Anda di halaman 1dari 60

PROPOSAL PENELITIAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR PADA PASIEN STROKE DENGAN

GANGGUAN KOMUNIKASI VERBAL DI RSUD KOTA KENDARI

OLEH:

NAMA : MULI YATI

NIM : S.0020.P2.041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES KARYA KESEHATAN

KENDARI

2022
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Proposal : Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Stroke Dengan

Gangguan Komunikasi Verbal Di RSUD Kota Kendari

Nama Mahasiswa : Muli Yati

NIM : S.0020.P2.041

Program Studi : S1 Keperawatan

Telah disetujui dan memenuhi syarat untuk dipertahankan dalam ujian

proposal/hasil.

Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Cholic Harun Rosjidi, A. Per.Men., M.Kes Narmi, S.Kep., Ns., M.Kes


NIDN: 0022027201 NIDN: 0921038902

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Narmawan, S.Kep., Ns., M.Kep


NIDN: 0910038705

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin atas karunia Allah SWT, atas Rahmat dan

Karunia-Nya sehingga penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan

salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita Rasullullah Muhammad SAW

yang telah membawa Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu dan Bapak/Ibu Cholic Harun

Rosjidi, A. Per.Men., M.Kes dan Narmi, S.Kep., Ns., M.Kes , selaku dosen

pembimbing atas segala waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan,

arahan dan masukan selama ini yang diberikan kepada penulis hingga

selesainya penyusunan Proposal ini.

Ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam, saya sampaikan

khusus kepada Ayahanda dan Ibunda, serta saudara-saudaraku atas segala

pengertian dan doa restu, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Selama mengikuti proses perkuliahan hingga penyelesaian studi, banyak pihak

turut memberikan sumbangsih, cinta, doa, dukungan dan semangat. Untuk itu

dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan terima

kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Dr. Tuti Dharmawati, SE, M.Si, SK, Qia Ketua Yayasan Karya Kesehatan

yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan-kemudahan selama

mengikuti proses studi.

2. Bapak Dr. Muh. Syaiful Saehu, ST., M.Si Ketua STIKES Karya Kesehatan

yang telah memberikan arahan dan motivasi selama penulis menempuh

studi.

iii
3. Bapak/Ibu Narmawan, S.Kep., Ns., M.Kep Ketua Program Studi ‘Nama

Program Studi’ atas segala dukungan, arahan, motivasi dan kemudahan

yang diberikan.

4. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi ‘Nama Program Studi’

STIKES Karya Kesehatan atas bantuan dan pelayanan yang diberikan.

5. Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan, masukan dan dorongan yang

diberikan pada penulis pada saat proposal ini masih berbentuk ide maupun

dalam proses penyusunan.

Kepada orang-orang tercinta dalam kehidupan penulis: atas segala kasih

sayang, perhatian, keikhlasan, dan doa yang telah diberikan, sehingga tesis ini

dapat selesai dengan baik. Semoga Allah SWT memberikan Rahmat-Nya berupa

nikmat iman dan nikmat kesehatan kepada kita semua. Amin. Kepada semua

pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang setulustulusnya, atas segala bantuan yang diberikan

sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis berharap

semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan serta

dapat menambah khasanah keilmuan. Aamiin.

Kendari, Maret 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
PROPOSAL PENELITIAN.......................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................vi
DAFTAR TABEL..................................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................4
1.4 Manfaat Peneltian..............................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6
2.1 Konsep Penyakit.................................................................................................6
2.2 Konsep dasar Kebutuhan Dasar Manusia.........................................................13
2.3 Konsep Dasar Komunikasi................................................................................19
2.4 Konsep dasar komunikasi verbal......................................................................23
2.5 Faktor yang mempengaruhi komunikasi verbal pada pasien stroke.................25
2.6 Pemenuhan kebutuhan dasar pada gangguan komunikasi verbal (afasia).......26
2.7 Penelitian Terdahulu........................................................................................27
2.8 Kerangka konsep..............................................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................................34
3.1 Desain Penelitian..............................................................................................34
3.2 Lokasi dan waktu..............................................................................................36
3.3 Populasi dan sampel.........................................................................................37
3.4 Pengumpulan data...........................................................................................38
3.5 Etika Penelitian.................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................48

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Bagan Proses Komunikasi...................................................................22


Gambar 2. 2 Bagan Kerangka Konsep Penelitian...................................................31

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional...................................................................................35

Tabel 3.2 Teknik Analisis Data Fenomenologi Creswell (1998)..........................42

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan suatu kelainan fungsi otak yang timbul secara

mendadak dan terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Penyakit ini

menyebabkan kecacatan berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan

berbicara, gangguan berfikir, emosional (Farida & Amalia, 2009 dalam

Astriani et al., 2019). Stroke merupakan gangguan yang terjadi pada aliran

darah khususnya aliran darah pada pembuluh arteri otak yang dapat

menimbulkan gangguan neurologis. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun

sekitar 500.000 penduduk terkena serangan stroke dan sekitar 125.000

orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat (Yastroki,

2011 dalam Astriani et al., 2019). Stroke juga dapat menimbulkan gejala sisa

salah satunya afasia motorik atau gangguan bicara. Afasia motorik

merupakan sebagian besar manifestasi klinis pada pasien pasca stroke.

Penyakit tersebut menyebabkan ketidakmampuan untuk bergerak, masalah

komunikasi verbal, prespektif, karena ada masalah pada fungsi otak. Pasien

pasca stroke dengan gangguan komunikasi verbal mereka dapat mengerti

apa yang dibicarakan tetapi mereka cenderung kesulitan untuk

mengungkapkan apa yang mereka ingin bicarakan, akibatnya lawan bicara

tidak dapat memahami apa yang ingin mereka sampaikan (Wahyu et al.,

2019).

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga pada tahun 2018,

menewaskan 14 juta orang dan meningkat 14% pada tahun 2021 menjadi

1
sekitar 16 juta kematian (WHO, 2021 dalam Lukman, 2021). Sedangkan

prevalensi stroke di Indonesia berkembang seiring bertambahnya usia. Di

2
2

Indonesia, angka kejadian stroke meningkat dari 7% pada tahun 2013 menjadi

10,9% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018 dalam Lukman, 2021). Dampak yang

ditimbulkan stroke sangat bervariasi, tergantung luas daerah otak yang

mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi yang terkena. Bila stroke

menyerang otak kiri dan mengenai pusat bicara, kemungkinan pasien akan

mengalami gangguan bicara atau afasia, karena otak kiri berfungsi untuk

menganalisis, pikiran logis, konsep, dan memahami bahasa. Hambatan

komunikasi verbal dialami pasien stroke sekitar 15% yang sangat mengganggu

karena mereka akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan individu

lain. Prevalensi hambatan komunikasi verbal di Amerika pada tahun 2015 adalah

2,6%. Prevalensi meningkat sesuai dengan kelompok usia yaitu 0,8% pada

kelompok usia 18 sampai 44 tahun, 2,7% pada kelompok usia 45 sampai 64

tahun, dan 8,1% pada kelompok usia 65 tahun atau lebih tua (Ita Sofiatun, 2016

dalam Ibrahim 2020).

Stroke juga merupakan peringkat pertama penyebab kematian

menurut jenis kelamin di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 dengan

angka kematian akibat stroke sebesar 119.0 dari 100.000 penduduk laki-laki

dan perempuan sebesar 145,1 per 100.000 penduduk (Data IHME Sulawesi

Tenggara, 2017). Berdasarkan survei di RSUD Kota Kendari diketahui bahwa

jumlah pasien stroke tahun 2019 sebanyak 3 orang, tahun 2020 sebanyak 10

orang dan tahun 2021 bulan desember sebanyak 33 orang (Data Rekam

Medik RSUD Kota Kendari, 2022)

Gangguan komunikasi verbal adalah akibat dari penurunan cerebral

blood flow (CBF) regional salah satu daerah otak terisolasi dari jangkauan

aliran darah, yang memuat glukosa dan O2 yang diperluka untuk


3

melabolisme cerebral. Untuk daerah yang terisolasi tidak dapat sehingga

muncul manfestasi defisit neurologik yang berupa hemiparalisis,

hemiparestesia, hemihipestesia yang disertai defisit fungsi luhur seperti

afasia (Mardjono, M., & Sidharta, P. 2014 dalam Amylya, 2021). Kerusakan

komunikasi verbal adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat

berkomunikasi secara efektif karena adanya faktor-faktor penghambat berupa

kecacatan secara fisik maupun mental (Arif Muttaqin 2008 dalam Sunariati

2019).

Orang dengan gangguan komunikasi mungkin memiliki masalah

pengucapan. Pengucapan adalah proses penyesuaian ruang diatas glotis.

Sesuaikan ruang diarea tenggorokan dengan menaikkan dan menurunkan

tenggorokan. Ini akan mengatur jumlah transportasi udara melalui katup

valopharyngeal melalui mulut dan akan mengubah posisi rahang bawah dan

lidah (Dody, Argo, & Kusuma, 2014 dalam Amylya, 2021). Gangguan

komunikasi verbal memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan.

Terutama pada kesejahteraan pasien, kemandirian, partisipasi sosial, dan

kualitas hidup pasien. Dampak ini muncul diakibatkan komunikasi yang tidak

adekuat antara pasien dan lingkungan. Kondisi mortilitas yang tinggi dan

kemampuan fungsional yang rendah pada pasien gangguan komunikasi

verbal dapat terjadi karena pasien tidak mampu mengungkapkan apa yang

pasien inginkan, tidak mampu menjawab pertanyaan atau berpartisipasi

dalam percakapan. Ketidakmampuan ini menyebabkan pasien menjadi

frustasi, marah, kehilangan harga diri, dan emosi pasien menjadi labil yang

pada akhirnya dapat menyebabkan pasien menjadi depresi (Mulyatsih &

Ahmad, 2010 dalam Astriani et al., 2019).


4

Berdasarkan teori Edward Thorndyke dan definisi tentang

keperawatan, Virginia Henderson membagi tugas keperawatan menjadi 14

komponen yang berusaha untuk memenuhi kehidupan manusia. Pembagian

dari 14 komponen kebutuhan dasar manusia dijadikan pilar dari model

keperawatan, Virginia Henderson menyatakan bahwa perawat harus selalu

mengakui pola kebutuhan dasar pasien harus dipenuhi dan perawat harus

selalu mencoba menempatkan dirinya pada posisi pada pasien (Aini, 2018).

Kebutuhan dasar merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh pasien

stroke dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,

yang bertujuan untuk menunjang pemulihan pasca stroke dan

mempertahankan kesehatan (Auryn, 2007 dalam Dwi 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan utama pada penelitian ini adalah: “Bagaimana

Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Stroke Dengan Gangguan Komunikasi

Verbal di RSUD Kota Kendari ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.1.1 Tujuan umum

Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui metode

pemenuhan kebutuhan dasar pasien stroke dengan gangguan

komunikasi verbal.

1.1.2 Tujuan khusus penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien stroke

dengan gangguan komunikasi verbal.

2. Mengetahui cara mengkomunikasikan kebutuhan pasien stroke

dengan gangguan komunikasi verbal.


5

3. Mengetahui gambaran respon perawat terhadap cara

komunikasi pasien stroke dengan gangguan komunikasi verbal.

4. Menganalisis berbagai hambatan yang dirasakan pasien stroke

dengan gangguan komunikasi verbal.

1.4 Manfaat Peneltian

1.1.3 Manfaat Teori Sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu

keperawatan dimasa yang akan datang khususnya pada pemenuhan

kebutuhan dasar pasien stroke dengan gangguan kemampuan verbal

di RSUD Kota Kendari

1.1.4 Manfaat Praktis

1. Bagi penulis Menambah wawasan dan sebagai bahan acuan

bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian

lanjutan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar pasien stroke

dengan gangguan kemampuan verbal di RSUD Kota Kendari

2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil Penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan acuan bagi pengembangan keilmuan khususnya

di program studi ilmu keperawatan STIKES Karya Kesehatan

dalam bidang Komunikasi Keperawatan.

3. Bagi Institusi RSUD Kota Kendari penelitian ini diharapkan dapat

menjadi bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam

Pelaksanaan Praktek Keperawatan yang tepat terkhususnya

untuk pasien stroke dengan gangguan komunikasi verbal.


6
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Defenisi

Menurut World Health Organization (WHO) stroke merupakan

gejala yang didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi

secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun

global yang berlangsung 24 jam atau lebih (Nasution, 2013 dalam

Permatasari, 2020). Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologi

bersifat akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak

yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan kecacatan atau

kematian (Andre Pramudia Krisna & Isra Thristy, 2021).

Stroke merupakan salah satu penyakit serebrovaskular dan

penyebab utama kematian di Indonesia, jumlah penderita stroke

dibawah usia 45 tahun diseluruh dunia terus meningkat. Kematian fisik

akibat stroke diperkirakan akan meningkat dengan kematian akibat

penyakit jantung dan kanker. Stroke adalah penyebab kematian ketiga

paling umum di Amerika Serikat dan penyebab utama kecacatan

permanen (Handayani & Dominica, 2019).

Berdasarkan ketiga definisi diatas maka dapat disimpilkan

bahwa stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh terganggunya

aliran darah dalam otak sehingga mengakibatkan kematian jaringan

otak.

2.1.2 Klasifikasi Stroke

Patologi serangan stroke terbagi dua dalam Dasniati (2021) yaitu :


8

a) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut

dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi

secara spontan bukan oleh trauma kapistis, disebabkan oleh pecahnya

pembuluh arteri, vena dan kapiler. Perdarahan otak adalah pecahnya

pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah

masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan

jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Perdarahan otak dibagi

dua yaitu : Perdarahan Intra Cerebri, Perdarahan Sub Araknoid

b) Stroke non Hemoragik atau iskemik

Stroke non hemoragik biasa terjadi pada pagi hari setelah

bangun tidur, stroke ini tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia

yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema

sekunder serta kesadaran umumnya baik. Stadium stroke non

hemorogik

1) Tia : Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit

sampai dengan beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang

dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

2) Stroke Involusi : Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan

neurologis semakin berat atau buruk dan berlangsung selama 24 jam

atau beberapa hari

3) Stroke Komplet : Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap

dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

2.1.3 Tanda dan gejala Stroke


9

Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada stroke

tergantung berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya,

diantaranya yaitu (Gofir, 2021 dalam Suandari 2021) :

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)

yang timbul mendadak.

b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan

(gangguan hemisensorik).

c. Perubahan mendadak status mental (konvusi, delirium. Letargi,

stupor, atau koma).

d. Afisia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan

memahami ucapan).

e. Disartria (bicara pelo atau cadel)

f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.

g. Ataksia (trunkal atau anggota badan).

h. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.

2.1.4 Patofisiologi stroke

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area

tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti

lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral

terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada

gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler)

atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan

jantung).

Arterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada


10

otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat

beku pada area yang stenosis, tem pat aliran darah mengalami

pelambatan atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding

pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus

mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh pembuluh darah

yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area

edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark

itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-

kadang sesudah beberapa hari.

Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan

perbaikan. Oleh karena itu thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak

terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh

embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika

terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka

akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada

pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma

pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika

aneurisma pecah atau rupture Perdarahan pada otak disebabkan oleh

ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.

Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih

sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit

serebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa

otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak pada falk serebei atau lewat foramen

magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,


11

hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi

perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi

pada sepertiga kasus peradarahan otak di nekleus kaudatus, talamus,

dan spons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia

serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat

reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan inversibel jika anoksia

lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain

kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak

akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan

tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen

vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunya

tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena dan

sekitarnya tertekan lagi (Arif Muntaqqin, 2013).

2.1.5 Faktor Resiko Stroke

Faktor risiko dari penyakit stroke yaitu terdiri dari (Mutiarasari, 2019

dalam Suandari, 2021):

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis

kelamin, dan riwayat keluarga.

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, merokok,

dislipidemia, diabetes melitus, obesitas, alkohol dan atrial fibrillation

2.1.6 Komplikasi stroke

Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi

terjadinya komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat

yang terjadi secara dini pada stroke, sering diperlihatkan adanya


12

gangguan kognitif, fungsional, dan defisit sensorik. Pada umumnya

pasien pasca stroke memiliki komorbiditas yang dapat meningkatkan

risiko komplikasi medis sistemik selama pemulihan stroke. Komplikasi

medis sering terjadi dalam beberapa minggu pertama serangan stroke.

Pencegahan, pengenalan dini, dan pengobatan terhadap komplikasi

pasca stroke merupakan aspek penting. Beberapa komplikasi stroke

dapat terjadi akibat langsung stroke itu sendiri, imobilisasi atau

perawatan stroke. Hal ini memiliki pengaruh besar pada luaran pasien

stroke sehingga dapat menghambat proses pemulihan neurologis dan

meningkatkan lama hari rawat inap di rumah sakit. Komplikasi jantung,

pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca stroke, disfagia,

inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat umum pada pasien

stroke (Mutiarasari, 2019 dalam Suandari).

2.1.7 Penatalaksanaan stroke

Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang

mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang. Terapi

dapat menggunakan Intravenous recombinant tissue plasminogen

activator (rtPA) yang merupakan bukti efektivitas dari trombolisis, obat

antiplatelet dan antikoagulan untuk mencegah referfusi pada pasien

stroke iskemik (Mutiarasari, 2019 dalam Suandari).

a. Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)

Obat ini juga disebut dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama

generik), atau aktivase atau aktilise (nama dagang). Pedoman

terbaru bahwa rt-PA harus diberikan jika pasien memenuhi kriteria

untuk perawatan. Pemberian rt-PA intravena antara 3 dan 4,5 jam


13

setelah onset serangan stroke telah terbukti efektif pada uji coba

klinis secara acak dan dimasukkan ke dalam pedoman rekomendasi

oleh Amerika Stroke Association (rekomendasi kelas I, bukti ilmiah

level A). Penentuan penyebab stroke sebaiknya ditunda hingga

setelah memulai terapi rt-PA. Dasar pemberian terapi rt-Pa

menyatakan pentingnya pemastian diagnosis sehingga pasien

tersebut benar-benar memerlukan terapi rt-PA, dengan prosedur CT

scan kepala dalam 24 jam pertama sejak masuk ke rumah sakit dan

membantu mengeksklusikan stroke hemoragik.

b. Terapi antiplatelet

Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan

antiplatelet 48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko

kematian dan memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara

mengurangi volume kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan

mengurangi terjadinya stroke iskemik ulangan sebesar 25%.

Antiplatelet yang biasa digunakan diantaranya aspirin, clopidogrel.

Kombinasi aspirin dan clopidogrel dianggap untuk pemberian awal

dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian

aspirin dengan dosis 81-325 mg dilakukan pada sebagian besar

pasien. Bila pasien mengalami intoleransi terhadap aspirin dapat

diganti dengan menggunakan clopidogrel dengan dosis 75 mg per

hari atau dipiridamol 200 mg dua kali sehari. Hasil uji coba

pengobatan antiplatelet terbukti bahwa data pada pasien stroke

lebih banyak penggunaannya dari pada pasien kardiovaskular akut,

mengingat otak memiliki kemungkinan besar mengalami komplikasi


14

perdarahan.

c. Terapi antikoagulan

Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi

aku t stroke iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan

bahwa antikoagulan tidak harus secara rutin diberikan untuk stroke

iskemik akut. Penggunaan antikoagulan harus sangat berhati-hati.

Antikoagulan sebagian besar digunakan untuk pencegahan

sekunder jangka panjang pada pasien dengan fibrilasi atrium dan

stroke kardioemboli. Terapi antikoagulan untuk stroke kardioemboli

dengan pemberian heparin yang disesuaikan dengan berat badan

dan warfarin (Coumadin) mulai dengan 5-10 mg per hari. Terapi

antikoagulan untuk stroke iskemik akut tidak pernah terbukti efektif.

Bahkan di antara pasien dengan fibrilasi atrium, tingkat kekambuhan

stroke hanya 5-8% pada 14 hari pertama, yang tidak berkurang

dengan pemberian awal antikoagulan akut.

2.2 Konsep dasar Kebutuhan Dasar Manusia

2.2.1 Pengertian kebutuhan dasar manusia

Kebutuhan dasar manusia adalah unsur-unsur yang

dibutuhkan manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis

maupun psikologis, yang bertujuan untuk mempertahankan

kehidupan maupun kesehatan. Kebutuhan menyatakan bahwa bahwa

setiap manuasia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu fisisologis,

keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Wahit et al, 2015

dalam Afiah, 2019). Kebutuhan dasar manusia berfokus dalam

asuhan keperawatan. Bagi pasien yang mengalami masalah pada


15

keseahatan, maka kemungkinan ada salah satau atau beberapa

kebutuhan dasar manusia yang terganggu (Tarwoto, 2010 dalam

Afiah, 2019).

2.2.2 kebutuhan dasar menurut Henderson

Teori Virginia Henderson membahas tentang kebutuhan dasar

manusia. Virginia Henderson menyimpulkan bahwa asuhan

keperawatan dasarnya pada setiap situasi keperawatan, sehingga

perawat dapat bekerja pada semua dibidang yang khusus di rumah

sakit. Virginia Henderson merupakan ahli teori keperawatan yang

penting dan memberi pengaruh besar pada keperawatan sebagai

profesi yang mendunia.virginia Virginia Henderson mengharapkan

pasien menjadi salah satu titik fokus perhatian bagi perawat dan

profesional lainnya. Virginia Henderson tidak menyukai, bila pasien

sebagai penerima asuhan keperawatan tidak dilindungi dari

malpraktek, sehingga Hendorson berpikir bahwa profesi yang

mempengaruhi kehidupan manusia harus memiliki fungsi yang jelas.

Sehingga fungsi dari perawat adalah membantu pasien, sehat atau

sakit, dalam memberikan kesehatan atau pemulihan atau kematian

yang damai yang dapat dilakukan tanpa bantuan jika memiliki

kekuatan, kemauan atau pengetahuan, dan melakukan dengan cara

tersebut dapat membantu kemandirian secara cepat.Pemikiran

Virginia Henderson dipengaruhi oleh Edward Thorndyke, yang

banyak melakukan penelitian tentang bidang kebutuhan dasar

manusia. Berdasarkan teori Edward Thorndyke dan definisi tentang

keperawatan, Virginia Henderson membagi tugas keperawatan

menjadi 14 komponen yang berusaha untuk memenuhi kehidupan


16

manusia. Pembagian dari 14 komponen kebutuhan dasar manusia

dijadikan pilar dari model keperawatan, Virginia Henderson

menyatakan bahwa perawat harus selalu mengakui pola kebutuhan

dasar pasien harus dipenuhi dan perawat harus selalu mencoba

menempatkan dirinya pada posisi pada pasien. Adapun kebutuhan

dasar manusia menurut teori Virgina Henderson meliputi 14

komponen (Aini, 2018 dalam Afiah, 2019).

1) Bernapas secara normal.

2) Makan dan minum yang cukup.

3) Eliminasi (BAK dan BAB).

4) Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.

5) Tidur dan istirahat.

6) Memilih pakaian yang tepat dan sesuai.

7) Mempertahankan suhu tubuh dalam kaisaran yang normal.

8) Menjaga kebersihan diri dan penampilan (mandi).

9) Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari bahaya orang

lain.

10) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,

kebutuhan, dan kehawatiran.

11) Beribadah sesuai dengan agamanya dan kepercayaannya.

12) Bekerja untuk modal membiyayai kebutuhan hidup.

13) Bermain atau berpartisipasi dalam bentuk rekreasi.

14) Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tau yang

mengarah pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan

penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar


17

manusia

Pemenuhan kebutuhan dasar pada manusia dipengaruhi oleh

berbagai faktor (Walyani, 2015 dalam Afiah, 2019). Sebagai berikut :

1. Penyakit, adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan

berbagai perubahan kebutuhan, dari fisiologis dan psikologis,

karena fungsi dari tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan yang

lebih besar.

2. Hubungan yang berarti atau keluarga, dimana hubungan keluarga

yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar

manusia karena saling percaya, merasakan kesenangan hidup,

dan tidak ada rasa curiga.

3. Konsep diri, konsep diri ini dapat mempengaruhi kemampuan

individu untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep diri yang positif

memberikan makna dan keutuhan bagi individu. Konsep diri dapat

menghasilkan perasaan dan kekuatan positif dalam diri

individu.orang yang beranggapan positif terhadap dirinya mudah

berubah, mudah mengenali kebutuhan, dan mengembangkan cara

hidup yang sehat sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar.

4. Tahap perkembangan, bertambahnya kemampuan dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, di dalam suatu pola yang

teratur sebagai hasil dari proses pematangan.

5. Struktur keluarga, dapat mempengaruhi cara pasien memuaskan

kebutuhannya. Sebagai contoh seorang ibu mungkin akan

mendahulukan kebutuhan bayinya dari pada kebutuhannya

sendiri.
18

2.2.4 Masalah yang berhubungan dengan kebutuhan manusia

Menurut Rianzi (2013 dalam Afiah, 2019) menyatakan bahwa

dalam kebutuhan dasar manusia, mempunyai masalah-masalah yang

berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia. Adapun masalah-

masalah yang berhubungan dengan dengan kebutuhan dasar manusia

dan cara penanganannya adalah:

1. Oksigen Kebutuhan oksigen adalah salah satu kebutuhan dasar

manusia yaitu kebutuhan fisiologis. Pemenuhan kebutuhan

oksigen ditunjukan untuk menjaga kelangsungan sel didalam

tubuh, mempertahankan hidupnya, dan melakukan aktivitas

bergabagai organ dan sel. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi okesigenasi adalah saraf otonom, hormonal dan

obat, alergi pada saluran napas, faktor lingkungan, dan faktor

perilaku. Gangguan atau masalah dari oksigenasi adalah hipoksia,

perubahan pola napas, obstruksi jalan napas, dan pertukaran gas.

Adapun penanganan dari masalah kebutuhan oksigenasi yaitu

berlatihya napas, latihan batuk efektif, pemberian oksigen,

fisioterapi dada, dan penghisapan lendir (suction).

2. Nutrisi adalah pengambilan zat-zat makanan . jumlah dari seluruh

interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsinya.

Manusia memperoleh makanan dan nutrient esensial untuk

pertumbuhan dan pertahanan dari seluruh jaringan pada tubuh

dan menormalkan fungsi dari proses tubuh. Nutrisi adalah zat

kimia organik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh

untuk fungsi tubuh. Adapun jenis-jenis nutrisi yaitu 15 protein,


19

karbohidrat, nukloetida, lemak, DHA (Decosehaxaenoic Acid),

vitamin. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah

pengetahuan, kebiasaan atau kesukaan, dan ekonomi. Gangguan

pada kebutuhan nutrisi sendiri adalah obesitas, malnutrisi,

diabetes militus, hipertensi, peningkatan jantung koroner,

anoreksia nervosa dan kanker. Tindakan untuk mengatasi

masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah pemberian nutrisi

secara oral, dan pemberian nutrisi secara pipa penduga/lambung.

3. Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa yunani

yang artinya kebersihan. Adapun dampak yang sering timbul pada

masalah personal hygiene adalah dampak fisik dan dampak

psikososial.

4. Bodi mekanik atau Posisi Bodi mekanik adalah penggunaan tubuh

yang efesien, terkoordinir dan aman untuk menghasilkan

pergerakan keseimbangan selama aktivitas. Ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi mekanika tubuh atau dapat

menimbulkan gangguan mekanika tubuh manusia diantaranya

adalah status kesehatan, pengetahuan, situasi atau kebiasaan,

gaya hidup, dan emosi.

5. Eliminasi adalah proses pembuangan. Pemenuhan kebutuhan

elimininasi terdiri dari kebutuhan eliminasi urine (berkemih).

Sebagaimana factor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah

diet dan asupan (intake) respon keinginan awal untuk berkemih,

gaya hidup, stress paikologis, tingkat aktivitas, tingkat

perkembangan, kondisi penyakit, sosialkultura, dan tonus otot.


20

6. Intake dan outpot Intake cairan adalah melalui mekanisme haus.

Pusat haus dikendalikan oleh otak sedangkan rangsangan haus

berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II

sebagai respon dari tekanan darah, pendarahan yang

mengakibatkan penurunan volume darah. Sedangkan output

adalah kehilangan cairan tubuh melaluibeberapa proses yaitu

cairan dimana proses pembentukan urine oleh ginjal dan dieksresi

melalui traktus urinarius, IWL (Insesible Water Loss) terjadi melalui

paru-paru dan kulit, keringat terjadi sebagai respon terhadap

kondisi yang panas, dan fases berkaisar antara 100- 200 ml per

hari yang diatur melalui mekanisme reabsorsi di dalam mukosa

usus.

2.3 Konsep Dasar Komunikasi

2.3.1 Pengertian komunikasi

Dalam (Wijayanti, 2017) Komunikasi atau dalam

bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin

communicationem atau communicatio atau communicare yang berarti

untuk berbagi, menyampikan, menginformasikan, bergabung,

bersatu, berbagi dalam; secara harfiah juga bisa diartikan communis

yang berarti “'sama” (Harper, 2016). Secara sederhana komunikasi

dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan

(komunikator) dan orang yang menerima pesan (komunikan)

(Mulyana, 2007). Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada

kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya

(communication depends on our ability to understand one another)


21

(West & Turner, 2009).

2.3.2 Tujuan komunikasi

Dalam (Wijayanti, 2017) Pada umumnya tujuan komunikasi

tujuan antara lain, yaitu:

a. Memberikan pemahaman kepada komunikan. Kita sebagai

komunikator harus menjelaskan kepada komunikan (penerima)

dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat

mengerti apa yang kita maksud.

b. Memahami orang lain. Kita sebagai komunikator harus mengerti

benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan

kemauannya.

c. Supaya gagasan dapat diterima orang lain. Kita berusaha agar

gagasan kita dapat diterima orang lain dengan pendekatan

persuasive bukan memaksakan kehendak.

d. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, demi

mencapai sebuah tujuan.

2.3.3 Elemen komunikasi

Elemen komunikasi adalah bagian-bagian dasar yang

mendasari suatu proses ketika seseorang dengan orang lain saling

menyampaikan pesan. Berikut penjeasan mengenai unsur-unsur

yang membentuk sistem komunikasi:

1) People/orang/sumber/komunikator Komunikator adalah pihak yang

bertindak sebagai pengirim pesan dalam proses komunikasi.

Dengan kata lain, komunikator merupakan seseorang atau

sekelompok orang yang berinisiatif untuk menjadi sumber dalam


22

sebuah hubungan. Komunikator tidak hanya berperan sebagai

pengirim pesan saja, namun juga memberikan respons dan

menjawab pertanyaan yang disampaikan sebagai dampak dari

proses komunikasi yang berlangsung, baik secara langsung

maupun tidak langsungMessage/pesan

2) Pesan/informasi Pesan merupakan keseluruhan apa yang

disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa kata-kata,

tulisan, gambaran atau perantara lain. Pesan ini memiliki inti, yakni

mengarah pada usaha untuk mengubah sikap dan tingkah laku

komunikan. Inti pesan akan selalu mengarah pada tujuan akhir

komunikasi itu.

3) Komunikan/penerima/receiver. Komunikan merupakan penerima

pesan atau berita yang disampaikan oleh komunikator. Komunikan

bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok.

Dalam proses komunikasi, komunikan adalah elemen penting

karena dialah yang menjadi sasaran komunikasi dan bertanggung

jawab untuk dapat mengerti pesan yang disampaikan dengan baik.

4) Chanel/sarana Sarana komunikasi/channel biasa disebut dengan

media yang digunakan sebagai penyalur pesan dalam proses

komunikasi. Pemilihan sarana/media dalam proses komunikasi

tergantung pada sifat berita yang akan disampaikan.

5) Umpan balik/feedback. Umpan balik dapat dimaknai sebagai

jawaban komunikan atas pesan yang disampaikan oleh

komunikator kepadanya. Pada komunikasi yang dinamis,

komunikator dan komunikan terus menerus bertukar peran.


23

2.3.4 Proses komunikasi

Pengirim Encoding Pesan Decoding

Media

Penerima
a
Noise

Umpan
Respon
balik

Gambar 2. 1 Bagan Proses Komunikasi

Komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan

pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu

persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya.

Komunikasi merupakan sebuah proses transfer ide, pikiran, perasaan

antara pengirim pesan dan penerima pesan. Pada proses tersebut

terjadi penciptaan makna antara 2 orang atau lebih. Seorang pasien

memerlukan komunikasi untuk mengungkapkan perasannya serta

ketakutannya, dan sebaliknya perawat memerlukan komunikasi untuk

membuat diagnose yang tepat terhadap apa yang sudah terjadi pada

diri pasien. Komunikasi terjadi pada setiap tahapan proses


24

keperawatan serta menjadi penentu keberhasilan program preventif,

terapi, rehabilitasi, serta kegiatan promotif.

Komunikasi tidak mungkin terjadi tanpa adanya kata-kata.

Komunikasi adalah sebuah proses yang selalu berkelanjutan. Bentuk

komunikasi dapat berupa melalui komunikasi verbal dan non verbal.

Komunikasi verbal adalah komunikasi melalui penyampaian kata-kata

sedangkan komunikasi non-verbal diungkapkan melalui ekspresi

wajah, gerak tubuh, serta postur tubuh. Komunikasi verbal dan non

verbal tidak mungkin berlangsung secara terpisah karena keduanya

terjadi dalam satu rangkaian peristiwa. Keduanya berjalan beriringan

dalam setiap proses komunikasi antara dua manusia. Komunikasi

verbal dan non verbal sangat membantu diri pasien untuk menjadi

lebih baik terutama kondisi stress akibat penyakit yang dideritanya

(Wijayanti, 2017).

2.3.5 Komunikasi gangguan komunikasi verbal

Gangguan verbal dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual,

kerusakan pita suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi

dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya

pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami

gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar

(Williams&Davis, 2005 dalam Wijayanti 2017 ). Pada saat berkomunikasi

dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut perlu diperhatikan :

a. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir

klien.
25

b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang

kembali kata-kata yang diucapkan klien.

c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak

topik.

d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan

pelan.

e. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat

diterima dengan baik.

f. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.

g. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi

lisan dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.

2.4 Konsep dasar komunikasi verbal

2.4.1 Pengertian komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan

kata- kata, baik lisan ataupun tulisan. Komunikasi verbal sering

digunakan ketika berhubungan dengan sesama manusia untuk

menyatakan perasaan, pemikiran, data, fakta, emosi, informasi dan

gagasan, saling berdebat, bertengkar dan bertukar perasaan (Purba et

al., 2020).

2.4.2 Unsur komunikasi verbal

Komunikasi verbal memiliki beberapa unsur yang penting seperti

berupa bahasa dan kata (Purba et al., 2020):

c. Kata

Lambang atau simbol sebuah bahasa yang mewakili

sesuatu hal, seperti keadaan, orang, barang dan kejadian. Antara


26

kata dan hal tidak memiliki hubungan langsung dan tidak ada

pada pikiran orang.

d. Bahasa

Ketika seseorang melakukan komunikasi verbal tentu

akan menggunakan bahasa sebagai sistem untuk berbagi makna.

Bahasa lisan dapat ditemukan pada tulisan atau media elektronik.

2.4.3 Karaterisktik komunikasi verbal

Adapun karakteristik komunikasi verbal adalah sebagai berikut

(Purba et al., 2020):

a. Jelas dan Ringkas

Komunikasi yang terjadi harus sederhana, pendek dan

secara langsung. Ketika menggunakan bahasa yang sedikit akan

mengakibatkan kerancuan dan bahasa yang ambigu. Saat

berkomunikasi harus mengucapkan bahasa secara jelas dan

memilih bahasa yang mudah dipahami.

b. Perbendaharaan kata

Komunikasi dikatakan berhasil apabila pengirim mampu

menerjemahkan setiap kata yang diucapkan. Kata-kata yang

digunakan harus mudah dimengerti untuk meningkatkan

keberhasilan dalam berkomunikasi.

c. Arti konotatif dan denotative

Denotatif adalah memberikan makna dari kata yang sama atau

yang sedang digunakan sedangkan perasaan, pikiran dan ide

yang ada dalam suatu kata disebut konotatif.

d. Intonasi
27

Intonasi berhubungan dengan nada suara yang menyatakan

sebuah emosi seseorang dan dapat memengaruhi arti pesan yang

dikirimkan komunikator.

e. Kecepatan berbicara

Saat berkomunikasi seseorang harus memperhatikan

kecepatan dalam berbicara. Berbicara dengan tempo yang cepat

akan memengaruhi kualitas komunikasi dikarenakan komunikan

yang tidak mampu mencerna bahasa yang disampaikan

komunikator.

f. Humor

Humor dibutuhkan dalam komunikasi untuk memberikan

dukungan emosi dan meningkatkan keberhasilan komunikasi pada

lawan bicara. Dengan adanya humor membantu meningkatkan

keberhasilan untuk mendapatkan dukungan dan mengurangi

ketegangan serta kebosanan komunikasi atau pendengar.

2.5 Faktor yang mempengaruhi komunikasi verbal pada pasien stroke

Dibawah ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi

verbal pasien stroke, yaitu (Rosdiana, 2012):

a. Usia
Kecepatan proses penyembuhan secara umum pada usia dewasa

lebih lambat dibanding pada usia anak-anak, khususnya pada stroke

kecepatan penyembuhan pada orang dewasa memiliki prognosis yang

buruk oleh karena neural plasticity .

b. Jenis kelamin

Perempuan memiliki kecenderungan mengalami stroke 3 kali lebih


28

besar dibanding laki-laki.

c. Lokasi infark

Stroke dengan gejala dysarthria yang terdapat lesi subkortikal

bilateral, lesi pada brain stem atau penyakit degeneratif memiliki

kecenderungan prognosis yang lebih jelek.

d. Onset serangan

Onset serangan dan keterlambatan dalam penanganan

berdampak pada luasnya area infark dan kompleksitas gangguan serta

disabilitas. Semakin lama waktu kejadian stroke maka semakin tinggi

defisit neurologis yang dialami. Keberhasilan rehabilitasi dipengaruhi

juga oleh kecepatan penanganan dalam rehabilitasi. Rehabilitasi post

stroke sebaiknya dilakukan sejak 24-48 jam pertama setelah serangan

stroke.

e. Penyakit penyerta

Penyakit yang menyertai stroke dapat memperberat kondisi

pemulihan, seperti penyakit jantung, diabetes dan penyakit syaraf lain

yang dimiliki dapat memperburuk prognosis stroke.

2.6 Kebutuhan dasar pada gangguan komunikasi verbal (afasia)

Orang yang mengalami gangguan bicara atau afasia akan

mengalami kegagalan dalam berartikulasi. Artikulasi merupakan proses

penyesuaian ruangan supraglottal. Penyesuaian ruangan didaerah laring

terjadi dengan menaikkan dan menurunkan laring, yang akan mengatur

jumlah transmisi udara melalui rongga mulut dan rongga hidung melalui

katup velofaringeal dan merubah posisi mandibula (rahang bawah) dan

lidah. Proses diatas yang akan menghasilkan bunyi dasar dalam berbicara
29

(Yanti, 2012 dalam Astriani et al., 2019). Afasia memberikan dampak pada

berbagai aspek kehidupan. Terutama pada kesejahteraan pasien,

kemandirian, partisipasi sosial, dan kualitas hidup pasien. Dampak ini

muncul diakibatkan komunikasi yang tidak adekuat antara pasien dan

lingkungan. Kondisi mortilitas yang tinggi dan kemampuan fungsional yang

rendah pada pasien afasia dapat terjadi karena pasien tidak mampu

mengungkapkan apa yang pasien inginkan, tidak mampu menjawab

pertanyaan atau berpartisipasi dalam percakapan. Ketidakmampuan ini

menyebabkan pasien menjadi frustasi, marah, kehilangan harga diri, dan

emosi pasien menjadi labil yang pada akhirnya dapat menyebabkan pasien

menjadi depresi (Mulyatsih & Ahmad, 2010 dalam Astriani et al., 2019).

Afasia motorik merupakan kerusakan terhadap seluruh korteks pada

daerah broca. Seseorang dengan afasia motorik tidak bisa mengucapkan

satu kata apapun, pada kondisi ini dapat mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan dasarnya seperti interaksi sosial.

2.7 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penyusuran kepustakaan, penulis mendapatkan

beberapa penelitian yang pernah dilakukan adalah yaitu:

a. Judul: Pengaruh Pemberian Augmentative And Alternative

Communication (ACC) Terhadap Kemampuan Fungsional Komunikasi

Dan Depsresi Pasien Afasia Motorik

Nama peneliti: Amila, Ratna Sitorus, Tuti Herawati

Tujuan penelitian: Mengetahui Pengaruh Pemberian Augmentative

And Alternative Communication (ACC) Terhadap Kemampuan

Fungsional Komunikasi Dan Depsresi Pasien Afasia Motorik


30

Variabel yang digunakan: Augmentative And Alternative

Communication (ACC), Kemampuan Fungsional Komunikasi, dan

Depsresi

Metode: quasi experiment post test non equivalent control group

Kesimpulan penelitian: Hasil penelitian ini merekomendasikan AAC

menjadi salah satu alternatif intervensi untuk memfasilitasi komunikasi,

sehingga dapat menurunkan depresi pasien stroke dengan afasia

motorik.

b. Judul: Studi Literatur: Terapi Komunikasi Aiueo Pada Pasien Dewasa

Stroke Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Komunikasi Verbal.

Nama peneliti: Amylya Hasanah, Layli Isroin, Siti Munawaroh

Tujuan penelitian: untuk menganalisis dan mensintesis intervensi

keperawatan pada klien penderita stroke dengan gangguan komunikasi

verbal

Variabel yang digunakan: Terapi Komunikasi Aiueo

Metode: studi literatur dengan menggunakan lima jurnal ilmiah

Kesimpulan penelitian: studi literatur menunjukan adanya pengaruh

terapi komunikasi AIUEO terhadap kemampuan bicara pasien stroke

yang mengalamigangguan bahasa dan berkomunikasi. Peningkatan

waktu kemampuan berbicara dapat dilihat pada hari ke 3 setelah

diberikan terapi AIUEO selama 2 kali sehari dan bahkan lebih signifikan

jika dilakukan pada hari ke 5 hingga ke- 7. Dengan adanya pemberian

terapi komunikasi AIUEO yang efektif untuk berkomunikasi baik secara

lisan, tulisan dan pasien akan lebih percaya dalam mengatasi

penyakitnya.
31

c. Judul: Pengaruh Melodic Intonation Therapy terhadap Kemampuan

Fungsional Komunikasi pada Pasien Stroke dengan Afasia Motorik

Nama peneliti: Naylil Mawadda Rohma, Dewi Puspita, Titiek Hidayati

Tujuan penelitian: untuk mengetahui pengaruh Melodic Intonation

Therapy terhadap kemampuan fungsional komunikasi pada pasien

stroke dengan afasia motorik

Variabel yang digunakan: Melodic Intonation Therapy dan

kemampuan fungsional komunikasi

Metode: quasy eksperimen pre and post test

Kesimpulan penelitian: Peran perawat sebagai kolaborator sangat

penting karena pengetahuan perawat akan membantu menjembatani

pasien dengan speech therapist dalam kolaborasi antarprofesional.

Perawat dapat membantu dalam ketersediaan data pada pasien stroke

dengan afasia motorik dan terapi serta memberikan pendidikan kepada

keluarga dalam memenuhi kemampuan fungsional komunikasi

komunikasi sebagai kebutuhan dasar manusia.

d. Judul: Terapi Berbasis Membaca (Reading-Based Therapy) Pada

Afasia: Literatur Review

Nama peneliti: Slamet Purnomo, Sri Nabawiyah Nur Makiyah

Tujuan penelitian: Mereview artikel penelitian dengan reading-based

therapy pada pasien dengan afasia

Variabel yang digunakan: reading based therapy dan afasia

Metode: Melakukan pencarian artikel dari PubMed, EBSCO, iMedPub

dan Taylor&Francis dengan menggunakan istilah kunci dari bulan

Januari 2013 sampai dengan Desember 2017


32

Kesimpulan penelitian: Reading-based therapy mampu memperbaiki

gangguan bicara pada afasia, yang di dalamnya termasuk kemampuan

bahasa, pemahaman membaca dan fungsi kognitif. Penulis menyakini,

semakin lama jangka watu pemberian terapi ini, manfaat yang lebih

signifikan akan didapatkan, karena tidak ada efek samping dari terapi

membaca ini. Justru terapi ini juga akan menambah pengetahuan dan

informasi dari yang dibaca.

2.8 Kerangka konsep

2.8.1 Kerangka konsep

Kebutuhan
dasar pasien Media Perawat
stroke dengan
gangguan
komunikassi
verbal

Noise

Intervensi
Umpan
keperawatan
balik

Gambar 2. 2 Bagan Kerangka Konsep Penelitian


35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau naturalistik

karena dilakukan secara alamiah. Sugiyono (2013) dalam (Dewi Novianti,

2013) mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi alamiah, dimana

peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

secara triangulasi (gabungan), analisis, data bersifat induktif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Metode

kualitatif dalam (Dewi Novianti, 2013) menurut Creswell (1998) adalah suatu

proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Peneliti membuat

suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari

pandangan responden dan melakukan studi pada situasi yang alami.

Dengan menggunakan metode kualitatif ini, realitas atau fenomena

mengenai kebermaknaan hidup pada pemenuhan kebutuhan pada pasien

stroke dengan gangguan komunikasi verbal akan dipandang sebagai suatu

hasil konstruksi pemikiran yang dinamis dan penuh makna. Hal ini sesuai

dengan teori dari sugiyono (2013) yang menyebutkan bahwa realitas dalam

metode penelitian kualitatif merupakan konstruksi dari pemahaman terhadap

semua data dan maknanya.

Berdasarkan teori Henderson (2014) setiap orang atau individu

membutuhkan komponen kesehatan dasar seperti biologis, psikologis,

sosiologis, spiritual, dan lainnya. Setiap individu juga memiliki kebutuhan


36

yang berbeda-beda dalam setiap pemenuhannya. Maka ketika peneliti

melakukan penelitian mengenai pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien

stroke dengan gangguan komunikasi verbal ini menggunakan pendekatan

fenomenologi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Moleong

(2007) yaitu peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami

arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada pada

situasi tertentu.

Fenomenologi tidak memungkiri bahwa seorang peneliti tidak

dapat dilepaskan dari prasangka atau asumsi-asumsinya. Namun di sisi lain,

fenomenologi memiliki ciri khas, yaitu gejala yang hendak diselidiki haruslah

berupa gejala yang “murni” atau “asli” (abidin, 2007). Artinya, gejala tersebut

jangan dicampurbaurkan dengan gejala lain yang tidak berhubungan, atau

diintervensi oleh intrepetasi-interpretasi lain yang berasal dari kebudayaan,

kepercayaan, atau bahkan dari teori-teori dalam ilmu pengetahuan yang tela

kita miliki sebelumnya. Dalam Kuswono (2009) disebutkan bahwa

fenomenologi memiliki tujuan untuk mengetahui dunia dari sudut pandang

orang yang mengalaminya secara langsung dan berkaitan dengan sifat-sifat

alami pengalaman manusia, dan makna yang dilekatkan padanya. Obyek

kajian dari fenomenologi adalah sebuah kesadaran dari pengalaman

(awareness of experience), yaitu keadaan yang memberikan sudut pandang

pengalaman orang pertama. Jadi menggunakan pendekatan fenomenologi

peneliti berusaha untuk menggali nilai-nilai dalam pengalaman dan

kehidupan pasien stroke dengan gangguan komunikasi verbal dalam

pemenuhan kebutuhan dasarnya.


37

3.2 Lokasi dan waktu

3.2.1 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSUD Kota Kendari. Karena

memiliki kasus stroke yang meningkat drastis pada 3 tahun terakhir

dan merupakan rumah sakit rekomendasi untuk penelitian dalam

pendidikan terlihat dalam beberapa kerjasama dengan beberapa

kampus negeri maupun swasta didalam kota maupun diluar kota

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian adalah lamanya waktu yang dibutuhkan

selama melakukan proses penelitian berlangsung. Penelitian ini

dilakukan bulan Februari-Agustus 2022, mulai dari penyusunan

proposal, seminar proposal, pelaksanaan penelitian hingga

penyusunan laporan-laporan hasil penelitian.

3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek

yang diteliti (Hajrawati, 2020). Populasi dalam penelitian ini sebanyak

33 orang yang mengalami atau pernah mengalami stroke.

3.3.2 Teknik penentuan besarnya sampel

Dalam Yati & Imami (2014) sampel penelitian bisa kecil atau

besar, bahan dan waktu, termasuk jumlah peneliti. Pada penelitian

kualitatif pada umumnya tidak ditentukan pada tahap usulan

penelitian. Hal ini disebabkan karena ukuran sampel yang diperlukan

pada studi kualitatif disesuaikan dengan ketercapaian kelengkapan

informasi atau data yang diperlukan peneliti atau dengan kata lain
38

telah tercapai kejenuhan (saturated) pada data yang diperlukan atau

tidak terdapat informasi baru yang ditemukan.

Morse (2000) mengemukakan bahwa memperkirakan

ukuran sampel dalam studi kualitatif diperlukan agar diperoleh

saturasi data. Dukes (1984) menyatakan ukuran untuk sampel yang

tidak banayak, yaitu 1 sampai 10 partisipan untuk usulan penelitian

fenomenologi dan ukuran 1 sampai 2 partisipan untuk usulan

penelitian naratif. Untuk mewakili populasi, peneliti menggunakan

Besarnya sampel yang ditentukan sampai terpenuhi saturasi data.

3.3.3 Teknik penarikan sampel

Penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling yang menurut Yati & Imami (2014) dilakukan

dengan cara individu sengaja diseleksi atau dipilih secara sengaja

karena memiliki pengalaman yang sesuai dengan fenomena yang

diteliti.

3.3.4 Variabel penelitian

1) Kebutuhan dasar pasien stroke dengan gangguan komunikasi

verbal

2) Media

3) Perawat

4) Umpan balik

5) Intervensi keperawatan

6) Noise atau hambatan


35

3.3.5 Definisi operasional


36

Tabel 3.1 Defenisi Operasional


No
Variabel penelitian Definisi Alat ukur
.
37
1. Kebutuhan dasar Kebutuhan dasar manusia adalah unsur-unsur yang - kuisioner
dibutuhkan manusia dalam mempertahankan keseimbangan
- wawancara
fisiologis maupun psikologis, yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan maupun kesehatan. Kebutuhan
menyatakan bahwa bahwa setiap manuasia memiliki lima
kebutuhan dasar yaitu fisisologis, keamanan, cinta, harga diri,
dan aktualisasi diri (Wahit et al, 2015).

2. Media media yang digunakan sebagai penyalur pesan dalam proses - kuisioner
komunikasi. Pemilihan sarana/media dalam proses
- wawancara
komunikasi tergantung pada sifat berita yang akan
disampaikan(Endah, 2017)

3. Perawat Perawat adalah tenaga yang bekerja secara professional - kuisioner


memiliki kemampuan, kewenangan dan bertanggung jawab
- wawancara
dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Wardah, 2017).

4. Umpan balik Umpan balik/feedback. Umpan balik dapat dimaknai sebagai - kuisioner
jawaban komunikan atas pesan yang disampaikan oleh
- wawancara
komunikator kepadanya. Pada komunikasi yang dinamis,
komunikator dan komunikan terus menerus bertukar peran
(Endah, 2017).

5. Intervensi keperawatan Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam - kuisioner


pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang
- wawancara
sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan,
kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan
keperawatan (Dermawan, 2012).
35

3.4 Pengumpulan data

3.4.1 Teknik pengumpulan data

Proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif

dilakukan dengan secara kesamaan/simultan dengan proses

analisis data. Data yang dihasilkan pada penelitian kualitatif dapat

berbentuk kutipan langsung dan tidak langsung baik dari wawacara,

maupun dari dokumen tertulis dan berbagai hasil observasi. Berikut

macam pengumpulan data pada pendekatan kualitatif yang umum

digunakan pada penelitian-penelitian keperawatan (Yati & Imami

2014):

a) Wawancara

Tidak seperti pada percakapan biasa, wawancara

ditujukan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi dari

individu yang diwawancarai, oleh karena itu hubungan asimetris

harus tampak antara pewawancara dengan individu yang

diwawancarai. Peneliti melakukan wawancara mengeksplorasi

perasaan, presepsi, dan pemikiran partisipan.

b) Observasi

Obsevasi merupakan metode pengumpulan data

yang essensial dalam penelitian kualitatif. Untuk memperoleh

hasil observasi yang akurat dan tepat, peneliti wajib memiliki

keterampilan dalam melakukan observasi dan memiliki waktu

yang cukup untuk melakukan pendalaman dalam situasi yang

akan diteliti. Observasi yang panjang menghasilkan pengetahuan

yang lebih mendalam terhadap kelompok atau keadaan yang


36

sedang diteliti dan peneliti dapat menghindari gangguan atau

bias yang disebabkan oleh kurang hadirnya peneliti dalam

kelompok. Melakukan observasi pada umumnya juga dikakukan

dengan cara membuat denah lokasi atau format lokasi dalam

bentuk bagan atau grafik tempat dilakukannya observasi.

c) Diskusi kelompok terfokus (DKT)

Kelompok terfokus merupakan sekumpulan orang

yang wawancara oleh satu peneliti atau lebih. Dalam DKT

memiliki prinsip bahwa para partisipan dapat memberikan

informasi yang bernilai dengan menyatakan pikiran, perasaan, dan

pengalamannya. Tujuan dari DKT adalah memaksimalkan

pengumpulan data yang berkualitas tinggi dan relevan dengan

pertanyaan penelitian. Namun, DKT tidak tepat untuk memperoleh

informasi atau data yang luas dan juga tidak untuk wacana

partisipan mengekspresikan berbagai perasaannya.

d) Studi dokumen

Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan

metode studi dokumen karena dokumen dapat memberi informasi

tentang situasi yang tidak dapat diperoleh langsung melalui

observasi langsung atau wawancara. Yang termasuk dokumen

alah buku harian pribadi, surat, otobiografi, dan biografi serta

dokumen dan berbagai laporan dinas. Sumber dokumen bisa dari

yang informal sampai formal. Penelitian keperawatan bisa

menggunakan jadwal, laporan, dan catatan kasus, standar asuhan

dan lainnya sebagai sumber. Peneliti memperlakukan sumber


37

tersebut layaknya transkrip wawancara atau catatan hasil

observasi, yang nanti dapat dianalisis dengan memberi kode dan

kategori..

3.4.2 Instrumen penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti menjadi human

instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai sumber daya, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan. Peneliti sebagai instrumen perlu divalidasi seberapa jauh

kesiapannya dalam melakukan penelitian yang selanjutnya terjun

kelapangan (Sugiyono, 2013).

Proses validasi ini melalui evaluasi diri sejauh mana

pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan

wawasan terhadap bidang yang akan diteliti, serta kesiapan dan

bekal memasuki lapangan. Moleong (2007) juga menegaskan peran

peneliti dalam metode penelitian kualitatif cukup rumit, yaitu sebegai

instrumen dalam metode kualitatif yang merupakan perencana,

pelaksana pengumpulan data, analisis penafsiran data, dan pada

akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Jadi dalam penelitian ini

peniliti akan terjun kelapangan sendiri, dari pengumpulan data,

analisis, hingga membuat kesimpulan.

3.4.3 Alat dan bahan

a) Lembar pertanyaan

b) Kamera
38

c) Alat perekam

d) Alat tulis

3.4.4 Jenis data

Jenis data: data kualitatif

3.4.5 Pengolahan dan analisa data

a) Pengolahan data

Pengolahan data menjelaskan prosedur pengolahan

dan analisis data sesuai dengan pendekatan yang dilakukan.

Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif, maka

metode pengolahan data dilakukan dengan menguraikan data

dalam bentuk kalimat teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih,

dan efektif sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi

data. Diantaranya melalui tahap: pemeriksaan data (editing),

klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying), analisis (analysing),

dan pembuatan kesimpulan (concluding).

1) Editing (Pemeriksaan Data)

Editing adalah meneliti data-data yang telah

diperoleh, terutama dari kelengkapan jawaban,

keterbacaan tulisan, kejelasan makna, kesesuaian dan

relevansinya dengan dta yang lain. Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan proses editing terhadap hasil

wawancara terhadap narasumber pasien stroke atau pasca

stroke dengan gangguan komunikasi verbal serta beberapa

rujukan yang peneliti gunakan dalam menyusun penelitian

ini.
39

2) Classifying (Klasifikasi)

Classifying adalah proses pengelompokan semua

data baik yang berasal dari hasil wawancara dengan

subyek penelitian, pengamatan dan pencatatan langsung di

lapangan atau observsi. Seluruh data yang didapat tersebut

dibaca dan ditelaah secara mendalam, kemudian

digolongkan sesuai kebutuhan. Hal ini dilakukan agar data

yang telah diperoleh menjadi mudah dibaca dan dipahami,

serta memberikan informasi yang obyektif yang diperlukan

oleh peneliti. Kemudian data-data tersebut dipihah dalam

bagian-bagian yang memiliki persamaan berdasarkan data

yang diperoleh pada saat wawancara dan data yang

diperoleh melalui referensi.

3) Verifying (Verifikasi)

Verifying adalah proses memeriksa data dan

informasi yang telah didapat dari lapangan agar validitas

data dapat diakui dan digunakan dalam penelitian.8

Selanjutnya adalah dengan mengkonfirmasi ulang dengan

menyerahkan data yang sudah didapat kepada subyek

penelitian, dalam hal ini pasien stroke atau pasca stroke

dengan gangguan komunikasi verbal. Hal ini dilakukan

untuk menjamin bahwa data yang didapat adalah benar-

benar valid dan tidak ada manipulasi.

4) Concluding (Kesimpulan)

Selanjutnya adalah kesimpulan, yaitu adalah


40

langkah terakhir dalam proses pengolahan data.

Kesimpulan inilah yang nantinya akan menjadi sebuah data

terkait dengan objek penelitian peneliti. Hal ini disebut

dengan istilah concluding, yaitu kesimpulan atas proses

pengolahan data yang terdiri dari empat proses

sebelumnya: editing, classifying, verifying analyzing.

b) Analisis data

Dalam Yati & Imami (2014) Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teori dari Creswell

(1998) mengemukakan teknik analisis data untuk penelitian

fenomenologi menggunakan proses koding yang sistematik.

Proses ini dimulai dengan mendengarkan deskripsi verbal para

partisipan, diikuti dengan kegiatan membaca dan membaca

kembali transkrip verbatim. Langkah-langkah secara umum

proses analisis data pada metode fenomenologi sebagai berikut:

1) Pertama, deskripsikan pengalaman pribadi terhadap

fenomena yang diteliti. Peneliti memulai dengan deskripsi

menyeluruh tentang pengalamannya yang berkaitan dengan

fenomena tersebut. Hal ini merupakan suatu usaha untuk

mengesampingkan pengalaman pribadi peneliti sehingga

fokus pada analisis data ini akan langsung terhadap subjek

penelitian ini.

2) Kembangkan sebuah daftar pernyataan-pernyataan penting

dari subjek. Peneliti kemudian menemukan pernyataan yang

berasal dari data wawancara atau sumber data lainnya


41

mengenai bagaimana subjek mengalami suatu topik, buat

daftar dari pernyataan-pernyataan penting tersebut. Proses

ini disebut horizonalizing data dan selanjutnya peneliti

kembangkan daftar pernyataan dengan tidak melakukan

pengulangan atau tumpang tindih pernyataan.

3) Ambil pernyataan-pernyataan penting dari proses

horizonalizing kemudian gabungkan pernyataan-pernyataan

tersebut ke dalam unit-unit bermakna, disebut “meaning unit”.

4) Peneliti kemudian menuliskan sebuah deskripsi tentang “apa”

yang subjek penelitian alami terhadap fenomena. Proses ini

disebut “textural description”, yaitu peneliti menuliskan

sebuah penjelasan teks tentang pengalaman apa yang

dialami oleh subjek. Contoh verbatimnya juga dimasukan ke

dalam proses ini.

5) Selanjutnya, peneliti mendeskripsikan “bagaimana”

pengalaman tersebut dapat terjadi. Tahap ini disebut

“structural description”. Peneliti merefleksikan latar dan

keadaan yang mana fenomena tersebut dialami oleh subjek.

Sebagai contoh, Creswell menyebutkan suatu penelitian

fenomenologi mengenai perilaku merokok pada anak SMA.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Creswell dan beberapa

koleganya tersebut, ia menyajikan sebuah “structural

description” tentang di mana fenomena merokok yang dikaji

dalam penelitiannya itu timbul, seperti misalnya di tempat

parkir, di luar sekolah, di loker-loker murid, di lokasi terpencil


42

sekitar sekolah, dan sebagainya.

6) Tahap terakhir, peneliti menuliskan sebuah deskripsi

gabungan (composite description) yang menggabungkan

kedua deskripsi pada tahap sebelumnya, yaitu textural

description dan structural description. Bagian ini merupakan

esensi dari pengalaman dan menggambarkan aspek puncak

dari penelitian fenomenologi. Tahap ini berbentuk sebuah

paragraf panjang yang memberitahu pembaca “apa”

pengalaman subjek dengan fenomena tersebut dan

“bagaimana” mereka mengalaminya.

Secara lebih singkat, teknik analisis data pada

penelitian fenomenologi disajikan oleh Cresswel (1998)

terdapat pada tabel 1.1.

Tabel 3.2Teknik Analisis Data Fenomenologi Creswell (1998)

Analisis dan Representasi Penelitian Fenomenologi


Data
Pengelolaan data Membuat dan
mengorganisasikan berkas atau
catatan-catan untuk data
penelitian.

Membaca dan mengingat Membaca teks, membuat


data batasan- batasan catatan, dan
membuat bentuk
kode-kode inisial.
Menggambarkan data  Gambarkan pengalaman
pribadi melalui epoche.
 Gambarkan esensi dari
fenomena
tersebut.

Klasifikasi data  Mengembangkan pernyataan-


pernyataan penting dari subjek
 Mengembangkan sebuah
deskripsi struktural (structural
43

description), “bagaimana”
fenomena dialami oleh subjek.
 Mengembangkan esensi

Penggambaran dan Menyajikan narasi dari


visualisasi esensi
pengalaman dalam bentuk
tabel, gambar, atau diskusi.

3.5 Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

di perhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah

sebagai berikut : (Hidayat, 2011 dalam Ramadhanti, 2016).

a) Informed Consent (Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika responden tidak

bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa

informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain :

partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang

dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang

akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,

dan lain-lain.

b) Anonimity (Tanpa Nama)


44

Masalah etika keperawatan adalah masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunakan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode atau inisial nama pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c) Confidentiality

(Kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil rise


DAFTAR PUSTAKA

Andre Pramudia Krisna, & Isra Thristy. (2021). Perbandingan Kadar Gula Darah
Sewaktu dan Asam Urat Pada Penderita Stroke Iskemik dengan Stroke
Hemoragik di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2018–2019. Andre Pramudia Krisna, Isra Thristy, 6(1), 7–11.
https://makarioz.sciencemakarioz.org/index.php/JIM/article/view/223/214
Astriani, N. M. D. Y., Dewi, P. I. S., Heri, M., & Widiari, N. K. E. (2019). Terapi
AIUEO terhadap Kemampuan Berbicara (Afasia Motorik) pada Pasien
Stroke. Journal of Telenursing (JOTING), 1(2), 396–405.
https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.924
Data_IHME_Sulawesi_Tenggara.pdf. (n.d.).(2017)
Dewi Novianti. (2013). Kebermaknaan Hidup Penyandang Disabilitas Fisik Yang
Berwirausaha (Penelitian Fenomenologi Pada Tiga Orang Penyandang
Disabilitas Fisik yang Berwirausaha di Kota Bandung). 1–10.
http://repository.upi.edu/2976/
Handayani, D., & Dominica, D. (2019). Gambaran Drug Related Problems
(DRP’s) pada Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non
Hemoragik di RSUD Dr M Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu
Kefarmasian Indonesia, 5(1), 36. https://doi.org/10.20473/jfiki.v5i12018.36-
44
Permatasari, N. (2020). Perbandingan Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan
Motorik Pasien Memiliki Faktor Resiko Diabetes Melitus dan Hipertensi.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 298–304.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.273
Ramadhanti, D. (2016). Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Manajement
Pelayanan Hospital Home Care di RSUD AL-Ihsan Propinsi Jawa Barat
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu. Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang
Manajemen Pelayanan Hospital Homecare Di Rsud Al-Ihsan Provinsi Jawa
Barat, 1–7.
http://repository.upi.edu/24691/6/D3_PER_1206765_Chapter3.pdf
Wahyu, A., Wati, L., & Fajri, M. (2019). Pengaruh Terapi AIUEO terhadap
Kemampuan Bicara Pasien Stroke yang Mengalami Afasia Motorik. Journal
of Telenursing (JOTING), 1(2), 226–235.
https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.787
Wijayanti, E. T. (2017). Dasar Dasar Komunikasi Untuk Mahasiswa Keperawatan
(p. 114).
http://repository.unpkediri.ac.id/3117/%0Ahttp://repository.unpkediri.ac.id/
3117/1/BA Dasar Komunikasi Untuk Mahasiswa perawat.pdf
Afiyanti, Imami N. R. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset
Keperawatan. Raja Grafindo Persada: Jakarta

48
Dasniati (2021). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pemenuhan Kebutuhan
Spritual pada Pasien Dengan Penyakit Stroke Di Rumah Sakit Umum
Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Wajo. Skripsi, Program Sarjana
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Suandari, Kadek Dewi (2021). Gambaran Kemampuan Komunikasi Verbal Pada


Pasien Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng Bali. Karya Tulis
Ilmiah, Program Ahli Madya Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Denpasar, Denpasar

Hajrawati (2020) Pengaruh pendidikan Kesehatan Melalui Video Terhadap


Peningkatan Pengetahuan dalam Pencegahan HIV/AIDS Di SMA Tomia
Timur Kabupaten Wakatobi. Skripsi, Program Sarjana Keperawatan STIKES
Mandala Waluya, Kendari

Afiah, Dita Izza Daimatul (2019) Gambaran Masalah Kebutuhan Dasar Fisiologis
Manusia Berdasarkan Teori Virginia Henderson Yang Dialami Pada Pasien
Jantung Koroner Di Rsud Dr. Saiful Anwar Kota Malang. Skripsi, Program
Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

STIKES Karya Kesehatan (2022) Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Kendari

49
49

Anda mungkin juga menyukai