Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Saat ini penyakit jantung koroner menempati urutan nomor satu penyebab
kematian didunia demikian juga di Indonesia. Serangan jantung (infark miokardial),
(miokard infark) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan
atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung
(miokardium) mati karena kekurangan oksigen.
Sebuah serangan jantung mungkin dimulai dengan rasa sakit yang tidak jelas,
rasa tidak nyaman yang samar, atau rasa sesak dibagian tengah dada. Kadang, sebuah
serangan jantung hanya menimbulkan rasa tidak nyaman yang ringan sekali sehingga
sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan, atau bahkan lepas dari perhatian
sama sekali.
Dalam hal ini, satu-satunya cara yang memungkinkan terdeteksinya sebuah
serangan jantung adalah ketika harus menjalani pemeriksaan EKG untuk alasan lain
yang mungkin tidak berkaitan. Dipihak lain, serangan jantung mungkin
menghadirkan rasa nyeri paling buruk yang pernah dialami rasa sesak yang luar biasa
atau rasa terjepit pada dada, tenggorokan atau perut. Bisa juga mengucurkan keringat
panas atau dingin, kaki terasa sakit sekali dan rasa ketakutan bahwa ajal sudah
mendekat. Juga mungkin merasa lebih nyaman bila duduk dibanding bila berbaring
dan mungkin nafas begitu sesak sehingga tidak bisa santai. Rasa mual dan pusing
bahkan sampai muntah, bahkan yang lebih para yaitu ketika sampai kolaps dan
pingsan.
Penelitian retrospektif pada 536 penderita dengan nyeri dada akut yang masuk
ruang gawat jantung mendapatkan bahwa 54% dengan Infark Miokard Akut, 31%
dengan Iskhemia Miokard, 3% dengan Perikarditis dan Non-Kardiak pada 12%. Dari
data di atas didapatkan bahwa hampir 46% penderita nyeri dada akut yang masuk
ruang gawat jantung tidak memerlukan perawatan ICCU, karena itu pada penderita
seperti ini perlu pendekatan yang rasional untuk mencapai cost-effectiveness yang
sebaik-baiknya. Dalam waktu 24 jam biasanya sudah cukup untuk menentukan
penderita terdapat Infark Miokard Akut atau tidak.
1

1.2.

Tujuan
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang infark miokard akut dan penatalaksanaannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Definisi
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. IMA merupakan penyebab kematian tersering di AS dan di
Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi
dengan adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung
koroner intensif yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan IMA
di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil makin menurunkan angka
kematian IMA. Gambaran distribusi umur, geografi, jenis kelamin dan faktor
resiko IMA sesuai angina pektoris atau penyakit jantung koroner pada umumnya.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,
ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan sampai ke punggung dan epigastrium.
Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif
terhadap nitrogliserin.
Mortalitas umumnya terjadi dalam 4 jam pertama setelah IMA. Masa 24
jam berikutnya masih merupakan masa dengan resiko tinggi, tetapi setelah ini
resiko terjadinya komplikasi cepat berkurang. Bila ada perkiraan terjadi IMA
sebaiknya penderita dirujuk secepatnya ke rumah sakit terdekat, sebaiknya rumah
sakit yang mempunyai unit perawatan intensif penyakit jantung koroner. Faktor
resiko yang dapat memperberat IMA yaitu gaya hidup, merokok, makan makanan
berlemak, dll.

2.2 . Klasifikasi dan Gejala Klinis


Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat
apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah,
dalam jangka panjang dapat meneyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada

tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Seorang dokter harus mampu
mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya,
karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri
dada angina sebagai berikut :
a. Lokasi : substernal, retrosternal dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah gigi,
punggung, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan
lemas.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,
ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan sampai ke punggung dan epigastrium.
Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif
terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang
tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai mual, muntah, sesak,
pusing, keringat dingin berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak
ketakutan. Walau IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung
koroner, namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah
didahului dengan keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau
epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan jasmani tidak ada yang karakteristik dan dapat
normal. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
Adanya krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru. Takikardia, kulit
yang pucat, dingin, dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat,

kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding


dada pada IMA interior.
Gejala lainnya adalah rasa seperti akan pingsan dan jantung berdebar.
Irama jantung abnormal (aritmia) bisa mempengaruhi kemampuan memompa
jantung atau bisa menyebabkan cardiac arrest (jantung berhenti memompa secara
efektif), sehingga terjadi penurunan kesadaran atau kematian. Selama serangan,
penderita bisa merasakan gelisah, berkeringat dan cemas dan bisa merasa ajalnya
akan segera tiba. Bibir, tangan dan kaki tampak kebiruan. Penderita usia lanjut
bisa mengalami disorientasi (linglung).
Sebanyak 1 diantara 5 orang yang mengalami serangan jantung, hanya
memiliki gejala yang ringan atau tanpa gejala sama sekali. Serangan jantung
seperti ini hanya bisa dikenali dari pemeriksaan rutin EKG beberapa waktu
kemudian.
Perubahan EKG cukup spesifik, tetapi tidak peka untuk diagnosis IMA
pada fase yang masih dini. Penting diperhatikan evolusi kelainan EKG.
Berdasarkan kelainan EKG, IMA dibagi atas IMA dengan gelombang Q dan IMA
non gelombang Q. Pada IMA dengan gelombang Q mula-mula terjadi elevasi
segmen ST yang konveks pada hantaran yang mencerminkan daerah IMA.
Kadang-kadang hal ini baru terjadi beberapa jam setelah serangan. Depresi
segmen ST yang resiprokal terjadi pada hantaran yang berlawanan. Elevasi
segmen ST kemudian diikuti oleh terbentuknya gelombang Q patologis yang
menunjukkan IMA transmural. Hal ini terjadi pada 24 jam pertama IMA.
Berikutnya elevasi segmen ST akan berkurang dan gelombang T menjadi terbalik
(inversi), keduanya dapat menjadi normal setelah beberapa hari atau minggu,
tetapi gelombang T tetap datar dan bila elevasi segmen ST menetap, dapat
dipikirkan terjadinya aneurisma ventrikel. Pada IMA non-Q tidak ada gelombang
Q patologis hanya dijumpai depresi segmen ST dan inversi simetrik gelombang T.

2.3 . Etiologi dan Patofisiologi


Umumnya IMA didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total
arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaque arterosklerosis yang
tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plaque pada arteri koroner dengan
stenosis ringan (50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke
epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis
miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan
daerah non infark mengalami dilatasi.
Dua jenis komplikasi penyakit IMA terpenting adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat
akan memperlihatkan penonjolan sistolik dengan akibat penurunan ejection
fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan
akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan
akibat tekana atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25
mm-Hg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium
paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena
daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih
relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang
adrenergik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan
memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan
sudah fibrotik.
Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel
kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosis.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh

perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap


rangsang. System saraf autonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.

2.4 . Pemeriksaan Penunjang


Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik
IMA. Pada IMA, enzim-enzim itrasel ini dikeluarkan ke dalam aliran darah.
Kadar total enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA. Pemeriksaan berulang
diperlukan apabila diagnosis IMA diragukan atau untuk mendeteksi perluasan
IMA. Enzim-enzim terpenting ialah kreatinin fosfakinase atau aspartat amino
transaminase (SGOT), laktat dehirogenase (alfa-HBDH) dan isoenzim CPK-MB
(CK-MB). Berbeda dengan SGOT dan LDH, nilai CPK tidak dipengaruhi oleh
adanya bendungan hati, sehingga lebih diagnostik untuk IMA.
Walau demikian CPK terdapat banyak otot rangka, sehingga kadarnya
dapat meningkat pada trauma otot seperti akibat suntikan intramuskular,
kardioversi atau defibrilasi elektris atau bahkan akibat kegiatan jasmani yang
berlainan. Pemeriksaan isoenzim CPK-MB lebih mendekati diagnosis, karena bila
tidak dilakukan kardioversi berulang-ulang peningkatan isoenzim ini spesifik
untuk kerusakan otot jantung. CPK dan CPK-MB akan menentukan diagnosis
kira-kira 6 jam setelah serangan IMA, mencapai puncak setelah 24 jam dan
kembali normal setelah 1 sampai 2 hari.
SGOT ditemukan di jantung, hati, otot, rangka, ginjal dan otak. SGOT
meningkat pada bendungan hati akibat gagal jantung. Pada IMA, SGOT
meningkat setelah 8-12 jam, mencapai puncak setelah 36-48 jam dan kembali
normal setelah 2-4 hari. LDH amat tidak spesifik dan meninggi bila ada kerusakan
banyak jaringan tubuh. LDH meningkat setelah 24 jam, mencapai puncak setelah
48-72 jam dan menjadi normal setelah 7-10 hari. Sebagai indikator nekrosis
miokard dapat juga dipakai Troponin-T suatu kompleks protein yang terdapat
pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa
jam sampai dengan 14 hari stelah nekrosis miokard.

2.5 . Diagnosis Banding


1.

Angina pektoris tidak stabil / insufisiensi koroner akut.


Pada kondisi ini angina dapat berlangsung lama, tetapi EKG hanya
memperlihatkan depresi segmen ST tanpa disertai gelombang Q patologis
dan tanpa disertai peningkatan enzim.

2.

Diseksi aorta.
Nyeri dada disini umumnya amat hebat, dapat menjalar ke perut dan
punggung. Nadi perifer dapat asimetris dan dapat ditemukan bising diastolik
dini di parasternal kiri. Pada foto rontgen dada tampak pelebaran
mediastinum.

3.

Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks).


Nyeri berkaitan dengan makanan dan cenderung timbul pada waktu tidur.
Kadang-kadang ditemukan EKG non spesifik.

4.

Kelainan lokal dinding dada.


Nyeri umumnya setempat, bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi
tubuh.

5.

Kompresi saraf (terutama C-8).


Nyeri terdapat pada distribusi saraf tersebut.

6.

Kelainan intra abdomen.


Kelainan akut atau pankreatitis tanpa menyerupai IMA.

2.6 . Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan
nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat
penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman
(guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun
2004 dan ESC tahun 2003.

Tatalaksana Awal
Tatalaksana pra rumah sakit :
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok
komplikasi umum, yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik
(pump failure). Elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai
STEMI adalah :
a. pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b. segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
c. transportasi paien ke RS yang mempunyai fasilitas ICCU serta staf medis dokter
dan perawat yang terlatih
d. melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya
bukan selama transportasi ke RS, namun karena lama waktu mulai onset nyeri
dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bias
ditanggulangi denga cara edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
tatalaksana dini.
Tatalaksana di ruang emergensi :
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup
mengurangi / menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien resiko rendah ke ruangan
yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan
STEMI.

Tatalaksana Umum
Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.

Nitrogliserin (NTG). Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman


dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh
kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG
intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi
nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG,
JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien
yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam
sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada. Mengurangi/menghilangkan nyeri
dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban jantung.
Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis
2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena
yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini
dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mg IV.
Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

10

Penyekat beta. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta iv selain nitrat mungkin efektif. Manfaat penyekat beta pada pasien
STEMI yaitu untuk memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen
miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan resiko
kejadian aritmia ventrikel yang serius. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama
48 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Tabel 1. Penyekat Beta dalam Praktik Klinis
Obat
Dosis
Propanolol 20-80 mg 2 kali sehari
Metoprolol 50-200 mg 2 kali sehari
Atenolol
50-200 mg/hari
Asebutolol 200-600 mg 2 kali sehari
Bisoprolol 10 mg/hari
Pindolol
2 ,5-7,5 mg 3 kali sehari
Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventricular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah
door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

Tatalaksana di Rumah Sakit


ICCU
Diet. Karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien
harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet
mencakup lemak <30 % kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari.

11

Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan
rendah natrium.
Bowels. Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk
menghilangkan nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Diet tinggi serat dan
penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat
(200 mg/hari ).
Sedasi. Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan
periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg, atau
lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.
Terapi Farmakologis
Antitrombotik
Tujuan

primer

pengobatan

adalah

untuk

memantapkan

dan

mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder


adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan
antiplatelet standar pada STEMI. Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat
untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI.
Obat antitrombin standar yang digunakan adalah UFH (unfractionated heparin).
Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan
obat trombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA) membantu trombolisis dan
memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang
direkomendasikan adalah bolus 600 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan infus
inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).

Tabel 2. Penggunaan Klinis Terapi Antitrombolitika


Terapi antiplatelet
Aspirin
Dosis awal 162-325 mg formula nonenterik dilanjutkan
75-160 mg/hari formula enteric atau nonenterik
Klopidogrel
Dosis loading 300 mg dilanjutkan 75 mg/hari
Heparin
Dalteparin ( Fragmin 120 IU/kg SC tiap 12 jam (maks 10.000 IU 2 kali sehari )
)
Enoxaparin
1 mg/kg SC tiap 12 jam, dosis awal boleh didahului bolus
(Lovenox)
30 mg iv

12

Heparin (UFH)

Bolus 60-70 U/kg (maks 5000 U) iv dilanjutkan infuse 1215 U/kg perjam (maks 1000 U/jam) dititrasi sampai aPTT
1,5-2,5 kali kontrol

Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas paska STEMI dan manfaat terhadap
mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Manfaat
maksimal terlihat pada pasien dengan resiko tinggi (usia lanjut atau infark anterior
atau riwayat infark sebelumnya).
Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG
untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI, yaitu : a. Terapi antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang
dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta, terdiri dari
nitrogliserin sublingual kemudian dilanjutkan iv dan penyekat beta oral.
Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia
refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.
b. Terapi antiplatelet/antikoagulan
Terapi antiplatelet yang sering digunakan adalah aspirin, klopidrogel,
antagonis platelet GP IIb/IIIa. Sedangkan antikoagulan yang digunakan adalah
UFH (unfractionated heparin), LMWH (low molecular weight heparin).
c. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskulerisasi)

Tabel 3. Rekomendasi Klas I untuk Penggunaan Strategi Invasif Dini Indikasi


Klas I :
Angina rekuren saat istirahat / aktivitas tingkat rendah walaupun mendapati terapi
Peninggian troponin I atau T
Depresi segmen ST baru
Angina/iskemia rekuren baru dengan gejala gagal jantung kongestif, ronki,
regurgutasi mitral
Tes stress positif
Fraksi ejeksi kurang dari 40%

13

Penurunan tekanan darah


Takikardia ventrikel sustained
PCI <6 bulan, CABG sebelumnya

d. Perawatan sebelum meninggalkan RS sesudah perawatan RS


Tes stress noninvasif sebaiknya dilakukan pada pasien resiko rendah,
dan pasien yang hasil tesnya menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya
segera menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis,
revaskularisasi dapat dilakukan. Arteriografi koroner dapat dipilih pada
pasien-pasien dengan tes positif tapi tanpa temuan resiko tinggi.
Prognosis
Tabel 4. Klasifikasi Killip pada IMA
Klas
I
II
III
IV

Definisi
Tak ada tanda gagaljantung kongestif
+S3 dan /ronki basah
Edema paru
Syok kardiogenik

Mortalitas (%)
6
17
30-40
60-80

14

BAB III
KESIMPULAN

Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu dan merupakan penyebab kematian tersering di AS dan di Indonesia
sejak sepuluh tahun terakhir.

Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan sampai ke punggung dan epigastrium
dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif
terhadap nitrogliserin.

Faktor resiko pada IMA antara lain riwayat keluarga dengan penyakit jantung,
usia > 50 tahun : pria lebih berisiko terkena serangan jantung, usia > 70 tahun:
pria dan wanita mempunyai risiko sama, penderita hipertensi, diabetes, kolesterol
dan gangguan ritme jantung, kegemukan (obesitas), perokok aktif dan perokok
pasif, pecandu alkohol dan pengguna narkoba.

Berdasarkan kelainan EKG, IMA dibagi atas IMA dengan adanya gambaran
elevasi segmen ST dan IMA non elevasi segmen ST.

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA.

15

Anda mungkin juga menyukai