PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Saat ini penyakit jantung koroner menempati urutan nomor satu penyebab
kematian didunia demikian juga di Indonesia. Serangan jantung (infark miokardial),
(miokard infark) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan
atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung
(miokardium) mati karena kekurangan oksigen.
Sebuah serangan jantung mungkin dimulai dengan rasa sakit yang tidak jelas,
rasa tidak nyaman yang samar, atau rasa sesak dibagian tengah dada. Kadang, sebuah
serangan jantung hanya menimbulkan rasa tidak nyaman yang ringan sekali sehingga
sering disalahartikan sebagai gangguan pencernaan, atau bahkan lepas dari perhatian
sama sekali.
Dalam hal ini, satu-satunya cara yang memungkinkan terdeteksinya sebuah
serangan jantung adalah ketika harus menjalani pemeriksaan EKG untuk alasan lain
yang mungkin tidak berkaitan. Dipihak lain, serangan jantung mungkin
menghadirkan rasa nyeri paling buruk yang pernah dialami rasa sesak yang luar biasa
atau rasa terjepit pada dada, tenggorokan atau perut. Bisa juga mengucurkan keringat
panas atau dingin, kaki terasa sakit sekali dan rasa ketakutan bahwa ajal sudah
mendekat. Juga mungkin merasa lebih nyaman bila duduk dibanding bila berbaring
dan mungkin nafas begitu sesak sehingga tidak bisa santai. Rasa mual dan pusing
bahkan sampai muntah, bahkan yang lebih para yaitu ketika sampai kolaps dan
pingsan.
Penelitian retrospektif pada 536 penderita dengan nyeri dada akut yang masuk
ruang gawat jantung mendapatkan bahwa 54% dengan Infark Miokard Akut, 31%
dengan Iskhemia Miokard, 3% dengan Perikarditis dan Non-Kardiak pada 12%. Dari
data di atas didapatkan bahwa hampir 46% penderita nyeri dada akut yang masuk
ruang gawat jantung tidak memerlukan perawatan ICCU, karena itu pada penderita
seperti ini perlu pendekatan yang rasional untuk mencapai cost-effectiveness yang
sebaik-baiknya. Dalam waktu 24 jam biasanya sudah cukup untuk menentukan
penderita terdapat Infark Miokard Akut atau tidak.
1
1.2.
Tujuan
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang infark miokard akut dan penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Definisi
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. IMA merupakan penyebab kematian tersering di AS dan di
Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi
dengan adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung
koroner intensif yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan IMA
di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil makin menurunkan angka
kematian IMA. Gambaran distribusi umur, geografi, jenis kelamin dan faktor
resiko IMA sesuai angina pektoris atau penyakit jantung koroner pada umumnya.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,
ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan sampai ke punggung dan epigastrium.
Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif
terhadap nitrogliserin.
Mortalitas umumnya terjadi dalam 4 jam pertama setelah IMA. Masa 24
jam berikutnya masih merupakan masa dengan resiko tinggi, tetapi setelah ini
resiko terjadinya komplikasi cepat berkurang. Bila ada perkiraan terjadi IMA
sebaiknya penderita dirujuk secepatnya ke rumah sakit terdekat, sebaiknya rumah
sakit yang mempunyai unit perawatan intensif penyakit jantung koroner. Faktor
resiko yang dapat memperberat IMA yaitu gaya hidup, merokok, makan makanan
berlemak, dll.
tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Seorang dokter harus mampu
mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya,
karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri
dada angina sebagai berikut :
a. Lokasi : substernal, retrosternal dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah gigi,
punggung, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan
lemas.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,
ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan sampai ke punggung dan epigastrium.
Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif
terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang
tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai mual, muntah, sesak,
pusing, keringat dingin berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak
ketakutan. Walau IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung
koroner, namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah
didahului dengan keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau
epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan jasmani tidak ada yang karakteristik dan dapat
normal. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
Adanya krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru. Takikardia, kulit
yang pucat, dingin, dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat,
2.
Diseksi aorta.
Nyeri dada disini umumnya amat hebat, dapat menjalar ke perut dan
punggung. Nadi perifer dapat asimetris dan dapat ditemukan bising diastolik
dini di parasternal kiri. Pada foto rontgen dada tampak pelebaran
mediastinum.
3.
4.
5.
6.
2.6 . Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan
nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat
penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman
(guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun
2004 dan ESC tahun 2003.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana pra rumah sakit :
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok
komplikasi umum, yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik
(pump failure). Elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai
STEMI adalah :
a. pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b. segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
c. transportasi paien ke RS yang mempunyai fasilitas ICCU serta staf medis dokter
dan perawat yang terlatih
d. melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya
bukan selama transportasi ke RS, namun karena lama waktu mulai onset nyeri
dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bias
ditanggulangi denga cara edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
tatalaksana dini.
Tatalaksana di ruang emergensi :
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup
mengurangi / menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien resiko rendah ke ruangan
yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan
STEMI.
Tatalaksana Umum
Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
10
Penyekat beta. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta iv selain nitrat mungkin efektif. Manfaat penyekat beta pada pasien
STEMI yaitu untuk memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen
miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan resiko
kejadian aritmia ventrikel yang serius. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama
48 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Tabel 1. Penyekat Beta dalam Praktik Klinis
Obat
Dosis
Propanolol 20-80 mg 2 kali sehari
Metoprolol 50-200 mg 2 kali sehari
Atenolol
50-200 mg/hari
Asebutolol 200-600 mg 2 kali sehari
Bisoprolol 10 mg/hari
Pindolol
2 ,5-7,5 mg 3 kali sehari
Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventricular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah
door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
11
Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan
rendah natrium.
Bowels. Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk
menghilangkan nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Diet tinggi serat dan
penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat
(200 mg/hari ).
Sedasi. Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan
periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg, atau
lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.
Terapi Farmakologis
Antitrombotik
Tujuan
primer
pengobatan
adalah
untuk
memantapkan
dan
12
Heparin (UFH)
Bolus 60-70 U/kg (maks 5000 U) iv dilanjutkan infuse 1215 U/kg perjam (maks 1000 U/jam) dititrasi sampai aPTT
1,5-2,5 kali kontrol
Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas paska STEMI dan manfaat terhadap
mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Manfaat
maksimal terlihat pada pasien dengan resiko tinggi (usia lanjut atau infark anterior
atau riwayat infark sebelumnya).
Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG
untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI, yaitu : a. Terapi antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang
dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta, terdiri dari
nitrogliserin sublingual kemudian dilanjutkan iv dan penyekat beta oral.
Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia
refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.
b. Terapi antiplatelet/antikoagulan
Terapi antiplatelet yang sering digunakan adalah aspirin, klopidrogel,
antagonis platelet GP IIb/IIIa. Sedangkan antikoagulan yang digunakan adalah
UFH (unfractionated heparin), LMWH (low molecular weight heparin).
c. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskulerisasi)
13
Definisi
Tak ada tanda gagaljantung kongestif
+S3 dan /ronki basah
Edema paru
Syok kardiogenik
Mortalitas (%)
6
17
30-40
60-80
14
BAB III
KESIMPULAN
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu dan merupakan penyebab kematian tersering di AS dan di Indonesia
sejak sepuluh tahun terakhir.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan sampai ke punggung dan epigastrium
dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tidak responsif
terhadap nitrogliserin.
Faktor resiko pada IMA antara lain riwayat keluarga dengan penyakit jantung,
usia > 50 tahun : pria lebih berisiko terkena serangan jantung, usia > 70 tahun:
pria dan wanita mempunyai risiko sama, penderita hipertensi, diabetes, kolesterol
dan gangguan ritme jantung, kegemukan (obesitas), perokok aktif dan perokok
pasif, pecandu alkohol dan pengguna narkoba.
Berdasarkan kelainan EKG, IMA dibagi atas IMA dengan adanya gambaran
elevasi segmen ST dan IMA non elevasi segmen ST.
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA.
15