Disusun Oleh :
Adhisty Anggraini 171040400020
Amanda Reza 171040400045
Ani Oktaviani 171040400012
Lieswati Friana Sipayung 171040400037
Noviyanti Nandasari 171040400007
Rofiqi Wafa’a Fathurrohman 171040400196
KHARISMA PERSADA
TANGERANG SELATAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
nikmat-Nya lah laporan praktikum farmakologi ini dapat terselesaikan.
Laporan praktikum farmakologi ini bertujuan mengenal berbagai cara
untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgesic suatu obat. Mampu
mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian berbagai
dosis analgesic. Mampu membuat kurva hubungan dosis-respon.
Kami sadar bahwa laporan ini belum mencapai kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan guna perbaikan tugas-
tugas berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, sekian dan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Saat ini telah banyakberedar obat-obatan sintetis seperti obat anti
inflamasi non steroid (AINS).Sebanyak 25% obat yang dijual bebas di
pasaran adalah analgetik asetaminofen. Obat ini banyak dipakai untuk
bayi, anak-anak, dewasa, dan orang lanjut usiauntuk keluhan nyeri ringan
dan demam (Kee, 1994).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke
dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memilliki berat
antara 25-40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit
laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan mata
merah muda (Hrapkiewicz et al, 1998). Mencit merupakan hewan yang tidak
mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding
atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam
menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki karakteristik yang berbeda,
seperti mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul
dengan sesama, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari ( nocturnal ),
aktifitas terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,4°C, laju respirasi
163/menit sedangkan pada hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidak
bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul
dengan sesama sangat kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar
dan galak, suhu normal 37,5°C, laju respirasi 210/menit pada mencit dan tikus
persamaannya gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat /
menggigit benda-benda yang keras. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik
hewan yang akan diuji diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan
tidak wajar. Didalam suatu dosis yang dipakai untuk penggunaan suatu obat harus
sesuai dengan data mengenai penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan
bila obat itu diaplikasikan kepada manusia dilakukan perbandingan luas
permukaan tubuh.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai
model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu,
antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta
mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Cara
4
memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya supaya ekornya keluar
dari tabung, jarum yang digunakan berukuran 28 gauge dengan panjang 0,5cm
dan disuntikkan pada vena lateralis ekor, cara ini tidak dapat dilakukan karena ada
kulit mencit yang berpigmen jadi venanya kecil dan sukar dilihat walaupun
mencit berwarna putih. Cara intraperitoneal hampir sama dengan IM, suntikkan
dilakukan di daerah abdomen diantara cartilage xiphoidea dan symphysis pubis.
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-
macam rute.
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat
yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek
terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau
sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, 1990). Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.
Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung,
telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
5
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur,
saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat
badan atau larut dalam cairan badan.
Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan ialah
faktor internal dan faktor eksterna, adapun faktor internal yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi biologik (usia, jenis kelamin)
pada usia hewan semakin muda maka semakin cepat reaksi yang ditimbulkan, ras
dan sifat genetic, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, luas permukaan
tubuh.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplai
oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing
atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat keadaan ruangan tempat
hidup seperti suhu, kelembaban, ventilaasi, cahaya, kebisingan serta penempatan
hewan), pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ
untuk percobaan.
Santagesik (Metamizole) atau yang dikenal juga dengan metampiron atau
diporon adalah obat yang berfungsi untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan
panas. Dosis metamizole untuk orang dewasa adalah 0,5 gr – 4 gr per hari, dibagi
menjadi beberapa kali konsumsi.
6
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat
3.2 Bahan
7
3. Suntikkan obat dengan dosis yang telah dikonversikan ke dosis
mencit, secara IM pada paha bagian dalam mencit.
4. Setelah itu dilakukan pengamatan pada menit ke- 5, 10, 15, 20, 25,
dan 30 setelah pemberian obat pada mencit.
5. Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap.
6. Gambarkan suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikan
terhadap respon mencit untuk stimulasi nyeri.
8
BAB IV
3.4 Hasil
1. Konversi Dosis.
Metode Dosis Manusia Dosis Hewan VAO BB
IM 3000 mg - - 23 gr
1000 gr
1 kg = x 7,8 mg
20 gr
= 390 mg/kg
= 0,01794 ml ≈ 0,2 ml
9
Ke 2 1 Detik
Ke 4 1 Detik
Ke 6 2 Detik
Tabel 1.2 Respon Waktu Sebelum Disuntikkan
b. Setelah disuntikkan
Menit Waktu Yang Dibutuhkan
Ke 5 3 Detik
Ke 10 4 Detik
Ke 15 3 Detik
Ke 20 5 Detik
Ke 25 7 Detik
Ke 30 5 Detik
Tabel 1.3 Resepon Waktu Setelah Disuntikkan
6
Respon (Detik)
0
ke-5 ke-10 ke-15 ke-20 ke-25 ke-30
Menit Ke-
3.5 Pembahasan
10
timbulnya efek yang merugikan. Dalam hal ini, alat uji yang digunakan
adalah tubuh hewan (uji in vivo). Mencit dipilih sebagai hewan uji
karena metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat
cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan.
Pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan
melalui cara intramuscular. Cara intramuscular yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan
atas. Keuntungan pemberian obat dengan cara ini, absorpsi berlangsung
dengan cepat, dapat diberikan pada pasien sadar atau tidak sadar,
sedangkan kerugiannya dalam pemberiannya perlu prosedur steril, sakit,
dapat terjadi iritasi ditempat injeksi.
Pada percobaan ini, kelompok kami menggunakan satu ekor
mencit. volume obat yang akan diinjeksi utuk mencit tergantung dengan
berat badan mencit dengan menggunakan rumus VAO. Data yang
dihasilkan untuk volume injeksi mencit berdasarkan berat badan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pemberian obat secara
intramuskular ketika disuntikan santagesik tidak terjadi berubahan fisik
atau prilaku. Setelah 5 menit pemberian obat ekor mencit dimasukkan
kembali ke dalam air panas, waktu yang dibutuhkan mencit untuk
menjentikkan ekornya lebih lama 2 detik dari waktu sebelum disuntikkan
santagesik. Waktu yang diperlukan mencit semakin lama 5 menit
berikutnya, setelah menit ke 30 terjadi menurunan waktu dikarenakan
efek santagesik telah habis.
Pada percobaan yang telah dilakukan terjadi kendala yaitu suhu
air yang berubah-ubah, serta keterbatasan hot plate di dalam
Laboraturium.
11
BAB V
PENUTUP
3.6 Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13
14