STRUMA
Disusun oleh:
Ayuvy Monzalitza
1102013051
Pembimbing:
dr. Hadiyana Suryadi, SpB
II. Anamnesis
Auto-anamnesis dilakukan pada:
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
A. Keluhan Utama :
Keluhan Tambahan :
I. Defenisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
II. Embriologi
Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin yang pertama kali tampak pada fetus,
kelenjar ini berkembang sejak minggu ke-3 sampai minggu ke-4 dan berasal dari
penebalan entoderm dasar faring, yang kemudian akan berkembang memanjang ke
kaudal dan disebut divertikulum tiroid. Akibat bertambah panjangnya embrio dan
pertumbuhan lidah maka divertikulum ini akan mengalami desensus sehingga berada di
bagian depan leher dan bakal faring. Divertikulum ini dihubungkan dengan lidah oleh
suatu saluran yang sempit yaitu duktus tiroglosus yang muaranya pada lidah yaitu
foramen cecum.
Divertikulum ini berkembang cepat membentuk 2 lobus yang tumbuh ke lateral
sehingga terbentuk kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus lateralis dengan bagian tengahnya
disebut ismus. Pada minggu ke-7 perkembangan embrional kelenjar tiroid ini mencapai
posisinya yang terakhir pada ventral dari trakea yaitu setinggi vertebra servikalis V, VI,
VII dan vertebra torakalis I, dan secara bersamaan duktus tiroglosus akan hilang.
Perkembangan selanjutnya tiroid bergabung dengan jaringan ultimobranchial body
yang berasal dari branchial pouch V, dan membentuk C-cell atau sel parafolikuler dari
kelenjar tiroid.
Sekitar 75 % pada kelenjar tiroid ditemukan lobus piramidalis yang menonjol
dari ismus ke kranial, ini merupakan sisa dari duktus tiroglosus bagian kaudal. Pada
akhir minggu ke 7 – 10 kelenjar tiroid sudah mulai berfungsi, folikel pertama akan
terisi koloid. Sejak saat itu fetus mulai mensekresikan Thyrotropin Stimulating
Hormone (TSH), dan sel parafolikuler pada fetus sementara belum aktif.
III. Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah
besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan
melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat
kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi
letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis
interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal
tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus
dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis.
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup
cincin trakhea 2 dan 3.Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya
kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah
suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak .
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri
atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di
sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi
laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus
laringeus superior. Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus,
dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl.
Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting
untuk menduga penyebaran keganasan.
V. Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4
endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3.
Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati,
ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed
T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme
pada tingkat seluler.
Etiologi
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi
pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui.
Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang yodium
yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari
25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit
tiroid autoimun
3. Goitrogen:
a. Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium
b. Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol
berasal dari tambang batu dan batubara.
c. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina, brussels
kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
5. Riwayat radiasi kepala dan leher: Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
Patofisiologi
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel
kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus,
akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error
sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa
diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor
TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon
tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin.
Klasifikasi
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal :
1. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif: nodul dingin, nodul
hangat, dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya: nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Manifestasi klinis
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma
nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis
kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali
bila timbul perdarahan di dalam nodul. Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus
rekurens menyebabkan terjadinya suara parau.
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah
lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah
bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita
datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada
kranium.
Diagnosis
Anamnesa dilakukan untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma
nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis
dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah
sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai
peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat
penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).
Diagnosis Banding
1. Follicular Thyroid Carcinoma
2. Hashimoto Thyroiditis
3. Medullary Thyroid Carcinoma
4. Papillary Thyroid Carcinoma
5. Riedel Thyroiditis
6. Subacute Thyroiditis
7. Thyroid Lymphoma
8. Thyroid Nodule
Penatalaksanaan
1. Operasi
Sebagian besar gejala pasien ini disebabkan oleh gondok membesar tanpa bukti
hipertiroidisme biokimia. Pada pasien usia lanjut dengan struma nodusa non
toksik, observasi tanpa pengobatan adalah salah satu pilihan yang diterima.
Namun, dalam kasus riwayat gondok yang semakin membesar, perhatian dan
perlakuan khusus perlu dilakukan. Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung
jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal
lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila
terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Tiroidektomi aman, cepat mengurangi gejala penekanan, dan meningkatkan
fungsi pernafasan. Komplikasi tiroidektomi seperti cedera saraf laring atau
hipoparatiroidisme yang sangat rendah. Hipotiroidisme pasca operasi dapat
dengan mudah dikelola dengan penggantian T4. Namun, pasien orang tua dengan
beberapa kondisi komorbiditas berisiko tinggi untuk dilakukan pembedahan dan
harus dipertimbangkan alternatif non-bedah.
2. Radioiodida
Pengobatan yodium radioaktif (RAI) pada pasien dengan struma nodusa non
toksik telah menunjukkan gejala membaik serta perbaikan fungsi paru karena
pengurangan volume substansial gondok. RAI paling efektif untuk gondok
ukuran kecil - moderat dan alternatif yang baik selain tiroidektomi pada pasien
yang sebelumnya dirawat dengan operasi, bagi mereka yang menolak operasi,
atau pasien dengan kondisi yang meningkatkan risiko untuk perawatan bedah.
RAI sering mengakibatkan pengurangan signifikan volume tiroid dalam satu
tahun, dengan sekitar 60% penurunan volume dalam 5 tahun. Tingkat respon bisa
sangat bervariasi, dan 20% mungkin tidak merespon sama sekali. Tampaknya
gondok yang sangat besar (> 100mL) tidak merespon. Efek samping awal RAI
termasuk peningkatan akut dalam ukuran gondok, tiroiditis radiasi, atau
hipertiroidisme.
3. Tiroksin (T4)
Terapi penekanan T4 tidak dianjurkan untuk struma nodusa non toksik berukuran
besar. Tampaknya tidak efektif dalam pengurangan gondok yang signifikan pada
kebanyakan pasien serta menyebabkan efek samping. Dampak buruk yang
disebabkan oleh penekanan TSH termasuk kehilangan tulang dan fibrilasi atrium.
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga
sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah
karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga
ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada
karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari p.o
Komplikasi
Komplikasi dari penyakit struma nodusa non toksik terjadi karena pertumbuhan dan kompresi
struktur leher dan tirotoksikosis.
Prognosis
Prognosis baik, biasanya struma nodusa non toksik tumbuh sangat lambat selama bertahun-
tahun. Jika pertumbuhan cepat harus dievaluasi baik untuk degenerasi atau perdarahan dari
nodul atau untuk pertumbuhan neoplasma. Seringkali, pada pasien yang dengan pertumbuhan
gondok progresif, yang mengalami disfagia signifikan atau dyspnea harus dievaluasi untuk
tiroidektomi subtotal. Pada beberapa pasien, terapi yodium radioaktif dapat dipertimbangkan,
terutama jika pasien yang lebih tua.
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC :
Jakarta
2. Sudoyo AW, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V. Interna
Publishing. Jakarta
3. Lee, Stephanie L., 2013. Non Toxic Goiter.
http://emedicine.medscape.com/article/120392-overview
4. Mansjoer A et al (editor). 2001. Struma Nodusa Non Toksik. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1, Edisi III. Media Esculapius. FKUI: Jakarta
5. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and
Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed.,
McGraw-Hill., Newyork.
6. Smyth, Peter et al. 2011. Guidelines for the Diagnosis and Management of Thyroid
Nodules. Merck KGaA, Darmstadt: Germany