Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN MIKOLOGI

(IDENTIFIKASI JAMUR)

OLEH:

Ni Putu Nanda Ranika (P07134016002)

Kadek Ayu Tia Surya Handriyani (P07134016011)

Luh Putu Indria Suryati (P07134016022)

Ida Ayu Yunita Ambarwati (P07134016036)

Nyoman Ocef Priambada (P07134016045)

Nesia Ayu Sri Astiti (P07134016049)

Ageng Pertiwi Yudani Devy W (P07134016052)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN 2018
I. JUDUL PRAKTIKUM : Identifikasi Jamur

II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui jenis-jenis jamur
B. Tujuan Khusus
1. Mampu mengidentifikasi jamur M.canis, Penisillium sp, M. gypseum, dan
Histoplasma capsulatum
2. Mampu mempelajari macam-macam jenis jamur

III.METODE
Pemeriksaan secara mikroskopis

IV. PRINSIP
Pengenalan struktur jamur dilakukan dengan identifikasi mikroskopis dari
preparat jadi yang didapat dari Universitas Indonesia. Sediaan apus kemudian
diamati di bawah mikroskop dengan pembesara 40x. Kemudian dilaporkan jenis
jamur apa yang didapatkan.

V. DASAR TEORI
Fungi atau jamur ada yang berbentuk uniseluler, tetapi umumnya berbentuk
filamen atau serat yang disebut hifa atau miselia. Beberapa jenis dapat
membentuk tubuh buah, yaitu kumpulan massa hifa menyerupai jaringan. Tidak
berklorofil, karena hidupnya secara saprofitik, beberapa parasitik, hidup bebas
atau bersimbiosi dengan jasad lain baik dengan alga (lichenes) ataupun dengan
tanaman tinggi (mikoriza) pada anggrek. Hidup tersebar secara luas, kadang
kadang kosmopolitan baik di udara, di dalam tanah, di dalam air dan pada bahan
bahan lainnya. (Hakiki 2016)

Fungi dibedakan menjadi dua golongan yakni kapang dan khamir. Kapang
(Mold) merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler, sedangkan khamir
(yeast) merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen. Bagian tubuh
kapang berupa thallus yang dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu miselium
dan spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang disebut hifa.
Bagian dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi disebut hifa vegetatif.
Sedangkan bagian hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi disebut hifa
reproduksi atau hifa udara (aerialhypha), karena pemanjangannya mencapai
bagian atas permukaan media tempat fungi ditumbuhkan. (Hakiki 2016)
A. Penicillium sp
Penicillium sp. adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Ascomycota.
Penicillium sp. memiliki ciri hifa bersepta dan membentuk badan spora yang
disebut konidium. Konidium berbeda dengan sporangim, karena tidak memiliki
selubung pelindung seperti sporangium. (Crystovel 2018)
Klasifikasi (Crystovel 2018)
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Family : Trichomaceae
Genus : Penicillium sp
Tangkai konidium disebut konidiofor, dan spora yang dihasilkannya disebut
konidia. Konidium ini memiliki cabangcabang yang disebut phialides sehingga
tampak membentuk gerumbul. Lapisan dari phialides yang merupakan tempat
pembentukan dan pematangan spora disebut sterigma. Beberapa jenis Penicillium
sp. yang terkenal antara lain P. notatum yang digunakan sebagai produsen
antibiotik dan P. camembertii yang digunakan untuk membuat keju biru
(Crystovel 2018)
Beberapa spesies Penicillium memproduksi
racun pada makanan/pakan ternak yang
menyebabkan keracunan pada manusia dan
binatang. Konidia Penicillium menyerupai
manik-manik kaca jika dilihat dengan
mikroskop. Banyaknya konidia yang berwarna
hijau, biru, atau kuning sangat berpengaruh
pada warna dari berbagai spesies Penicillium.
(Crystovel 2018)
Penicillium sp. merupakan jamur yang berkembang biak secara aseksual
dengan membentuk konidium yang berada di ujung hifa. Setiap konidium akan
tumbuh menjadi jamur baru. Konidium berwarna kehijauan dan dapat hidup di
makanan, roti, buahbuahan busuk, kain, atau kulit. Penicillin juga banyak tersebar
di alam secara alami dan penting dalam mikrobiologi pangan. Kapang ini sering
menyebabkan kerusakan pada sayuran, buah-buahan dan serealia. Penicillium
juga digunakan dalam industri untuk memproduksi antibiotik. (Crystovel 2018)
Mikroba penicillium banyak memiliki peran dalam kehidupan terutama pada
pembuatan atau sebagai penghasil zat antibiotik yang dikenal dengan nama
penisillin, dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas keju. Penisilin tidak akan
bertahan cukup lama di dalam tubuh manusia ( in vivo), untuk membunuh bakteri
secara efektif. Banyaknya penelitian yang tidak bisa di simpulkan, mungkin
karena penisilin lebih banyak digunakan sebagai antiseptik. Mikroba penicillium
memiliki peran dibidan industri yaitu untuk memproduksi susu, dan bisa juga
untuk pengawetan jus buah. Penicillin memiliki keunggulan yang sangat menonjol
dalam mengeluarkan tindakan mematikan pada organisme yang rentan dengan
menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel mikroorganisme sehingga dinding
sel bakteri yang terbentuk akan melemah yang akhirnya dapat mematikan bakteri
tersebut. Mikroba penicillium cylopium dalam kehidupan menyebabkan
kerusakan pada bahan bakar dan mesin. (Crystovel 2018)

B. Histoplasma capsulatum

Histoplasma capsulatum adalah jamur


dimorfik yang terdapat di alam dalam bentuk
miseliumnya (saprofit) dan pada jaringan
manusia sebagai ragi.
Histoplasma capsulatum menyebabkan
histoplasmosis, infeksi mikotik di paru yang
sering terjadi pada manusia dan hewan.
Di alam, H. capsulatum tumbuh sebagai
kapang berhubungan dengan tanah dan habitat burung, diperkaya oleh substrat
alkali nitrogen pada kotoran hewan. H.capsulatum dan histoplasma dan
histoplasmosis, yang dimulai dengan inhalasi konidia, terjadi di seluruh dunia.
Namun insidennya sangat bervariasi dan kebanyakan kasus terjadi di Amerika
Serikat. H. capsulatum mendapatkan nama tersebut dari gambaran sel ragi pada
potongan histopatologik; namun, baik protozoa maupun saprofit tersebut tidak
mempunyai kapsul.(Kharismadiyanti 2014)
Klasifikasi (Kharismadiyanti 2014):
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Ascomycotina
Class : Ascomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Onygenaceae
Genus : Ajellomyces (Histoplasma)
Species : Histoplasma capsulatum
Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang dapat
memiliki dua bentuk, yaitu kapang dan yeast. Fungi ini termasuk kedalam
Ascomycota parasit yang dapat menghasilkan spora askus (spora hasil reproduksi
seksual). Jamur ini berkembang biak secara seksual dengan hifa yang bercabang-
cabang ada yang berkembang menjadi askogonium (alat reproduksi betina) dan
anteridium (alat reproduksi jantan), dari askegonium akan tumbuh saluran untuk
menghubungkan keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari saluran inilah inti
sel dari anteridium berpindah ke askogonium dan berpasangan. Kemudian masuk
ke askogonium dan membelah secara mitosis sambil terus tumbuh cabang yang
dibungkus oleh miselium dimana terdapat 2 inti pada ujung-ujung hifa. Dua inti
itu akan membelah secara meiosis membentuk 8 spora dan disebut spora askus
yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka akan tumbuh menjadi
benang hifa yang baru, demikian seterusnya. (Kharismadiyanti 2014)
Jamur Histoplasma capsulatum merupakan jamur yang bersifat dimorfik
bergantung suhu. Pada suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk koloni ragi
sedangkan pada suhu lebih rendah/suhu kamar (25 – 30oC) membentuk koloni
filamen (kapang) berwarna coklat tetapi gambarannya bervariasi. Banyak isolat
tumbuh lambat dan spesimen memerlukan inkubasi selama 4 - 12 minggu
sebelum terbentuk koloni. Hialin hifa berseptat menghasilkan mikrokonidia (2 –
5 µm) dan makrokonidia berdinding tebal berbentuk sferis yang besar dengan
penonjolan materi dinding sel pada daerah perifer (8 – 16 µm). (Kharismadiyanti
2014)
Dalam jaringan atau in vitro pada medium kaya pada suhu 37 oC, hifa dan
konidia berubah menjadi sel ragi kecil, oval (2 x 4 µm). Dalam jaringan,
merupakan parasit intraseluler fakultatif. Di laboratorium, dengan strain
perkawinan yang tepat, siklus seksual dapat diperlihatkan, menghasilkan
Ajellomyces capsulatus, suatu telomorf yang menghasilkan askospora.
(Kharismadiyanti 2014)

C. Microsporum canis
Infeksi mikotik manusia dikelompokkan dalam infeksi jamur superfisial (pada
kuku, kulit, dan rambut), subkutan, dan profunda (sistemik). Mikosis superfisial
disebabkan oleh jamur yang hanya menyerang jaringan keratin tetapi tidak
menyerang jaringan yang lebih dalam. Jamur yang sering menimbulkan mikosis
superfisial adalah golongan dermatofita. Salah satu spesies yang termasuk di
dalamnya adalah Microsporum (Soedarmanto Indarjulianto, Yanuartono & Puspa
Wikansari, 2014).
Microsporum canis memiliki konidia yang besar, berdinding kasar,
multiseluler, berbentuk kumparan, dan terbentuk pada ujung - ujung hifa. Konidia
yang seperti ini disebut makrokonidia. Spesies ini membentuk banyak
makrokonidia yang terdiri dari 5-18 sel, berdinding tebal dan sering mempunyai
ujung - ujung yang melengkung atau kail berduri. Pigmen kuning - jingga
biasanya terbentuk pada sisi berlawanan dari koloni (Soedarmanto Indarjulianto,
Yanuartono & Puspa Wikansari, 2014)

Klasifikasi dari Microsporum Canis


Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Class : Eurotiomycota
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Spesies : Microsporum canis

Reproduksi Microsporum Canis


Termasuk ke dalam organisme fungi dermotatif zoofilik yaitu organisme
fungi mengyerang kulit (terutama kulit kepala dan rambut dan merupakan fungi
yang umumnya hidup dan tumbuh pada hewan (kucing dan anjing ).
Penyebarannya meluas di seluruh dunia. Microsporuscanis ini merupakan fungi
dan memiliki hifa yang bersepta,dan maksokonidiaserta mikrokonidia sebagai alat
reproduksinya.
Dalam reproduksi aseksual, microsporum canis menggunakan konidia yang
disebut juga mitospora.;onidia ini memiliki satu nucleus dan dapat disebarkan
oleh angin, air,dan hewan. Konidia ini dibentuk oleh konidiospora. Cara
perkembangbiakan ini paling dominan dan berlangsung secara cepat.
Dalam reproduksi seksual, microsporum canis menggunakan askus yang
sering disebut askospora. Alat perkembangbiakan inilah yang membedakan
dengan yang lain. Askus adalah pembuluh yang berbentuk tabung atau saluran
yang mengandung meiosporangium yang merupakan spora seksual yang
diproduksi secara meiosis. Yang terjadi pada reproduksi seksual ini adalah
bertemunya hifa yang terdiri dari antheridium dan arkegonium. Setelah keduanya
bertemu maka akan terjadi pertukaran materi genetik yang diberikan oleh
antheridium dan arkegonium masing - masing separuhnya.

D. Microsporum Gypseum
Microsporum gypseum adalah jamur geofilik dengan distribusi di seluruh
dunia yang dapat menyebabkan infeksi pada hewan dan manusia, terutama anak-
anak dan pekerja pedesaan selama cuaca lembab dan hangat. Gejala awal yang
muncul adalah inflamasi atau peradangan pada kulit dan lesi pada kulit kepala.
Pada rambut yang terinfeksi menunjukkan infeksi ectothrix tetapi apabila diuji
dibawah ultra-violet lampu Wood, tidak terjadi perpendaran. Microsporum
gypseum merupakan jamur imperfecti (jamur tidak sempurna) atau
deuteromycotina karena perkembangbiakannya hanya secara aseksual. Aspek
fisiologis penting dari M. gypseum adalah dinding selnya yang mengandung kitin
bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya, dan mengeksresikan
enzim-enzim ekstraseluler ke lingkungannya (KURNIA 2015).
Morfologi secara makroskopis, koloni M. gypseum terlihat datar, tumbuh
cepat, menyebar dan berwarna cream seperti cokelat-buff pucat sampai
kemerahan dan berbutir. Selain itu, koloni juga berbulu halus putih pada bagian
permukaan tengah dan kadang ditemukan bercak coklat gelap. Secara
mikroskopis, ditemukan makrokonidia berbentuk kesimetrisan, elips, berdinding
tipis, dan multiseluler terdiri dari 4 -6 sel. Mikrokonidia dapat diamati, meskipun
jarang dihasilkan. Makrokonidia berdinding kasar dan tipis, dan pada ujung-ujung
hifa terbentuk kumparan. Pada ujung distal dari sebagian makrokonidia berbentuk
agak bulat sedangkan ujung proksimal berbentuk agak memotong (KURNIA
2015).

Gambar M. Gypseum pada pemeriksaan mikroskopis dan makroskopis

Klasifikasi dari Microsporum Canis


Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Species : Microsporum gypseum (Savitri 2010)
Habitat Microsporum Gypseum
Habitat Microsporum gypseum di dalam tanah karena tanah diperkaya dengan
sumber keratin seperti rambut ataupun bulu. Seperti dermatofita yang lain, M.
gypseum memiliki kemampuan untuk menginfeksi jaringan manusia dan hewan
yang berkeratin. Konidia tumbuh secara berangsur-angsur, berkembang
membentuk suatu lingkaran. Ia memproduksi keratofilik proteinase yang efektif
pada pH asam dan enzim ini berperan dalam faktor virulensinya (KURNIA 2015).
Sebagai jamur keratofilik geofilik, faktor kelembapan, pH, dan kontaminasi
feses menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Jamur ini sering
menginfeksi kulit dan rambut. M. Gypseum banyak ditemukan pada hewan
domestik. Microsporum gypseum merupakan patogen insidental pada anjing,
kuda, dan kadang manusia. Penularan infeksi mempunyai kemungkinan yang
besar untuk terjadi dari hewan ke hewan atau dari hewan ke manusia. Rantai
penularan dari jamur ini relatif pendek dibanding dengan penularan yang luas dari
spesies jamur zoofilik yang lainnya. Jamur M. gypseum dapat ditularkan secara
langsung melalui epitel kulit, rambut, tanah ataupun dari hewan ke manusia.
Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di
kulit tergantung dari beberapa faktor :
 Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik,
Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda
pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-
bagian dari tubuh. Misalnya : Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermatofiton flokosum paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
 Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil akan lebih susah untuk terserang jamur.
 Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur ini.
 Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah, penyakit ini
lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
 Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa,
dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari dibanding
pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor
tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu
dan sebagainya), factor transpirasi serta pemakaian pakaian yang serba nilan,
dapat mempermudah penyakit jamur ini. (Savitri 2010).

VI. WAKTU DAN TEMPAT


a). Waktu :
- Selasa, 27 April 2018
- Selasa, 8 Mei 2018
b). Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Denpasar

VII. ALAT DAN BAHAN

No. Gambar Alat Fungsi


1. Mikroskop Berfungsi untuk mengamati
morfologi jamur secara
mikroskopis.
2. OSE Digunakan untuk mengambil
jamur dalam melakukan subkultur
dan pembuatan preparat.

3. Pipet Tetes Digunakan untuk meneteskan


pewarna LCB dalam pembuatan
preparat

4. Api Bunsen Digunakan untuk memfiksasi


objek glass dan OSE.

5. Inkubator Digunakan untuk menumbuhkan


jamur dalam suhu ruang.
No. Gambar Bahan Fungsi
1. Preparat Digunakan sebagai bahan
pengamatan secara mikroskopis.
Terdapat 4 preparat (M. canis, M.
gypseum, Histoplasma, dan
Penicilium)

2. Stok Jamur Bahan yang akan di subkultur ke


media PDA

3. Jamur Hasil Subkultur Digunakan sebagai bahan untuk


pengamatan macros dan micros
(preparat)
4. Pewarna LCB Digunakan dalam pembuatan
preparat sebagai pewarna agar
morfologi jamur lebih terlihat
jelas.

5. Objek glass dan Cover glass Digunakan untuk membuat


preparat jamur subkultur M.canis

6. Media PDA Digunakan sebagai media


pertumbuhan jamur

7. Tissue Digunakan sebagai desinfeksi


area kerja
8. Alcohol 70% Digunakan sebagai desinfektan
area kerja

VIII. PROSEDUR KERJA


Penanaman Jamur ( Subkultur Jamur) ke media PDA
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Didesinfeksi area kerja dengan alcohol 70%
3. Difiksasi OSE diatas api Bunsen hingga membara
4. Difiksasi mulut tabung tempat jamur yang akan diambil
5. Diambil jamur yang terdapat pada tabung
6. Difiksasi kembali mulut tabung dengan api bunsen
7. Diletakkan jamur pada media PDA
8. Difiksasi OSE kembali dengan api Bunsen hingga membara
9. Diletakkan media PDA di incubator yang tidak dinyalakan (pada
suhu ruang) untuk menumbuhkan jamur
10. Didesinfeksi kembali area kerja dengan alcohol 70%
Pembuatan Preparat
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Didesinfeksi area kerja dengan alcohol 70%
3. Difiksasi objek glass diatas api Bunsen
4. Diteteskan pewarna LCB sebanyak 1 tetes diatas objek glass
5. Difiksasi OSE dengan api Bunsen hingga membara
6. Diambil jamur yang sudah tumbuh pada media PDA dengan OSE
7. Diletakkan pada objek glass yang sudah berisi pewarna LCB
8. Ditutup dengan cover glass secara hati-hati agar tidak terdapat
gelembung udara
9. Difiksasi kembali OSE dengan api Bunsen
10. Didesinfeksi kembali area kerja dengan alcohol 70%
Pengamatan Preparat Jadi
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Didesinfeksi area kerja dengan alcohol 70%
3. Dihidupkan mikroskop untuk pengamatan mikroskopis
4. Dinyalakan lampu mikroskop untuk membantu pengamatan
5. Diletakkan preparat jadi di meja objek
6. Diatur diafragma agar pengamatan lebih jelas
7. Dilakukan pengamatan dengan mencari lapang pandang pada
pembesaran objektif 10x terlebih dahulu
8. Dilakukan pengamatan morfologi jamur dengan pembesaran
objektif 40x
9. Dicatat hasil yang didapat
10. Diambil preparat dan diletakkan pada tempat semula
11. Diatur lensa objektif ke pembesaran terkecil
12. Dimatikan lampu mikroskop dan mikroskopnya
13. Dibersihkan lensa okuler dan lensa objektif dengan tissue lensa
14. Diletakkan mikroskop pada tempatnya
15. Didesinfeksi kembali area kerja dengan alcohol 70%

IX. HASIL PENGAMATAN

NAMA GAMBAR CIRI-CIRI


JAMUR
Microsporum
gypseum  Hifa bersekat, lebar dan
cukup halus
 Mikrokonidia :
tidak khas, jarang
ditemukan
 Makrokonidia :
berbentuk kumparan
berujung tumpul dan
terdiri dari 4-6 sel
 Intinya tidak jelas
 Dinding tipis
Microsporum  Hifa hialin tidak
canis bersekat
 Konidia kasar
 Ujung makrokonidia
runcing
 Pada makrokonidia
terdapat sel (sekat)
 Makrokonidia
berdinding tebal
 Mikrokonidia
berbentuk lonjong,
tidak khas
Histoplasma  Filament berwarna coklat
capsulatum  Hialin hifa bersekat
 Spora diselimuti kapsul
 Dimorfik
 Makrokonidia dan
mikrokonidia berdinding
tebal

Penicillium.sp  Hifa tidak bersekat


 Berbentuk seperti sapu
 Hifa bersepta dan
membentuk badan spora
yang disebut :
Konidium

X. PEMBAHASAN

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial disebabkan oleh


dermatofita yang memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin dan
menggunakannya sebagai sumber nutrisi, dengan menyerang jaringan berkeratin,
seperti stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku (Verma, 2008).
Dermatofita merupakan kelompok taksonomi jamur kulit superfisial. Yang
terdiri dari 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton
(Djuanda, 2010). Kemampuannya untuk membentuk ikatan molekuler terhadap
keratin dan menggunakannya sebagai sumber makanan menyebabkan mereka
mampu berkolonisasi pada jaringan keratin (Koksal, 2009).

Dermatofitosis tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbedabeda


pada tiap negara (Abbas, 2012). Penelitian World Health Organization (WHO)
terhadap insiden dari infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia
mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi tinea korporis merupakan tipe yang
paling dominan dan diikuti dengan tinea kruris, pedis, dan onychomycosis
(Lakshmipathy, 2013). Jenis dermatofita ini meliputi tiga genus, yakni
Epidermophyton, Tricophyton, dan Microsporum . Spesies dermatofita ini
biasanya akan menginfeksi jaringan tubuh yang berkeratin, yakni rambut, kuku,
dan kulit. Selain sifat keratinofilik ini, setiap spesies dermatofita mempunyai
afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang
binatang, dan kadang-kadang menyerang manusia. Misalnya: Mirosporum canis
dan Tricophyton verucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup
di tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya
Microsporum gypseum. jamur Microsporum gypseum merupakan jamur penyebab
penyakit kulit, pengurai keratin, serta perusak kuku dan rambut. Sifat keratinofilik
dimiliki oleh jamur ini sehingga berkemampuan untuk mencerna lapisan kulit
mulai dari stratum korneum sampai stratum basalis

Pada praktikum mikologi kali ini juga mengenai pengamatan preparat jadi
yang berasal dari FKUI (Fakultas kedokteran Universitas Indonesia) preparat ini
diamati dibawah mikroskop mula-mula pada pembesaran 10 kali kemudian
dilanjutkan kepembesaran 40 kali kemudian diidentifikasi jenis jamur yang
ditemukan. Pada praktikum tersebut kami mengamati 4 preparat jadi yaitu
preparat jamur M. Gypseum, penicillium Sp, M.canis dan juga Histoplasma
capsulatum.

1. Microsporum Canis
Pratikum pengamatan Microsporum canis dengan menggunakan preparat
jadi. Dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis dimulai pada pembesaran 10x
untuk mencari lapang pandang. Selanjutnya dilakukan mikroskop pembesaran
100x yang sebelumnya preparat jadi diberi oil imersi. Dimikroskop didapat hasil
berupa hifa hialin tidak bersekat dengan ujung mitokondria runcing jelas,memiliki
inti mikrokonidia sejumlah 5-7 dengan dinding tebal dan berinti jelas.

Microsporum canis termasuk ke dalam organisme fungi dermatoifit


zoofilik yaitu organisme fungi yang menyerang kulit (terutama kulit kepala dan
rambut) dan merupakan fungi yang umumnya hidup dan tumbuh pada hewan
(kucing dan anjing). Penyebarannya meluas di seluruh dunia. Microsporum canis
ini merupakan fungi yang memiliki hifa yang bersepta, dan maksokonidia serta
mikrokonidia sebagai alat reproduksinya. Organisme fungi ini dapat menyebabkan
penyakit pada manusia khususnya pada anak-anak. Penyakit yang ditimbulkannya
merupakan penyakit kulit yang menyerang kulit kepala yang lebih dikenal dengan
nama tinea capitis. Tinea capitis ini umumnya menyerang anak-anak terutama
anak lakilaki. Gejala umum dari penyakit ini adalah pengeringan kulit kepala
sehingga menyebabkan kulit kepala menjadi bersisik, Selain itu, penyakit ini
dapat menyebabkan luka pada kulit kepala dan mengakibatkan kebotakan pada
bagian kulit kepala yang terinfeksi. Pengobatannya dapat dilakukan secara oral,
dan juga secara topical.

Morfologi dari Microsporum canis memiliki konidia yang besar,


berdinding kasar, multiseluler, berbentuk kumparan, dan terbentuk pada ujung-
ujung hifa. Konidia yang seperti ini disebut makrokonidia. Spesies ini membentuk
banyak makrokonidia yang terdiri dari 8-15 sel, berdinding tebal dan sering kalu
mempunyai ujung-ujung yang melengkung atau kail berduri. Pigmen kuning-
jingga biasanya terbentuk pada sisi berlawanan dari koloni.

Morfologi mikroskopis Microsporum canis tumbuh dengan cepat dan


memiliki diameter koloni yang mencapai 3 sampai 9 cm setelah masa inkubasi
selama 7 hari pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dengan suhu 25 oC.
Tekstur atau permukaannya berbulu seperti wol atau halus dan datar. Warna
koloninya bervariasi, dari berwarna putih sampai kekuningan. Bentuk koloninya
adalah menyebar atau spreading. Identifikasi kapang secara makroskopis terhadap
koloni M. canis pada media SDA dapat dengan melihat topografi koloni datar/flat
dengan sedikit melipat yang tampak putih seperti kapas, seperti rambut yang lebat
atau seperti wool dan akhirnya seperti bubuk dengan warna coklat muda pada
bagian sentral koloni dengan tepi berwarna kuning sampai tidak berwarna. Pada
permukaan bawah koloni, tampak warna kuning terang–oranye dan tidak
berwarna pada bagian tepinya. Berdasarkan ciriciri tersebut maka ditemukan
diidentifikasi sebagai species M.canis karena memperlihatkan ciri-ciri berupa
miselium yang berbentuk cotton atau wool yang berwarna kuning pucat sampai
putih pada bagian tengah dengan tepi berwarna kuning sampai tidak berwarna.
Pada sisi belakang dari koloni berwarna kuning terang sampai oranye kecoklatan
dan tidak berwarna pada bagian tepinya. M. canis pada identifikasi makroskopik
difokuskan untuk menemukan beberapa kunci identifikasi seperti makrokonidia,
mikrokonidia, dan hifa berseptat yang panjang, memperlihatkan makrokonidia
besar yang sangat banyak dengan dinding sel yang tebal dan berisi 6–12 sel pada
setiap makrokonidianya, sedangkan mikrokonidia berbentuk oval dengan ukuran
yang kecil dan ditemukan sedikit di sepanjang hifa.(Indarjulianto et al., 2014)

*Gambar morfologi mikroskopis Microsporum Canis

Pada hasil pengamatan morfologi makroskopis Microsporum canis ciri ciri


yang kami dapatkan yaitu memiliki hifa bersepta, makrokonidia, dan
mikrokonidia. Makrokonidianya berbentuk gelendong dengan kenop apikal yang
asimetris. Terdiri dari 6 sampai 5 sel, panjang, kasar, dan memiliki dinding sel
bagian luar yang tebal. Dinding septalnya tipis. Meskipun memliki mikrokonidia,
namun pada Microsporum canis , mikrokonidianya merupakan hialin, jarang dan
uniseluler. Hifa hialin tidak bersekat, Konidia kasar, Ujung makrokonidia runcing,
Pada makrokonidia terdapat sel (sekat), Makrokonidia berdinding tebal ,
Mikrokonidia berbentuk lonjong, tidak khas

Organisme dermatofit dapat menghidrolisis keratin dan menyebabkan


kerusakan pada epidermis dan folikel rambut. Reaksi hipersensitif ini mengalami
peningkatan dan menyebabkan Microsporum canis bergerak dari bagian kulit
yang meradang ke bagian kulit yang normal. (Widjaja, n.d.) Penyabaran secara
radial pada lapisan kulit berkeratin dengan pembentukan cabang hifa dan kadang-
kadang artrospora. Peradangan jaringan hidup di bawahnya sangat ringan dan
hanya terlihat sedikit bagian yang bersisik kering. Biasanya terjadi iritasi, eritema
(merah-merah menyebar pada kulit), edema (akumulasi berlebihan zat alir serum
di dalam jaringan), dan terbentuk gelembung pada bagian tepi yang menjalar;
lingkaran berwarnamerah jambu ini menimbulkan nama ringworm (kadas).
Lokasi lesi di daerah rambut kepala. Gambaran kliniknya adalah daerah botak
bulat dengan rambut pendek-pendek atau potongan rambut dalam folikel rambut.
(Maya, n.d.)

Kontak sederhana dari jamur dengan kulit dapat menghasilkan penyakit


meskipun predisposisi genetik atau imunologi telah disarankan. Penampilan klinis
sangat bervariasi dan tergantung pada faktor merous, termasuk jenis spesies
jamur, situs infeksi, keadaan imunologi pasien dan penggunaan steroid
sebelumnya. Secara klinis, infeksi oleh dermatofita dapat bersifat noninflamasi
dan tipe inflamasi. Yang tidak menghasilkan deskuamasi difus dan erythematous,
papula keabu-abuan di sekitar folikel rambut kemudian alopecia muncul, dengan
rambut yang rusak tepat di atas tingkat kulit berbulu. Rambutnya buram dan abu-
abu karena ditutupi oleh arthrospora. Jenis inflamasi bersifat difus dan pustular,
yang merupakan ritic, folikulitis pustular terkait dengan limfadenopati dan
demam, 2-3% dapat memiliki nodul lembab dengan rambut rusak dan bernanah
bahan. Kemudian alopecia cicatricial (kerion) berkembang. Bentuk lain disebut
"titik hitam," dan berbagai infeksi oleh endothrix terjadi di mana rambut menjadi
rapuh pada tingkat kulit berbulu, sisanya dari folikel yang terinfeksi terlihat
seperti titik hitam. Ada lebih banyak bentuk invasif, seperti granuloma dermatofit,
(granuloma dari Wilson-Majocchi dan pseudomycetoma) dan penyakit Hadida.
Bentuk peradangan dan invasif, serta infeksi yang tersisa dalam bentuk kronis
atau bertahan meskipun pengobatan, lebih sering pada individu
immunocompromised. (Quintana & Garza-guajardo, 2007)

Organisme fungi ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia


khususnya pada anak-anak. Penyakit yang ditimbulkannya merupakan penyakit
kulit yang menyerang kulit kepala yang lebih dikenal dengan nama tinea capitis.

Penyakit tinea capitis ini menunjukkan beberapa gejala, yaitu:

- Rontoknya rambut.
- Timbul bintik atau titik hitam – rontoknya rambut pada daerah
permukaan kulit kepala yang bersisik
- Timbul kerion, seperti abses dan sangat meradang (inflamasi).
- Timbul favus, seperti kerak berwarna kuning pada kulit kepala.
Pengobatan :

Ada dua cara pengobatan, yaitu pengobatan secara topikal (pengobatan


luar: salep, obat gosok, shampoo) dan obat oral (makan).

- Pengobatan secara topical : Clotrimazole, Tolnaftate, Natamycin,


Ketoconazole, Lime sulfur, Miconazole
- Pengobatan secara oral : Griseofulvin dan Ketonazole (dalam tablet
Nizoral), Itraconazole (dalam kapsul Spornox atau larutan oral
Itrafungol), Fluconazole (dalam tablet Diflucan).

2. Penisilium

Penicillium sp. adalah jamur yang berkembang biak secara aseksual


dengan membentuk konidium yang berada di ujung hifa. Setiap konidium akan
tumbuh menjadi jamur baru. Konidium berwarna kehijauan dan dapat hidup di
makanan, roti, buah-buahan busuk, kain, atau kulit.
Ciri morfologi Penicillium yaitu memiliki hifa bersepta, konidia, sterigma,
dan konidiospora. Kapang Penicillium sp. mempunyai hifa bersepta, miselium
bercabang, konidiospora yang muncul di atas permukaan, spora dengan sterigma
yang berkelompok, dan konidia membentuk rantai Penicillium sp. pada beberapa
spesies, miselium berkembang menjadi sklerotium. Kapang Penicillium sp.
mempunyai hifa vegetative yang disebut dengan hifa udara (aerial hyphae).
Penicillium sp. berkembang biak secara aseksual dengan membentuk spora yang
dihasilkan dalam suatu kantong (askus) yang disebut askospora dan secara
aseksual dengan membentuk konidiospora, yaitu spora yang dihasilkan secara
berantai pada ujung suatu hifa. Bentuk sel konidiospora pada kapang Penicillium
sp. adalah seperti botol dengan leher panjang atau pendek, jamur ini berwarna
hijau kebiruan. Penicillium sp. termasuk jamur yang tidak bersifat patogen kecuali
Penicillium marneffei. Ada dua macam bentuk Penicillium sp. yang dapat diamati
yaitu secara makroskopis dan mikrokopis. Secara makroskopis, ciri-ciri yang
dapat dilihat adalah koloni tumbuh sekitar 4 hari pada suhu 25oC pada medium
saboroud dextrose agar dan koloni mula-mula berwarna putih kemudian akan
berwarna kehijauan, sedang secara mikroskopis dengan ciri-ciri yang sapat dilihat
adalah hifa bersepta dan konidiofor mempunyai cabang yang disebut dengan
metula, di atas metula terdapat fialid (Sugoro & Erida, 2010)

Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Penicilium yaitu :

1. Substrat
2. Kelembaban
Penicillium sp. dapat hidup pada kelembaban yang rendah yaitu
80%
3. Suhu
Suhu yang optimum untuk pertumbuhannya adalah 25oC
4. pH
pH optimum yang dihasilan oleh 25oC berkisar 3,15-4,34(Arif
Syaifurrisal, 2014).

Microsporum gypseum
Seperti dermatofita yang lain, M. gypseum memiliki kemampuan untuk
menginfeksi jaringan manusia dan binatang yang berkeratin. Konidia dari M.
gypseum diletakkan dan disimpan di suatu lokasi di kulit dimana mereka dapat
tumbuh. Konidia tumbuh secara berangsur-angsur, berkembang membentuk suatu
lingkaran (Moschella dan hurley, 1992). Ia memproduksi keratofilik proteinase
yang efektif pada pH asam dan enzim ini berperan dalam faktor virulensinya
(Warnock, 2004).
Koloni dari M. gypseum tumbuh dengan cepat, menyebar dengan
permukaan yang mendatar dan sedikit berserbuk merah coklat hingga kehitam-
hitaman (Brookset al, 2005) terkadang dengan warna ungu. Serbuk yang berada di
permukaan koloni mengandung makrokonidia (Rippon,1974).
Makrokonidia dihasilkan dalam jumlah yang besar. Dindingnya tipis
dengan ketebalan 8-16 X 20 μ, kasar dan memiliki 4-6 septa, dan berbentuk oval.
Makrokonidia terdiri dari 4-6 sel. Mikrokonidia juga dapat nampak, meskipun
jarang dihasilkan, terkadang pula mudah tumbuh pada subkultur setelah bebrapa
kali berganti media pada laboratorium. Mikrokonidianya memiliki ciri-ciri antara
lain: berukuran 2,5-3,0 X 4-6 μ (Rippon,1974)
Microsporum gypseum merupakan cendawan keratophilik geofilik.
Kelembapan, pH, dan kontaminasi faeces menjadi faktor yang mempengaruhi
pertumbuhannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat isolasi fungus
M.gypseum pada binatang-binatang domestik (Emmons et al,1977).
Jamur Microsporum gypseum dapat ditularkan secara langsung. Penularan
langsung dapat secara melalui epitel kulit, rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang atau dari tanah. Disamping cara penularan tersebut diatas,
untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor :
1. Faktor virulensi dari dermatofita
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah,
penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi
yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-
anak dibandingkan orang dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan
infeksi jamur di sela-sela jari dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan
dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain
seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu dan sebagainya), faktor
transpirasi serta pemakaian pakaian yang serba nilon, dapat mempermudah
penyakit jamur ini. (Wicaksana,2008)

Jamur Microsporum gypseum ini menyerang kulit tubuh, dan lebih sering
dialami oleh anak-anak. Infeksi kulit yang disebabkan terlihat membengkak
seperti sarang lebah. Jenis jamur ini diketahui cepat menular, karena berpindah
secara mudah melalui sentuhan. Microsporum gypseum biasanya ditularkan
dengan gejala bercak-bercak meradang yang tidak berambut yang lama kelamaan
dapat menjadi alopesia (kebotakan) permanen (El-Tahir., et al 2006).
Isolasi dan identifikasi jamur dilakukan menggunakan media DSA. Media
DSA merupakan media berbentuk padat berfungsi sebagai media selektif untuk
pertumbuhan jamur dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan adanya
antibiotik cycloheximide, chloramphenicol, dan gentamicin. Secara makroskopis,
koloni terlihat datar, menyebar dengan tekstur seperti butiran kecil. Warna koloni
terlihat pada kultur adalah putih kecoklatan dengan adanya permukaan halus putih
di pusat (dome) (Gambar 6). Aspek kultur M.gypseum menunjukkan adanya
koloni bersifat “cotton-like” yang berwarna putih dengan bagian tengah berwarna
coklat kekuningan dan puncak radial, serta kebalikkan koloni berwarna kuning
sesuai dengan literatur oleh Mihali (2012), Rippon (1988), dan Brooks et al.
(2001).
Microsporum gypseum di media DSA memiliki fase pertumbuhan koloni
antara 6-10 hari, sifat menyebar dengan tekstur seperti butiran kecil. Penampakan
makroskopis berupa koloni datar yang menyebar dan berwarna krem sampai
cokelat-buff pucat dengan kebalikkan kuning hingga kemerahan pada beberapa
strain (Gambar 6). Pada biakan yang matang, koloni terlihat berserbuk halus putih
pada bagian permukaan tengah dan kadang ditemukan bercak coklat gelap. Serbuk
yang berada di permukaan koloni mengandung makrokonidia (Rippon 1974).
Morfologi secara mikroskopis akan lebih jelas apabila dibiakkan dengan
menggunakan metode slide culture menurut Riddle dan diamati secara natif dan
selotipe. Genus Microsporum menghasilkan makrokonidia dan mikrokonidia,
Mica (2007) menyatakan bahwa jumlah makrokonidia yang dihasilkan jamur M.
gypseum lebih banyak apabila dibandingkan dengan M. canis serta jumlah
makrokonidia yang dihasilkan adalah jauh lebih banyak daripada mikrokonidia.
Sesuai dengan penyataan tersebut, pengamatan mikroskopis menemukan
makrokonidia dalam jumlah yang besar dimana hal ini juga sesuai dengan
penyataan Mihali (2012) yang menyatakan pada preparat natif M. gypseum dapat
ditemukan sejumlah besar makrokonidia serta mikrokonidia pada talus yang
panjang (Brooks et al, 2012).
Setelah dilakukan pengamatan, diperoleh gambaran morfologi konidia
ataupun hifa secara mikroskopis yaitu makrokonidia berbentuk elips simetris,
berdinding kasar dan tipis, dan multiseluler terdiri dari 4-6 sel (Gambar 7). Hasil
pengamatan dimana makrokonidia mempunyai dinding tipis yang kasar sesuai
dengan literatur oleh Rippon (1974) dan Jawetz et al. (2001). Pewarnaan dengan
LPCB membantu dalam peneguhan identifikasi dengan memberi gambaran
morfologi yang jelas dimana ditemukan ada sekat pada bagian ujung
makrokonidia, seperti yang dinyatakan oleh Mihali (2012) bahwa pada ujung
distal dari makrokonidia M.gypseum berbentuk tajam dan mempunyai sekat pada
bagian ujung. Gambaran ini menjadi perbedaan jelas dalam perbandingan dengan
morfologi M.canis dimana sekat menjadi ciri khas dari M.gypseum (Brooks et al,
2012).

Histoplasma Capsulatum
H. capsulatum adalah jamur dimorfik yang tumbuh sebagai koloni filamen
pada agar Sabouraud suhu kamar dan tumbuh sebagai yeast pada suhu 37oC.
Bentuk di dalam jaringan hospes umumnya yeast. Infeksi H. capsulatum dijumpai
di banyak tempat di dunia, tetapi lebih sering dijumpai di daerah tertentu yang
memungkinkan kondisi sempurna untuk pertumbuhan jamur, yaitu pada
permukaan tanah yang lembab dan banyak mengandung tinja burung, kelelawar,
ataupun hewan unggas. Infeksi terjadi dengan inhalasi spora, terutama
mikrokonidia, spora yang cukup kecil untuk mencapai alveoli pada inhalasi, yang
kemudian berlanjut dengan bentuk budding. Dengan berlanjutnya waktu, reaksi
granuloma terjadi. Nekrosis perkijuan atau kalsifikasi dapat menyerupai
tuberkulosis. Diseminasi transien dapat meninggalkan granuloma kalsifikasi pada
limpa. Pada orang dewasa, massa bulat atau jaringan parut dengan atau tanpa
kalsifikasi sentral dapat menetap pada paru, yang disebut histoplasmoma. Dapat
pula terbentuk infiltrat paru dan pembesaran kelenjar hilus. Bila infeksi terjadi
dengan jumlah spora yang besar maka terdapat gambaran yang mirip dengan
tuberkulosis miliaris. Infeksi ini biasanya sembuh dengan atau tanpa
meninggalkan perkapuran dalam paru. Pada beberapa keadaan, dapat berlangsung
progresif hingga mengenai sebagian atau seluruh paru, deseminata, dengan atau
tanpa riwayat histoplasmosis primer akut paru, potensial fatal hingga dapat
menyebabkan kematian. Infeksi kedua kali dapat menimbulkan reaksi jaringan
yang lebih kuat sehingga menimbulkan rongga atau kaverna dengan gejala batuk
darah (Sukamto, 2011).
Jamur Histoplasma capsulatum merupakan jamur yang bersifat dimorfik
bergantung suhu. Pada suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk koloni ragi
sedangkan pada suhu lebih rendah/suhu kamar (25 – 30 oC) membentuk koloni
filamen (kapang) berwarna coklat tetapi gambarannya bervariasi. Banyak isolat
tumbuh lambat dan spesimen memerlukan inkubasi selama 4 - 12 minggu
sebelum terbentuk koloni. Hialin hifa bersepta menghasilkan mikrokonidia (2 –
5 µm) dan makrokonidia berdinding tebal berbentuk sferis yang besar dengan
penonjolan materi dinding sel pada daerah perifer (8 – 16 µm) (Brooks et al,
2012).
Dalam jaringan atau in vitro pada medium kaya pada suhu 37 oC, hifa dan
konidia berubah menjadi sel ragi kecil, oval (2 x 4 µm). Dalam jaringan,
merupakan parasit intraseluler fakultatif. Di laboratorium, dengan strain
perkawinan yang tepat, siklus seksual dapat diperlihatkan, menghasilkan
Ajellomyces capsulatus, suatu telomorf yang menghasilkan askospora (Kayser,
F.H., et al 2004).
Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang
dapat memiliki dua bentuk, yaitu kapang dan yeast. Fungi ini termasuk kedalam
Ascomycota parasit yang dapat menghasilkan spora askus (spora hasil reproduksi
seksual). Jamur ini berkembang biak secara seksual dengan hifa yang bercabang-
cabang ada yang berkembang menjadi askogonium (alat reproduksi betina) dan
anteridium (alat reproduksi jantan), dari askegonium akan tumbuh saluran untuk
menghubungkan keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari saluran inilah inti
sel dari anteridium berpindah ke askogonium dan berpasangan. Kemudian masuk
ke askogonium dan membelah secara mitosis sambil terus tumbuh cabang yang
dibungkus oleh miselium dimana terdapat 2 inti pada ujung-ujung hifa. Dua inti
itu akan membelah secara meiosis membentuk 8 spora dan disebut spora askus
yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka akan tumbuh menjadi
benang hifa yang baru (Kayser, F.H., et al 2004).
O
Pada suhu dibawah 37 C, isolat primer H. Capsulatum sering
memunculkan koloni kapang yang berwarna coklat dengan tampilan bervariasi.
Kebanyakan isolat mengalami pertumbuhan yang lambat dengan waktu inkubasi 4
–12 minggu untuk memunculkan koloni. Hifa hialin bersepta menghasilkan
mikrokonidia dengan ukuran 2 – 5 mikrometer dan makrokonidia yang berdinding
tebal, bulat, dan besar yang disertai penonjolan materi dinding sel dibagian
perifer. Di dalam jaringan pada medium yang kaya pada suhu 37 OC, hifa dan
konidianya akan berubah warna menjadi sel ragi yang berukuran kecil (2-4
mikrometer) dan berbentuk oval (Brooks et al, 2012).
Isolat jamur yang telah dimurnikan diamati secara makroskopis dan
mikroskopis.Pengamatan makroskopis koloni khamir dilakukan berdasarkan
pengamatan warna, tekstur, tepi, permukaan, dan profil koloni.Sedangkan
pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan melihat bentuk sel, susunan sel, tipe
pertunasan, dan ukuran sel. Koloni khamir pada cawan petri diidentifikasi
menggunakan pendekatan morfologi.Identifikasi dilakukan merujuk pada pustaka
Kurtzman and Fell (1998) dan pustaka lainnya.
Histoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
Histoplasma capsulatum. H. capsulatum merupakan saprofit tanah yang
dimorfik.H. Capsulatum tumbuh sebagai kapang bersama dengan habitat tanah.
Histoplasmosis adalah infeksi mikotik paru yang paling banyak dijumpai pada
manusia dan hewan. Kasus histoplasmosis ditemukan diseluruh dunia dengan
insidensi beragam dan kebanyakan kasus terjadi di Amerika Serikat (Brooks et al,
2012).
Proses histoplasmosis dimulai dengan inhalasi dari spora jamur
Histoplasma capsulatum. Jamur dimorfik ini banyak ditemukan pada kotoran
kelelawar dan burung. Sebagian besar pasien yang mengalami infeksi H.
capsulatum tidak merasakan gejala apapun, dan sering tidak sadar bahwa dirinya
mengidap sakit, hal ini dikarenakan manifestasi klinis infeksi seringkali serupa
dengan manifestasi infeksi influenza ataupun pneumonia ringan. Infeksi ini dapat
sembuh tanpa pengobatan (self limited) dan kerap tidak terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan. Pada beberapa penderita, infeksi dapat berkembang menjadi kronik dan
progresif sehingga muncul gejala berupa demam, menggigil, sakit kepala, nyeri
otot, batuk non produktif, juga nyeri dada bersifat pleuritik dan sentral
(Djojodibroto, 2014).
Pada histoplasmosis progresif akut dapat muncul gejala berupa tubuh yang
makin kurus, demam, anemi, leukopeni, hepatosplenomegali serta granuloma
mukokutan. Gejala –gejala tersebut dapat menyembuh dengan cepat, namun dapat
pula bertahan berbulan-bulan sehingga menyerupai gambaran bronkitis,
pneumoni, atau TB kronik. Histoplasmosis progresif kronik memiliki gambaran
klinis dan radiologi yang sangat mirip dengan TB paru kronis. Hal ini
menyebabkan penderita histoplasmosis sering salah didiagnosis sebagai penderita
TB paru. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya organisme H. capsulatum
didalam sputum secara pulasan langsung yang dikonfirmasi dengan kultur
(Sukamto, 2011).
Secara umum diagnosis jamur paru ditegakkan melalui kecurigaan yang
tinggi terhadap kemungkinan infeksi jamur di paru, pemeriksaan diagnostik
radiologi, berupa foto toraks postero-anterior dan lateral,CT Scan toraks, dan
pemeriksaan sputum yang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemeriksaan
mikroskopis jamur secara langsung dan kultur. Bronkoskopi dapat dilakukan
untuk mengambil spesimen untuk diperiksa berupa sekret bronkus, untuk bilasan
bronkus, dan transbronkial lung biopsi. Aspirasi paru dengan jarum juga dapat
dilakukan (Zwolska, 2005).
Pada pemeriksaan fisis, mikosis paru sulit dibedakan dengan penyakit paru
lain. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis mikosis paru
antara lain pemeriksaan radiologi, pemeriksaan laboratorium klinik tertentu, serta
pemeriksaan mikologi (PDPI, 2011).
Gambaran foto toraks pada sebagian besar mikosis paru tidak menunjukkan ciri
khas. Pada foto toraks dapat ditemukan infiltrat interstisial, konsolidasi, nodul
multipel, kavitas, dan efusi pleura. Untuk gambaran yang khas, dapat terlihat pada
infeksi Aspergillus yang membentuk aspergiloma, yaitu ditemukan fungus ball
pada pemeriksaan foto toraks. Hasil yang lebih baik didapat dari pemeriksaan CT-
scan toraks. Hasil laboratorium rutin yang mungkin berkaitan dengan mikosis
paru adalah ditemukannya peningkatan sel eosinofil (PDPI,2011).
Penyakit jamur dikatakan positif apabila dapat dibuktikan adanya fungi
penyebabnya, baik melalui pemeriksaan secara langsung maupun melalui biakan.
Baku emas diagnosis mikosis jamur adalah dengan biakan spesimen atau dengan
biopsi jaringan. Pemeriksaan mikroskopik specimen klinik baik secara langsung
maupun dengan pewarnaan harus selalu dilakukan, karena metode ini dapat
mendiagnosis kemungkinan infeksi jamur secara cepat, mudah, dan murah
meskipun nilai diagnosisnya sangat bervariasi (10 sampai >90%) tergantung
spesies jamur yang ditemukan. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan
menambahkan larutan garam fisiologis, KOH 10% atau tinta India (PDPI, 2011).
XI. KESIMPULAN
Pada praktikum mikologi kali ini mengenai pengamatan preparat jadi yang
berasal dari FKUI (Fakultas kedokteran Universitas Indonesia) preparat ini
diamati dibawah mikroskop mula-mula pada pembesaran 10 kali kemudian
dilanjutkan kepembesaran 40 kali kemudian diidentifikasi jenis jamur yang
ditemukan. Pada praktikum tersebut kami mengamati 4 preparat jadi yaitu
preparat jamur M. Gypseum, penicillium Sp, M.canis dan juga Histoplasma
capsulatum. Pada hasil pengamatan morfologi makroskopis Microsporum canis
ciri ciri yang kami dapatkan yaitu memiliki hifa bersepta, makrokonidia, dan
mikrokonidia. Makrokonidianya berbentuk gelendong dengan kenop apikal yang
asimetris. Terdiri dari 6 sampai 5 sel, panjang, kasar, dan memiliki dinding sel
bagian luar yang tebal. Dinding septalnya tipis. Meskipun memliki mikrokonidia,
namun pada Microsporum canis , mikrokonidianya merupakan hialin, jarang dan
uniseluler. Hifa hialin tidak bersekat, Konidia kasar, Ujung makrokonidia runcing,
Pada makrokonidia terdapat sel (sekat), Makrokonidia berdinding tebal ,
Mikrokonidia berbentuk lonjong, tidak khas. Pada penicillium secara
makroskopis, ciri-ciri yang dapat dilihat adalah koloni tumbuh sekitar 4 hari pada
suhu 25oC pada medium saboroud dextrose agar dan koloni mula-mula berwarna
putih kemudian akan berwarna kehijauan, sedang secara mikroskopis dengan ciri-
ciri yang sapat dilihat adalah hifa bersepta dan konidiofor mempunyai cabang
yang disebut dengan metula, di atas metula terdapat fialid. Kemudian pada
M.gypseum setelah dilakukan pengamatan, diperoleh gambaran morfologi konidia
ataupun hifa secara mikroskopis yaitu makrokonidia berbentuk elips simetris,
berdinding kasar dan tipis, dan multiseluler terdiri dari 4-6 sel.

DAFTAR PUSTAKA
Annisa G.H. (2012) ‘Karakteristik Klinis dan Laboratorium Mikologi pada Pasien
Tersangka Paru di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, [document on the
internet]. Available at: httplib.ui.ac.id/file?file=digital/20314666-S-Gisela
%20Haza%20Anissa.pdf (Accessed: 12 Mei 2018).
Anonim, 1993, Dasar-Dasar Pemeriksaan Mikrobiologi, 100-103, Fakultas
Kedokteran UGM bagian Mikorbiologi, Yogyakarta
Arif Syaifurrisal, A. (2014). Pengaruh Penyimpanan Pakan Udang Komersial
Dengan Penambahan Volume Air Berbedaterhadap Pertumbuhan Jamur Dan
Kandungan Protein Kasar.
Ariyothai, N., Podhipak, A., Akarasewi, P., Tornee, S., Smithtikarn, S. and
Thongprathum, P. (2004) ‘Cigarette smoking and its relation to pulmonary
tuberculosis in adults’, The Southeast Asian journal of tropical medicine and
public health., 35(1), pp. 219–27.
Brooks, F., Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S. and Morse, S. (2012) Jawetz
Melnick&Adelbergs medical microbiology 25/E. 25th edn. Jakarta: EGC.
Crystovel, Josua. 2018. “MIKOLOGI TANAMAN Penicillium Paecilomyces
Aspergillus.” (March 2017).
Dahlan, M. Sopiyudin. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. 2008. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
El-Tahir, Kamal El-Din, Backeet, Dana M. 2006. The Black Seed Nigella sativa
Linnaeus-A Mine for multi Cures : A Plea For Urgent Clinical Evalution of
Its Volatile Oil.J TUMed Sc. 1 (1): 1-19.
Hakiki, Intan. 2016. “JENIS KAPANG PADA SUBSTRAT SERASAH DAUN
TUMBUHAN DI HUTAN KOTA JANTHO SEBAGAI REFERENSI
MATAKULIAH MIKOLOGI.”
Kayser, F.H., Bienz, K., Eckert, J., Kayser, F. and Zinkernagel, R. (2004) Medical
microbiology. New York, NY: Thieme Publishing Group.
Kharismadiyanti, Rizky. 2014. “HISTOPLASMOSIS Dan MIKOTOKSIKOSIS.”
(21): 84978696.
Kurnia, K. I. (2015). AKTIVITAS BEBERAPA ANTIMIKOTIK TERHADAP
Microsporum gypseum SEBAGAI PENYEBAB DERMATOFITOSIS
PADA KUDA.
KURNIA, KARTINI IZREEN. 2015. “AKTIVITAS BEBERAPA
ANTIMIKOTIK TERHADAP Microsporum Gypseum SEBAGAI
PENYEBAB DERMATOFITOSIS PADA KUDA.”
Maya, P. (n.d.). Microsporum canis.
Quintana, O. B., & Garza-guajardo, R. (2007). Pseudomycetoma for Microsporum
canis, (January). https://doi.org/10.1159/000325759
Savitri, Faradillah Rahmy. 2010. “Efek Antifungi Ekstrak Biji Jinten Hitam
(Nigella Sativa) Terhadap Pertumbuhan Microsporum Gypseum Secara In
Vitro.” : 1–64.
Soedarmanto Indarjulianto1, Yanuartono1, Hary Purnamaningsih1, and Gerson
Yohanes Imanuel Sakan3 Puspa Wikansari2. 2014. “Isolasi Dan Identifikasi
Microsporum Canis Dari Anjing Penderita Dermatofitosis Di Yogyakarta
(ISOLATION AND IDENTIFICATION OF Microsporum Canis FROM
DERMATOPHYTOSIS DOGS IN YOGYAKARTA).” 15(2): 212–16.
Sukamto. Pemeriksaan Jamur bilasan bronkus pada penderita bekas tuberkulosis
paru. [document on the internet]. USU digital library 1004 [updated 2010
August 1; cited 2015 November 28].
Widjaja, M. (n.d.). Microsporum canis.
LAMPIRAN GAMBAR

Jamur M.canis Jamur yang sudah


Penanaman Jamur
tumbuh pada media PDA
( Subkultur Jamur) ke
media PDA

Preparat jadi dari FKUI Preparat jadi dari FKUI


Microsporum canis dan Microsporum gypseum Hasil pengamatan dibawah

Penicillium.sp mikroskop (Microsporum


gypseum)

(
H
i
s
t
o
(Microsporum gypseum
plasma capsulatum)
(Microsporum canis )
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 15 Mei 2018

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(I Nyoman Jirna, S.KM, M.Si) (Nyoman Mastra, S.KM., S.Pd,


M.Si)

Dosen Pembimbing III Dosen Pembimbing IV

(Burhannuddin, S.Si, M.Biomed) (Putu Ayu Suryaningsih, S.ST)

Anda mungkin juga menyukai