Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami mengenai “Mekanisme Kerja, Penggolongan
Obat dan Contoh Obat Antipiretik” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi Dasar. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan pembaca mengenai obat antipiretik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Olvie Syenni Datu, S.Farm.,Apt.,M.Farm,
selaku dosen pengampu mata kuliah Farmakologi Dasar. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah
ini mampu memberikan pengetahuan tentang mekanisme kerja, penggolongan obat serta contoh
obat dari antipiretik.
i
DAFTAR ISI
COVER
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………...……….. 6
B. Saran …………………………………………………………………...………………… 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila
tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-
obatan. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan
bahan-bahan lain tersebut termasuk obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi
obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat sekaligus dalam satu periode
(polifarmasi) digunakan bersama-sama. Interaksi obat berarti saling pengaruh antar obat
sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses
hingga akhirnya obat dikeluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi,
absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut,
bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu
interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi
bersamaan dengan obat.
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke
kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang
distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus (Sweetman, 2008). Obat ini
menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini
tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering
ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi,
gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and
Boyle, 2011).
Obat – obat antipiretik secara umum dapat digolongkan
dalam beberapa golongan yaitu golongan salisilat, (misalnya
aspirin, salisilamid), golongan para-aminofenol (misalnya
acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya
fenilbutazon dan metamizol) (Wilmana, 2007). Acetaminophen,
Non Steroid Anti-inflammatory Drugs, dan cooling blanket biasa
digunakan untuk mencegah peningkatan suhu tubuh pada pasien
cedera otak agar tetap konstan pada kondisi suhu ≤ 37,5ºC
(Dipiro, 2008). Pemberian obat melalui rute intravena atau intra
peritoneal biasanya juga digunakan pada keadaan hipertermia,
yaitu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41ºC. Suhu ini dapat
membahayakan kehidupan dan harus segera diturunkan
(Sweetman, 2008).
Studi penggunaan obat adalah studi yang mempelajari proses penggunaan obat,
yang didefinisikan WHO sebagai pemasaran, distribusi, peresepan, dan penggunaan obat
iii
dalam masyarakat dengan titik berat pada hasil pengobatan dan konsekuensi sosial-
ekonomi yang ditimbulkan. Tujuan utama studi penggunaan obat adalah untuk
memfasilitasi penggunaan obat secara rasional pada suatu populasi. Dalam studi
penggunaan obat dipelajari faktor-faktor yang terlibat dalam peresepan, pemberian dan
penggunaan sehingga pengobatan dapat tepat guna dan mencapai hasil yang optimal.
Selain itu di dalam studi penggunaan obat dapat diperkirakan efek samping atau bahaya
obat tertentu yang dapat timbul pada pasien sesuai dengan kondisi klinisnya serta dapat
mengetahui pola penggunaan obat pada pasien (WHO, 2013). Studi penggunaan
antipiretik ini pada umumnya bertujuan untuk mengetahui terapi yang efektif untuk
mengurangi demam pada pasien cedera otak tanpa menimbulkan efek samping
(Hammond and Boyle, 2011).
B. Tujuan
1. Mengetahui mekanisme kerja dari obat antipiretik
2. Mengetahui penggolongan obat dan contoh obat antipiretik
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Antipiretik
Menurut Farmakoterapi (2009), Obat Analgesik antipiretik serta obat
antiinflamasi non steroid (AINS) atau NSAID merupakan salah satu kelompok obat yang
paling banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat dalam golongan ini merupakan
kelompok obat heterogen dan kimiawi. Bekerja pada cox-3 dengan menghambat produksi
prostaglandin di hipotalamus anterior (yang mengalami peningkatan karena adanya
pirogen endogen).
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas atau untuk obat
mengurangi suhu tubuh (suhu tubuh yang tinggi). Obat tersebut hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas dan tidak ber efektif pada orang normal. Obat Analgetik
sering didefinisikan juga sebagai obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran yang akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada
penderita. Contoh Obat Antipiretik yaitu Parasetamol, panadol, paracetol, paraco,
praxion, primadol, santol, zacoldin, poldanmig, acetaminophen, asetosal atau asam
salisilat, salisilamida.
Demam adalah keadaan dimana suhu meningkat di atas 370 C. Tubuh tidak
berhasil lagi untuk menyingkirkan melalui saluran-saluran normalnya. Semua kalor yang
diproduksi berlebihan. Peningkatan sampai 380 C disebut “peningkatan suhu”, antara 380
C dan 390 C disebut demam sedang, dan suhu di atas 390 C dinamakan tinggi (Tjay dan
Rahardja, 2010).
Demam dapat disebabkan oleh infeksi atau non infeksi. Penyebab demam oleh
infeksi antara lain disebabkan oleh kuman, virus, parasit, atau mikroorganisme lain.
Sedangkan penyebab demam non infeksi antara lain adalah dehidrasi, trauma, alergi, dan
penyakit kanker. Hal lain yang berperan sebagai faktor non infeksi demam adalah
gangguan sistem saraf pusat seperti pendarahan otak, status epileptikus koma, cidera
hipotalamus atau gangguan yang lain (Nelwan, 2006 dalam sudoyo, dkk).
3
aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat. Zat antipiretik dapat mengikat
enzim siklooksigenase yang memicu pembentukan prostaglandin, sehingga kadar
prostaglandin menurun kadarnya di daerah thermostat dan menurunkan suhu tubuh.
Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan
pusat kontrol suhu di hipotalamus (Sinaga, 2018).
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke
kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang
distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus (Sweetman, 2008). Obat ini
menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini
tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering
ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi,
gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and
Boyle, 2011).
4
jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam sekali. Dosisi untuk anak-anak
adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi.
2. Golongan Para-aminofenol
Turunan dari golongan ini adalah acetaminophen dan fenasetin. Turunan
obat golongan para-aminofenol memiliki efek antipiretik yang sama kuatnya
dengan asetosal. Selain itu, obat ini juga memiliki efek anti inflamasi namun
lemah. obat ini dianggap paling aman karena tidak menyebabkan iritasi lambung
yang hebat jika dikonsumsi.
Asetaminofen dikenal dengan sediaannya yaitu parasetamol yang sudah
terjual bebas. Obat ini lemah antiinflamasinya tetapi kuat sebagai antipiretik dan
analgesik. hal ini disebabkan ketidakmampuan paracetamol bekerja pada daerah
yang mengalami inflamasi yang menghasilkan radikal oksigen oleh leukosit.
paracetamol akan efektif menghambat prostaglandin bila lingkungan rendah dari
radikal oksigen. darah yang rendah ini hanya pada hipotalamus, oleh karena itu
paracetamol manjur sebagai obat antipiretik atau menurunkan demam.
3. Golongan pirazolon
Pada turunan pirazolidindion memiliki gugus keton pada C3 sehingga
dapat membentuk enol aktif yang mudah terionisasi.Hubungan struktur aktivitas
turunan pirazolidindion:
1. Substitusi atom H pada C4 dengan gugus metil menghilangkan aktivitas anti
radang karena senyawa tidak dapat membentuk gugus enol.
2. Penggantian 1 atom N pada inti pirazolidindion dengan atom O, pemasukan
gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan penggantian gugus n-butil
dengan gugus alil atau propol tidak memengaruhi aktivitas antiradang.
3.Penggantian inti benzen dengan siklopentan atau sikloheksan akan
menghilangkan aktivitas.
4. Peningkatan keasaman akan mengurangi efek antiradang dan meningkatkan
efek urikosurik.
Contoh golongan obat pirazolon yaitu Antipirin ( fenazon) yang
digunakan secara umum. Obat-obat ini sudah tidak beredar lagi di pasaran, tapi
senyawa-senyawa ini sering digunakan untuk model penelitian
farmakokinetika.Antipirin Mempunyai aktivitas analgesik antipiretik setara
dengan asetanilid. Efek samping agranulositosis lebih besar dan memiliki efek
paralisis pada saraf sensorik dan motorik sehingga digunakan untuk anestesi lokal
dan vasokontriksi pada pengobatan laringitis dan rinitis. Dosis larutan 5-15 %
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas atau untuk obat
mengurangi suhu tubuh (suhu tubuh yang tinggi). Obat tersebut hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas dan tidak ber efektif pada orang normal. Obat Analgetik
sering didefinisikan juga sebagai obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran yang akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada
penderita. Demam adalah keadaan dimana suhu meningkat di atas 370 C. Tubuh tidak
berhasil lagi untuk menyingkirkan melalui saluran-saluran normalnya. Semua kalor yang
diproduksi berlebihan. Peningkatan sampai 380 C disebut “peningkatan suhu”, antara 380
C dan 390 C disebut demam sedang, dan suhu di atas 390 C dinamakan tinggi. Demam
dapat disebabkan oleh infeksi atau non infeksi. Penyebab demam oleh infeksi antara lain
disebabkan oleh kuman, virus, parasit, atau mikroorganisme lain. Mekanisme kerja
antipiretik adalah dengan mengembalikan fungsi thermostat di hipotalamus ke posisi
normal dengan cara pembuangan panas melalui bertambahnya aliran darah ke perifer
disertai dengan keluarnya keringat. Zat antipiretik dapat mengikat enzim siklooksigenase
yang memicu pembentukan prostaglandin, sehingga kadar prostaglandin menurun
kadarnya di daerah thermostat dan menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tersebut
adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di
hipotalamus.
Ada 3 golongan obat antipiretik yaitu golongan salisilat, golongan para-
aminofenol dan golongan pirazolon. Contoh Obat Antipiretik yaitu Parasetamol, panadol,
paracetol, paraco, praxion, primadol, santol, zacoldin, poldanmig, acetaminophen,
asetosal atau asam salisilat, salisilamida.
B. Saran
Untuk mengurangi efek samping yang merugikan pengguna serta pemakaian obat yang
rasional, obat antipiretik sebaiknya dibeli pada apotek resmi sehingga apoteker dapat
memberikan informasi yang memadai tentang cara penggunaan obat tersebut dengan
benar ataupun dengan resep dokter.
6
7
DAFTAR PUSTAKA
Hammond RN and M. Boyle RN, 2011, Pharmacological versus non pharmacological
antipyretic treatments in febrile critically ill adult patients: A systematic review and
meta- analysis, Australian Critical Care (2011)24, 4—17.
Nelwan, R.H.H., 2006. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A. W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., Editor: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. 1697-1699.
Sinaga, S. L. L, 2018, Uji Efek Antipiretik Infusa Daun Sambiloto (Andrographis paniculata)
Pada Merpati Dengan Paracetamol Sebagai Pembanding, Politeknik Kesehatan
KEMENKES Medan.
Sri Gentari Benjamin, DKK. 2020. UJI EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL
DAUN MIANA(COLEUS SCUTELLARIOIDES [L]) BENTH PADA TIKUS PUTIH
JANTAN GALUR WISTAR (RATTUS NORVEGICUS) Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 9 No. 1 FEBRUARI 2020 ISSN 2302 - 2493
Sweetman, S.,C.,2008, Martindale: The Complete Drug Reference, 36th Ed, The Pharmaceutical
Press, London, p.8-10
Rahmadanita Faza, Sumarno. 2019. Kajian Pustaka Efek Samping Aspirin : Aspirin-
Exacerbated Respiratory Disease (AERD) PHARMACEUTICAL JOURNAL OF
INDONESIA 2019. 5(1): 1-5
Rinidar, M. Isa, T. Armansyah. 2020. Pengantar Farmakologi Analgesik-Anti piretik-Anti
inflamasi, Syiah Kuala University Press
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2010. Obat-obat Gangguan Sehari-hari. Jakarta: PTElex Media
Komputindo