Anda di halaman 1dari 11

PROGRAM STUDI D IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

POLITEKNIK SANTO PAULUS SURAKARTA


=================================================================
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKOLOGI MEDIS
Judul Praktikum : Identifikasi Jamur Patogen pada Kulit
Hari, tanggal : Selasa (6 November 2018); Selasa (13 November 2018)
Tujuan : 1. Untuk mengetahui morfologi mikroskopis sediaan langsung kerokan kulit
2. Untuk mengetahui morfologi hasil isolasi jamur patogen kerokan kulit
3. Untuk mengidentifikasi jenis jamur patogen yang menginfeksi kulit
Dasar Teori :
1. Fungi Patogen Kulit
Penyakit Kulit Golongan Lokasi Gambaran Klinis Jamur
Ptiriasis Versikolor Leher, muka, Bercak hiper/hipo- Malassezia furfur, M.
(panu) lengan, dada, pigmentasi kecil globosa, M. obtusa,
perut, dll. tipis kemudian M. slooffiae,
menjadi banyak M. symphodialis,
dan disertai sisik M. pachydermatis
Kandidosis Kulit Daerah lembab Meserasi dan Candida sp.
Superfisial
dan hangat (sela eritem, dengan
bukan
jari kaki/tangan dasar merah dan
dermatofitosis
(rangen), membran
inguinal, berwarna putih
perineum, dengan lesi satelit
bawah payudara disekitarnya.
dan ketiak
Tinea Corporis Kulit licin, tidak Daerah bulat Trichophyton
(kurap) berambut dengan pinggir mentagrophytes,
merah dan Microsporum canis
bervesikel dan
bagian tengah
Superfisial bersisik. Gatal
Tinea Pedis Daerah antara Akut: gatal, T. rubrum,

1
(“athlete foot”) dermatofitosis jari kaki merah, vesikuler. T. mentagrophytes,
Menahun: gatal, Epidermophyton
bersisik, kulit floccosum
pecah-pecah
Dermatofitid Biasanya Lesi versikuler Tidak ada jamur dalam
(reaksi id) dipinggir dan sampai buller. lesi. Dapat terjadi
daerah flekspor Paling sering infeksi sekunder
dari jari, telapak, dihubungkan dengan kuman-kuman
setiap bagian dengan tinea pedis
badan

2. Morfologi
Mikroskopis
Mikro Makro
Spesies Pertumbuhan Teksture Warna Faktor
Konidia konidia
(Permukaan/Belakang) Pertumbuhan
T. mentagrophytes cukup cepat seperti putih/kekuningan, piriform, seperti gada, tidak ada
beludru, coklat, merah-coklat bundar, tidak ada atau
bubuk banyak atau banyak
jarang
T. rubrum lambat hingga berbulu putih, merah muda seperti gada, silindris, tidak tidak ada
cukup cepat halus, pucat/merah, piriform, +/- ada atau +/-
bubuk kekuningan, coklat banyak banyak
Microsporum canis cepat berbulu putih, fusoid, apex cukup banyak rice grains
halus, kekuningan/orange recurved;
seperti wol banyak sekali
Epidermophyton lambat Suede coklat kehijauan atau tidak ada dinding tipis; tidak ada
floccosum kuning kecoklatan bergerombol;
banyak
Sel
Malassezia sp. cukup cepat; halus dan krim sampai coklat Pada kulit: sel berbentuk bulat lipid (olive
namun sukar pucat, kekuningan bertunas (budsform) atau oil)
dibiakkan berkerut, lonong uniseluler dengan atau
tepian tanpa hifa pendek, berseptum
dapat halus dan kadang bercabang.
atau Pada kultur: hifa tidak ada
berlobus tetapi bentuk rudiment-nya
mungkin ditemukan
Candida sp. cepat hinga Halus putih krim, pigmentasi Blastokonidia bulat hingga oval tidak ada
sangat cepat tidak ada seperti sel ragi, pseudohifa dan
terkadang hifa sejati dapat
ditemukan. Ballistokonidia

2
tidak terbentuk; artrokonidia
mungkin terbentuk, tetapi tidak
ektensif. Reproduksi seksual
tidak ditemukan.

Morfologi Koloni dan Sel

a
a. T. mentagrophytes memiliki koloni
yang datar, putih hingga krim, dengan
permukaan seperti tepung hingga
bergranula. Beberapa kultur
menunjukkan pelipatan sentral atau
area pleomorfik. Pigmentasi belakang
biasanya kuning-coklat hingga coklat
kemerahan.
b. Mikrokonidia (2) berupa sel tunggal
1 b atau berkelompok. Mikrokonidia
berupa hialin, dengan dinding yang
halus dan biasanya berbentuk sferikal
hingga subsferikal dan terkadang
2 clavate hingga piriform. Makrokonidia
(1) berbentuk clavate, dinding tipis,
halus dan memiliki hifa spiral

a
a. T. rubrum memiliki koloni lunak;
pigmentasi permukaan dari putih ke
krim ke merah gelap; pigmentasi
belakang dari tak berwarna ke kuning-
coklat ke merah anggur.

b b. Mikrokonidia clavate hingga piriform;


banyak. Makrokonidia mungkin tanpa
proyeksi terminal; bisa ditemukan.

3
a
a. Microsporum canis koloni berwarna
putih hingga krim; flat; padat dan
beralur. Bagian belakang berwarna
kuning emas hingga kuning
kecoklatan; bisa juga apigmented.

b b. Makrokonidia biasanya berbentuk


spindle terdiri atas 5-15 sel, berdinding
tebal dan sering memiliki terminal
knob. Mikrokonidia berbentuk piriform
hingga clavate.

a
a. Epidermophyton flocossum koloni
berwarna coklat kehijauan atau kuning
kecoklatan dengan permukaan suede,
center menonjol dan berlipat dengan
tepian yang rata. Pigmentasi belakang
biasanya coklat kekuningan agak

b gelap.
b. Makrokonidia memiliki dinding yang
tipis; bergerombol. Terdapat banyak
klamidiospora pada kultur lama.
Mikrokonidia tidak terbentuk.

4
a b
a. Malassezia sp. pada media seperti
Dixon koloni berwarna krim hingga
kekuningan, halus atau berkerut,
berkilau atau kusam, dan tepian halus
atau bergelombang.
b. Sel seperti ragi globosa, elips hingga
silindris.

a b
a. Candida sp. koloni berwarna putih
krim. Pigmentasi tidak ada.
b. Blastokonidia bulat hingga oval
seperti sel ragi. Pseudohifa dan
terkadang hifa sejati dapat ditemukan.

3. Kontaminasi
Kontaminasi yang paling sering terjadi pada kultur jamur adalah jamur lain, meskipun
bakteri dan ragi dapat juga menjadi masalah. Kebanyakan spora jamur sangat ringan dan
dengan mudah terbawa angin. Bahkan membuka tutup cawan petri sebentar saja
memungkinkan masuknya organisme kontaminan.
Koloni ragi dan bakteri berlendir dapat tumbuh
menutupi permukaan kultur muda. Kebanyakan
bakteri adalah motil dan “bergerak” di sepanjang
hifa jamur, kemudian berkumpul di ujung hifa untuk
memperoleh nutrisi dari aktivitas enzimatik.
Actinomycetes dapat menyerang kultur terutama
kultur tua dan tumbuh di permukaan koloni jamur.
Actinomycetes biasanya memproduksi banyak spora
dan susah untuk dibasmi.

Jamur kontaminan tumbuh


pada ujung sisi cawan petri

5
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kontaminasi yaitu dengan menjaga
kebersihan dan sterilitas. Permukaan tempat kerja dapat dibersihankan dahulu dengan
pemutih 10% sebelum pengerjaan dimulai. Selain itu pada saat pengerjaan sebaiknya AC
dan kipas angin dimatikan serta jendela ditutup untuk mencegah penyebaran debu melaui
udara. Hal lain yang sangat penting yaitu menggunakan peralatan yang telah disterilkan dan
penanaman dilakukan secara aseptik. Kemudian dapat juga digunakan antibiotik untuk
mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur yang tidak diinginkan [ CITATION Ano18 \l 1057 ].

Alat dan Bahan :

Alat Bahan
1. Bistula 1. Media Sabaround Glucose Agar (SGA)
2. Object glass 2. Media Potato Dextrise Agar (PDA)
3. Cover glass 3. Spesimen kerokan kulit
4. Cawan Petri 4. Lactophenol blue
5. Mikroskop 5. KOH 10%
6. Plastik atau botol kecil 6. Alkohol 70%

Prosedur Kerja :

Pengumpulan Preparasi Pengamatan


Sampel KOH Mikroskopis

Pengamatan Pengamatan Inkubasi pada suhu Penanaman


Mikroskopis Koloni Makroskopis ruangan (37o C) selama pada Media
dengan pewarnaan: Koloni ±7 hari SGA dan PDA
Laptophenol Blue

Identifikasi

Hasil Pengamatan :

6
1. Minggu I (Selasa, 6 November 2018)
a. Pengamatan Langsung dengan KOH 10%

Spora

2. Minggu II (Selasa, 13 November 2018)


a. Pengamatan Makroskopis pada Media PDA

I Morfologi
Bentuk
bulat
Ukuran ± 1 cm
Elevasi seperti tombol
Tepian halus
II Permukaan berbulu halus
Warna hijau

b. Pengamatan Makroskopis pada Media SGA

Morfologi
Bentuk
bulat
Ukuran ± 4 cm
Elevasi berbukit-bukit
Tepian tidak beraturan
Permukaa seperti kapas
n
Warna putih
Morfologi
Bentuk
c. Pengamatan Koloni yang Diidentifikasi bulat
Ukuran ± 5 cm
Elevasi datar
7 Tepian bercabang
Permukaa beludru
n
Warna hijau kuning
d. Pengamatan Mikroskopis
1) Pewarnaan Lactophenol Blue

Konidia
berbentuk bulat

konidiofor

Pembahasan :
Koloni jamur yang diidentifikasi yaitu koloni yang berasal dari kelompok lain. Koloni ini
tumbuh pada media PDA. Koloni berwarna hijau kekuningan dengan butiran hitam menyebar
pada permukaanya dan seperti beludru. Koloni ini menyerupai koloni Aspergillus flavus, jamur
yang biasanya menyebabkan kontaminan dan penyebab penyakit (aspergilosis) [ CITATION
McD02 \l 1057 ].
Dari hasil pengamatan mikroskopis koloni dengan pewarnaan lactophenol blue diperoleh
morfologi berupa konidia dan konidiofor. Morfologi ini mirip dengan morfologi Aspergillus
sp. Lactophenol blue mengandung fenol dan cotton blue. Fenol berfungsi untuk menginaktivasi
proses enzimatik (mounting agent) sedangkan cotton blue berfungsi dalam mewarnai sel (acid
dye) sehingga sel berwarna biru. Jamur merupakan organisme eukariotik yang dinding selnya
berasal dari kitin dan bersifat asidofilik [ CITATION Har96 \l 1057 ].

konidia
8
konidiofor

Hasil Pengamatan Sumber Internet

Gambar : Morfologi Aspergillus sp.


Berdasarkan pengamatan, konidia dan konidiofor tidak berwarna biru. Hal ini mungkin
karena preparat setelah diberi pewarna langsung diamati. Ada baiknya apabila preparat
didiamkan dulu selama 5 menit agar warna meresap sempurna. Semakin tebal kitin maka
semakin lama proses pewarnaan. Selain itu pencampuran spesimen koloni yang tidak merata
dan terlalu banyak juga dapat mempengaruhi proses pewarnaan sel [ CITATION Him17 \l 1057 ].
Menurut pustaka penyakit kulit disebabkan oleh beberapa jamur diantaranya: Malassezia
sp., Trichophyton sp., Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan Candida sp.
Sedangkan Aspergilus sp. ditemukan pada infeksi kuku (onikomikosis) dan liang telinga
(otomikosis) [ CITATION Sta08 \l 1057 ] sehingga tumbuhnya koloni Aspergillus sp. pada media
merupakan kontaminasi. Menurut Blaise Derveaux, jika kontaminasi muncul pada bagian plate
yang tidak diinokulasi, jamur berasal dari media dan/atau alat yang tidak steril. Jika
kontaminasi pada titik inokulasi, jamur berasal dari alat inokulasi atau dari inokulum. Jika
kontaminasi pada permukaan media, tetapi jauh dari tempat inokulasi, kemungkinan spora
jamur menyebar melalui udara. Aspergillus bersifat kosmopolitan dan terdapat dalam udara
ruangan sehingga sangat memungkinkan menyebabkan kontaminasi [ CITATION Mou16 \l 1057 ].
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kontaminasi yaitu menggunakan peralatan
yang steril baik itu cawan petri, inokulum, dsb.; lakukan kultur secara aseptis. Jangan
membuka tutup cawan petri terlalu lama dan di udara terbuka laboratorium. Melakukan
pengerjaan di udara yang bersih dengan sistem laminar air flow paling tidak setelah 15 menit
alat diaktifkan [ CITATION Dar13 \l 1057 ].

Kesimpulan :
Jadi struktur sel yang dapat ditemui pada pengamatan mikroskopis koloni hasil kultur
sampel kerokan kulit yaitu konidia dan konidiofor Aspergillus sp.
Daftar Pustaka:
Anonim. (2016). Microsporum. Dipetik Oktober 13, 2018, dari Hardy Diagnostics:
https://catalog.hardydiagnostics.com/cp_prod/Content/hugo/microsporum.htm
9
Anonim. (2016, Desember 13). Microsporum. Dipetik Oktober 13, 2018, dari The University
of Adelaide: https://mycology.adelaide.edu.au/descriptions/dermatophytes/microsporum/
Anonim. (t.thn.). Prevention and Treatment of Contamination. Dipetik November 19, 2018,
dari http://labs.csb.utoronto.ca/moncalvo/malloch/Moulds/Contamination.html
Anonim. (2016, Desember 15). Trichophyton. Dipetik Oktober 13, 2018, dari The University
of Adelaide: Mycology Online:
https://mycology.adelaide.edu.au/descriptions/dermatophytes/trichophyton/
Anonim. (2016). Trichophyton. Dipetik Oktober 13, 2018, dari Hardy Diagnostic:
https://catalog.hardydiagnostics.com/cp_prod/Content/hugo/Trichophyton.htm
Darveaux, B. (2013). Any suggestions for eliminating fungal contamination on petri dishes
and liquid cultures? Dipetik November 24, 2018, dari Research Gate:
https://www.researchgate.net/post/Any_suggestions_for_eliminating_fungal_contaminatio
n_on_petri_dishes_and_liquid_cultures
Hardy Diagnostics. (1996). Lactophenol Cotton Blue Stain. Dipetik November 24, 2018, dari
Hardy Diagnostics:
https://catalog.hardydiagnostics.com/cp_prod/Content/hugo/LactophenolCottonBlStn.Htm
Himedia. (2017, Januari). Lacthopenol Cotton Blue. Dipetik November 24, 2018, dari
Himedia: http://himedialabs.com/td/s016.pdf
Jawetz, E., Melnick, L., & Adelberg, A. (1982). Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan (14
ed.). (G. Bonang, Penerj.) Jakarta: cv. EGC.
McDonald, W. (2002, September 5). Aspergillus species. Dipetik November 24, 2018, dari
Labmed:
http://labmed.ucsf.edu/education/residency/fung_morph/fungal_site/asperpage.html
Mousavi, B., Hedayati, M., Hedayati, N., Ilkit, M., & Syedmousavi, S. (2016). Aspergillus
species in indoor environments and their possible occupational and public health hazards.
Current Medical Micology , 36-42.
Neves, P. R., Magalhães, O. M., da Silva, M. L., de Souza-Motta, C. M., & de Queiroz, L. A.
(2005). Identification and Pathogenic of Malassezia Species Isolated from Human Healthy
Skin and with Macules. Journal of Microbiology , 36, 114-117.
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. (2008). Prasitologi Kedokteran (Keempat ed.).
(I. Sutanto, I. S. Ismid, P. K. Sjarifuddin, & S. Sungkar, Penyunt.) Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.

10
Surakarta, November 2018
Dosen Pengampu Praktikan

Rinda W. S.Si, M.Sc Francisko Angelo Eko Sujono


01160012 B

11

Anda mungkin juga menyukai