Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH


GAMBARAN MIKROSKOPIS JARINGAN GINJAL YANG
DIFIKSASI DENGAN LARUTAN NBF (SEBUTKAN
LENGKAP) 10% DENGAN VARIASI WAKTU

Diajukan untuk munyusun Karya Tulis Ilmiah pada


Program Diploma III Kesehatan Bidang Teknologi Laboratorium Medis

Oleh:
HANIF SHAIFA RISMA
NIM.P1337434119101

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM


MEDIS
JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES
SEMARANG
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2021 (PERHATIKAN PEMENGGALAN KALIMAT)
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “GAMBARAN MIKROSKOPIS JARINGAN


GINJAL YANG DIFIKSASI DENGAN LARUTAN NBF 10% DENGAN
VARIASI WAKTU” telah mendapat persetujuan.

Menyetujui

Pembimbing,

Sudarwin, ST., Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “GAMBARAN MIKROSKOPIS JARINGAN GINJAL YANG
DIFIKSASI DENGAN LARITAN NBF 10% DENGAN VARIASI WAKTU”.

Proposal KArya Tulis Ilmiah ini disusun untuk membuat Karya Tulis Ilmiah,
Yang merupakan tugas akhir dari serangkaian persyaratan akademis untuk
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Kesehatan Bidang Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.

Penyusunan proposal KArya Tulis Ilmiah ini banyak mendapatkan dukungan,


bimbingan serta bantuan baik berupa material maupun moral, oleh karena itu
penyusun mengucaokan terimakasih kepada :

1. Bapak marsum, BE., S.Pd., MHP, selaku direktur Politeknik Kesehatan


Kementerian Kesehatan Semarang.
2. Teguh Budiharjo, S.TP., M.Si selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.
3. Sudarwin, ST., M.Kes selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan
selalu memberi motivasi penulis hingga terselesaikannya proposal Karya
Tulis Ilmiah ini.
4. Seluruh dosen dan staff Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Semarangyang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
5. Kedua orang tua penulis, Bapak Riyadi dan Ibu Usnul Wiratri Wilis yang
telah setulus hati memberikan kasih sayang, doa, dukungan moral maupun
materil, sehingga terselesaikannya proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Sahabat dekat penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan
masukan bagi penulis sehingga terselesaikannya proposal Karya Tulis
Ilmiah.

iii
7. Teman-teman, mahasisawa Jurusan Analis Kesehatan angatan ke-11 yang
senantiasa saling membantu dan saling memberikan semangat serta
dukungan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kata sempurna, dengan kerendahan hati penulis harapkan kritik dan saran dari
seluruh pihak demi penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga karya Tulis
ini dapat bermanfaat untuk pengembangan penelitin selanjutnya.

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PERSETIJUAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................4
C. Tujuan..................................................................................................4
D. Ruang Lingkup.....................................................................................4
E. Manfaat Penelitian................................................................................4
F. Keaslian Penelitian...............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................7
A. Tinjauan Teori......................................................................................7
B. Kerangka Teori.....................................................................................18
C. Kerangka Konsep.................................................................................19
D. Hipotesis...............................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN...............................................................20
A. Jenis Penelitian.....................................................................................20
B. Desain Penelitian..................................................................................20
C. Variabel Penelitian...............................................................................20
D. Definisi Operasional.............................................................................20
E. Sampel dan Unit Penelitian..................................................................21
F. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................21
G. Bahan dan Alat.....................................................................................21
H. Teknik Pengumpulan Data...................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................25

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian...........................................................................5
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Kualitas Mikroskopis Sediaan............................17

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan

secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong

tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis.

Histologi dapat berguna dalam mempelajari fungsi fisiologi sel-sel dalam

tubuh, baik manusia, hewan, serta tumbuhan, dan dalam bentuk histopatologi

yang berguna dalam penegakan diagnosis penyakit yang melibatkan

perubahan fungsi fisiologi dan deformasi organ (kemenkes, 2017).

Salah satu metode membuat sajian histologi yaitu metode histoteknik.

Teknik ini merupakan salah satu teknik laboratorium yang dipergunakan

dalam kegiatan eksperimental. Hasil pemeriksaan dari teknik ini adalah

berupa spesimen makroskopik dan mikroskopik setelah dilakukan pewarnaan

sesuai dengan yang dibutuhkan, salah satunya adalah dengan pewarnaan

Hematoxylin-Eosin (HE) (Alwi, 2016). Hasil yang baik dapat dapat

memberikan gambaran tentang bentuk, susunan sel, inti sel, sitoplasma,

susunan serat jaringan ikat, otot, dan lain sebagainya sesuai denga gambaran

jaringan dalam kondisi pada waktu masih hidup (Mescher, 2016).Menurut

Inderiati (2017), ketika sel atau jaringan itu terlepas dari tubuh baik sengaja

atau tidak sengaja maka sel atau jaringan itu akan mengalami kematian

hingga kerusakan. Untuk menghindari atau memperkecil kerusakan sel dan

1
jaringan ketika terlepas dari tubuh maka perlu dilakukan suatu tindakan yang

membuatnya tidak berubah. Tindakan tersebut kita sebut dengan “fiksasi”.

Secara teknis fiksasi bertujuan untuk mencegah atau menahan proses

degeneratif yang dimulai segera setelah jaringan lepas dari kontrol tubuh dan

kehilangan pasokan darahnya (Inderiati, 2017). Fiksasi adalah “tahap awal

dalam pengolahan jaringan yang merupakan proses yang krusial agar dapat

membuat slaid sediaan histopatologi yang layak untuk dibaca” (Musyarifah &

Agus, 2018). Selama proses fiksasi dan tahap-tahap yang menyertainya

terdapat perubahan substansial pada komposisi dan penampakan sel serta

komponen jaringan dan keadaan ini dapat mengubah keadaan dari “life-like

state” yang ideal (Musyarifah & Agus, 2018). Menurut Jahira (2018), Fiksasi

bertujuan untuk mengawetkan jaringan dan mengeraskan jaringan, agar

jaringan yang akan diamati tidak mengalami perubahan bentuk ataupun

ukuran. Fiksasi juga dapat membunuh bakteri yang dapat membuat jaringan

busuk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi antara lain adalah suhu/

temperature, penetrasi larutan, dimensi spesimen, rasio volume terhadap

spesimen, dan tingkat keasaman (pH) (Kemenkes, 2017). (FAKTOR

WAKTU…?) Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan

Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%. Kelebihan menggunakan cairan

Neutral Buffer Formalin 10% adalah memliki pH=7 (merupakan pH yang

sangat baik) penggunaanya lebih mudah dan dapat digunakan untuk

mengawetkan jaringan dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun

2
(PERHATIKAN KAIDAH PENULISAN S-P-O-K) kekuranganya adalah

daya fiksasinya lebih lambat yakni 12 sampai 24 jam (Miranti, 2010). Sangat

penting bahwa waktu dalam catatan fiksasi, perhitungan waktu penetrasi

larutan fiksatif menjadi pertimbangan dalam “mengejar” waktu autolysis dari

sel atau jaringan yang terdapat di pusat terdalam suatu jaringan tersebut.

Waktu fiksasi diharuskan mencapai titik pusat terdalam sebelum proses

autolysis berjalan. Pertimbangan waktu fiksasi selain mengejar waktu

autolysis adalah tingkat sirkulasi penerimaan dan pelaporan spesimen serta

keterbatasan instrument. Ketika bagian dalam dari jaringan tidak sempat

terfiksasi maka akan ada kemungkinan gambaran sediaan mikroskopis yang

terdistorsi sebagian (Inderiati, 2017). Menurut Jahira (2018), Sangat penting

bahwa waktu dalam catatan fiksasi, dan waktu yang cukup diperbolehkan untuk

reaksi kimia terjadi, waktu yang diukur dalam beberapa jam tidak memadai, dan

kurang ikatan silang dalam jaringan yang diperlukan untuk waktu yang singkat tidak

akan memberikan perlindungan yang memadai terhadap jaringan efek fiksasi etanol

dehidrasi. Menurut penelitian Jahira (2018), fiksasi menggunakan larutan Buffered

Neutral Formalin (BNF) 10% dalam menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin

(HE) dengan waktu fiksasi 8, 16, dan 24 jam hasil gambar rata-rata baik yaitu warna

biru terang pada inti sel, warna merah (eosin) pada sitoplasma dan warna pada

preparat seragam.

Menurut uraian diatas yang menytakan bahwa bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah larutan Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%.

Alasan memilih cairan fiksasi Buffered Neutral Formalin ( BNF) 10% karena

penggunaannya lebih muda dan dapat digunakan untuk mengawetkan jaringan dalam

3
kurun waktu yang cukup lama, namun daya fiksasinya lebih lambat yakni 12-24 jam.

Menurut hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa fiksasi menggunakan

larutan Buffered Neutral Formalin (BNF) 10% dalam menggunakan pewarnaan

Hematoksilin Eosin (HE) dengan waktu fiksasi 8, 16, dan 24 jam hasil gambar rata-

rata baik yaitu warna biru terang pada inti sel, warna merah (eosin) pada sitoplasma

dan warna pada preparat seragam. Hal tersebut menjadi landasan bagi peniliti untuk

melakukan penilitian fiksasi jaringan ginjal mengunkan Neutral Formalin (BNF)

10% tetapi waktu fiksasi lebih cepat dari 8 jam atau lebih lama dari 24 jam.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah “ Bagaimana gambaran

mikroskopis jaringan ginjal yang difiksasi dengan NBF 10% dengan variasi

waktu”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran mikroskopis jaringan ginjal yang difiksasi dengan

NBF 10% dengan variasi waktu 8, 24, ….. ? dan 48 jam

2. Tujuan Khusus

a. Membuat preparat mikroskopis jaringan ginjal yang difiksasi dengan

NBF 10% dengan variasi waktu 8, 24, dan 48 jam.

b. Mengamati gambaran mikroskopis jaringan ginjal yang difiksasi

dengan NBF 10% dengan variasi waktu 8, 24, dan 48 jam.

c. Mendeskripsikan gambaran mikroskopis jaringan ginjal yang difiksasi

dengan NBF 10% dengan variasi waktu 8, 24, dan 48 jam.

D. Ruang Lingkup

4
Ruang lingkup penelitian ini adalah sitohistoteknologi

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Menambah keterampilan pada bidang sitohistoteknologi serta dapat

mengetahui mikroskopis jaringan ginjal yang difiksasi dengan NBF 10%

dengan variasi waktu 8, 24, dan 48 jam.

2. Bagi Akademik

Menambah sumber pustaka dan ragam penelitian dalam bidang

sitohistoteknologi.

3. Bagi Petugas Laboratorium

Menambah informasi pada petugas laboratorium mengenai lama waktu

fiksasi.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait dengan fiksasi menggunkan NBF 10% dengan

variasi waktu yang telah ada sebelumnya. Daftar penelitian sebelumnya yang

terkait dengan penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil


1. Jahira, Sri Sinto Pengaruh Lama Pada fiksasi organ
Dewi, Arya Iswara. Fiksasi terhadap ginjal dan hati kelinci
Gambaran dengan menggunakan
Mikroskopis dengan larutan Buffered
Neutral Formalin
Pewarnaan
(BNF) 10% dan
Hematoxcilin Eosin menggunakan
(HE). pewarnaan
Hematoksilin Eosin
(HE) dengan waktu
fiksasi 8, 16, dan 24

5
jam hasil gambar rata-
rata baik yaitu warna
biru terang pada inti
sel, warna merah
(eosin) pada sitoplasma
dan warna pada
preparat seragam.
Sehingga larutan
fiksasi Buffered
Neutral Formalin
(BNF) 10% bisa di
gunakan pada fiksasi
jaringan dengan waktu
yang lebih singkat.
2. Arlyco Yoga Studi Pengaruh hasil penelitian
Oktaviando Lama Waktu Fiksasi menunjukkan bahwa
Terhadap Gambaran jaringan yang
Mikroskopis difiksasi dalam
Jaringan Dengan waktu 6-24 jam
Pewarnaan memperlihatkan
Hematoxylin-Eosin gambaran
mikroskopis jaringan
yang baik, sedangkan
pada jaringan yang
difiksasi pada waktu
1 minggu atau lebih
memperlihatkan
gambaran
mikroskopis yang
kurang baik.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-

sama menjelaskan tentang gamabaran mikroskopis jaringan yang difiksassi

dengan Neutral Buffered Formalin (NBF 10%) dengan variasi waktu.

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan dengan penelitian sebelumnya

terletak pada penggunaan hewan coba, organ yang diambil, dan lama waktu

fiksasi. Pada penelitian sebelumnya oleh Jahira, Sri Sinto Dewi, dan Arya

Iswara menggunakan organ hati dan ginjal hewan coba kelinci dan lama

waktu fiksasi yaitu 8, 16, dan 24 jam. Sedangkan penelitian sebelumnya oleh

6
Arlyco Yoga Oktaviando menggunakan organ hati dan ginjal pada hewan

coba mencit (mus musculus) dan lama waktu fiksasi 6-24 jam dan 1 minggu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Histoteknik

Histoteknik adalah metode atau cara untuk membuat sajian histologi dari

spesime tertentu melalui suatu proses hingga menjadi sajian yang siap untuk

diamati dan dianalisa. Sajian histologi yang baik dapat digunakan untuk riset,,

guna mempelajari perubahan jaringan dan organ tubuh hewan coba yang

mendapat perlakuan tertentu atau mempelajari pertumbuhan dan perkembangan

jaringan atau organ tubuh tertentu (Sari, 2015). Adapun tahapan pengolahan dari

pembuatan sediaan histologi yaitu : fiksasi, dehidrasi, clearing, infiltrasi

paraffin, pengeblokkan, pemotongan blok paraffin, pewarnaan Hematoxcilin

eosin (HE), mounting, dan pembacaan hasil. Semua proses tersebut hendaknya

dilakukan sebaik mungkin karena setiap proses akan menentukan hasil baik

buruknya specimen yang akan kita buat.

2. Hewan Coba Mencit

Mencit (Mus musculus) termasuk mamalia pengerat (rodensia) yang

cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi

genetiknya cukup besar serta sifat antominya dan fisiologisnya terkarakteristik

dengan baik (Akbar, 2010). Mencit sering digunakan untuk hewan percobaan

karena memiliki beberapa keunggulan seperti siklus hidup yang pendek, jumlah

7
anak yang banyak setiap kelahiran, mempunyai variasi sifat yang tinggi, dan

mudah dalam perawatan (Afrianti, Ramadheni, & Irsanti, 2017).

Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa syarat yang harus

dimilik hewan coba pada bidang kedokteran adalah sifat respon biologis dan

adaptasi yang mendekati fisiologis manusia, mudah diperoleh, mudah

dikembngbiakkan, mudah dipelihara, murah, tidak berbahaya, dan praktis.

Mencit adalah hewan coba yang memenuhi kriteria tersebut khususnya secar

fisiologis organ yang sama dengan manusia sehingga dapat digunakan sebagai

hewan coba.

3. Ginjal

Ginjal merupakan organ berwarna coklat kemerahan seperti kacang

merah yang terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, berjumlah sebanyak

dua buah dimana masing-masing terletak pada kanan dan kiri columna

vertebralis (Snell, 2012). Kedua ginjal terletak didinding posterior perut, di luar

rongga peritoneum. Parenkim setiap ginjal memiliki korteks ginjal luar, dan

medulla ginjal bagian dalam sebagian besar tubulus linear dan saluran (Mescher,

2016).

Satuan fungsi ginjal terdiri atas nefron dan duktus kolingentes yang

menampung curahan nefron, seperti yang telah dijelaskan sebelumya di bagian

korteks setiap ginjal terdapat jutaan nefron. Nefron ini terdiri atas dua

komponen, yaitu korpuskulum dan tubuli distal (tubulus kontortus proksimal,

lerung henle, Tubulus kontortud distal, dan tubulus kolingentes) (Eroschenko,

2010).

4. Tahapan Pengolahan Jaringan

4.1 Fiksasi

8
4.1.1 Definisi

Menurut Musyarifah dan Agus bahwa fiksasi adalah tahap

awal dalam pengolahan jaringan yang merupakan proses yang

krusial agar dapat membuat slaid sediaan histopatologi yang

layak untuk dibaca. Fiksasi (pengawetan) adalah stabilisasi

unsur penting pada jaringan sehingga unsur tersebut tidak

terlarut, berpindah, atau terdistorsi selama prosedur

selanjutnya. Fiksasi yang benar merupakan dasar dari semua

pembuatan preparat yang baik. Fungsi fiksasi adalah

menghambat proses pembusukan dan autolisis, pengawetan,

pengerasan jaringan, pemadatan koloid, diferensiasi optik, dan

berpengaruh terhadap pewarnaan (Bancroft, 2008).

4.1.2 Tujuan Fiksasi

Musyarifah dan Agus menyatakan bahwa tujuan utama fiksasi

adalah untuk menjaga sel dan komponen jaringan pada

keadaan “life-like state”. Selama proses fiksasi dan tahap-

tahap yang menyertainya terdapat perubahan substansial pada

komposisi dan penampakan sel serta komponen jaringan dan

keadaan ini dapat mengubah keadaan dari “life-like state”

yang ideal. Fiksasi bertujuan untuk mencegah atau menahan

proses degeneratif yang dimulai segera setelah jaringan

kehilangan pasokan darah. Proses autolisis akan menyebabkan

jaringan dicerna dengan enzim intraseluler yang dilepaskan

9
ketika membran organel pecah. Salah satu proses yang harus

dicegah adalah bakteri pengurai atau pembusukan yang

disebabkan oleh mikroorganisme yang mungkin sudah ada

dalam spesimen. Kehilangan dan difusi zat terlarut harus

dihindari sebisa mungkin dengan cara presipitasi atau

koagulasi atau dengan melakukan cross-linking dengan

komponen struktural tidak larut lainnya. Jaringan harus

sebagian besar terlindungi dari efek buruk pengolahan jaringan

termasuk infiltrasi dengan lilin panas, tapi yang paling penting,

jaringan harus mempertahankan reaktivitas untuk pewarnaan

dan reagen lainnya termasuk antibodi dan probe asam nukleat

4.2 Dehidrasi

Menurut Musyarifah dan Agus, dehidrasi adalah proses

menghilangkan air dan zat fiksatif dari komponen jaringan. Reagen

dehidrasi bersifat hidrofilik (suka air), memiliki kutub yang kuat

berinteraksi dengan molekul air dengan cara mengikat hidrogen.

Dehidrasi harus dilakukan secara perlahan. Jika gradien konsentrasi

reagen terlalu berlebihan, maka arus difusi melintasi membran sel

dapat meningkatkan kemungkianan terjadi kerusakan pada sel. Oleh

karena itu, spesimen diproses menggunakan reagen dengan

konsentrasi meningkat. Dehidrasi berlebihan dapat menyebabkan

jaringan menjadi keras, rapuh dan kusut. Dehidrasi yang tidak

sempurna akan mengganggu penetrasi reagen pembening ke dalam

10
jaringan, sehingga spesimennya lunak dan tidak bisa dilakukan proses

infiltrasi. Dehidrasi merupakan metode yang digunakan untuk

mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan setelah

dilakukan proses fiksasi sehingga nantinya dapat diisi dengan paraffin

untuk membuat blik preparat. Proses ini menggunkan alcohol

bertingkat mulai dari alcohol 30%, 50%, 70%, 80%, 95%, dan alcohol

absolut. Prosesnya, suatu jaringan akan dicelupkan dimasing-masing

alcohol dengan kisaran waktu tertentu sampai prosesnya berakhir

(Alwi, 2016).

4.3 Clearing

Clearing (penjernihan) adalah metode yang digunkan

mengeluarkan alcohol dari jaringan dan menggantikannya dengan

suatu larutan yang berikatan dengan parafin. Pada proses clearing ini

sangat penting karena apabila jaringan masih tersisa alcohol walaupun

sedikit, parafin tidak akan bisa masuk ke dalam jaringan. Sehingga

jaringan nantinya tidak akan sempurna dalam pembuatan blocking,

pemotongan dan pewarnaan. Proses clearing ini menggunkan

bermacam-macam zat penjernih yaitu xylol atau xylene dan toloul

atau toluelene (Waheed, 2012).

4.4 Embedding

Embedding adalah proses mengeluarkan cairan pembening dari

jaringan dan akan digantikan dengan parafin. Jaringan ini harus

terbebas dari cairan pembening karena nantinya akanmengkristal dan

11
sewaktu dipotong jaringan akan mudah robek. Berdasarkan metode

prosesnya yaitu jaringan dibenamkan dilarutan parafin selama 3x dan

dalam jangka waktu tertentu sambil dipanaskan agar parafin tidak

membeku (Rina, 2013).

Lilin parafin adalah media yang paling sering digunakan untuk

infiltrasi dan penanaman jaringan di laboratorium histopatologi. Lilin

parafin adalah campuran hidrokarbon berantai panjang yang

diproduksi dari pemecahan minyak mineral. Sifatnya bervariasi

tergantung dari titik lebur yang digunakan, berkisar antara 47-64o C.

Lilin parafin meresapi jaringan dalam bentuk cair dan membeku

dengan cepat saat didinginkan. Jaringan dibenamkan dalam parafin,

kemudian membentuk matriks, hal ini mencegah kerusakan struktur

jaringan selama pemotongan (Kristian & Inderiati, 2017).

4.5 Blocking

Blocking merupakan proses pengisian parafin padat yang

dicairkan agar dapat dipotong menggunakan mikrotom. Proses ni

mengguankan parafin sebagai media pengisian jaringannya agar

memadat dan mudah dipotong (Rina, 2013).

Prosesnya yaitu jaringan diambil dari kaset dan ditempatkan

pada base mold, kemudian dituangkan parafin cair yang sejenis

dengan paraffin yang digunakan pada proses infiltrasi. Tahap yang

penting di dalam proses ini adalah mengorientasikan jaringan secara

baik sehingga dapat mempermudah proses pemotongan jaringan.

12
Jaringan dapat diorientasikan di tepi, di ujung atau di permukaan,

tergantung pada jenis jaringan yang ditanam (Kristia & Inderiati,

2017).

4.6 Pemotongan

Pemotongan (sectioning) adalah proses pemotongan blok

jaringan dengan mengguankan mikrotom. Menurut Kristian dan

Inderiati (2017), mikrotom merupakan suatu instrumen untuk

menghasilkan suatu pita jaringan yang selanjutnya akan diproses

sehingga menghasilkan suatu preparat histologi yang diamati secata

mikroskopis. Mikrotom terdiri dari banyak jenis, diantaranya rotary

microtome, sliding microtome, dan rotary rocking microtome. Proses

pemotongan mikrotom dilakukan dalam dua tahap yaitu potong kasar

dan potong halus. Potong kasar bertujuan untuk membuang kelebihan

paraffin dan membuka permukaan jaringan yang akan dipotong.

Sedangkan potong halus bertujuan untuk dapat menghasilkan suatu

pita jaringan dengan ketebalan tertentu dan didapatkan suatu preparat

histologi yang representatif. Semua prose tersebut harus dilakukan

dengan cermat dan teliti agar tidak terjadi berbagai kelainan dan

artefak jaringan. Selain itu, perlu dilakukan perawatan secara berkala

untuk menjaga mikrotom teteap bekerja dengan baik setiap akan

digunakan.

4.7 Pewarnaan

13
Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang

telah dipotong sehingga unsur jaringa menjadi kontras dan dapat

dikenali/diamati dengan mikroskop. Kristian & Indriati (2017),

menyatakan bahwa Pewarnaan dapat memperlihatkan struktur dan

morfologi jaringan, keberadaan dan prevalensi sel-sel jaringan

tertentu. Pewarnaan rutin yang biasanya digunakan untuk

histopatologi adalah pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE). Namun,

sebelum melakukan pewarnaan, jaringan yang telah melewati proses

pematangan jaringan masih mengandung parafin, sedangkan proses

pewarnaan adalah proses yang banyak melibatkan air, sehingga

sebelum proses pewarnaan, parafin harus dilunturkan terlebih dahulu.

Proses pelunturan parafin dari jaringan dinamakan deparafinisasi.

Selanjutnya adalah proses penarikan air yang disebut sebagai

rehidrasi.

Prinsip pewarnaan Hematoxcilin Eosin (HE) ini didasarkan pada

sifat asam basa dari larutan yang kemudian akan berikatan dengan

komponen jaringan yang mempunyai kecenderungan terhadap sifat

asam ataupun basa tersebut sehingga terjadilah ikatan antara molekul

zat warna dengan komponen jaringan. Hematoxcilin Eosin (HE)

banyak digunakan karena pewarnaan ini sederhana dan

kemampuannya untuk membedakan komponen-komponen yang ada

di dalam jaringan.

4.8 Perekatan (Mounting)

14
Perekatan preparat berfungsi untuk mengawetkan jaringan yang telah

diwarnai sehingga jaringan akan awet lebih dari 5 tahun. Proses perekatan

ini dilakukan dengan ojek glass berisi pita preparat ditetesi menggunakan

entelan I tetes kemudian ditutup dengan deck glass (Jahira, 2018).

4.9 Pelabelan

Pelabelan berguna untuk memberikan informasi berupa nama

jaringan dan kode sampel pada preparat hstologi jaringan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fiksasi

Menurut Kristian & Inderiati, ada beberapa faktor yang akan

mempengaruhi tingkat efektivitas dan kecepatan fiksasi jaringan adalah

sebagai berikut:

1. Temperatu/Suhu

Meningkatkan suhu atau memanaskan larutan fiksasi akan berbanding

lurus terhadap meningkatkan kecepatan penetrasi larutan fiksatif ke dalam

jaringan. Peningkatan suhu dapat juga mempercepat kecepatan reaksi kimia

antara unsur fiksatif dengan sel atau jaringan. Dampak peningkatan suhu

pada larutan fiksatif berpotensi meningkatkan laju degenerasi jaringan di

area yang tidak sulit untuk dihentikan. Fiksasi yang menggunakan teknik

pemanasan disarankan dimulai dari suhu kamar yang ditingkatkan secara

perlahan hingga suhu mencapai 45 °C. Suhu ini merupakan suhu yang

dapat diterima dengan baik untuk menjaga morfologi sel dan jaringan

dengan kualitas yang baik. Peningkatan suhu pada larutan fiksasi dapat

juga dilakukan dengan suhu yang lebih tinggi, sampai 65 ° C, namun perlu

diperhatikan jika waktu yang digunakan harus lebih singkat.

15
2. Waktu Penetrasi

Waktu penetrasi optimal untuk proses fiksasi bermacam-macam

diantara jenis-jenis larutan fiksatif yang ada dan juga jenis sel yang

ada di larutannya. Perhitungan waktu penetrasi larutan fiksatif

menjadi pertimbangan dalam “mengejar” waktu autolysis dari sel atau

jaringan yang terdapat di pusat terdalam suatu jaringan tersebut.

Waktu penetrasi diharuskan mencapai titik pusat terdalam sebelum

proses autolysis berjalan. Pertimbangan waktu penetrasi selain

mengejar waktu autolysis adalah tingkat sirkulasi penerimaan dan

pelaporan spesimen serta keterbatasan instrument. Ketika bagian

dalam dari jaringan tidak sempat terfiksasi maka akan ada

kemungkinan gambaran sediaan mikroskopis yang terdistorsi

sebagian.

3. Dimensi specimen

Dimensi spesimen merupakan salah satu hal yang harus

diperhatikan. Hal ini berhubungan dengan waktu optimal jaringan

terfiksasi dari seluruh sisi dan juga proses difusi dari larutan yang

digunakan dalam pematangan jaringan. Selain itu, kita mengetahui

bahwa ukuran ketebalan dari kaset jaringan adalah 5 mm. Jaringan

diharapkan dapat bergerak bebas di dalam kaset dan tidak ada kontak

antara jaringan dan kaset itu sendiri. Ketika jaringan itu menempel

dengan kaset, maka proses fiksasi dan pematang jaringan akan

menjadi lama karena dimensi spesimen menjadi berkurang.

16
4. Rasio Volume terhadap specimen

Rasio antara volume larutan fiksasi terhadap spesimen menjadi

hal yang harus diperhatikan. Hal ini berhubungan dengan penurunan

konsentrasi larutan fiksasi dan kecepatan penetrasi. Makin sedikit

larutan fiksasi yang digunakan, maka konsentrasi akhir ketika terjadi

kondisi isotonic akan menurun dengan drastic, dan tentunya akan

mengurangi kecepatan penetrasi. Lain halnya ketika larutan fiksasi

besar perbandingannya terdapat spesimen, maka konsentrasi akhir

ketika isotonic tidak bergitu bermakna dan kecepatan penetrasi

terjaga.

5. Tingkat Keasaman pH

Tingkat keasaman suatu larutan (pH) dapat menjadi penting

ketika larutan yang digunakan dalam fisasi mengandung formaldehid.

pH yang diberikan diharapkan sesuai dengna pH sel yaitu 6,8- 7,2.

Ketika kondisi larutan fiksasi mengandung Formaldehid akan

membentuk asam format dan menghasilkan larutan asam yang akan

bereaksi dengan hemoglobin dan menghasilkan pigmen artefak (asam

Hematin Formaldehid). Namun ketika larutan fiksasi memiliki pH

basa, maka kemungkinan yang terjadi adalah sel yang mengalami

pembengkakan. Larutan yang bersifat asam dalam waktu yang lama,

akan membuat sel mengkerut dan lebih rentan terhadap kerusakan

fisik.

6. Kriteria Penilaian Kualitas Mikroskopis jaringan

17
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Kualitas Mikroskopis Sediaan

No Struktur Deskripsi Skala


Nominal

1. Inti Sel Inti sel tidak dapat diidentifikasi 0


Inti sel tidak jelas 1
Inti sel kurang jelas 2
Inti sel jelas 3

2. Sitoplasma Sitoplasma tidak dapat 0


diidentifikas
Sitoplasma tidak jelas 1
Sitoplasma kurang jelas 2
Sitoplasma jelas 3

3 Keseragaman Keseragaman warna tidak dapat 0


warna pada diidentifikasi
preparat Keseragaman earna tidak jelas 1
Keseragaman warna kurang jelas 2
Keseragaman warna jelas 3

B. Kerangka Teori

Jaringan Ginjal
Hewan Coba

Proses pembuatan
Jaringan

Fiksasi NBF Fiksasi NBF Fiksasi NBF


10% 8 jam 10% 24 jam 10% 48 jam

Dehidrasi

Clearing

Embedding

18
Blocking

Sectioning

Hasil gambaran mikroskopis


jaringan ginjal yang difiksasi
dengan variasi waktu

APA HUBUNGAN FIKSASI 24 JAM DENGAN 8 JAM DAN 48 JAM…?


BUAT KERANGA DALAM 1 HALAMAN
C. Kerangka Konsep

8 jam

Hasil gambaran
Fiksasi NBF 24 jam mikroskopis yang
10% difiksasi dengan
variasi waktu
48 jam

D. Hipotesis

Hipotesis dari penelian ini adalah lama waktu fiksasi dengan variasi waktu

yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda dari segi inti sel,

sitoplasma, dan keseragaman warna pada preparat sediaan mikroskopis

jaringan ginjal mencit. (APA GUNANYA HIPOTESIS DALAM

PENELITIAN DESKRIPTIF…?)

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ekperimental

dengan kriteria penilaian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan hasil pengamatan preparap jaringan ginjal yang difiksasi

dengan larutan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10% dengan variasi waktu

8, 24, dan 48 jam.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah

eksperimen dengan penilaian deskriptif yaitu metode penelitian yang

dirancang dengan melakukan fiksasi menggunakan NBF 10% terhadap

20
jaringan ginjal dengan variasi waktu 8, 24, dan 48 jam sesuai kriteria

penilaian dan tujuan penelitian sehingga dapat menjawab penelitian.

C. Variable Penelitian

Variabel penelitian ini adalah gambaran mikroskopis jaringan

ginjal yang difiksasi dengan neutral buffered formalin (NBF 10%) dengan

variasi waktu 8, 24, dan 48 jam.

D. Definisi Opersional

a. Fiksasi adalah tahap awal dalam pengolahan jaringan yang merupakan

proses yang krusial agar dapat membuat slaid sediaan histopatologi

yang layak untuk dibaca. Pada fiksasi ini menggunakan neutral

buffered formalin (NBF 10%).

b. Kualitas mikroskopis sediaan adalah gambaran kualitas preparat ginjal

mencit merupakan hasil pengamatan mikroskopis jaringan ginjal

mencit berupa intisel, sitoplasma, dan keseragaman warna yang

dinyatakan dengan hasil yang berkualitas baik , kurang baik, dan tidak

baik.

E. Sampel dan Unit Penelitian

Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik

purposive sampling yaitu pengambilan sampel preparat sediaan ginjal

mencit dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi

F. Lokasi dan Waktu penelitian

a. Lokasi penelitian

21
Lokasi penelitian dilakukan di laboratorium Analis Kesehatan

Poltekkes Kemenkes Semarang

b. Waktu penelitian

Penyusunan proposal : September – Desember

Pelaksanaan penelitian : Februari 2022 – Maret 2022

Analisa data : April 2022

Penyusunan hasil penelitian : Mei 2022

G. Bahan dan Alat

1. Alat

2. Bahan

a. Trimming (potongan basah)

1) Pisau jaringna

2) Pinset

3) Talenan

4) Alat ukur

5) Kaset

6) Alat Pelindung Diri (APD)

b. Pembuatan jaringan

1) Tissue processor

c. Pengeblokkan

1) Pinset

2) Beaker Glass

3) Oven

22
4) Kaset jaringna

d. Pemotongan blok parafin

1) Mikrotom

e. Mengembangkan pita jaringan

1) Water bath

f. Pewarnaan

1) Satu set tabung pengecatan

2) Penampang preparat

3) Pinset

4) Penghitung waktu

g. Pembacaan hasil

1) Mikroskop cahaya

3. Bahan

1) Hewan coba mencit

2) NBF 10%

3) Alkohol 70%, 80%, 96%, dan alcohol absolut

4) Xylol

5) Parfin cair

6) Hemaxtocilin-eosin

7) Object glass dan dek glass

8) Entelan eosin

9) Minyak imersi

H. Teknik Pengumpulan Data

23
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini merupakan teknik

pengumpulan data primer, yaitu data yang berasal dari pengamatan dengan

mikroskop untuk melihat kualitas gambaran mikroskopis jaringan ginjal

mencit yang difiksasidengan beutral buffer Formalin (NBF 10%) dengan

variasi waktu 8, 24, dan 48 jam. Data tersebut berisikan gambaran kualitas

preparat jaringan ginjal mencit dilihat dari inti sel, sitoplasma,

keseragaman warna pada preparat jaringan ginjak mencit yang difiksasi

dengan neutral buffer formalin (NBF 10%) dengan variasi waktu 8, 24,

dan 48 jam.

Prosedur pemeriksaan :

1. Melakukan perlakuan pada hewan dengan cara membius dengan

chloroform

2. Membedah tubuh hewan dan mengambil organ ginjal

3. Mengambil organ ginal

4. Mencuci dengan bersih

5. Memasukkan organ dalam larutan neutral buffered formalin 10%

dengan variasi waktu yang berbeda yaitu 8, 24, dan 48 jam

6. Memotong organ tersebut menjadi beberapa bagian dengan ukuran 1

cm x 1 cm x 1cm

7. Melakukan processing jaringan dengan tissue processor

8. Melakukan pewarnaan dengan hematoxcilin-eosin

9. Melakukan tahap mounting sediaan menggunakan entelan

10. Diamati dengan mikroskop

24
JUMLAH SAMPEL…?

PERLAKUAN THDP BINATANG UJI SETELAH DIAMBIL GINJALNYA…?

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Muhammad Azharan. (2016). Studi Awal Histoteknik : Fiksasi 2 Minggu


Pada Gambaran Histologi Organ Ginjal, Hepar, Dan Pankreas Tikus
Sprague Dawley Dengan Pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Skripsi. Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aryadi, T., & Suryono, H. 2017. Kualitas Sediaan Jaringan Kulit Metode Microwave
dan Convebtional Histoprocessing Pewarnaan Hematoxcilin Eosin. Jurnal
laboratorium Medika.
Bindhu, P., Khrisnapillai R., Thpomas P., Jayanthi. 2013. Facts in artifacts. J Oral
Maxillofac Techniques.
Briigmann, A. d., Eld, M., Lelkaitis, G., Nielsen, S., Grunkin, M., Hansel, D. J.,
Foged, T. N., Vyberg, M. (2012). Analysis of Membrane Connectivity is a
Robust Measure of HER2 Immunostains. Breast Cancer Res Treat,
Springer, 41-49.
Brigmann (2012). National Cancer Institute Dictionary of Cancer Terms.
Retrieved April 26, 2013, fromhttp://www.cancer.gov/dict ionary?
cdrid=653117

25
Dobson, L., dll. (2010). Image Analysis as an Adjust to Manual HER2
Immunohistochemical Review: a Diagnostic Tool to Standardize
Interpretation. Histopathology, 27-38.
Eroschenco V.P. 2010. Atlas Histologi difiore dengan Korelasi Fungsional, ed 11.
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Fauzi, M. Risanto. 2018. Perbandingan Fiksasi Bnf 10% Dan Aseton Pada
Jaringan Dengan Pewarnaan HE (Hematoxilin Eosin). Manuscript
Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang. Diakses dari http://repository.unimus.ac.id.
Ganjali H, Ganjali M. 2013. Fixation in tissue processing. International Journal of
Farming and Allied Sciences.
Inderiti, Dewi. 2017. Sitohistoteknologi. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Keshatan.
Jahira dll. 2018. PENGARUH LAMA FIKSASI TERHADAP GAMBARAN
MIKROSKOPIS DENGAN PEWARNAAN Hematoxilyn Eosin (HE.
Manuscript Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Kementrian kesehatan. 2015. Panduan Penatalaksanaan Kanker payudara. Pusat
Pendidikan SDM Kesehatan: Jakarta
Krostian, Erick dan Dewi Inderiati. 2017. Bahan ajar Teknologi Laboratorium
Medik (TLM) SITOHISTOTEKOLOGI. Kemetrian kesehatan.
Mescher, A.L. 2016. Basic Histology Indiana University Bloomingtoon.Indiana.
Miranti, M. d. (2010 ). The Burden of Cancer in Member Countries of the
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention vol. 13, 411-420.
Musyarifah, Zulda dan Salmiah Agus. 2018. Proses Fiksasi pada Pemeriksaan
Histopatologik. Jurnal FK Unand. Diakses dari http://jurnal.fk.unand.ac.id
Pamungkas, Z. (2011). Deteksi Dini Kanker Payudara. Jogjakarta: Bukubiru
Rahmadani, Aviana Fitri. (2018). Pengaruh Lama Fiksasi BNF 10% Dan
METANOL terhadap Gambaran Mikroskopis Jaringan Dengan
Pewarnaan HE (Hematoxylin-Eosin). Manuscript. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
CEK KEMBALI..

26

Anda mungkin juga menyukai