Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

( SISTEM MUSKULOSKELETAL )
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. N DENGAN RUPTUR
ROTATOR CUFF DI RUANG RUBBY RS RADJAK HOSPITAL
SALEMBA (Tanggal 27 – 8 januari)

DI SUSUN OLEH:
ARVELLA FATHARANI (1032181029)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2021
1. Definisi kasus
Rotator cuff adalah tendon yang mengelilingi sendi bahu. Sendi bahu
dapat bergerak dan mengubah melalui jangkauan yang lebih luas daripada
sendi lainnya di tubuh. Istilah rotator cuff dipergunakan untuk jaringan
ikat fibrosa yang mengelilingi bagian atas tulang humerus. Ini dibentuk
dengan bersatunya tendon-tendon atap bahu. Keempat tendon tersebut
adalah : musculus supraspinatus, musculus infraspinatus, musculus teres
minor dan musculus subscapularis.
Sendi bahu merupakan bagian yang sangat tidak stabil. Dan pada
sendi bahu, terdapat tendon yang mempunyai peran penting, yaitu rotator
cuff dan biceps. Shoulder tendonitis (atau rotator cuff tendonitis) adalah
salah satu kondisi paling umum yang terjadi pada persendian bahu (rotator
cuff).
Ruptur Rotator cuff atau Rotator cuff tears adalah robekan pada
satu atau lebih dari empat tendon otot rotator cuff. Cedera pada rotator
cuff dapat mencakup semua jenis iritasi atau kerusakan pada otot atau
tendon rotator cuff. Tendon rotator cuff bukanlah otot yang paling sering
robek. Dari empat tendon, tendon supraspinatus paling sering robek saat
melewati tepi bawah akromion. robekan biasanya terjadi pada titik insersi
di tuberositas caput humerus .
Kelompok otot utama rotator cuff adalah supraspinatus,
subscapularis, infraspinatus, dan teres minor yang berkontribusi terhadap
stabilitas bahu.cuff melekat pada kapsul glenohumeral dan menempel ke
caput humerus. Pada tepi atas caput humerus melekat tepi atas tendon
subscapularis dan tepi anterior dari otot supraspinatus, yang membentuk
suatu ruang segitiga disebut interval rotator.
Rotator berperan dalam hal menstabilkan sendi glenohumeral dan
berputarnya humerus ke arah luar. Cuff pada caput humerus mencegah
bergesernya ke atas dari caput humerus yang disebabkan oleh tarikan otot
deltoid di awal elevasi lengan. Selanjutnya otot infraspinatus dan teres
minor, adalah otot yang menjamin rotasi eksternal lengan.

Tendon Utama Rotator Cuff


Keempat tendon otot-otot ini bertemu untuk membentuk tendon
rotator cuff. Pada insersi tendon dari otot rotator cuff bersama dengan
kapsul artikular ligamentum coracohumeral, dan kompleks ligamen
glenohumeral bersatu sebelum melekat pada tuberositas humerus. Insersi
tendon rotator cuff di tuberculum majus sering disebut sebagai “footprint”
atau tapak. Tendon infraspinatus dan teres minor bersatu didekat
musculotendinous junction mereka, sedangkan tendon supraspinatus dan
subscapularis bergabung sebagai selubung yang mengelilingi tendon
biseps. supraspinatus adalah tendon otot yang paling sering robek pada
rotator cuff.
2. Etiologi kasus
Faktor umum penyebab rotator cuff tendonitis adalah olahraga.
Tetapi gangguan ini juga dapat terjadi pada orang-orang yang berumur di
atas usia 40 tahun.
Terdapat beberapa hal yang bisa menyebabkan cedera/robek pada
rotator cuff. Tekanan yang terjadi terus-menerus dan penggunaan rotator
cuff yang berlebihan ketika melakukan aktifitas yang sama dapat
menyebabkan tendon berlawanan dengan tulang. Cedera pada tendon
rotator cuff ini sering terjadi pada orang-orang yang berumur sekitar 40
tahun atau lebih kerena pada usia tersebut, telah terjadi kemunduran fungsi
rotatir cuff akibat tekanan-tekanan kerja dan aktifitas setiap hari, terutama
pada aktifitas yang menghuruskan lengan bergerak elevasi. Tendon rotator
cuff pada orang yang anatomis bahunya tidak stabil dapat terselip diantara
caput humeri dengan acromion (tulang yang berada di atas tendon) dan
mengakibatkan cedera/robek. Namun demikian, kelainan anatomis alami
pada sendi bahu juga dapat menyebabkan penggunaan yang abnormal
pada tendon yang dapat menyebabkan cedera/robekan.
Penyebab paling sering adalah degenerasi terkait usia dan cedera
saat berolahraga atau trauma. Gangguan pada rotator cuff dapat
disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik.faktor ekstrinsik
dikelompokkan ke dalam anatomi dan lingkungan. Salah satu faktor
anatomi paling banyak adalah karakteristik morfologi dari akromion.
Akromion yang bengkok, melengkung, dan miring dapat menyebabkan
menyebabkan tarikan dan kerusakan pada tendon rotator cuff.. Faktor
lingkungan terlibat meliputi peningkatan usia, terlalu sering menggunakan
bahu, merokok, dan setiap kondisi medis yang merusak respon inflamasi
dan penyembuhan seperti diabetes mellitus.
Faktor intrinsik meliputi berbagai mekanisme cedera yang terjadi
dalam rotator cuff itu sendiri. Yang paling utama adalah disebabkan
mikrotrauma. Sebagai hasil dari microtrauma berulang-ulang, mediator
inflamasi mengubah lingkungan setempat, dan stres oksidatif menginduksi
apoptosis tenocyte yang lebih lanjut menyebabkan degenerasi tendo
rotator cuff. Adapula teori yang menyatakan overstimulasi saraf dapat
meningkatkan sel inflamasi yanga dapat menyebabkan degenerasi tendon.

a. Patofisiologi
Dari keempat tendon yang terdapat pada rotator cuff ini, yang
berisiko tinggi mengalami cedera adalah tendon supraspinatus. Biasanya
terjadi karena terjadi tarikan secara tiba-tiba, misalnya, jatuh dengan
tangan lurus atau abduksi yang tiba-tiba melawan beban berat yang
dipegang dengan tangan. Pada orang tua, ruptur dapat terjadi akibat trauma
yang ringan saja, misalnya disebabkan oleh adanya degenerasi pada
“rotator cuff”. Pada keadaan tersebut, biasanya tanpa disertai keluhan
nyeri. Keluhannya hanya berupa kesulitan mengabduksi lengan. Otot dan
tendo supraspinatus dapat menjalarkan nyeri ke lengan, nyeri dirasakan
sebagai nyeri dalam di sisi lateral bahu, bagian tengah otot deltoid turun ke
insersi deltoid. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epicondylus lateral siku.
Penyembuhan trigger point dapat dilakukan dengan mengatur posisi pasien
berbaring miring atau duduk. Sisi medial trigger point biasanya lebih
sensitif. Dengan posisi lengan flexi, penekanan dilakukan di atas trigger
point yang terletak di atas spina clavicular, sebelah lateral batas vertebra
(bagian atas bahu, agak ke belakang).

b. Tanda dan Gejala


Pada pemeriksaan abduksi secara aktif hanya dapat dilakukan
sampai kurang lebih 90 derajat. Bila diperintahkan untuk mengangkat
lebih jauh sambil ditahan oleh pemeriksa, lengan akan terjatuh (mosely
test), walaupun penderita dapat melakukan gerakan pasif secara normal.
Gejala dari robekan rotator cuff dapat timbul langsung setelah
trauma (akut) atau berkembang secara bertahap dan terus-menerus dari
waktu ke waktu (kronis). Cedera akut tidak sesering penyakit rotator cuff
yang kronis. Robekan akut dapat terjadi ketika mengangkat lengan untuk
melawan tahanan yang berat seperti saat melakukan angkat berat dan
terjatuh dengan bahu sebagai landasannya.
Robekan kronis terjadi pada individu yang terus-menerus
melakukan kegiatan lengannya diatas kepala, seperti melempar atau
berenang. Selain itu, dapat berkembang dari tendinitis ataupun penyakit
rotator cuff bahu. Penyakit ini terdiri dari berbagai patologi tendon rotator
cuff. Gejala yang menetap sebagai hasil dari robekan rotator cuff yang
kronik secara sporadis dapat memperberat rasa sakit, kelemahan dan atrofi
otot, sakit timbul saat istirahat, sensasi gemeretak saat menggerakan bahu,
dan ketidakmampuan untuk memindahkan atau mengangkat lengan secara
cukup, terutama pada gerakan abduksi dan flexi.
Nyeri di anterolateral bahu dapat disebabkan oleh banyak
penyebab, gejala mungkin mencerminkan patologi luar bahu yang
menyebabkan nyeri refered pain ke bahu seperti dari jantung, leher atau
usus.riwayat Pasien akan merasa sakit pada bagian depan dan luar dari
bahu, nyeri bertambah dengan bersandar pada siku dan mendorong ke atas
bahu, nyeri pada malam hari ketika berbaring langsung pada bahu yang
terkena, nyeri saat meraih sesuatu yang berada di depannya. Kelemahan
mungkin didapatkan, tetapi sering tertutupi oleh nyeri dan biasanya
ditemukan hanya melalui pemeriksaan.
Gejala yang berhubungan dengan cedera/robeknya rotator cuff
biasanya hanya bersifat ringan pada awalnya, kemudian menjadi lebih
parah pada tahap selanjutnya. Gejala penyertanya meliputi nyeri di malam
hari dan nyeri hebat pada saat digunakan beraktifitas, khususnya ketika
digunakan untuk menggerakkan lengan sampai diatas kepala (elevasi).
Contohnya saat tangan digunakan untuk meletakkan sesuatu di rak bagian
atas, maka akan terasa nyeri pada bagian bahunya. Gejala ini mirip dengan
tendonitis atau bursitis. Meskipun demikian, cedera rotator cuff ini agak
berbeda dengan bursitis atau tendonitis. Pada orang dengan bursitis atau
tendonitis, ia akan merasa lebih baik jika digunakan untuk istirahat, saat
aktifitas dimodifikasi, dan saat diberikan obat anti inflamasi (seperti
aspirin atau ibuprofen). Sedangkan gejala cedera/robeknya rotator cuff
tidak akan membaik ketika hanya diberikan terapi biasa. Dalam tahap
nyeri pada cedera rotator cuff selanjutnya, lengan dan bahu akan terasa
lemah ketika digunakan untuk melakukan gerakan elevasi atau
membentangkan lengan ke arah tubuh bagian samping. Bahkan ketika
beraktifitas yang ringan, seperti mengangkat koper dari mobil pun dapat
menimbulkan nyeri akut pada bahu. Pada saat malam hari rasa nyeri dapat
terasa lebih parah. Nyeri ini mengindikasikan bahwa cedera/kerobekan
parsial rotator cuff telah berubah menjadi cedera/kerobekan yang
kompleks.

c. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, umumnya pasien dilaksanakan pemeriksaan
Drop-Arm Test atau Tes Moseley, tes ini dilakukan untuk mengungkapkan
ada tidaknya kerusakan pada otot-otot serta tendon yang menyusun
rotator cuff dari bahu. Pemeriksa mengabduksikan shoulder pasien sampai
900 dan meminta pasien menurunkan lengannya secara perlahan-lahan
pada sisi tersebut sebisa mungkin. Tes ini positif jika pasien tidak dapat
menurunkan lengannya secara perlahan-lahan atau timul nyeri hebat pada
saat mencoba melakukan gerakan tersebut, hasil test positif indikasi
cidera pada rotator cuff complex.

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Cedera rotator cuff dapat dibuktikan dari pengkajian riwayat aktivitas
pasien dan gejala nyeri bahu yang dirasakan oleh pasien. Selama
pemeriksaan, dokter dapat mengobservasi peningkatan rasa nyeri yang
spesifik dan kelemahan pada bahu ketika membandingkan kekuatan
antara lengan yang sehat (berfungsi dengan baik) dengan lengan yang
mengalami cedera.
2) Pemeriksaan X-Ray pada bahu akan dilakukan jika terdapat dugaan
terjadinya cedera/kerobekan pada rotator cuff. Pemeriksaan X-Ray
pada bahu tidak begitu perlu dilakukan sebelum melakukan treatment
(pengobatan) awal, namun jika gejalanya tetap ada, pemeriksaan X-
Ray harus dilakukan terlebih dahulu. Dokter akan mencari tanda-tanda
cedera rotator cuff meskipun cedera rotator cuff itu tidak dapat
dilihat/dideteksi oleh X-Ray yang biasa. Tanda-tanda dalam sebuah
masalah cedera rotator cuff ini adalah dimana terdapat ruang sempit
pada rotator cuff dan adanya tonjolan tulang di sekitar tendon rotator
cuff.
3) Pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk mendiagnosa cedera
rotator cuff adalah MRI. Pameriksaan MRI sangat membantu karena
dapat menunjukkan cedera rotator cuff secara keseluruhan dan cedera
rotator cuff parsial/sebagian. Pemeriksaan MRI juga dapat
menunjukkan fakta terjadinya bursitis dan masalah-masalah cedera
bahu lainnya, termasuk cedera rotator cuff ini.
e. Penatalaksanaan
1. Pengobatan cedera rotator cuff tergantung pada keparahan cedera
pada tendon rotator cuff dan kondisi dasar pasien. Sama halnya
dengan cedera rotator cuff yang kompleks, pengobatan standar
diawali dengan tindakan konservatif. Cedera rotator cuff tidak dapat
sembuh dengan baik dalam waktu yang singkat. Cedera ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki dan
menstabilisasi ukuran. Pada pasien yang usianya lebih muda (anak-
anak dan remaja), hal ini akan menjadi masalah apabila cedera
tersebut tidak segera diperbaiki/ditangani dengan baik dan dalam
waktu yang tepat. Cedera rotator cuff yang kronik dapat menyebabkan
terjadinya nyeri kronik, kelemahan, berkurangnya pergerakan, dan
dapat terjadi arthritis jika tidak segera ditangani. Cedera rotator cuff
ini tidak selalu membutuhkan tindakan operasi untuk
menyembuhkannya, biasnya pengobatan awal yang sering dilakukan
adalah pengobatan secara non-operatif/tanpa pembedahan. Meskipun
ukuran rotator cuff yang mangalami cedera tidak menunjukkan
perbaikan setelah dilakukan tindakan konservatif, namun gejala-
gejalanya dapat berkurang. Sedangkan jika ditemukan cedera rotator
cuff pada yang usianya muda (anak-anak dan remaja), maka
disarankan untuk melakukan tindakan operasi secepatnya agar tidak
terjadi masalah yang lebih parah.
Pasien umumnya diterapi untuk mengurangi rasa sakitnya terlebih
dahulu. pengobatan non-operative nyeri bahu yang berkaitan dengan
robekan rotator cuff yaitu dengan pemberian obat-obatan oral yang
berfungsi sebagai penghilang rasa sakit seperti obat anti inflamasi,
analgesik topikal dan bila perlu dapat diberikan injeksi steroid atau
injeksi anestesi lokal untuk memblokir rasa sakit dan dan dilanjutkan
dengan pengobatan anti-inflamasi.
Awal terapi fisik mungkin mampu menghilangkan nyeri dan
membantu untuk mempertahankan gerak. terapi fisik konservatif
dimulai dengan istirahat dan pembatasan gerak sejak terjadinya
trauma. Dalam situasi normal, peradangan biasanya dapat
dikendalikan dalam waktu 1 sampai 2 minggu dengan menggunakan
NSAIDs dan injeksi steroid subacromial untuk mengurangi
peradangan.

2.Mengurangi nyeri dan bengkak :

Sebagaimana semua cedera otot lainnya, modalitas yang


direkomendasikan adalah :

 Rest berarti berhenti melakukan latihan atau gerakan apapun yang


menimbulkan nyeri. Nyeri merupakan penanda robekan otot tidak
sembuh dan robekan itu bertambah.

 Icing mematikan rasa daerah itu untuk mengurangi nyeri dan juga
mempersempit pembuluh darah untuk meminimalisasi bengkak dan
memar. pendinginan lebih dari 15-20 menit akan menimbulkan cedera
berbeda pada jaringan lunak.

 Compression juga mengurangi bengkak.

 Elevation sebenarnya tak dikenakan pada bahu kecuali saat


membungkuk atau rebah.

3.Memperkuat otot rotator cuff

Rotator cuff dapat diperkuat untuk merehabilitasi dan mencegah


cedera bahu lebih jauh. Ada sejumlah latihan yang berbeda untuk otot-
otot manset rotator setiap orang.
Yang paling efektif adalah abduksi samping, yang mengaktifkan
supraspinatus, subscapularis dan infraspinatus. Abduksi menyamping
dilakukan dengan halter yang ringan di awal latihan tak lebih dari 3
kilogram. Abduksi samping tak melibatkan teres minor, namun sedikit otot
deltoideus, menjadikannya sebagai latihan bahu paling bagus.

Latihan lain adalah rotator eksternal yang disangga, untuk


infraspinatus dan teres minor. Penderita duduk tegak lurus barbel,
dengan lengan fleksi pada sudut 90o di siku dan lengan bawah
diletakkan sejajar barbel.
Latihan terakhir adalah peninggian samping dengan rotasi dalam
(Lateral raise with internal rotation atau LRIR). Menggenggam halter
di masing-masing tangan, penderita memutar lengannya ke dalam agar
ibu jarinya yang dibuka menunjuk lantai – seolah pengangkat
menuang minuman ke dalam kaleng. Kemudian pengangkat harus
mengangkat lengannya ke samping, dengan ibu jari masih menunjuk
ke bawah, hingga halter tepat di bawah bahu. Sasaran LRIR terutama
supraspinatus.

Pentalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah:


a. Terapi Fisik
Terapi fisik adalah langkah yang paling penting dalam
pengobatan cedera rotator cuff. Memperkuat otot rotator cuff penting
untuk memelihara fungsi normal bahu. Beberapa pertemuan dengan
ahli terapi fisik dapat membantu mengajarkan latihan khusus untuk
meringankan dan mencegah terulangnya rasa nyeri pada bahu.
b. Anti-inflamasi Obat
Obat-obatan yang paling membantu untuk mengendalikan gejala
cedera rotator cuff adalah obat-obatan jenis anti inflamasi. Obat anti-
inflamasi sederhana dapat diminum secara teratur untuk waktu yang
singkat, dan kemudian digunakan bila gejala cedera rotator cuff
muncul lagi.
c. Injeksi Cortisone
Injeksi cortisone dapat sangat membantu membatasi proses
inflamasi akut dan memungkinkan pasien untuk memulai terapi. Hal
ini penting untuk terapi dan latihan, bahkan bahu akan terasa lebih
baik setelah melakukan injeksi. Terapi bagian dari pengobatan akan
membantu mencegah kambuhnya gejala. Jika gejala muncul secara
signifikan, dokter dapat memilih untuk melakukan injeksi kortison
pada kunjungan awal. Injeksi kortison berfungsi untuk mengobati
peradangan secara langsung di lokasi yang mengalami masalah.
Kelemahan dari injeksi kortison adalah injeksi cortisone dapat
melemahkan tendon, dan injeksi kortison berulang harus
dipertimbangkan dengan teliti.
Tidak semua cedera rotator cuff akan memerlukan tindakan
operasi. Untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan operasi,
maka perlu memptimbangkan beberapa faktor tertentu.
Beberapa pertanyaan yang harus dijawab sebelum dilakukan
operasi adalah: Apakah saya harus mencoba setiap pilihan perawatan
non-operatif yang tersedia? Berapa rasa sakit yang mempengaruhi
kehidupan sehari-hari saya? Apakah saya tidak dapat kembali
melakukan olahraga yang sebelumnya saya lakukan karena cedera
iini? Seberapa besar cedera yang terjadi dan dapat dilihat serta lihat
apa yang terjadi? Apakah umur saya cukup muda dengan masalah
cedera rotator cuff dan apakah dapat menjadi masalah jika tidak
segera diobati?
Setelah interview/wawancara dengan dokter, maka dokter perlu
untuk menguraikan potensi risiko dan manfaat melakukan operasi.
Setiap pasien harus diperlakukan secara individual, tidak semua
cedera rotator cuff adalah sama dan berbagai faktor harus
dipertimbangkan dalam setiap kasus individual.
d. Tindakan operasi
Pasien yang sedang mempertimbangkan tindakan operasi bedah
untuk bursitis / tendonitis seharusnya sudah berusaha melakukan
perawatan non-bedah untuk setidaknya 3 sampai 6 bulan yang
hasilnya menunjukkan tanpa perbaikan gejala. Gejala tersebut
semakin lama menyebabkan kesulitan saat pasien melakukan kegiatan,
dan / atau mengganggu tidur di malam hari.
Tindakan operasi ini merupakan prosedur arthroscopic yang
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan instrumen
yang dimasukkan melalui sayatan kecil (1 cm). Melalui 2 atau 3
sayatan kecil, sebagian kecil dari tulang (akromion) dan bursa yang
terletak di atas rotator cuff akan dihilangkan.
Pengambilan/penghilangan ini dapat mengurangi tekanan pada
rotator cuff dan memicu proses penyembuhan dan recovery. Setelah
bursa dihilangkan, rotator cuff diperiksa untuk mencari tanda-tanda
cedera
Tiga prosedur yang paling umum dalam tindakan
operasi/pembedahan adalah:
1. Perbaikan terbuka (open repair)
Sebelum penggunaan arthroscope, semua rotator cuff yang
diperbaiki dilihat langsung pada tendon yang cedera, melalui sayatan
yang panjangnya sekitar 6-10 cm. Keuntungannya adalah tendon
rotator cuff lebih mudah dilihat dengan cara ini, tetapi perlu dilakukan
sayatan yang besar, pemulihannya bisa lebih lama dan lebih
menyakitkan.
2. Mini-Open Repair
Metode perbaikan terbuka mini (Mini open repair) untuk
memperbaiki cedera rotator cuff ini meliputi penggunaan arthroscope
dan sayatan kecil untuk mendapatkan akses ke ujung tendon. Dengan
menggunakan arthroscope, dokter bedah juga dapat melihat ke dalam
sendi bahu untuk membersihkan jaringan yang rusak atau tonjolan
tulang. Sayatannya berkisar antara 3-4 cm dan penyembuhannya agak
lebih cepat daripada metode open cuff repair.
3. Arthroscopic Repair
Perbaikan arthroscopic dilakukan dengan sayatan kecil dan
perbaikan dilakukan oleh dokter bedah yang melihat melalui sebuah
kamerra kecil untuk melihat perbaikannya pada layar monitor. Ini
merupakan perkembangan pengobatan terakhir dari cedera rotator cuff
dan tidak semua dokter bedah dapat mengobati cedera dengan metode
ini. Operasi cedera rotator cuff ini biasanya berlangsung antara 1
hingga 2 jam.
e. Proses pemulihan (Recovery)
Lama penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor,
termasuk tingkat kekuatan sebelum operasi dan keparahan cedera
rotator cuff. Untuk rehabilitasi dekompresi subacromial berikutnya,
bahu pasien ditempatkan dalam sebuah gendongan/selempang bahu
tetapi mereka dapat mulai menggerakkan bahunya dengan cepat.
Penguatan dapat dilakukan dalam beberapa minggu dan olahraga
dapat dialnjutkan setelah pembengkakan mereda. Namun, setelah
rotator cuff diperbaiki, terapi fisik boleh dilakukan secara bertahap
dan hati-hati. Terapi awalnya dilakukan terapi yang lembut sehingga
tidak mempengaruhi perbaikan rotator cuff. Dengan demikian, setelah
empat sampai enam minggu, latihan dapat ditingkatkan lagi dengan
cara mengangkat lengan lebih aktif. Sekitar 8-10 minggu setelah
perbaikan rotator cuff, terapi fisik akan menjadi lebih intens dalam
upaya untuk memperkuat otot rotator cuff. Pemulihan sempurna
biasanya membutuhkan waktu sekitar 4-6 bulan.
1. Pohon masalah, masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Pohon masalah

Nyeri

Kurang
pengetahuan
Rasa sakit
hebat Resiko
Gangguan Kurang pajanan infeksi
mobilitas fisik informasi
Cemas

Upaya aktivitas
berlebihan
Teknik
Resiko Perubahan tidak steril
Kontraktur status
sendi kesehatan Tindakan
pembedahan

Syndrom use
Kekakuan less
sendi Tidak ada
perbaikan
Tidak ada
pergerakan Membatasi gerak

Peradangan dan hipertrofi pada


otot

Ruptur Rotator cuff

Kontraksi berlebihan atau ketika


terjadi kontraksi otot belum siap

Otot tertarik pada posisi yang


salah

Trauma, perulangan gerakan, mengangkat atau


menari benda berat, usia lebih dari 40 tahun, postur
yang buruk
b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1) identitas pasien
2) keluhan utama
3) riwayat penyakit sekarang
a) penyebab cidera
b) lokasi cidera
c) adanya pembengkakan
d) upaya yang telah dilakukan
e) terapi yang diberikan
4) riwayat kesehatan dahulu
a) penyakit yang pernah diderita
b) riwayat operasi
c) riwayat alergi
d) riwayat imunisasi
e) Kebiasaan/pola hidup
f) Obat-obat yang digunakan
5) riwayat kesehatan keluarga dan genogram
6) pola fungsi kesehatan
a) pola persepsi dan tata laksana kesehatan
b) pola nutrisi dan metabolisme
c) pola eliminasi
d) pola aktivitas/ latihan (termasuk kebersihan diri)
e) pola istirahat/tidur
f) pola kognitif dan persepsi sensori
g) pola konsep diri
h) pola hubungan/peran
i) pola seksualitas & reproduksi
j) pola mekanisme koping
k) personal nilai dan kepercayaan
7) pemeriksaan fisik:
a) keadaan umum
b) kesadaran
c) tanda-tanda vital
d) kepala
e) mata
f) telinga
g) hidung
h) mulut&bibir
i) leher
j) thorax/dada
k) abdomen
l) urogenital
m) ekstermitas
n) Kulit dan kuku
o) Keadaan lokal
8) pemeriksaan diagnostik :
a) laboratorium
b) radiologi
c) lain-lain
9) Terapi:
a) Oral
b) Parenteral
c) Lain-lain

a. Inspeksi:
Kesimetrisan
Klavikula, sendi akromioklavikular, klavikulosternal Sulkus deltopektoral,
kelompok otot, skapula
b. Palpasi:
Periksa dari belakang pasien Akromiaon, puncak korakoid, muskulus deltoid
Sendi akromioklavikular selama fleksi dan abduksi Sulkus bisipital selama
rotasi internal dan eksternal
c. Evaluasi bahu untuk:
1). Atrofi otot
2). Aktif dan pasif ROM; pasien dengan manset air mata biasanya memiliki
pasif lebih besar dari ROM aktif.
Kekuatan otot: Aktif di bidang skapula (supraspinatus) Aktif eksternal rotasi
dengan lengan di samping (infraspinatus) Gerber lift-off test (mengangkat
tangan dari punggung bawah) dan tekan perut (menekan tangan ke dalam
perut ketika mencoba untuk menjaga siku jatuh posterior) (subscapularis)
Menyingkirkan patologi tulang belakang leher.

2. Diagnosis keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan otot yang
ditandai dengan rasa sakit di area bahu pasien, bahu pasien tampak
bengkak, dan iritasi, serta pasien terlihat meringis kesakitan
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gejala penyakit yang
ditandai dengan pasien tampak lemah, cemas, takut, gelisah, tidak dapat
rileks, merintih, berkeluh kesah dan menyatakan ketidaknyamanan
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan
pembedahan, perubahan status kesehatan yang ditandai dengan pasien
gelisah, takut, khawatir, tampak waspada, tegang, dan pasien sering
bertanya tentang kondisi kesehatannya
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
tindakan pembedahan yang ditandai dengan pasien bingung, dan
mengungkapkan ataupun menanyakan kondisi dan efek terapi yang
diperolehnya
e. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasive yang tidak steril
f. Resiko kontraktur sendi berhubungan dengan kekakuan sendi
3. Rencana tindakan keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Rencana Tindakan Rasional
Kriteria Hasil Keperawatan
1 Nyeri Tujuan: NIC:
berhubungan NOC: Pain level, Pain Management
dengan inflamasi pain control 1. Kaji ulang lokasi, 1. Untuk mengetahui

dan Kriteria Hasil : intensitas dan tipe derajat nyeri pasien

pembengkakan 1. Pasien nyeri dan menentukan


menyatakan nyeri 2. Pertahankan tindakan yang akan
otot yang
berkurang/ hilang imobilisasi bagian dilakukan
ditandai dengan
2. Pasien dapat yang sakit 2. Imobilisasi dapat
rasa sakit di bahu
mengontrol 3. Ajarkan tehnik mengurangi rasa nyeri
pasien, bahu
nyerinya manajemen stress, pasien
pasien tampak
3. Pasien tampak dengan teknik 3. teknik relaksasi nafas
bengkak, dan
rileks relasksasi nafas dalam dapat
iritasi, serta
dalam mengurangi nyeri
pasien terlihat
4. Kompres dingin pasien
meringis
pada area yang 4. meringankan sakit
kesakitan
nyeri, atau bengkak yang dirasakan pasien
5. Observasi tanda- 5. mengetahui kondisi
tanda vital pasien secara umum
6. Kolaborasi dengan 6. mengurangi dan
tim medis terkait menghilangkan nyeri
pemberian analgetik pasien
2 Gangguan NOC NIC
mobilitas 1. Mengetahui
Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan kemampuan klien
fisik tindakan klien dalam dalam pergerakan
berhubungan keperawatan menggerakkan bahu
bahu 2. Mengurangi
selama proses
dengan 2. Rencanakan aktifitas dan energi
keperawatan, periode istirahat
kelemahan yang tidak terpakai
pasien memiliki yang cukup 3. Tahapan-tahapan
3. Berikan latihan yang diberikan
cukup energi untuk aktifitas secara membantu proses
bertahap aktifitas secara
beraktifias dengan
4. Bantu pasien perlahan dengan
dalam memenuhi menghemat tenaga
kriteria hasil: kebutuhan tujuan yang tepat,
mobilisasi dini
1. Perilaku 5. Setelah latihan 4. Mengurangi
menampakkan dan aktifitas kaji pemakaian energi
kemampuan respon pasien sampai kekuatan
untuk memenuhi pasien pulih
kebutuhan kembali
sendiri pasien 5. Menjaga
2. Mengungkapkan kemungkinan
mampu untuk 6. Berikan adanya abnormal
melakukan reinforcement dari tubuh sebagai
beberapa positif atas akibat dari latihan
aktifitas tanpa uasaha yang 6. Memberikan
dibantu dilakukan pasien dukungan dan feed
3. Koordinasi otot, back yang baik
tulang dan untuk pasien
anggota gerak
lainnya baik.
3 Cemas Tujuan: NIC:
berhubungan NOC: Anxiety self- Anxiety Reduction
dengan kurang control, Anxiety 1. Identifikasi tingkat 1. Mengetahui tingkat
pengetahuan level kecemasan kecemasan pasien
tentang tindakan Kriteria Hasil: 2. Bantu pasien 2. Membantu
pembedahan, 1. Pasien mampu mengenal situasi mengetahui hal yang
perubahan status mampu yang menimbulkan mencemaskan
kesehatan yang mengidentifikasi kecemasan 3. Mengetahui tingkat
ditandai dengan gejala cemas, 3. Identifikasi stress pasien
pasien gelisah, mampu persepsi pasien 4. Menigkatkan
takut, khawatir, menunjukkan terhadap strees kenyamanan pasien
tampak cara mengontrol 4. Temani pasien selama perawatan
waspada, cemas dalam memenuhi 5. Meningkatkan
tegang, dan 2. Tanda-tanda vital rasa aman dan keberhasilan
pasien sering dalam batas nyaman. intervensi
bertanya tentang normal (TD: 5. Gunakan 6. Nafas dalam
kondisi 100-140/ 70-90 pendekatan yang memberikan rasa lega
kesehatannya mmHg, Nadi: menyenangkan dan nyaman bagi
60-100 6. Instruksikan pasien pasien
kali/menit, RR: untuk 7. Mengetahui kondisi
16-20 kali/menit, menggunakan umum pasien
Suhu: 36,5-37,6 - teknik relaksasi 8. Meningkatkan
0
C) nafas dalam pengetahuan tentang
3. Postur tubuh, 7. Kaji tanda-tanda tindakan pengobatan
ekspresi wajah vital pasien
menunjukkan 8. Jelaskan semua
penurunan prosedur dan apa
kecemasan yang dirasakan
selama prosedur
tindakan dan
pengobatan
4 Kurang Tujuan: NIC:
pengetahuan NOC: Knowledge: Knowledge increase 1. Mengetahui tingkat
berhubungan desease process, 1. Kaji tingkat pemahaman pasien
dengan health behaviour pendidikan pasien 2. Mengetahui seberapa
kurangnya Kriteria Hasil: 2. Kaji tingkat jauh pemahaman
informasi 1. pasien pengetahuan pasien pasien tentang proses
tentang tindakan mengerti dan tentang proses pembedahan.
pembedahan paham dengan pembedahan 3. Meningkatkan
yang ditandai proses 3. Jelaskan tentang pengetahuan pasien
dengan pasien pembedahan proses dan 4. Membantu
bingung, dan 2. Ekspresi prosedur tindakan meningkatkan
mengungkapkan wajah tenang pembedahan pemahaman pasien
ataupun 3. Pasien 4. Berikan 5. Memeberikan
menanyakan mampu kesempatan pada pemahaman tentang
kondisi dan efek menjelaskan pasien bila ada terapi yang akan
terapi yang kembali apa yang belum dijalankan
diperolehnya yang telah dimengertinya
dijelaskan 5. Libatkan keluarga
perawat dalam pemberian
tindakan pada
pasien
5 Resiko infeksi Tujuan: NIC: 1. Untuk mengetahui
berhubungan NOC: Risk control Infection control keadaan umum
dengan Kriteria Hasil : 1. Kaji tanda-tanda pasien
prosedur infasive 1. Tanda-tanda vital (TTV) 2. Untuk mengetahui
yang tidak steril infeksi tidak tidak 2. Kaji tanda-tanda tanda-tanda infeksi
ada infeksi yang muncul
2. Leukosit pasien 3. Pantau keadaan 3. Untuk melihat
dalam batas umum pasien perkembangan
normal (5.000- 4. Berikan lingkungan kesehatan pasien
9.000/mm3) yang nyaman untuk 4. Agar istirahat pasien
3. Tanda-tanda vital pasien terpenuhi untuk
normal (Suhu 5. Kolaborasi dengan mendukung proses
36,5-37,5 0C) dokter untuk peyembuhan
memberikan obat 5. Untuk proses
antibiotik sesuai penyembuhan pasien
terapi 6. Mencegah transmisi
6. Gunakan teknik mikroorganisme
aseptic selama 7. Meminimalkan dan
tindakan mencegah masuknya
keperawatan mikroorganisme
7. Gunakan peralatan
dan teknik steril
selama tindakan
pembedahan
6 Resiko Tujuan: NIC: 1.Melihat keadaan
kontraktur sendi NOC: Risk control 1. Kaji keadaan umum dari persendian
berhubungan Kriteria Hasil : persendian 2. Mengetahui
dengan 1. Tanda-tanda 2. Kaaji rentang pergerakan dan
kekakuan sendi kekakuan sendi tidak gerak persendian hambatan
tidak ada 3. Kaji adanya 3. Penyebab dari tidak
2. Mampu pembengkakan adanya pergerakan
melakukan 4. Ajarkan tehnik 4. Melatih persendian
pergerakan latihan pergerakan dengan latihan bertahap
5. Evaluasi latihan 5. Mengukur
perkembangan pasien

4. Daftar Pustaka
Amin & Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004. Nursing


Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United States
America.

Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC.

Priguna Sidharta. Sakit Neuromuskuloskelatal : Nyeri sendi bahu.2 nd Edition:


Jakarta; Dian rakyat. P 93 -102.

Rasjad C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.

Rotator Cuff Injury. 11 Januari 2015


Http://emedicine.medscape.com/sports_medicine#shoulder

Rotator Cuff Problem. 11 Januari 2015


Http://orthoprdics.about.com/bio/jonathan-cluets-M-D-6391.htm

Rotator Cuff Tera.wikipedia. 11 Januari 2015 Http//:


en.wikipedia.org/wiki/rotator_cuff tear# p-search.

Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGC.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi


Keenam. Ahli bahasa, Liliana Sugiarto. Editor edisi bahasa indonesia,
Huriawati Hartanto, et al. Jakarta: EGC.

Soedomo Hadinoto, Setiawan,Soetedjo, Editors. Nyeri pengenalan dan tata


laksana.Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 1996.

Tyrone M.Reyes,Ofelia B.Luna Reyes.Kinesiology. 4 th Volume.


Philipine:Philippine Physical Therapy Text Book Series ;1978

Anda mungkin juga menyukai