Anda di halaman 1dari 26

A.

Definisi
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di
klinik. Sebagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut
disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Nyeri dada
adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali
merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain). Nyeri
dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru
saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim
paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996). Salah satu bentuk nyeri dada
yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang merupakan gejala
penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian,
sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan
penangannan yang serius.

B. Klasifikasi

Terdapat 2 jenis nyeri dada yaitu :

1. Nyeri dada pleuritik:


Nyeri dada pleuritik biasanya lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya
tajam dan seperti ditusuk. Bertambahnya nyeri bila batuk atau bernafas dalam
dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang di gerakan. Nyeri berasal
dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas
besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostal.
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non pleuretik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain.

C. Etiologi

1. Nyeri dada pleuritik


Dapat di sebabkan oleh difusi pleura akibat infeksi paru, emboli paru,
keganasan atau radang sub diafragmatik peneumotoraks dan
penumomediastinum.
2. Nyeri dada non pleuretik
Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :
1) Kardial
a) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri subternal yang
menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih
sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher,
rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada subternal. Nyeri
disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik miokard,
akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal dari
miokard. Karena rangsangan saraf melalui spedula spinalis T1-T4 yang juga
merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain.
Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan O2 miokard tidak dapat dipenuhi oleh
aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung
akan berkurang karena ada

pemyempitan pembuluh darah koroner. Ada 3 sindrom iskemik yaitu :


 Angina stabil (angina klasik, angina of effort)
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya
beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada
dapat timbul setelah makan, pada udara dingin, reaksi simfatis yang berlebihan
atau gangguan emosi.
 Angina tak stabil (angina preinfard, insufisiensi koroner akut)

Jenis angina ini dicurigai bila penderita sering kali mengeluh rasa nyeri
di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih
lama.
 Infark miokard

Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat


menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke
bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri
dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati
berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh
dispea, pelpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG
dan pemeriksa enzim jantung.
2) Pericardial

Saraf sensori untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas


diafragma. Nyeri perikardial lokasinya didaerah sternal dan diarea preokardinal,
tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu, dan punggung. Nyeri
biasanya seperti ditusuk-tusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam,
menelan, miring atau bergerak.
3) Aortal

Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan


resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada
depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat
menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke
daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.
4) Gastrointestinal

Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan


nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang – kadang ke bawah ke bagian dalam lengan
sehingga seangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar
yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada
posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan
esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam,
esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan
diagnosa.
5) Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik,
berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri
pleuritik. Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga
timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.
6) Fungsional

Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa


tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi
tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri
fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7) Pulmonal

Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila
disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi
pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi
pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru
yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.

D. Faktor Resiko

1. Artherosclerosisa

2. Penyakit jantung coroner

3. Diabetes mellitus

4. Hiperkolesterolemia

5. Hipertensi

6. Obesitas

7. Hipertrofi ventrikel kiri

8. Hipertigliseridemial

9. Usia

10. Jenis kelamin

11. Gaya hidup (merokok, alcohol, stress, kurang olahraga. Makanan tidak
seimbang)
E. Manifestasi Klinis

1. Nyeri ulu hati

2. Sakit kepala

3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung


4. Diaforesis / keringat dingin

5. Sesak nafas

6. Takikardi

7. Sesak napas

8. Kulit pucat

9. Sulit tidur (insomnia)

10. Mual, Muntah, Anoreksia

11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri

12. Kelemahan

13. Wajah tegang, merintih, menangis

14. Perubahan kesadaran

F. Patofiologi
PATOFISIOLOGI

Terjadi penonjolan sistolik / dyskinesia, pajanan terhadap dingin, stress, latihan


fisik, makan makanan berat

Stroke volume akhir distolik ventrikel kiri

Transfudasi cairan ke jaringan intersitisium paru (gagal jantung)


pe↑ kebutuhan O2 miokard ← Iskemia

Kompensasi miokard buruk → Penurunan aliran darah

↓ ↓

Intoleransi aktivitas ← Iskemia berkepanjangan ← O2 & Nutrisi menurun

Infark miokard meluas

Nekrose > 30 menit

Suplai dan kebutuhan O2 ke jantung tidak seimbang

Suplai O2 ke miokard ↓


Metabolism anaerob

Timbunan asam laktat ↑


Nyeri akut
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. EKG 12 lead selama episode nyeri


a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat
perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit
jantung koroner yang berat.
d. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau

depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.


2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung

PENATALAKSANAAN

A. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi
terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh
darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik.
Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-
acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu
keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek
hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat
kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan
jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah
angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi
B. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian
besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi
denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta
Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian
hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan

gagal jantung.
C. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner,
Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek
nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat
tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker
sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti
angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis
beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di
samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat
ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker
dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang
tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka
penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada
angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah
sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-
bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi.
Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan
menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian
penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin
harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus segera
dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas
koroner atau angioplasti.
D. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita
angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan
mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina
tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan
daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan
penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak
stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama
fase akut maupun sesudahnya
 Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum

mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak


ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan
ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
 Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker

dapat ditambah dengan nifedipin.


 Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
E. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun
pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat
dibuktikan pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit
koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko
kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas
exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan
pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu
6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan
penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang
lebih lama terjadi setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma
yang kembali timbul akibat pengaruh
peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap
baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas
pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita
angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi
pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada
kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik dengan
graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20
tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan
perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%. Akan tetapi
kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.
Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun
mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh
karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.
Karakteristik unik dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem
asuhan keperawatan antara lain :
1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah

klien yang datang ke ruang gawat darurat.


2. Keterbatasan sumber daya dan waktu.
3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh

usia, seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.


4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan

kecepatan dan ketepatan yang tinggi.


5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat.
Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi :
1. Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga : perawat harus

menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi.


2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan
diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang
berkelanjutan.
3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk

mengatasi masalah biologi dan psikososial klien.


4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan

untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.


5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu
dijaga.
Asuhan Keperawatan di ruangan gawat darurat :

1. Pengkajian
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah
keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk

setiap klien gawat darurat.


c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian
terbagi dua :
✓ Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera
masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak
terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).
Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian
dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal

Kaji :

- Bersihan jalan nafas


- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation

Kaji :

- Denyut nadi karotis

- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit

- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

D = Disability

Kaji :

- Tingkat kesadaran

- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.

E = Eksposure

Kaji :

- Tanda-tanda trauma yang ada.

✓ Pengkajian Sekunder (secondary survey)

Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang


ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan
(riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
 Pengkajian Riwayat Penyakit :

- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit

- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit

- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera

- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)

- Waktu makan terakhir

- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit


sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
Metode pengkajian :

S (signs and
:
M (medications) :
symptoms)

A (Allergis)

P (pertinent past :
:
medical hystori)
tanda dan gejala
yang diobservasi
dan dirasakan klien
alergi yang
dipunyai klien
tanyakan obat
yang telah
diminum klien
untuk
mengatasi nyeri
riwayat penyakit
yang diderita klien
L (last oral intake makan/minum
terakhir; jenis
: makanan, ada
solid or liquid) penurunan atau
peningkatan
kualitas makan
pencetus/kejadian
penyebab keluhan

E (event leading to

injury or illnes)
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :

P (provoked) :

:
T (time) :

Q (quality)

R (radian)

S (severity)
pencetus nyeri
arah penjalaran
nyeri, nyeri
tanyakan hal skala nyeri ( 1 –
yang 10 )
menimbulkan lamanya nyeri
dan sudah
mengurangi
nyeri kualitas dialami klien
 Tanda-tanda vital dengan mengukur :

- Tekanan darah

- Irama dan kekuatan nadi

- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan

- Suhu tubuh

 Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi


: Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah : adakah luka,

perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah


perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir : adakah
perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau
keluaran lain seperti cairan otak.
- Periksa leher : Nyeri tulang servikal dan tulang belakang,
trakhea miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan,
edema dan kesulitan menelan.
Pengkajian dada

- Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks : Kelainan bentuk


dada, pergerakan dinding dada, amati penggunaan otot bantu
nafas, perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
Pengkajian Abdomen dan Pelvis

- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,


abrasi, distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas

- Nadi femoralis

- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

- Distensi abdomen
Pengkajian Ekstremitas
- Tanda-tanda injuri eksternal

- Nyeri

- Pergerakan

- Sensasi keempat anggota gerak

- Warna kulit

- Denyut nadi perifer


Pengkajian Tulang Belakang
- Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk
mengkaji : Deformitas, tanda-tanda jejas perdarahan, jejas,
laserasi, luka.
Pengkajian Psikosossial

- Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan

- Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus


seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh
ataupun anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat
dan hiperventilasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, T Bahri. 2004. Angina pektoris tak stabil. USU Repository. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara..
Anwar, T Bahri. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Jantung Koroner.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta :


EGC

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai