Laporan Kasus
DEMAM DENGUE
Disusun oleh :
dr. Kristanti Andarini
Pembimbing :
dr. Hittoh Fattory, Sp.A
dr. Ami Noviana P
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
1.2
Tujuan
1. Untuk menambah wawasan tentang diagnostik dan penatalaksanaan DBD
yang terbaru.
2. Memberikan pengetahuan mengenai temuan klinis dalam mendiagnosa
dengue serta algoritma penatalaksanaan DBD, sehingga dalam melakukan
penanganan lebih cepat dan tepat.
BAB II
LAPORAN KASUS
Allonamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 14
Januari 2016 pukul 15.00 WITA di ruang Melati RS Bhayangkara Balikpapan.
2.1
Anamnesis
Identitas Pasien
Nama
: An. FN
Usia
: 3 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Madura
Alamat
Keluhan Utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami demam 4 hari SMRS. Pasien juga merasakan badan
lemas dan nafsu makan menurun. Keluhan lain seperti batuk, pilek, mual,
muntah disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa.
Riwayat kebiasaan
Pola makan teratur dan aktifitas bermain yang normal.
Riwayat Sosio-ekonomi
a. Pasien tinggal bersama bapak, ibu, seorang saudara kandungnya.
3
: Posyandu
b. Keluarga berencana
: Iya
c. Memakai sistem
: IUD
: 15 kg
: 100 cm
c. Miring
: 3 bulan
d. Tengkurap
: 6 bulan
e. Tersenyum
: 4 bulan
a. Duduk
: 8 bulan
b. Gigi keluar
: 12 bulan
c. Merangkak
: 9 bulan
d. Berdiri
: 17 bulan
e. Berjalan
: 18 bulan
: 10 bulan
b. Dihentikan
: 1 tahun
c. Alasan
d. Susu sapi/buatan
e. Buah
f. Bubur susu
g. Tim saring
BCG
Polio
I
(+)
(+)
II
////////////
(+)
III
////////////
(+)
IV
////////////
(+)
Booster I
////////////
-
Booster II
////////////
-
Campak
DPT
(+)
(+)
(+)
////////////
(+)
////////////
////////////
////////////
-
////////////
-
Hepatitis B
(+)
(+)
(+)
//////////
Riwayat Saudara-Saudaranya
Hamil
ke
1
2.2
Kondisi
saat
Lahir
Aterm
Jenis
Persalinan
Spontan
Usia
7
Sehat/
Tidak
Sehat
Umur
Sebab
Meninggal Meninggal
-
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis, GCS E4V5M6
7
Status gizi
Berat badan
:
Tinggi Badan
:
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah
:
Frekuensi Nadi
:
Frekuensi Nafas :
15 kg
100 cm
110/70 mmHg
120 x/menit, regular isi cukup, kuat angkat
24 x/menit, regular
Suhu
Regio Kepala/Leher
a. Bentuk kepala normal
b. Ubun-ubun besar cekung (-),ubun-ubun besar cembung (-)
c. Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
sianosis (-), Pernapasasan cuping hidung (-)
d. Faring hiperemis (-), T1/T1, stomatitis (-)
e. Pembesaran KGB (-/-)
Regio Thorax
Paru-paru
a. Inspeksi
(-)
Regio Ekstremitas
a. Inspeksi
: Edema (-/-), deformitas (-/-), petekie (-)
b. Palpasi
2.3
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Demam Dengue Tanpa Perdarahan
Diagnosis Komplikasi
Tidak ada
Diagnosis Lain
Tidak ada
Laboratorium Darah
Tanggal
14 Jan 2016
15 Jan 2016
16 Jan 2016
17 Jan 2016
IV
VI
09.00
12,1
VII
08.00
11,7
Pukul
Hb
11,0
V
10.30
11,5
Hct
Leukosit
33%
2.500
33%
2.400
37%
4.500
35%
8.600
143.000
1
0
3
48
44
4
(+)
70.000
0
0
2
32
56
10
39.000
0
0
1
39
49
11
122.000
Trombosit
Eosinofil
Basofil
N. Stab
N. Segmen
Lymposit
Monosit
NS-1
Pemeriksaan Widal
Salmonella typhi O
Salmonella typhi H
Salmonella parayphi A O
Salmonella parayphi B - O
14 Januari 2016
1/80
1/160
1/320
+
-
2.5 PENATALAKSANAAN
Terapi IGD Konsul Sp. A:
-
Diet nasi 3 x 1
2.6 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini adalah bonam.
2.7
FOLLOW UP
14-01-
2016
(18.00)
- Diet nasi 3 x 1
angkat
15-01-
A : Demam Dengue
S : Demam (-) hari ke-5, batuk pilek (-), mual (-),
2016
- Diet nasi 3 x 1
angkat
16-01-
A : Demam Dengue
S : Demam (-) hari ke-6, batuk pilek (-), mual (-),
2016
- Lactulosa syrup 2 x 5 ml
angkat
- Diet nasi 3 x 1
17-01-
2016
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
DEFINISI
Demam Dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
11
3.2
EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.4
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan
luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali
ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) :
41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, kasus telah menyebar dan meningkat
jumlahnya, dari hanya 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 (97%) provinsi dan di
382 (77%) kabupaten/kota, dari jumlah kasus hanya 58 kasus menjadi 158.912
kasus. AI 0,05 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 meningkat menjadi 68,22
per 100.000 penduduk pada tahun 2009. Puncak epidemi DBD berulang setiap 9 10 tahun.4
Jumlah penderita DBD yang dilaporkan pada tahun 2014 sebanyak
100.347 kasus dengan jumlah kematian 907 orang (IR=39,83 per 100.000
penduduk CFR=0,90%). Selama tahun 2014 lebih kurang terdapat 7 kabupaten/
kota di 5 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB DBD. Pada tahun 2014,
jumlah kasus DBD terbanyak di Provinsi Jawa Barat yaitu 18.116 kasus, diikuti
Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali. Provinsi-provinsi tersebut memiliki jumlah
penduduk yang besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga
merupakan salah satu faktor risiko penyebaran DBD. Provinsi Kalimantan Timur
menempati urutan ke-8 yaitu sebanyak 4.752 kasus DBD yang terjadi pada tahun
2014, dimana terjadi kenaikan dibandingkan tahun 2013 yang berjumlah 3.593
kasus.9
12
13
14
Gambar 3.4 & 3.5 Jumlah Kematian DBD di Indonesia tahun 20149
Beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam
berdarah dengue antara lain: demografi dan perubahan sosial, suplai air,
manejemen sampah padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism,
peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta mikroevolusi virus.
3.3
ETIOLOGI
15
16
a.
Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
darah,
penurunan
volume
plasma,
terjadinya
hipotensi,
(ruang
interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung
dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun
dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya
edema.
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat
diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan
perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak
ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau
akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang
bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada
masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka
akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang
diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia.
b.
Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
17
mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain
trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan
radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem
retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak
diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue,
komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem
pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi
trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
perdarahan pada DBD.
c.
Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis
18
d.
Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar
C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun
tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat
penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi
komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil
penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum
komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena
produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan
peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.
Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan
trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek,
kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga
19
Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
PATOGENESIS
20
Mekanisme
sebenarnya
tentang
patofisiologi,
hemodinamika,
dan
21
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES
meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum
tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel
monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam
peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.6
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam
sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya
masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural
virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.6
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang
berfungsi menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing antibody
dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yang
dibedakan berdasarkan adanya virion determinant spesificity, yaitu:6
1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi
memacu replikasi virus
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu
replikasi virus.
Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menimbulkan
manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya reaksi imunologis
(the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:4
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus pertama.
b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus
dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini
disebut mekanisme aferen.
22
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang
telah terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah
jumlah sel yang terkena infeksi
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD.
Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat
mengeluarkan interferon dan . Pada infeksi sekunder oleh virus dengue,
Limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan interferon . Interferon
selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan
monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus
dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang akan
menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.4
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini
dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak
ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain.6
3.7
MANIFESTASI KLINIS
23
Gambar 3.7 Skema Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue Menurut WHO 20117
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue
dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi
menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD)
sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam
berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak
lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.7
a.
24
flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan
depresi umum. Pemeriksaan fisik :
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan),
leher, dan dada
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
dorsal, lengan atas, dan tangan
Manifestasi perdarahan :
- Uji bendung positif dan/atau petekie
- Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)
c.
Manifestasi perdarahan
- Uji
bendung
positif
(10
petekie/inch2)
merupakan
manifestasi
25
- Hematuria (jarang)
- Menorrhagia
Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi
hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase Kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi
dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence)
ditandai dengan :
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD)
dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Komplikasi
berupa
asidosis
metabolik,
hipoksia,
ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak
dapat segera diatasi.
26
27
DIAGNOSIS
28
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari
2.
3.
Pembesaran hati
4.
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien
tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
1.
Trombositopenia (100.000/mikroliter)
2.
Dua
kriteria
klinis
pertama
ditambah
trombositopenia
dan
3.
4.
Perhatian
a. Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang
jelas, mendukung diagnosis DSS.
b. Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok
sepsis.
29
3.9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
hematokrit, dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1
setelah demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit
ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal
menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit
DD/DBD.
2.
30
Gambar 3.7 Deteksi jumlah Ig M dan IgG pada Demam Berdarah Dengue7
Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun
apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi:
31
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam
dengue dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk
membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis,
malaria, demam tifoid, perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi
bersama demam. Pemeriksaan laboratorium diperlukan sesuai indikasi.
b.
c.
KOMPLIKASI
Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia
hebat, dan trauma.
Demam Berdarah Dengue
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
b. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal
ginjal akut.
c. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma.
d. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik &
perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ multipel).
e. Hipoglikemia/ hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai.
32
3.12
PENATALAKSANAAN
33
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala
lain
Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
serta mudah dan cepat utk dilakukan
Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
sering pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien
dengan syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan
untuk menghitung volume cairan.
34
Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat
tidak ada perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup,
maka perhatikan ABCS yang terdiri dari, A Acidosis: gas darah, B
Bleeding: hematokrit, C Calsium: elektrolit, Ca++ dan S Sugar: gula
darah (dekstrostik)
Supportif
Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan
rumatan + deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah
sudah didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan
koreksi hasil laboratorium yang tidak normal
oral bila pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam
keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer
atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus
dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit.
Perdarahan hebat
DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.
a.
b.
Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati
maka,
Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
37
Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5
tahun:10mg.
Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah
lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan
karena kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
38
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
Diuresis baik
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
3.13
PROGNOSIS
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan
sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk.5 Penyebab kematian Demam
Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %.8 Secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi
kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki laki.
Penyebab kematian tersebut antara lain:5
1. Keterlambatan diagnosis
7. Pendarahan masif
9. Ensefalopati
5. Kelebihan cairan
10. Sepsis
39
Teori
Demam disertai minimal dengan 2 gejala:
Kasus
Anak perempuan, 3 tahun 9 bulan.
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Sakit kepala
Nyeri otot
Nyeri sendi/tulang
Ruam kulit makulopapular
Manifestasi perdarahan
menurun.
Di lingkungan sekitar rumah pasien
ada yang terkena demam berdarah.
Tanda perdarahan (-)
4.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Teori
DARAH PERIFER
Kasus
DARAH PERIFER
Hb
: 11 12,1
HCT
: 33 37%
Leukosit
: 2.400 8.600
Trombosit
: 39.000 122.000
NS-1 (+)
SEROLOGI
SEROLOGI
40
RADIOLOGI
RADIOLOGI
4.3
PENATALAKSANAAN
Teori
Fase Demam
Pada
fase
demam,
dapat
diberikan -
Kasus
Cek DL/ 24 jam
IVFD Asering (1.000 cc dalam
(k/p)
Medikamentosa
a. Antipiretik
dapat
diberikan,
dianjurkan -
Lactulosa syrup 2 x 5 ml
Tremenza syrup 3 x cth
Diet nasi 3 x 1
KIE minum banyak
untuk
mengurangi
memulangkan
beban Kriteria
terpenuhi.
pasien
Supportif
a. Cairan: cairan per oral + cairan intravena
rumatan per hari + 5% defisit
b. Diberikan untuk 48 jam atau lebih
c. Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan
kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan
klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
Fase Kritis
Pada fase kritis
pemberian
cairan
sangat
41
Fase Recovery
Pada
fase
penyembuhan
diperlukan
42
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kasus demam dengue pada laporan kasus ini menunjukkan gejala-gejala
yang sesuai dengan literatur dan penelitian yang ada sebelumnya. Keluhan yang
dialami pasien adalah panas 4 hari, Demam dirasakan 3 hari terus menerus,
kemudian turun di hari ke-4. Pasien juga mengalami batuk pilek, nafsu makan
menurun serta obstipasi. Adapun hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan uji
tourniquet positif dan tidak ada tanda-tanda syok. Pada pemeriksaan penunjang
darah lengkap tidak ditemukan plasma lackage dan hanya terjadi trombositopenia.
Pasien di diagnosis Demam Dengue tanpa Perdarahan dan diberikan terapi sesuai
keadaan klinis pasien. Pada pasien ini, sudah sesuai dengan literatur yang ada.
5.2
Saran
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat untuk meingkatkan kesadaran
dan
kepedulian
dalam
mendukung
program
pemerintah
untuk
DAFTAR PUSTAKA
43
44