Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM PERBANKAN

“ Masalah – Masalah Yang Ada Di Perbankan ”

Dosen Pengajar :

Eka Supriatinginsih, SH., MH

Disusun Oleh :

Mohammad Yusuf – 1910935

PROGRAM STUDI SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

TA. 2021/2022

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Masalah-masalah yang ada di perbankan” Alhamdulillah akhirnya
kami sebagai penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah hukum perbankan dalam
waktu yang tepat. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.

Maka dari itu dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dan bantuan dari berbagai
pihak, maka penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga
makalah ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Penulis tentu
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 16 Desember 2021

Mohammad Yusuf

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi masalah perbankan


2.2 Masalah yang ada pada perbankan
2.2.1 Masalah perbankan saat pandemic
2.2.2 Perbankan terus meningkat saat PSBB
2.2.3 Literasi rendah kinerja menurun
2.2.4 Peningkatan bank NPL
2.2.5 Rasio kredit bermasalah meningkatkan perbankan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan akan sistem hukum perbankan tidak terlepas dari
sejarah perbankan tersebut, mazhab sejarah sendiri menyebutkan bahwa
aturan- aturan hukum yang ada saat ini merupakan bentuk aturan hukum
yang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah suatu bangsa ataupun kegiatan-
kegiatan masa yang lalu. Demikian juga keberadaan hukum perbankan
tidak terlepas dari sejarah perbankan tersebut. Kata ‟Bank‟ berasal dari
bahasa Italia banque atau banca yang berarti bangku. Para bankir di
Florence pada masa Renessains melakukan transaksi mereka dengan duduk
di meja penukaran uang, berbeda dengan pekerjaan kebanyakan orang yang
tidak memungkinkan mereka untuk duduk sambil bekerja. Usaha
perbankan itu sendiri baru dimulai dari zaman Babylonia kemudian
dilanjutkan ke zaman Yunani kuno dan Romawi. Namun, pada saat itu
tugas utama bank hanyalah sebagai tempat tukar menukar uang (Jamin
Ginting, 2017)
Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia maka
perkembangan perbankan pun semakin pesat karena perkembangan dunia
perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan
perdagangan semula hanya di daratan Eropa akhirnya menyebar ke Asia
Barat. Sebaliknya, perkembangan perbankan di daratan Inggris baru di
mulai pada abad ke-16. Namun, karena inggris yang begitu aktif mencari
daerah perdagangan yang kemudian dijajah maka perkembangan perbankan
pun ikut dibawa ke Negara jajahannya. Berikut gambaran singkat
didasarkan pada waktu (time line) sejarah perbankan di dunia (Jamin
Ginting, 2017)
Pemasalahan perbankan di Indonesia Akibat krisis keuangan dan
moneter pada Tahun 1997, mengakibatkan terjadinya peningkatan utang
perbankan nasional yang mengakibatkan terjadinya likuidasi terhadap 16
bank yang akhirnya menguncang perekonomian di Indonesia. Selama krisis
berlangsung, penyelamatan system perbankan nasional dilakukan dalam
intensitas tinggi (Jamin Ginting, 2017).
Menurut Fika Nurul Ulya dalam kompas TV, masalah perbankan di
Indonesia saat ini sama dengan masalah perbankan subway di AS. Poltak
menilai, masalah yang ada di perbankan saat ini sama seperti subway alias
kereta bawah tanah di New York. Kereta bawah tanah yang sudah lebih
dari 100 tahun itu tidak berubahkarena tidak ada pembaruan. Perubahan
menjadi demikian susah, sebab pengguna transportasi itu sangat banyak
dengan frekuensi yang tinggi pula (Fika Nurul Uliya, 2021).
1.2 Rumusan Masalah
a. apa definisi dari masalah perbankan ?
b. bagaimana masalah perbankan yang ada ?

1.3 Tujuan

a. untuk mengetahui apa masalah perbankan

b. untuk mengetahui bagaimana masalah perbankan


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Masalah adalah kata yang sering kita dengar dikehidupan sehari-


hari, tak adaseorangpun yang tak luput dari masalah baik masalah yang
sifatnya ringan ataupun masalahyang sifatnya berat. Masalah adalah suatu
kendala atau persoalan yang harus dipecahkandengan kata lain masalah
merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yangdiharapkan
dengan baik Menurut Sugiyono masalah diartikan sebagai penyimpangan
antara yangseharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori
dengan praktek, antaraaturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan
pelaksana (Redaksi OCBC NISP, 2021)

Secara etimologis, pengertian bank berasal dari kata "Banco"


berarti bangku. Bangku yang dimaksud merujuk pada meja untuk menunjang
aktivitas perbankan dalam melayani nasabah. Istilah bangku di kemudian hari
terus berkembang hingga istilah bank digunakan dalam kegiatan pelayanan
finansial. Secara terminologis, pengertian bank adalah lembaga keuangan suatu
negara yang didirikan dengan kewenangan menghimpun, mengelola, dan
mengatur seluruh hal berkaitan dengan keuangan. Harapannya, bank mampu
memaksimalkan pemanfaatan keuangan untuk menggerakkan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Redaksi OCBC NISP, 2021)

Setiap negara terdapat bank sentral sebagai pusat dan acuan bank-bank
umum. Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral. Bank Indonesia
diatur oleh Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
(Redaksi OCBC NISP, 2021)

2.2 Masalah yang ada di perbankan


Masalah Perbankan di Indonesia Saat Ini -Masalah perbankan kini
semakin hangat saja diberitakan oleh berbagai media. Meskipun dunia
perbankan telah lama hadir di Indonesia dan hampir semua masyarakat
Indonesia sering berhubungan dengan bank, tetap saja masalah perbankan tak
habis-habisnya menghantui semua pihak.

2.2.1 Masalah perbankan saat pandemic

Gangguan pada ekonomi karena pandemi COVID-19 bisa


mendorong kepanikan publik terhadapa sistem perbankan atau yang dikenal
dengan istilah bank panic. Dalam situasi tersebut, masyarakat secara besar-
besaran menarik dananya dari bank dan dalam skala besar.Kesulitan nasabah
menarik dana di Bank Bukopin yang baru saja terjadi kemarin bisa menjadi
salah satu pemicu yang membuat industri perbankan semakin terguncang
akibat pandemi COVID-19.

Pandemi COVID-19 bisa menjadi permasalahan bagi perbankan,


karena menghasilkan permasalahan di sektor riil atau dunia usaha yang
berpotensi menimbulkan persoalan di sektor perbankan. Hal ini bisa terjadi,
karena sektor perbankan merupakan lembaga intermediasi atau perantara yang
mendukung kebutuhan dana investasi bagi dunia usaha.

Dalam pandemi, pemerintah Indonesia memutuskan untuk


memperhatikan tiga sektor, yaitu kesehatan, sektor riil dan perbankan Perhatian
tersebut tercermin dari Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN)
2020 dan langkah kebijakan Bank Indonesia untuk menambah likuiditas atau
kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh
tempo.

Biaya penanganan COVID-19 melalui APBN 2020 sebesar Rp


695,20 triliun. Anggaran itu terbagi atas anggaran kesehatan sebesar Rp 87,55
triliun, perlindungan sosial Rp 203,90 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun,
bantuan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Rp 123,46 triliun,
dan pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun. Untuk dunia usaha, insentif usaha
dan UMKM alokasinya berkaitan dengan bantuan pembayaran utang di
perbankan.

Bank Indonesia mengeluarkan juga kebijakan moneter yang


bertujuan menambah likuiditas dengan cara membeli surat berharga jangka
panjang perbankan konvensional untuk meningkatkan jumkah uang beredar
dan mendorong pinjaman dan investasi. BI telah memberi dana likuiditas ke
perbankan dalam jumlah besar, sehingga secara total mencapai sekitar Rp503,8
triliun. Kondisi sistem perbankan Indonesia selama pandemi sebenarnya cukup
baik. Indikator Perbankan di Indonesia sampai dengan Maret 2020 masih
cukup baik.

Total aset masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 8,15%


dibanding tahun lalu. Kredit juga tumbuh 7,95%. Non Performing loan (NPL)
yang terdiri dari kredit kurang lancar, diragukan, dan macet masif relatif kecil
sebesar 2,77%. Dana pihak ketiga atau dana yang dihimpun oleh bank dari
masyarakat yang terdiri dari giro, tabungan dan deposito juga tumbuh sebesar
9,54%.

Namun demikian mengingat posisinya sebagai lembaga


intermediasi, perbankan di Indonesia masih banyak mengandalkan pendapatan
operasional perbankan dari pemberian kreditnya, maka ketergantungan akan
dana pihak ketiga begitu besar. Mengingat sistem perbankan adalah sesuatu
sistem yang komplek, permasalahan yang terjadi di bank-bank kecil dapat
menimbulkan ketidakpercayaan kepada perbankan secara keseluruhan dan
mendorong terjadinya bank panic (The conversation, 2020).

2.2.2 Perbankan terus meningkat saat PSBB

Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada


pertengahan Maret 2020 silam telah meningkatkan kredit bermasalah (Non
Performing Loan/NPL) perbankan nasional. Data Statistik Perbankan
Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rasio NPL
perbankan berada di atas tiga persen sejak Mei 2020, sedangkan nilai kredit
perbankan mengalami penurunan.
Berdasarkan data OJK, NPL perbankan pada April 2021 mencapai
Rp 176,48 triliun atau sebesar 3,22% dari total kredit yang dikucurkan,
yaitu senilai Rp 5.482,17 triliun. Sebanyak Rp 2.463,1 triliun (4,9 persen)
kredit perbankan diberikan untuk membiayai modal kerja, Rp 1.558,4
triliun (28,4%) untuk kredit konsumsi, dan sisanya Rp 1.460,6 triliun
(26,64%) untuk kredit investasi.
Pada 3 Juli 2021, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan
Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah
Jawa-Bali yang mengalami peningkatan kasus Covid-19. Kebijakan PPKM
ini diperkirakan bakal meningkatkan kembali rasio NPL perbankan seiring
berkurangnya kegiatan perekonomian sampai 20 Juli 2021 (Viva Budy
Kusnandar, 2021)

2.2.3 Literasi rendah menghambat kinerja

Peningkatan kinerja perbankan syariah nasional dinilai masih


terkendala isu literasi. Pengamat Ekonomi IPB Universitas Irfan Syauqi Beik
mengatakan perbankan syariah masih mampu menorehkan kinerja lebih baik
dari saat ini namun terkendala oleh permasalahan literasi syariah masyarakat
yang masih rendah.

masyarakat sudah sangat terbiasa berhitung menggunakan acuan


suku bunga. Hal ini menyebabkan semua produk bank syariah dibandingkan
langsung dengan tingkat margin yang ditawarkan. Padahal, produk perbankan
syariah memiliki akad, dan proses perhitungan risiko yang berbeda, yang
memberi manfaat baik kepada nasabah dan bank sekaligus (M.Richard, 2021).

2.2.4 Peningkatan Bank NPL

Menurut (Mirayanti, 2021) dalam artikel berita. kredit bermasalah


atau Non Performing Loan (NPL) perbankan mengalami peningkatan. Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL perbankan per Februari 2021 secara gross
ada di level 3,21% dan 1,04% secara net.

Posisi tersebut mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya dan


juga tahun 2020. Per 2021, NPL gross ada di level 3,17% dan secara net
1,03%. Sementara per akhir 2020, NPL gross tercatat 3,06%. Di tengah
meningkatnya resiko kredit tersebut, penyaluran kredit juga semakin
terkontraksi 2,15% per Februari, naik dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar
1,92%.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), salah satu bank yang sedikit
mengalami kenaikan NPL di awal tahun ini. Pasalnya, kredit yang
direstrukturisasi karena terdampak Covid-19 sudah ada yang mulai down
grade ke NPL. Namun, Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto
mengatakan, kualitas kredit restrukturisasi Covid-19 tersebut masih dalam
level yang terkendali hingga posisi akhir Februari 2021. "Kisaran NPL untuk
restrukturisasi Covid-19 masih sekitar 2%," katanya pada KONTAN, Jumat
(28/3).

Untuk menjaga kualitas kredit tetap terkendali, BRI melakukan


langkah memonitoring kredit terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi secara
ketat. Pada akhir Maret 2021, bank ini terhitung telah melakukan program
restrukturisasi Covid-19 dalam waktu 12 bulan. Oleh karena itu, Agus bilang
monitoring yang ketat merupakan fokus utama perseroan dalam menjaga NPL.

Hingga akhir tahun 2021, BRI menargetkan akan menjaga NPL di


bawah 3%. Sementara tren restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di bank
ini sudah semakin melandai.  Puncaknya sudah terjadi  pada September 2020
dengan jumlah debitur hampir 3 juta debitur dengan outstanding kredit Rp193
triliun. Jumlah tersebut terus menurun sejak Oktober 2020 dan konsisten
hingga Desember 2020.  Penurunannya terus berlanjut hingga pada Februari
2021 menjadi 2,7 juta dengan outstanding Rp189,3 triliun. 
Sementara Bank Mandiri Tbk telah melakukan restrukturisasi
kredit senilai Rp 123 triliun  sepanjang 2020. Pada akhir tahun, jumlahnya
sudah turun ke level Rp 93 triliun karena banyak debitur yang sudah kembali
pulih karena berhasil melakukan penyesuaian model bisnis dengan kondisi
pandemi.

Sementara jumlah kredit yang berpotensi jadi NPL telah menurun


dibandingkan proyeksi sebelumnya. Akhir tahun 2020, Bank Mandiri
memprediksi sekitar 10%-11% dari kredit yang direstrukturisasi berpotensi
downgrade jadi kredit bermasalah.  Namun, saat ini diproyeksi hanya sekitar
8% dari Rp 93 triliun. "Pada akhir 2020, baru sekitar 0,3%-0,4% dari kredit
yang direstrukturisasi ini jatuh ke NPL," kata Direktur Manajemen Risiko
Ahmad Siddik Badruddin.

Meskipun proyeksi kredit yang berpotensi jadi NPL turun, Bank


Mandiri akan melakukan tambahan pencadangan opsional tahun ini sebesar Rp
1 triliun untuk debitur restrukturisasi terdampak Covid-19. Sementara tahun
2020, perseroan sudah melakukan pencadangan sebesar Rp 4,5 triliun sehingga
total cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang dialokasikan
mengantisipasi risiko NPL mencapai Rp 5,5 triliun.

2.2.6 Rasio kredit bermasalah meningkatkan perbankan

Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada


pertengahan Maret 2020 silam telah meningkatkan kredit bermasalah (Non
Performing Loan/NPL) perbankan nasional. Data Statistik Perbankan
Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rasio NPL perbankan
berada di atas tiga persen sejak Mei 2020, sedangkan nilai kredit perbankan
mengalami penurunan.

Berdasarkan data OJK, NPL perbankan pada April 2021 mencapai


Rp 176,48 triliun atau sebesar 3,22% dari total kredit yang dikucurkan, yaitu
senilai Rp 5.482,17 triliun. Sebanyak Rp 2.463,1 triliun (4,9 persen) kredit
perbankan diberikan untuk membiayai modal kerja, Rp 1.558,4 triliun (28,4%)
untuk kredit konsumsi, dan sisanya Rp 1.460,6 triliun (26,64%) untuk kredit
investasi.

Pada 3 Juli 2021, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan


Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa-
Bali yang mengalami peningkatan kasus Covid-19. Kebijakan PPKM ini
diperkirakan bakal meningkatkan kembali rasio NPL perbankan seiring
berkurangnya kegiatan perekonomian sampai 20 Juli 2021 (Viva Budy
Kusnandar, 2021).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pemasalahan perbankan di Indonesia Akibat krisis keuangan dan


moneter pada Tahun 1997, mengakibatkan terjadinya peningkatan utang
perbankan nasional yang mengakibatkan terjadinya likuidasi terhadap 16 bank
yang akhirnya menguncang perekonomian di Indonesia. Selama krisis
berlangsung, penyelamatan system perbankan nasional dilakukan dalam
intensitas tinggi (Jamin Ginting, 2017).

Masalah perbankan yang di bahas dalam makalah ini di antara lain,


masalah perbankan saat pandemic, perbankan terus meningkat saat PSBB,
literasi rendah kinerja menurun, peningkatan bank NPL, rasio kredit
bermasalah meningkatkan perbankan.
DAFTAR PUSTAKA

Fika Nurul Uliya. (2021). Masalah Perbankan Saat Ini Disebut Sama dengan
Masalah Subway di AS, Kok Bisa? Kompas.Com.
https://money.kompas.com/read/2021/02/16/135248826/masalah-
perbankan-saat-ini-disebut-sama-dengan-masalah-subway-di-as-kok-bisa?
page=all

Jamin Ginting. (2017). Pengertian dan Sejarah Perbankan di Indonesia.


Perbankan Indonesia, 1, 11.

M.Richard. (2021, April 6). Literasi Rendah, Pertumbuhan Kinerja Bank


Syariah Terkendala. Bisnis.Com.
https://finansial.bisnis.com/read/20210406/231/1376956/literasi-rendah-
pertumbuhan-kinerja-bank-syariah-terkendala

Mirayanti, D. (2021). Kredit bermasalah (NPL) bank meningkat di awal tahun


2021, ini penyebabnya. Kontan.Co.Id.
https://keuangan.kontan.co.id/news/npl-bank-meningkat-di-awal-tahun-
2021-ini-penyebabnya

Redaksi OCBC NISP. (2021). Pengertian Bank, Jenis-Jenis, dan Fungsinya


Bagi Masyarakat. Ocbcnsp.Com.
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/07/15/pengertian-bank

The conversation. (2020). Bagaimana pandemi COVID-19 bisa memicu krisis


perbankan di Indonesia. Theconvercation.Com.
https://theconversation.com/bagaimana-pandemi-covid-19-bisa-memicu-
krisis-perbankan-di-indonesia-142559

Viva Budy Kusnandar. (2021, April 19). Rasio Kredit Bermasalah Perbankaan
Terus Meningkat Akibat Pandemi. Databoks.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/05/terimbas-pandemi-
rasio-rasio-kredit-bermasalah-perbankan-semakin-meningkat

Anda mungkin juga menyukai