Dosen Pembimbing :
Neni Probosiwi, M.Farm., Apt
Disusun oleh :
1. Maria Goreti Yulianti G. Huar (18650149)
2. Sintya Angelica Saputri (18650150)
3. Agus Kristianto Deniro (18650166)
4. Sri Intan Anggreeni (18650167)
5. Annastya Rizqina Rahma (18650168)
6. Bella Ainun Eka Wardani (18650169)
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Klasifikasi Jamur dan Macam Macam Penyakit Akibat Jamur....................3
B. Obat Anti Jamur............................................................................................9
C. Infeksi Jamur Berdasarkan Penyebabnya.....................................................9
D. Penggolongan Anti Jamur...........................................................................11
E. Golongan Anti Jamur Untuk Infeksi Sistemik, Dermatofit, Dan Mukokutan
(Topikal).....................................................................................................12
F. Jenis Jenis Mikosis......................................................................................25
G. Pemilihan Preparat Untuk Infeksi Anti Jamur............................................28
BAB III..................................................................................................................30
PENUTUP..............................................................................................................30
Kesimpulan.........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler
(umumnya berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang
membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding sel
mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. Jamur hidup secara
heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit
(merugikan organisme lain), dan simbiosis. Berdasarkan kingdomnya,
fungi (jamur) dibedakan menjadi lima divisi yaitu, Zigomycotina (kelas
Zygomycetes), Ascomycotina, Basidiomycotina, dan Deuteromycotina.
Sedangkan Obat antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk
pengobatan penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Penyakit yang disebabkan oleh jamur biasanya akan tumbuh pada
daerah-daerah lembab pada bagian tubuh kita, diantaranya seperti pada
bagian ketiak, lipatan daun telinga, jari tangan dan kaki dan juga bagian
lainnya. Penyakit kulit karena jamur bisa menular karena kontak kulit
secara langsung dengan penderitanya. Gejala dari penyakit ini adalah
warna kulit yang kemerahan, bersisik dan adanya penebalan kulit, dan
yang jelas akan disertai dengan rasa gatal pada kulit yang sudah terifeksi
jamur tersebut. Infeksi karena jamur disebut mkkosis, umumnya bersifat
kronis. Mikosis ringan menyerang permukaan kulit (mikosis kutan), tetapi
dapat juga menembus kulit sehingga menimbulkan mikosis subkutan.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja klasifikasi jamur dan contoh jamur penyebab penyakit?
2. Apa yang dimaksud dengan obat anti jamur?
3. Apa saja macam infeksi jamur berdasarkan penyebabnya?
4. Apa saja penggolongan anti jamur?
5. Apa saja macam golongan anti fungi untuk infeksi sistemik,
dermatofit, dan mukokutan (topikal)?
6. Apa saja jenis jenis mikosis?
7. Bagaimana pemilihan preparat untuk infeksi anti jamur?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi pada jamur dan contoh jamur penyebab
penyakit
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan obat anti jamur
3. Untuk mengetahui macam infeksi jamur berdasarkan penyebabnya
4. Untuk mengetahui penggolongan anti jamur
5. Untuk mengetahui macam golongan anti fungi untuk infeksi sistemik,
dermatofit, dan mukokutan (topikal)
6. Untuk mengetahui jenis jenis mikosis
7. Untuk mengetahui pemilihan preparat untuk infeksi anti jamur
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Deuteromycotina
Jamur kelompok ini disebut janur imperfecti (jamur tidak
sempurna) atau Deuteromycotina karena belum diketahui cara
reproduksi generatifnya. Jamur yang termasuk subdevisio
basidiomycotina mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Dinding selnya tersusun atas zat kitin
b. Multiseluler
c. Hifa bersekat,dibedakan hifa primer(berinti satu)dan
sekunder(berinti dua)
d. Mengandung inti haploid
e. Memiliki keturunan diploid lebih singkat
f. Reproduktif vegetatif dengan membentuk konidiaspora
Contoh spesies dari subdevisio deuteromycotina antara lainya sebagai
berikut:
a. Microsporium audoini,Trichophyton dan epiderophyton penyebab
penyakit kurap pada kepala.
b. Epidermophyton floccum penyebab penyakit kaki atlet
c. Sclothium rolfsii penyebab penyakit busuk pada tanaman.
d. Helmintrosporium oryzae perusak kecambah dan buah
3. Ascomycotina
Jamur kelompok ini disebut Ascomycotina,Karena dalam
reproduksi generatifnya menghasilkan askospora. Jamur yang termasuk
subdevisio askomycotina mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Dinding sel tersusun atas zat kitin
b. Uniseluler dan multiseluler
c. Hifa bersekat,membentuk badan buah yang disebut ascokarp
d. Mengandung inti haploid
e. Memiliki keturunan diploid lebih singkat
f. Reproduksi vegetatifnya dengan membentuk konidiospora
g. Reproduksi generatifnya dengan konjugasi yang menghasilkan
askospora
4
Contohnya adalah Penicillium, species ini juga dikenal sebagai
penghasil bahan antibiotik penisilin. Piedraia hotai, sebagai penyebab
infeksi rambut pada manusia yang dinamakan piedra hitam. Candida
albicans, yang menimbulkan suatu keadaan yang disebut candidiasis
yaitu penyakit pada selaput lendir, mulut, vagina dan saluran
pencernaan. Saccharomyces cerevisiae , digunakan dalam pembuatan
roti, anggur dan bir , memperbanyak dir dengan pembentukan tunas.
Jamur Aspergillus niger, untuk fermentasi asam sitrat, Aspergillus
oryzae dan Aspergillus wentii untuk fermentasi kecap
4. Basidiomycotina
Jamur kelompok ini disebut basidiomycotina karena dalam
reproduksi generatifnya menghasilkan basidiospora. Jamur yang
termasuk subdivisio.
Basidiomycotina Mempunyai ciriciri sebagai berikut:
1. Dinding sel tersusun atas zat kitin
2. Multiseluler
3. Hifa bersekat, dibedakan hifa primer (berinti satu) dan
sekunder(berinti dua)
4. Mengandung inti hapioid
5. Memiliki keturunan diploid lebih singkat
6. Membentuk badan buah yang disebut basidiokarp
7. Reproduksi vegetatif dengan membentuk konidiospora
8. Reproduksi generatif dengan menghasilkan basidiospora
Contohnya adalah jamur merang (Volvariella volvaceae ), jamur shitake
(Lentinus edodes) atau jamur tiram (Pleurotes)
5. Zygomicotina
Jamur kelompok ini diberi nama Zigomycotina karena dalam
reproduksi generatifnya menghasilkan zigot didalam zigos spora. Jamur
subdivisio Zigomicotina mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Dinding selnya tersusun atas zat kitin
b. Multiseluler
5
c. Hifa tidak bersekat
d. Mengandung inti haploid
e. Memiliki keturunan diploid lebih singkat
f. Reproduktif vegetatif dengan membentuk spora
g. Reproduktif generatif dengan konjugasi yang menghasilkan
zigospora.
Contoh nya adalah Rhyzopus dan Mucor. Keduanya mempunyai
struktur dan penampilan yang hampir sama, hanya pada Rhyzopus dapat
ditemukan adanya percabangan hifa khusus yang menembus substrat
yang menyerupai akar disebut rhizoid.
7
dengan sistem genitouorinari (urogenital). Disebabkan oleh cendawan
dimorfik Blastomyces dermatitidis. Cendawan B. Dermatitidis banyak
ditemukan di tanah yang mengandung sisa-sisa bahan organik dan
kotoran hewan. Ketika konidia (salah satu bagian tubuh) dari B.
dermatitidis terhirup oleh manusia maka akan terjadi perubahan bentuk
dari miselium menjadi khamir dan sistem imun manusia tidak sempat
menghasilkan respon imun terhadap perubahan tersebut. Agen penyakit
akan menyebar melalui sistem limfa dan aliran darah.
10. Tinea favosa
Bintik-bintik putih pada kulit kepala kemudian membesar
membentuk kerak yang berwarna kuning kotor. Kerak ini sangat
lengket daln bila diangkat akan meninggalkan luka basah atau
bernanah. Di sebabkan oleh Jamur Trichophyton schoenleinii.
Menginfeksi kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan kuku
pennularannya dapat melalui penggunaan handuk atau kain orang yang
terinfeksi.
11. Dermatophytosis (Tinea pedis, Athele foot)
Merupakan infeksi jamur superfisial yang kronis mengenai kulit
terutama kulit di sela-sela jari kaki. Dalam kondisi berat dapat
bernanah. Di sebabkan oleh Jamur Trichophyton sp. Menginfeksi kulit
terutama kulit di sela-sela jari kaki dapat tertular apabila berjalan di
tempat-tempat kotor yang berair.
12. Tinea barbae Rambut (janggut)
Bagian yang terkene jamur ini akan mudah patah, kusam.
Sedangkan kulit (bagian leher) yang terkene virus ini akan terdapat
bintik-bintik putih. Di sebabkan oleh Jamur Trichophyton
mentagrophytes, Trichophyton violaceum, Microsporum cranis. Dapat
tertular apabila bersentuhan atau melalui alat pemotong jenggot yang
telah terinfeksi
13. Tinea cruris
Terdapat bintik hitam pada kulit bagian paha atas.
Di sebabkan oleh Jamur Epidermophyton floccosum atau Trichophyton
sp. Infeksi mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah
8
dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya
dapat tertular melalui sentuhan atau kuku saat menggaruk bagian yang
terifeksi.
14. Infeksi candida
Terjadi karena faktor predisposisi. Di sebabkan oleh Jamur
Candida albicans. Merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku atau
organ tubuh seperti hantung dan paru-paru, selaput lendir dan juga
vagina menular melalui sentuhan kulit yang terkena jamur ini.
15. Tinea circinata (Tinea corporis)
Gejalanya bermula berupa papula kemerahan yang melebar. Di
sebabkan oleh Jamur Corporis trichopyton. Merupakan mikosis
superfisial berbentuk bulat-bulat (cincin) dimana terjadinya jaringan
granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa gatal dapat
terinfeksi karena kuku yang terinfeksi jamur
9
a) Aspergilosis
Invasi aspergilosis paru sering terjadi pada pasien penyakit
imunosupresi yang berat dan tidak memberi respon yang memuaskan
terhadap pengobatan dengan anti jamur. Obat pilihan adalah amfoterisin B
IV dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg BB setiap hari.
b) Blastomikosis
Obat jamur terpilih untuk Blastomikosis adalah Ketokonazol per oral
400 mg sehari selama 6-12 bulan. Itrakonazol dengan dosis 200-400 mg
sehari juga efektif pada beberapa kasus. Amfoterisin B sebagai cadangan
untuk penderita yang tidak dapat menerima ketokonazol.
c) Kandidiasis
Pengobatan menggunakan Amfoterisin B. Flusitosin diberikan
bersama Amfoterisin B untuk meningitis, endoftalmitis, arthritis, dan
kandidia.c Disamping penyebarannya yang lebih baik ke jaringan sakit,
flusitosin diduga bekerja aditif dengan amfoterisin B sehingga dosis
amfoterisin B dapat dikurangi.
d) Koksidioidomikosis
Adanya kavitis (ruang berongga) tunggal di paru atau adanya
infiltrasi fibrokavvitis yang tidak responsif terhadap kemoterapi
merupakan ciri khas penyakit kronis koksidioidomikosis. Penyakit ini
dapat diobati dengan Amfoterisin B secara intravena, ketokonazol, dan
itrakonazol.
e) Kriptokokosis
Obat terpilih untuk penyakit ini adalah Amfoterisin B dengan dosis
0,4-0,5 mg/kg BB perhari secara intravena. Penambahan flusitosin dapat
mengurangi pemakaian amfoterisin B (0,3 mg/kg BB). Flukonazol
bermanfaat untuk terapi supresi pada penderita AIDS.
f) Histoplasmosis
Penderita histoplasmosis paru kronis sebagian besar dapat diobati
dengan Ketokonazol 400 mg/hari selamaa 6-12 bulan. Itrakonazol 200-400
mg sekali sehari juga cukup efektif. Amfoterisin B secara intravena juga
dapat diberikan selama 10 minggu.
10
g) Mukomikosis
Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk mukornikosis paru
kronis.
h) Parakoksidioimikosis
Ketokonazol 400 mg/hari merupakan obat pilihan yang diberikan
selama 6-12 bulan.Pada keadaan yang berat diberikan terapi awal
amfoterisin B.
i) Sporotrikosis
Obat terpilih untuk keadaan ini adalah pemberian oral larutan jenuh
kalium iodida (1 g/ml) dengan dosis 3 sampai 40 tetes sehari yang
dicapuur dengan sedikit air. Obat sporotrikosis yang menyerang paru,
tulang.
11
E. Golongan Anti Jamur Untuk Infeksi Sistemik, Dermatofit, Dan
Mukokutan (Topikal)
a) Anti Jamur Untuk Infeksi Sistemik
Anti fungi untuk infeksi sistemik dibedakan menjadi beberapa
golongan, antara lain golongan imidazol, amfoterisin B, flusitosin,
kaspofungin, terbinafen, dan kalium iodida.
1. Amfoterisin B
Amfoterisin B dihasilkan oleh Sterptomyces nodosus. Untuk
infeksi jamur sistemik, amfoterisin B diberikan melalui infuse secara
perlahan-lahan. Obat ini berbentuk kristal seperti jarum atau prisma
berwarna kuning jingga tidak berbau dan tidak berasa, tidak larut dalam
air, tidak stabil, tidak tahan suhu diatas 37oC
a. Aktivitas anti jamur
Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel
matang,obat ini bersifat fungi statik atau fungisida tergantung pada
dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi.
b. Mekanisme Kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat
membrane sel jamur.ikatan ini akan menyebabkan membrane sel
bocor sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan
mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel. Bakteri,virus dan
riketsia tidak dipengaruhi oleh obat ini karena jasad renik tidak
mempunyai gugus sterol pada membran selnya.
c. Farmakokinetik
Amfoterisin B sedikit sekali di serap melalui saluran
cerna.suntikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB/hari akan memberikan
kadar puncak antara 0,3µg/ml pada kadar mantap.waktu paruh obat
ini kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang di ikuti oleh eliminasi
fase kedua dengan waktu paruh kira kira 15hari sehingga kadar
mantap nya baru akan tercapai setelah beberapa pemakaian.obat ini
di distribusi kan luas ke seluruh jaringan.kira kira 95% obat beredar
dalam plasma terikat pada lipoprotein.kadar amfoterisin B dalam
cairan pleura,peritoneal,synovial dan humor akuosa yang mengalami
12
peradangan hanya kira-kira 2/3 dari kadar terendah dari
plasma.amfoterisin B mungkin dapat menembus sawar uri,sebagian
kecil mencapai CSS,humorfitreus dan cairan amnion.ekskresi obat
ini melalui ginjal berlangsung lambat sekali,hanya 3% dari jumlah
yang diberikan selama 24jam sebelumnya ditemukan dalam urin.
d. Farmakodinamik
14
h. Dosis
2. Flusitosin
Flusitosin adalah 5-Fluorositosin yang merupakan antijamur
sistemik yang dapat diberikan per oral. Flusitosin menghambat
pertumbuhan galur, seperti kandida, kriptokokus, torulopsis, dan
beberapa galur aspergilosis, serta jamur lain (Munaf, 2004).
a. Aktivitas anti jamur
15
Spektrum anti jamur agak sempit. Obat ini efektif untuk
pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, kromomikosis, toruloksis,
dan aspergilosis, cryptococcus dan candida dapat menjadi resisten
selama pengobatan dengan flusitosin. 40-50% candida sudah
resisten sejak semula pada kadar 100µg/ ml flusitosin. Infeksi
saluran kemih bagian bawah oleh candida yang sensitive dapat
diobati dengan flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urine
sangat tinggi. In vitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B
akan menghasilkan efek supraaditif terhadap C. neoformans, C.
tropicalis, dan C. albicams yang sensitive.
b. Mekanisme
Obat ini bekerja karena adanya sel-sel jamur yang sensitif
sehingga mengubah flusitosin menjadi fluorourasil yang dapat
menghambat timidilat dan sintesis DNA. Keadaan ini tidak terjadi
pada sel mamalia karena dalam tubuh mamalia flusitosin tidak
diubah menjadi fluorourasil.
c. Farmakokinetik
Flusitosin di serap dengan cepat dan baik melalui saluran
cerna. Pemberian Bersama makanan memperlambat penyerapan
tapi tidak mengurangi jumlah yang diserap. Kadar puncak dalam
darah setelah pemberian per oral berkisar antara 70-80µg/ml akan
di capai 1-2 jam setelah pemberin dosis sebesar 37,5mg/kg BB.
Setelah di serap, flusitosin akan didistribusikan dengan baik ke
seluruh jaringan dengan volum distribusi mendekati volume total
cairan tubuh. Flusitosin dapat dikeluarkan melalui hemodialysis
atau dialisis peritonial.
d. Indikasi
untuk infeksi sistemik flusitosin kurang toksik daripada
amfoterisin B dan obat ini dapat diberikan per oral, tapi cepat
menjadi resisten. Untuk sebab itu pemakaian tunggal flusitosin
hanya untuk infeksi cryptococcus neoformans, beberapa spesies
candida dan infeksi oleh cromoblastomikosis. Untuk infeksi lain
biasanya di kombinasikan dengan amfoterisin B.
16
e. Efek samping
Mual, muntah, sakit perut, diare, anoreksia, mulut kering,
ulkus duodenum, perdarahan gastrointestinal, peningkatan kadar
bilirubin, fungsi hati yang abnormal, penyakit kuning, peningkatan
enzim hati dalam serum. Gejala toksik lebih sering terjadi pada
pasien azotemia dan jelas meningkat bila kadar flusitosin plasma
melampaui 100-125µg/ml.
17
berbagai jamur. Absorpsi obat ini akan menurun pada pH cairan
lambung yang tinggi.
Setelah pemberian oral, obatiniakanditemukandalam urine,
kelenjar lemak, air ludah, kulit yang mengalamiinfeksi, tendon,
dan cairan synovial.
c. Efek samping
Efek toksiketokonazol lebih ringan dari pada amfoterisin B.
mual,muntah,adalah efek samping yang sering terjadi. Efek
samping samping yang jarang adalah sakit kepala,vertigo,nyeri
epikgastik,fotofobia, pruritus, parastesia, dan gusi berdarah. Obat
ini dapat meningkatkan aktifitas enzim hati untuk sementara
waktu dan kadang-kadang dapat menimbulkan kerusakan
hati.obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan
menyusui.
d. Indikasi
Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosispru,
tulang,sendi, dan jaringan lemak.ketokonasol tidak dianjurkan
untuk meningitis kriptokokkus karena penetrasinnya kurang baik
tapi,obat ini efektif untuk kriptokkokus non meningeal,
idomikosis, dan kandidiasis.
2) Flukonazol
Flukonazol merupakan derivate triazol, antijamur yang poten,
yang bekerja spesifik menghambat pembentukan sterol pada
membrane sel jamur.
a. Efek samping
Mual, muntah,nyeri perut ringan, diare, sakit perut, sakit
kepala, pusing, rasa yang tidak biasa, atau tidak enak pada mulut.
b. Indikasi
Flukonazol digunakan untuk pengobatan infeksi non-sistemik
oleh jamur candida pada vagina, tenggorokan, dan mulut
Untuk mencegah infeksi jamur pada orang-orang dengan
sistem kekebalan tubuh lemah,termasuk paska kemoterapi
18
kanker, orang-orang dengan infeksi HIV stadium lanjut,
pasien transplantasi,dan bayi premature
Sebagai obat anti jamur lini kedua pada pengobatan infeksi
jamur pada system saraf pusat seperti meningoencephalitis
kriptokokus
c. Dosis
Pencegahan infeksi jamur pada pasien dengan gangguan
sistem kekebalan tubuh. Dewasa: 50-400 mg per hari.
3) Itrakonazol
Anti jamur system ikturunan triazole ini erat hubungannya
dengan ketokonazole. Obat ini dapat diberikan per oral dan IV.
a. Indikasi
Kandidias vulvo vagina, pitiriasis versikolor, fungal
keratitis, kandidiasis mulut, dermatomikosis.
b. Efek samping
Mual, sakit perut,sakit kepala, dyspepsia, pusing, pruritus,
rash, urtikaria, angioedema, peningkatan enzim,hati yang
reversible.
c. Dosis
Kandidiasis vulvovagina: sehari 2 kali 100 mg selama 3
hari; pitiriatis versikolor: sehari 200 mg selama 7 hari; Tinea
kruris : sehari 100 mg selama 15 hari ; pada daerah dengan
keratinisasi tinggi diperlukan pengobatan tambahan sehari 100
mg selama 15 hari lagi ; Kondidiasis mulut,sehari 100 mg
selama 15 hari ; fungal keratitis sehari 200 mg selama 21 hari
4. Ekinokandin
Ada 3 ekinokandin yang diterima untuk pengunaan klinik yaitu
kaspofungin, mikafungin, dan anidulafungin. Ketiganya merupakan
siklik-lipopeptida dengan inti heksa-peptida.
19
Spektrum Antijamur, terutama meliputi spesies cancida dan
Aspergillus. Tidak ada aktifitas antijamur terhadap Histoplasma
caosulatum .Criptococcus neoformans dan Trichospotum.
a. Mekanisme kerja
Obat ini menghambat enzim yang diperlukan untuk
sintensis dinding sel jamur yaitu komponen 1,3-β-D-glukan.
Hambatan tersebut menyebabkan kerusakan integritas dinding sel
jamur, instabilitas osmotic dan kematian sel tersebut. Kadar hambat
minimal terhadap C.albicans 0,015-o,5 mcg/ml, lebih tinggi untuk
kaspofungbin dari pada anidulafungin dan mikafungin.kadar 2-4
kali kadarfungistatik
b. Farmakokinetik
Ekinokandin tidak diserap secara oral, hanya tersedia
sebagai sediaan intravena, ikatan proteinnya >97%, tidak
menembus sawar darah otak. Kaspofungin dimetabolisme secara
lambat dengan cara hidrolisis dan asetilasi. Bersihan renal sedikit
sekali dipengaruhi insufiensi hati.
c. Indikasi
Kaspofungin untuk infeksi kandida mokukutaneous (esopaghus
dan orofaring)
Mikafungin untuk kandidiasis invasis dalam, yaitu : kandidiasis
esophagus. Kandidiasis juga digunakan untuk profilaksis pada
penderita yang mendapatkan terapi sel punca
hematopoetik(hematopoletic stem cell transplantation, HSCT).
Idikasi anifulangin sama dengan mikafungin
d. Dosis
Kaspofungin : 70 mg sebagai dosis tunggal disusul 50 mg sehari
selama diperlukan
Mikafungin : 150 mg/hari (rentang : 100-200 mg/hari) selama
10-30 hari
Profilaksis : untuk pasien dengan HSCT dosisnya: 50 mg/hari
selama 6-51 hari
20
Anidulafungin : untuk kandida esophageal 100 mg hari pertama
disusul 50 mg/hari untuk 14 hari. Untuk kandidamia dosis muat
200 mg disusul 100mg/hari sekurang-kurangnya 14 hari setelah
biakan darah positif terakhir.
e. Efek Samping dan Interaksi Obat
Ekinokandin ditoleransi dengan baik. Sesekali terjasi
gangguan gastrointestinal, flebitis, reaksi hipersensivitas dan
flushing. Profil keamanannya sebanding dengan flukonazol.
5. Terbinafin
Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan
struktur mirip naftitin.obat ini digunakan untuk terapi darmofitosis
terutama onikomikosis,namun pada pengobtan kandidiasis kutaneus dan
tinea versikolor,terbinafin biasanya dikombinasikan dengan golongan
imidazol ataau triazol karena penggunaannya sebagi monoterapi kurang
efektif.
a. Farmakonetik
Terbinafin terserap baik melalui saluran cerna, tetapi
bioavailabilitasnya oralnya hanya 40% karena mengalami metabolisme
lintas pertama dihati obat ini terkait dengan protein plasma lebih dari
99% yang terakumulasi dikulit, dan jaringan lemak. Waktu paruh
awalnya adalah sekitar 12 jam dan berkisar antara 200-400 jam bila
telah mencapai kadar mantap bila obat ini masih dapat ditemukan dalam
plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatn yang lama. Terbinafin di
metabolisme dihati menjadi metabolit yang tidak aktif dan dieksresikan
diurine.terbinafin tidak boleh diberikan untuk pasien azotemia atau
gagal hati karena dapat terjadi peningkatan kadar terbinafin yang sulit
diperikirakan.
b. Aktifitas anti jamur
Terbinafin bersifat kertofilik dan fungisidal. Obat ini
mempenagruhi biosintesis ergosterol, dinding sel jamur melalui
penghambatan enzim skualen epoksidese pada jamur dan bukan melalui
penghambatan enzim sitokrom P450.
21
c. Efek samping
Efek samping terbinafin jaraang terjadi,biasanya berupa gangguan
saluran cerna.sakit kepala atau rash.hepatotoksisitas netro penia
beraat,sindroma stevens johnson atau nekrolisis epidermal toksik dapat
terjadi,namun sangat jarang.pad wanita hamil,penggunaan obat ini
termasuk kategori B.penggunaan terbinafin pada ibu menyusui
sebaiknya dihindari.hingga saat ini belum ada obt berinteraksi secara
signifikan dengan terbinafin.
22
pengobatan dan griseofulvin sedangkan penyembuhan sempurna
baru terjadi setelah beberapa minggu.
d. Farmakodinamik
Obat ini bekerja dengan menghambat skualenapoksidase dan
obat ini memberiakan efek fungistatik. Spectrum aktivitasnya hanya
efektif terhadap dermatofit, karena di sel-sel kandida tidak tercapai
konsentrasi yang cukup.
3. Nistatin
Merupakan suatu antibiotic polien yang dihasilkan oleh
Streptomyces nuorsei. Aktivitas antijamur nistatin dengan cara
menghambat pertumbuhan berbabagi jamur dan ragi tetapi tidak aktif
terhadap bakteri, protozoa dan virus.
a. Mekanisme
Mekanisme nistatin hanya akan diikat oleh jamur dan ragi
yang sensitif dan tergantung dari adanya ikatan sterol pada
membrane sel jamur atau ragi ,terutama ergosterol. Terbentuknya
antara ikatan sterol dengan antibiotik ini akan terjadi perubahan
23
permeabilitas membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai
molekul kecil.
b. Indikasi
Digunakan untuk infeksi kandida di kulit, selaput lendir dan
saluran cerna. Paronikia, vaginitis dan kandidiasis oral dan saluran
cerna cukup di obati secara topikal. Kandidiasis di mulut, esofagus
dan lambung merupakan komplikasi dari leukemia terutama pada
pasien yang mendapat kemotrapi. Sebagian besar dari infeksi ini
memberikan respon yang baik terhadap nistatin.Namun bila
disfagia tidak menunjukan perbaikan setelah beberapa hari
pengobatan atau apabila pasien dalam keadan sakit keras
sebaiknya diberikan ketokonazol. Kandidiasis saluran cerna jarang
ditemukan , tetapi keadaan ini dapat merupakan penyebab
timbulnya nyeri perut dan diare.
c. Efek samping
Efek Samping pada pemakaian nistatin yaitu ,mual, muntah,
dan diare ringanmungkin didapatkan setelah pemakaian oral. Iritasi
kulit maupun selaput lendirpada penggunaan topikal belum pernah
dilaporkan. Nistatin tidak mempengaruhi bakteri, protozoa dan
virus maka pemberian nystatin dengan dosis tinggi tidak akan
menumbilkan supeinfeksi.
24
Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek fungustatik
tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat
memberikan efek fungisidal. Obat ini aktif terhadap Epidermophyton
,trichopyton dan microsporum.
c. Haloprogin
Merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal putih
kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalan alkohol. Obat ini
bersifat Fungisidal terhadap Epidermophyton ,trichopyton dan
microsporum dan Malassezia furfur.
d. Siklopiroks Olamin
Obat ini merupakan antijamur topikal berspektum luas.
Pengunaan kliniknya ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis dan
tinea versikolor.
e. Terbinafin
Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan
struktur mirp naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi
dermatofitosis, terutama onikomikosis dan digunakan secara topikal
secara deramatofitosis.
25
Candidiasis adalah mikosis yang meyerang kulit atau jaringan
yang lebih dalam lagi. Penyebabnya adalah candida albicans. Jamur
ini sering kali terdapat pada mukosa mulut, pharynx dan tractus
gastrointestinal orang sehat (flora normal). Candidiasis dapat
mengenai kulit, kuku, atau organ tubuh, seperti ginjal, jantung, dan
paru-paru.
c. Actinomycosis
Actinomycosis adalah mikosis yang ditandai dengan
adanya jaringan granulomatous, bernanah disertai terjadinya
abscess dan fistula. Actinomycosrahis disebabkan oleh
Actinomycosis bovis. Actinomycosis sering menimbulkan banyak
abscess yang saling berhubungan melalui sinus-sinus dan
terjadinya fistula external yang mengeluarkan cairan
sanguinopurulent(nanah campur darah) berisi granula-granula.
Ada 3 tipe Actinomycosis yaitu:
Cervicofscial (50% dari kasus)
Pada Cervicofscia jamur masuk tubuh melalui selaput
lendir mulut atau pharynx dalam perkembangan penyakitnya
mengenai tulang tengkorak atau terjadi fistula menembus
kulit.
Abdominal (Intestinal 20%-30% dari kasus)
Pada tipe abdominal(intestinal) jamur masuk ke tubuh
melalui apendix atau caecum terjadi dimana jaringan pada
quadrnt kanan bawah abdomen diikuti terjadinya sinus-sinus
baik internal maupun eksternal dalam perkembangan
penyakitnya sering mengenai lever, spleen, dan paru-paru.
Pulmonal (15% dari kasus)
Tipe pulmonal terjadi secara primer dimana jamurnya masuk
bersama udara pernapasan atau secara sekunder berasal dari
penyebaran tipe cervicofacial. Pada tipe pulmnal dapa
ditandai dengan adanya batuk, banyak sputum, sesak nafas
dan keringat malam.
d. Maduromycosis (madura foot)
26
Merupakan mikosis pada kaki yang ditandai dengan
terjadinya massa granulomatous yang biasanya meluas ke
jaringan lunak dan tulang kaki. Gejalanya dimulai dengan
adanya infeksi pada jaringan subcutan yang disebabkan oleh
jamur eumycotic mycetoma atau kuman(mikroorganisme) mirip
jamur yang disebut actinomycotic mycetoma.
e. Coccidioidomycosis
Merupakan mikosis yang mengenai paru-paru yang
disebabkan oleh coccidioides immitis.Jamur dimorfik yang
terjadi di alam bebas. Coccidioidoides imitis primer biasanya
mengenai paru dengan gejala menyerupai infeksi paru oleh
orgnisme lain. Coccidioidoides imitisprogresif adalah penyakit
yang bila tidak diobati,berlangsung fatal.
f. Sporotrichosis
Merupakan mikosis yang bersifat granulomatous
menimbulkan terjadinya benjolan gumma,ulcus dan abses yng
biasanya mengenai juga kulit dan kelenjar lympha
superfisial.Yang disebabkan oleh Sporotrichum schenckii
g. Blastomycosis
Merupakan mikosis yang menyerang kulit,paru-
paru,viscera,tulang dan sistem saraf. Blastomycosis dapat
disebabkan oleh blastomyces dermatitidis dan blastomyces
brasieliensis.
2. Mikosis Superfisial
Merupakan penyakit kulit yang disebabkan jamur yang mengenai
lapisan kulit paling atas, (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang kulit,
rambut, atau kuku.
a. Tinea Kapitis
Merupakan tinea kapatis yang biasanya disebabkan oleh genus
microsporum dan ditemukan pada anak-anak.Penyakit ini biasa
dimulai dengan timbulnya papula merah kecil disekitar folikel
27
rambut.Pada daerah yang terserang oleh jamur terbentuk alopesia
setempat dan terliht sebagai grey patch.
b. Tinea Favosa
Tinea Favosa adalah infeksi jamur kronis terutama oleh
T.Schoenleini,T.violaceum dan M.gypseum.Penyakit ini merupakan
bentuk lain tinea kapatis,yang ditandai oleh skutula berwarnah
kekuningan dan bauh seperti tikus(mousy odor)pada kulit
kepala.Biasanya,lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen.
c Tinea barbae
Infeksi dermatofita yang jarang ditemukan.Ia dibatasi pada area
pipih,dagu,dan leher yang berambut.Infeksi ini khusus ditemukan
pada laki-laki dewasa dan remaja.Jamur pada janggut ini juga di
kenal sebagai tinea sycosis dan umumnya jug sring di sebut sebagai
barber”s itch.
28
kombinasikan secara tidak benar, bila dikemukan bahwa dengan memberikan
obat tersebut dokter tidak perlu lagi menetapkan diagnosis penyakit yang
dihadapi, baik itu infeksi jamur,bakterial atau hanya suatu dermatitis biasa.
Dewasa ini telah dipasarkan vorikonazol,suatu anti jamur untu infeksi
sistematik yang spektrumnya luas,diberikan per oral dan toksisitasnya relatif
rendah.data uji kompratif membuktikan bahwa vorikonazol lebih aktif
terhadap Aspergillus sp daripada amforterisin B. (Farmakologi dan Terapi,
2016)
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat-obat antijamur juga disebut obat-obat antimikotik, dipakai untuk
mengobati dua jenis infeksi jamur, yaitu infeksi jamur superficial pada kulit
atau selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system
saraf pusat. Menurut indikasi klinik obat-obat anti jamur dibagi atas dua
golongan, yaitu golongan antijamur untuk infeksi sistemik dan golongan
antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan (topikal).
Yang termasuk dalam golongan golongan antijamur untuk infeksi
sistemik antaralain amfoterisin B, flusitosin, golongan imidazol, dan kalium
iodida.Sedangkan yang termasuk dalam golongan antijamur untuk infeksi
dermatofit dan mukokutan (topikal) adalah griseofulvin, nistatin (mikostatin),
haloprogin, kandisidin, salep whitfield, natamisin, dll.
30
DAFTAR PUSTAKA
31