasional, dapat diketahui bahwa
disetiap Abad akan selalu ada teori-teori yang baru dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan
keadaan masyarakat Internasional saat itu. Dimulai dari pada masa Kekaisaran Romawi sampai
kepada masa perkembangan teori statua di Italia pada abad 13-15. Perkembangan teori statuta
dipelopori oleh tokoh-tokoh internasional yang sangat paham akan aturan atau hukum yang
berkaitan dengan dunia Internasional. Teori statuta sendiri muncul akibat meningkatnya
pertumbuhan kota-kota perdagangan (stadstaten) yang awalnya terjadi di Italia (abad 11-12 M,
terutama abad 13 M) sehigga menimbulkan bergesernya sistem personalitas daripada hukum.
hingga akhir abad 10 M dikatakan bahwa telah berlangsung sistem personalitas terutama di
negara-negara eropa. Setelah itu sistem personil bergeser ke sistem teritorial (pertumbuhan
prinsip teritorial pada abad 11-12). Dalam perkembangannya, asas teritorial ternyata
membutuhkan peninjauan kembali, khususnya di Italia menggunakan intensitas korelasi
perdagangan antar kota semakin ramai. dengan demikian sangat kentara bahwa prinsip teritorial
pada masa ini berlaku, hidup dan berkembanglah teori statuta. pada teori Statuta inilah banyak
pemikiran HPI ini menjadi pengaruh terhadap persoalan-persoalan HPI modern pada masa
sekarang yg dimulai pada akhir abad ke-19.
kata kunci : Sejarah, Teori Statuta, Hukum Perdata Internasional
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hukum Perdata Internasional bukan merupakan bidang hukum baru lagi, karena asas-asas
dan pola berpikir HPI sudah dapat dijumpai dan tumbuh di masa Kekaisaran Romawi (abad ke-2
sebelum Masehi sampai dengan abad ke-6 SM) seiring dengan pertumbuhan kebudayaan barat di
Eropa Daratan. Hingga akhir abad 10 M dikatakan bahwa telah berlangsung sistem personalitas
terutama di negara-negara eropa. Setelah itu sistem personil bergeser ke sistem teritorial. Adapun
yang mengakibatkan bergesernya sistem ini adalah akibat semakin berkembangkan feodalisme
terkhusus di eropa bagian utara. Feodalisme melawan personalitas. Hamba yang berada dalam
suatu sistem feodal ini harus mengakui sepenuhnya hukum daripada Tuannya, sehingga hukum
yang berlaku di tanah sang Tuan adalah hukum atas kehendak Tuan tersebut. Maka dari itu
hukum personil tidak akan diperhatikan dalam keadaan ini. Dibagian selatan eropa pada masa itu
tumbuh secara pesat kota-kota perdagangan di Italia. Adapun kota-kota yang dimaksud seperti
Milan, Pisa, Venetia, Modena, Genoa, Florence, Siena, Amalfi dan sebagainya. Akibat semakin
luasnya hubungan akibat perdagangan antar kota ini mengakibatkan sering terjadi kerancuan
dalam penegakan hukum, terkhusus dalam hal ini adalah lingkup perdata, hal ini diakibatkan
karena setiap kota-kota tersebut memiliki hukumnya masing-masing. Inilah yang menimbulkan
peralihan hukum yang begitu ketara dari hukum yang berlaku pada masa romawi. Dengan
demikian sangat jelas bahwa prinsip teritorial pada masa ini berlaku, hidup dan berkembanglah
teori statuta.
Teori Comitas gentium ini ditentang oleh Wolf, Van Brekel dan Cheshire, yang
menyatakan: “Hukum International tidak mengenal azas Comitas, karena berlakunya hukum
asing hanyalah disebabkan karena keinginan untuk mencari penyelesaian yang seadil-adilnya
(the desire to do justice)”.
e. Teori HPI Universal (abad 19)
Tokoh pencetusnya adalah Friedrich Carl von Savigny di Jerman. Pekerjaan besar
Savigny mengembangkan teori ini, sebenarnya didahului oleh pemikiran ahli hukum Jerman lain,
yaitu C.G. von Wachter, yang mengkritik teori statuta karena adanya ketidakpastian hukum yang
ditimbulkannya. Upaya terpenting dari isi pemikirannya adalah upaya untuk meninggalkan
klasifikasi hukum ala teori statuta dan memusatkan perhatiannya pada upaya penetapan hukum
yang seharusnya berlaku terhadap hubungan hukum (legal relationship) tertentu. Dengan tetap
menggunakan hubungan hukum sebagai titik tolak, Von Savigny lebih bersikap universalistik
dan melihat bahwa seandainya suatu hubungan hukum timbul suatu perkara, maka orang harus
mencari aturan hukum yang berlaku terhadapnya untuk digunakan dalam memutus perkara yang
bersangkutan. Dimana titik tolak pandangan Von Savigny adalah bahwa suatu hubungan hukum
yang sama harus memberikan penyelesaian yang sama pula, baik bila diputuskan oleh hakim di
negara A maupun di negara B. Penyelesaian permasalahan yang menyangkut unsur-unsur asing
pun hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga putusannya juga akan sama dimana-mana. Titik
tolak pemikiran Von Savigny adalah bahwa HPI bersifat supranasional, maka HPI bersifat
universal atau lebih tepat pemikiran Von Savigny ini disebut dengan istilah Teori HPI universal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan ataupun substansi kajian yang telah dibahas diatas. Dapat
disimpulkan bahwa dimulai dari sejarah berkembangnya hukum perdata internasional dari zaman
Kekaisaran Romawi sampai kepada teori perkembangan Statuta yang ada di dunia,
perkembangan pemikiran-pemikiran HPI ini selalu berubah-ubah dan dikristisi serta muncul
teori-teori baru di setiap abadnya mengikuti perkembangan zaman dan kesesuaian dengan
keadaan masyarakat Internasinonal hingga pada masa kini. Pada pengimplementasiannya,
perkembangan HPI tradisional menurut sejarah perkembangannya mempengaruhi teori-teori HPI
modern yang diterapkan hingga kini walaupun pendekatannya dapat dianggap menyimpang jauh
secara teoritis ataupun substansialnya, namun tetap berfokus kepada persoalan-persoalan Hpi
yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Purwadi, Ari. (2016). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Pusat Pengkajian Hukum dan
Pembangunan (PPHP).
Seto, Bayu. (1994). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional; Buku Kesatu. PT. Citra Aditya
Bakti.
Dahniel, M.A. Saragih, G.M. (2020). Perkembangan Teori Satuta. Diakses pada 1 Oktober 2022
dari https://www.detikmahasiswahukum.com/2020/05/perkembangan-teori-
statuta_4.html
Basuki, Z.D, Oppusungu, Yu un, dan Penasthika, Priskila. (2014). Pendahuluan: Pengertian
Hukum Perdata Internasional, Sejarah Hukum Perdata Internasional, dan Ruang
Lingkup Hukum Perdata Internasional. Bimo.