Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS STASE KULIT KELAMIN

“MILIARIA RUBRA”

Dosen Pembimbing:
Dr. Fajar Waskita, M.Kes, Sp.KK (K)

Disusun Oleh:
Daniel Derian Chrisandi (42170135)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
PERIODE 26 Maret – 21 April 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2017
STATUS PASIEN KULIT

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An DG
Usia : 15 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Batu Malang, Jawa Timur
Kunjungan ke klinik : 29 Maret 2017

II. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Gatal disertai bintil bintil kemerahan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merarasakan gatal disertai bentol kemerahan sejak 2 hari lalu.
Bintil kemerahan terdapat di bagian dada dan perut. Pada awalnya bintil bintil
muncul dibagian dada lalu menyebar hingga kebagian perut. Bintil bintil tersebut
tidak berair, tidak terasa nyeri. Keluhan gatal dirasakan paling tidak nyaman
ketika kulit berkeringat. Selama 3 hari ini pasien sedang berlibur ke Jogja dan
tidak tahan dengan cuaca panas.
C. Riwayat penyakit Dahulu
Tidak ada
D. Riwayat Operasi : Pasien tidak pernah operasi.
E. Riwayat Alergi : Tidak ada
F. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki
keluhan yang sama.
G. Riwayat Pengobatan : Minum obat CTM tetapi keluhan tidak membaik
H. Gaya Hidup : Mandi teratur 2x dalam sehari, mengganti sprei
tempat tidur 2 minggu sekali.
III. PEMERIKSAAN FISIK:
Pemeriksaan Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 28 Kg
Gizi : Cukup
Nadi dan RR :-
Kepala : Sesuai status lokalis
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorak : Tidak dilakukan pemeriksaan
Aksilla : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ektremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
UKK:
Di regio thorax dan abdomen terdapat papul eritem,berukuran miliar, multipel,
diskret, terdapat ekskoriasis.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS BANDING
Miliaria Rubra, Folikulitis, Papular Mucinosis

VI. DIAGNOSA:
Miliaria Rubra

VII. TATALAKSANA
- Bedak Salicyl

- Antihistamin
R/ Cetrizine tab 10 mg no VII
S1dd tab 1 pc
Merupakan anti-histamin antagonis reseptor H1. Diberikan antihistamin agar
menghambat pelepasan histamin pada ujung reseptor sehingga akan
mengurangi gejala gatal
VIII. EDUKASI
 Memakai pakaian yang tipis sehingga bisa menyerap keringat.
 Jika kondisi kulit berkeringat banyak dapat segera mengganti pakaian atau
mengusap keringat dengan handuk.
 Tidur di ruangan dengan ventilasi yang cukup atau suhu ruangan sejuk

IX. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : bonam
 Quo ad Sanam : bonam
 Quo ad Fungsionam : bonam
 Quo ad Cosmeticam : bonam

X. RESUME
Anak perempuan, 9 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin dengan keluhan gatal dan
timbul bintil kemerahan sejak 2 hari lalu. Bintil kemerahan terdapat di bagian dada
dan perut. Pada awalnya bintil bintil muncul dibagian dada lalu menyebar hingga
kebagian perut. Bintil bintil tersebut tidak berair, tidak terasa nyeri. Gatal dirasakan
paling tidak nyaman saat berkeringat. Pemeriksaan fisik didapat UKK Di regio thorax
dan abdomen terdapat papul eritem, berukuran miliar multipel, diskret, terdapat
ekskoriasis.
MILIARIA
A. Definisi
Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya
vesikel milier.(1) Retensi dari kelenjar keringat ini merupakan dampak dari oklusi ductus
keringat ekrin, mengakibatkan erupsi yang biasanya terjadi saat cuaca panas, iklim yang
lembab, seperti pada daerah tropis dan selama musim panas.(2)
Miliaria terjadi sebagai akibat dari gangguan integritas saluran kelenjar keringat
dan sekresi keringat ke lapisan epidermis. Paparan sinar ultraviolet, adanya orgaanisme di
kulit, dan episode berkeringat yang berulang mendukung faktor-faktor ini. Berdasarkan
gambaran klinis dan temuan histopatologis, miliaria dibedakan menjadi 4 kelas : miliaria
kristalina, miliaria rubra, miliaria pustulosa, dan miliaria profunda.(3) Miliaria juga
dikenal dengan sebutan biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau prickle
heat.(1)
B. Epidemiologi
Miliaria umum terjadi pada bayi pada minggu pertama kehidupannya dimana saat
ini bayi sedang beradaptasi dengan lingkungannya, dan pada segala usia pada suhu yang
panas, berkeringat berlebihan, terjadi sumbatan pada kelenjar keringat atau kombinasi
faktor-faktor ini.(4)
Miliaria terjadi pada individu dari semua ras, meskipun beberapa studi
menunjukan bahwa orang Asia yang memproduksi keringat lebih sedikit dibandingkan
kulit putih kurang cenderung memiliki miliaria rubra. Predileksi jenis kelamin umumnya
sama. Miliaria rubra dan miliaria kristalina dapat terjadi pada segala usia. Tetapi yang
paling umum pada bayi. Data terbaik tentang kejadian miliaria pada bayi baru lahir
adalah dari survei jepang lebih dari 5000 bayi, survey ini mengungkapkan bahwa miliaria
kristalina ditemukan pada 4,5% dari neonatus dengan usia rata-rata 1 minggu. Miliaria
rubra muncul 4% pada neonatus, dengan usia rata-rata 11-14 hari. Sebuah studi survei
2006 dari Iran menemukan angka kejadian miliaria dari 1,3 % pada bayi baru lahir. Dan
sebuah survei pasien anak di Norheastren India memperlihatkan kejadian miliaria 1,6%.
Miliaria profunda lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada bayi dan
anak-anak. Di seluruh dunia, miliaria paling banyak di lingkungan tropis, utamanya
orang-orang yang baru saja pindah dari lingkungan tropis yang temperaturnya lebih
panas. Miliaria telah menjadi masalah penting bagi personil tentara Amerika dan Eropa
yang bertugas di Asia Tenggara dan Pasifik.(5)
C. Etiologi
Tiga bentuk miliaria (miliaria kristalina/sudamina, miliaria rubra/prickly heat, dan
miliaria profunda) terjadi akibat dari baik oleh adanya oleh adanya gangguan pada
saluran kelenjar keringat. Tipe miliaria ini berbeda dalam bentuk gejala klinis akibat
adanya perbedaan level dimana letak adanya gangguan pada ductus kelenjar keringat ini
memegang peranan penting. Pada miliari kristalina, obstruksi yang terjadi sangat
superficial pada stratum corneum dan vesikel terletak pada subcorneum. Pada miliaria
rubra, perubahan lebih lanjut yang terjadi termasuk keratinisasi dari bagian
intraepidermal dari saluran kelenjar keringat, dengan adanya kebocoran dan pembentukan
vesikel di sekitar saluran. Sedangkan pada miliari profunda, terdapat ruptur pada saluran
kelenjar keringat pada tingkat atau dibawah dermal-epidermal junction.(6)
D. Patogenesis
Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat 2 pendapat. Pendapat pertama
mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya
sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan
keringat di epidermis.(1) Jika kondisi lembab dan panas tetap bertahan, individu terus
memproduksi keringat secara berlebihan tetapi tidak dapat mengeluarkan keringat
kepermukaan kulit karena adanya penyumbatan duktus. Hasil penyumbatan ini adalah
terjadinya kebocoran saluran kelenjar keringat yang menuju ke permukaan kulit, baik
dalam dermis maupun epidermis dengan anhidrosis relatif. Ketika titik kebocoran terletak
pada stratum corneum atau tepat dibawahnya, seperti miliaria kristalina, peradangan kecil
yang akan muncul, dan lesinya akan asimptomatik. Sebaliknya, di miliaria rubra, yang
kebocoran keringat ke dalam lapisan subcorneal menghasilkan vesikel spongiotik dan
infiltrat sel radang periductal kronis pada lapisan papillare dermis dan epidermis bagian
bawah. Pada miliaria profunda, keluarnya keringat ke lapisan papillare dermis
menghasikan infiltrat limfositik periductal dan spongiosis saluran intra-epidermal.(5)
Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada kulit
menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat.
Staphylococcus diduga juga mempunyai peranan.(1) Miliaria juga dihubungkan dengan
pseudohypoaldosteronisme, meskipun agak jarang. Kadar garam yang tinggi pada
keringat dapat memicu kerusakan saluran ekrin, yang akan menyebabkan lesi yang mirip
dengan lesi pada miliaria rubra.(6) Bakteri yang mendiami permukaan kulit, seperti
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus, diperkirakan memainkan peran
dalam patogenesis miliaria. Dalam miliaria tahap akhir, terdapat hiperkeratosis dan
parakeratosis dari acrosyringium. Sumbat hiperkeratotik mungkin muncul dan
menghalangi saluran ekrin, tapi hal ini sekarang diyakini sebagai tahap akhir dan bukan
penyebab atau pencetus dari oklusi.(5)
E. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan, umumnya disertai rasa
gatal, terutama ada bagian tubuh yang tertutup pakaian. Penyakit ini diklasifikasikan
sebagai berikut :

Klasifikasi Miliaria berdasarkan letak obstruksi saluran keringat


o Miliaria Kristalina
Pada miliaria kristalina, oklusi dari saluran ekrin pada permukaan kulit
menyebabkan andanya akumulasi dari keringat dibawah permukaan stratum
corneum.(7) Vesikel bersifat jernih, berdinding tipis, dengan ukuran 1-2 mm, dan
tanpa adanya area inflamasi, umumnya asimptomatik. Vesikel ini kemudian akan
ruptur, dan diikuti dengan deskuamasi superficial.(6) Vesikel berisi keringat ini
terletak dekat dengan permukaan kulit dan tampak seperti tetesan embun yang jernih.
Tidak tampak eritem atau hanya sedikit, dan lesinya bersifat asimptomatik. Vesikel
dapat muncul sedikit atau berkelompok dan paling sering menyerang balita, orang
dengan tirah baring, atau orang yang sedang kepanasan.(7)

o Miliaria Rubra
Miliaria rubra (pricky heat) terjadi akibat obstruksi pada kelenjar keringat yang
menuju di epidermis dan dermis bagia atas, menyebabkan munculnya papul
inflamasi yang gatal disekitar pori-pori. Miliaria rubra sering pada anak-anak dan
orang dewasa setelah episode berkeringat yang berulang dalam keadaan yang panas
dan lembab. Erupsi ini biasanya mereda dalam sehari setelah pasien berada pada
lingkunga yang lebih dingin. Beberapa kasus dari miliari rubra akan membentuk pus,
yang akan menjadi miliari pustulosa. lesi miliaria rubra ini muncul sebagai lesi yang
khas, sangat gatal, berbentul papulovesikel eritematous yang disertai dengan rasa
seperti tertusuk-tusuk, terbakar, atau kesemutan.(2)

o Miliaria Profunda
Bentuk ini hampir selalu mengikuti serangan berulang dari miliaria rubra, dan
tidak lazim ditemukan kecuali pada daerah-daerah tropis. Lesinya pada umumnya
mudah terlewatkan dalam pemeriksaan. Kulit yang terkena pada umumnya muncul
dengan papul pucat dan solid dengan ukuran 1-3 mm, khususnya pada batang tubuh,
dan kadang-kadang pada anggota gerak. Tidak ada rasa gatal ataupun rasa tidak
nyaman pada lesi kulit.(6) Miliaria profunda terjadi ketika keringat merembes ke
lapisan dermis yang lebih dalam. Selama paparan panas yang intens atau setelah
injeksi lokal agen kolinergik, kulit yang terkena dapat tertutupi dengan papul yang
berwarna daging yang multipel. Adanya oklusi saluran ini dalam tingkatan yang
bervariasi merupakan penyebab miliaria.(3)

2. Pemeriksaan Fisis Dermatologi (8)


o Lesi primer
Lesi histologis primer awal pada miliaria yaitu vesikel intraepidermal kristalin yang
berkembang menjadi papul eritem kecil dengan oklusi. Pustul dapat terbentuk
kemudian.
o Lesi sekunder
Infeksi sekunder dapat menyebabkan impetiginiasi
o Distribusi lesi
 Distribusi mikro
Periporal (mengelilingi orificium saluran keringat)
 Distribusi makro
Papul periporal dalam jumlah besar muncul secara simetris pada area batang
tubuh, dan intertriginosa. Area wajah, lengan, telapak tangan, dan telapak kaki
tidak ditemukan.
Mikrodistribusi miliaria

3. Pemeriksaan Histopatologi
Pada miliaria kristalina vesikel intrakorneal atau subkorneal tanpa sel-sel
inflamasi disekitarnya, obstruksi saluran ekrin dapat diamati dalam stratum korneum.
Pada miliaria rubra, spongiosis dan vesikel spongiotik yang diamati dalam stratum
malphigi, berkaitan dengan saluran keringat ekrin, tampak peradangan periduktal. Pada
lesi awal miliaria profunda, infiltrat periductal limfositik ini terdapat dalam papillare
dermis dan epidermis bagian bawah. Eosinofilik resisten diastase Periodic Acid Schiff
(PAS) positif dapat dilihat dalam lumen duktus. Pada lesi tingkat lanjut, sel-sel inflamasi
mungkin ada pada dermis bagian bawah, dan limfosit memasuki saluran ekrin.
Spongiosis dari epidermis sekitarnya dan hiperkeratosis parakeratotic dari acrosyringium
yang dapat diamati.(5)
F. Diagnosis Banding
o Folikulitis
Folikulitis adalah infeksi bakteri lokal pada satu folikel rambut. Disertai dengan
pustule dan eritema. Folikulitis pada wajah dikenal sebagai Acne vulgaris. Pada tahap
lanjut menjadi furunkel atau karbunkel. Lesi pada kulit bisa terjadi krusta dalam
beberapa hari dan kambuh tanpa skar pada kebanyakkan kasus.(3)
o Papular Mucinosis
Biasanya pada usia 3-50 tahun, papul berwarna seperti kulit atau eritematosa dengan
diameter 2-4 mm, berbatas tegas, tersebar pada badan terutama pada tangan, punggung
tangan, badan bagian atas, wajah dan leher.
G. Tatalaksana
o Non-Medikamentosa
Kunci pengobatan miliaria adalah menempatkan penderita di dalam lingkungan
yang dingin, mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis, dan menyerap keringat
sehingga keringat bisa berkurang. Sumbatan keratin yang menutupi lubang keringat
akan berangsur lepas beberapa hari sampai 2 minggu. AC/pendingin ruangan/ruang
yang teduh bisa mencegah pada permulaan miliaria.8
o Medikamentosa
 Miliaria kristalina
Untuk penatalaksanaan miliaria kristalina dapat diberikan bedak salisil 2%
untuk mengurangi gesekan, karena vesikel miliaria kristalina mudah pecah.
 Miliaria Rubra
Dapat diberikan bedak salisil 2% .Losio Faberi dapat juga digunakan,
komposisinya sebagai berikut:
R/ As. Salisilat 1
Talc. Venet 10
Oxid. Zinc 10
Amyl. Oryzae 10
Spiritus ad. 200 cc
 Miliaria Profunda
Dapat diberikan losio calamin dengan atau tanpa mentol 0,25%, dapat pula
resorsin 3% dalam alcohol.(3)
Antibiotik sistemik seperti juga diperlukan bila terjadi infeksi sekunder.(8)
H. Prognosis
Prognosis miliaria umunya baik, jika pasien dapat menghindari faktor predisposisi
misalnya lingkungan yang panas dan lembab. Kebanyakan pasien akan sembuh dalam
hitungan minggu setalah pasien pindah ke lingkungan yang lebih dingin.(5,6)
I. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dari miliaria adalah infeksi sekunder dan
intoleransi panas. Infeksi sekunder dapat muncul sebagai impetigo atau beberapa abses
diskrit dikenal sebagai staphylogenes periporitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Natahusada, E.C. Miliaria. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.276-77
2. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Dermatoses Resulting From Physical Factors. In: Sue
Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the skin: Clinical Dermatology. 10th
ed. Canada : Saunders Elsevier; 2006. p. 23-24
3. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Disorders Affecting the Sweat Glands : Miliaria In:
Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill; 2008. p. 730
4. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Disorders of Sweat Glands : Miliaria. In Thieme Clinical
Companions Dermatology: Thieme New York; 2006. p. 528
5. Levin NA. Dermatologic Manifestations of Miliaria Clinical Presentation. Medscape ref.
2012.
6. Coulson IH. Disorders of Sweat Glands. In: Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United
kingdom. Willey-blackwell; 2010. p. 44.15-44.16.
7. Habif TP. Acne, Rosacea, and Related Disorder. In: Habif TP, editor. A Clinical
Dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London. Mosby; 2004. p. 205.
8. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Miliaria Rubra (Prickly Heat). In: Trozak DJ, Tennenhouse
JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An Illustrated Guide: Humana Press;
2006. p. 101-103

Anda mungkin juga menyukai