Anda di halaman 1dari 96

UJI DAYA HAMBAT PERASAN BAWANG PUTIH

TERHADAP PERTUMBUHAN Salmonella typhi

Oleh :
LUH PUTU INTAN VISVA VINENTHY
NIM : P07134016016

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
DENPASAR
2019
UJI DAYA HAMBAT PERASAN BAWANG PUTIH
TERHADAP PERTUMBUHAN Salmonella typhi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III
Jurusan Analis Kesehatan
Program Reguler

Oleh :
LUH PUTU INTAN VISVA VINENTHY
NIM : P07134016016

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
DENPASAR
2019

ii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Om Swastyastu,

Puji dan syukur saya panjatkan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
telah memberikan anugrah, kesehatan, dan kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan segala kekurangannya. Rasa syukur
saya ucapkan karena telah menghadirkan orang-orang berarti disekeliling saya
yang selalu memberi semangat dan doa, sehingga saya selalu semangat dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Untuk karya yang sederhana ini, maka saya persembahkan untuk Ibu dan
Bapak tersayang. Apa yang saya dapatkan saat ini, belum mampu membayar
semua kebaikan, keringat, dan kerja keras kalian. Terimakasih atas dukungan serta
doa kalian yang tidak pernah luput sehingga saya dapat menggapai cita-cita.

Terimakasih juga yang tak terhingga untuk para dosen pembimbing, yang
selalu memberikan bimbingannya, saran dan motifasi kepada saya.Kepada
keluarga besar, kedua adik saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya.
Kepada sahabatku (AMIGOST) dan teman-teman seperjuangan, sependeritaan
(JAK’16) yang selalu saling support satu sama lain. Banyak hal kita lewati
bersama yang tak bisa dilupakan dan kini hanya menjadi kenangan. Tak terasa 3
tahun sudah kita lalui suka duka bersama di Jurusan Analis Kesehatan ini.
Semoga kesuksesan akan menghampiri dan kita akan dipertemukan kembali. Tak
lupa saya ucapkan terimakasih kepada pacar yang selalu meluangkan waktunya
untuk membantu dari awal penelitian hingga penyusunan serta menjadi motifasi
bagi saya.

Serta semua pihak yang sudah membantu selama penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah ini.

Kau tak akan bisa hidup sendiri jika ingin mencapai keberhasilan

Om Santih, Santih, Santih, Om

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

UJI DAYA HAMBAT PERASAN BAWANG PUTIH


TERHADAP PERTUMBUHAN Salmonella typhi

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN

iv
KARYA TULIS ILMIAH DENGAN JUDUL:

UJI DAYA HAMBAT PERASAN BAWANG PUTIH


TERHADAP PERTUMBUHAN Salmonella typhi

TELAH DIUJI DI HADAPAN TIM PENGUJI


PADA HARI : JUMAT
TANGGAL : 24 MEI 2019

v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Luh Putu Intan Visva Vinenthy
NIM : P07134016016
Program Studi : Diploma III
Jurusan : Analis Kesehatan
Tahun Akademik : 2018/2019
Alamat : Jl. Darmawangsa No. 22 Semarapura Klod Kangin,
Klungkung

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


1. Tugas akhir dengan judul Uji Daya Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap
Pertumbuhan Salmonella typhi adalah benar karya sendiri atau bukan
plagiat hasil karya orang lain.
2. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Tugas Akhir ini bukan karya saya
sendiri atau plagiat hasil karya orang lain, maka saya sendiri bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Denpasar, 24 Mei 2019


Yang Membuat Pernyataan,

Luh Putu Intan Visva Vinenthy


P07134016016

vi
RIWAYAT PENULIS

Penulis adalah Luh Putu Intan Visva Vinenthy dilahirkan di

Tanjung Pinang pada tanggal 10 September 1998 dari Ayah

I Wayan Suardana dan Ibu Ni Made Witari. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan

berkewarganegaraan Indonesia serta beragama Hindu.

Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak

Tunas Bangsa, Tanjung Pinang pada tahun 2003, kemudian melanjutkan ke

jenjang Sekolah Dasar Negeri 2 Semarapura Klod Kangin pada tahun 2004,

kemudian melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1

Semarapura pada tahun 2010. Setelah lulus pada tahun 2013 dari Sekolah

Menengah Pertama, kemudian melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di

SMA Negeri 1 Semarapura. Pada tahun 2016, penulis melanjutkan pendidikan ke

jenjang perguruan tinggi dan diterima sebagai salah satu mahasiswa di Program

Studi Diploma III Jurusan Analis Kesehatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes

Denpasar.

vii
INHIBITORY POTENTIAL TEST OF GARLIC JUICE
TOWARD Salmonella typhi GROWTH

ABSTRACT

Background: garlic is one of herbs that largerly used by people to cure the
disease, which caused by bacterial infection. Garlic contains Allicin which has
antibacterial effect to Salmonella typhi. Some studies proved that garlic has
antibacterial activity against microbes. Objektive: the aim of this study is to find
out the potential effect of the garlic juice inhibitory on the growth of Salmonella
typhi bacteria. This study was used an experimental post-test only control design
with disk diffusion method. Method: the study uses ecxperimental post test only
control design and employs disc diffution method to the MHA media. This study
carried out by using four different consentration there are 20, 40, 60, and 80%.
The negative and positive control was using steril aquadest and Chloramphenicol.
Inhibition zone is determined by observing clear zone around the disk. Based on
the data analysis in statstic test using Least Significant Deference (LSD), the
result shows that there is meaningful difference among those garlic juice
concentration. Results: the obtained results proved that garlic juice have an effect
on inhibition zone of Salmonella typhi growth. The largest inhibitory zone was 23
mm at concentration of 80% with very strong inhibitory effect category and
smallest inhibitory zone was 12 mm at concentration of 20% with strong
inhibitory effect category. Conclusion: this study concluded that there was a
linear correlation between concentration inhibitory potential. The inhibitory zone
is increasing by the increation of garlic juice concentration.

Keyword: garlic juice, Salmonella typhi, inhibition zone.

viii
UJI DAYA HAMBAT PERASAN BAWANG PUTIH TERHADAP
PERTUMBUHAN Salmonella typhi

ABSTRAK
Latar belakang: bawang putih merupakan salah satu tanaman yang sering
digunakan masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, salah satunya yaitu
penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Bawang putih mengandung
senyawa Allicin yang mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri Salmonella
typhi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa bawang putih memiliki daya
hambat terhadap bakteri. Tujuan: untuk mengetahui potensi daya hambat perasan
bawang putih terhadap pertumbuhan Salmonella typhi. Metode: design penelitian
yang digunakan adalah experimental post-test only control design dengan metode
difusi cakram pada media MHA. Menggunakan empat konsentrasi yaitu 20, 40,
60 dan 80%, dengan menggunakan akuadest steril sebagai kontrol negatif dan
Kloramfenikol sebagai kontrol positif. Zona hambat ditentukan dengan melihat
zona bening disekeliling cakram. Berdasarkan analisis data pada uji statistik
dengan uji Least Significant Deference (LSD) menunjukkan terdapat perbedaan
yang bermakna antara setiap konsentrasi perasan bawang putih. Hasil: seluruh
konsentrasi perasan bawang putih memiliki pengaruh dalam menghambat
pertumbuhan Salmonella typhi. Diameter zona hambat terbesar adalah 23 mm
yaitu pada konsentrasi 80% dengan kategori daya hambat sangat kuat. Diameter
zona hambat terkecil adalah 12 mm yaitu pada konsentrasi 20% dengan kategori
daya hambat kuat. Kesimpulan: semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka
semakin besar potensi daya hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan
Salmonella typhi.

Kata kunci : bawang putih, Salmonella typhi, zona hambat.

ix
RINGKASAN PENELITIAN
UJI DAYA HAMBAT PERASAN BAWANG PUTIH TERHADAP
PERTUMBUHAN Salmonella typhi

Oleh : LUH PUTU INTAN VISVA VIENENTHY (NIM : P07134016016)

Salmonella typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak


membentuk spora, serta memiliki kapsul. Ukuran panjangnya bervariasi dan
sebagian besar memiliki peritrichous flagella sehingga bersifat motil. Salmonella
typhi membentuk asam dan gas dari glukosa dan manosa.

Hingga saat ini penanganan yang dilakukan untuk mengatasi penyakit


infeksi yang disebabkan oleh bakteri khususnya Salmonella typhi adalah dengan
pemberian antibiotik yang merupakan tatalaksana penting dalam menangani
pasien dengan penyakit infeksi. Terapi antibiotik yang terus-menerus dilakukan
dan diagnosis yang tidak tepat tentunya akan menimbulkan dampak negatif seperti
reaksi toksisitas yang tidak perlu, menyebarluasnya infeksi kuman, kegagalan
terapi, hingga terjadinya resistensi terhadap antibiotik.

Bawang putih (Allium sativum L) telah lama digunakan oleh kelompok


masyarakat secara luas untuk melawan berbagai penyakit infeksi. Komponen
utama dalam bawang putih ialah kandungan sulfur diantaranya ialah Diallyl
thiosulfinate (allicin) dan juga Diallyl disulfide (ajoene). Selain alisin, senyawa
lain yang berpotensi sebagai antibakteri dalam bawang putih yaitu flavonoid,
alkaloid, sterol, dan saponin. Kandungan aktif yang terdapat dalam bawang putih
memiliki kemampuan antara lain menunjukkan sifat antibiotik yang luas terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif, termasuk terhadap strain yang multi
resisten antibiotik, aktivitas antifungi terutama pada strain Candida sp, aktivitas
antiviral dan antiparasit, termasuk protozoa usus seperti Giardia lambria dan
Entamoeba hystolitica.

x
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi perasan bawang putih
terhadap pertumbuhan Salmonella typhi. Penelitian ini dilakukan menggunakan
design penelitian post-test only control design dengan menggunakan metode
difusi cakram. Penelitian ini menggunakan empat konsentrasi yaitu 20, 40, 60,
dan 80% dengan menggunakan akuadest steril sebagai kontrol negatif dan
Kloramfenikol sebagai kontrol positif.

Hasil dari penelitian ini kemudian diuji secara statistik menggunakan uji
Kolmogorov Simrnov (KS) untuk mengetahui distribusi data, uji One Way Anova
(data berdistribusi normal) dan kemudian dilanjutkan ke uji Least Significant
Difference (LSD) untuk pengetahui perbedaan dari masing-masing konsentrasi.
Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan daya hambat perasan bawang putih
terhadap pertumbuhan Salmonella typhi. Dari data penelitian ini ditunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar diameter zona hambat
yang dihasilkan. Diameter zona hambat terbesar adalah sebesar 23 mm dan
diperoleh pada konsentrasi 80%, dan diameter zona hambat terkecil adalah
sebesar 12 mm pada konsentrasi 20%. Konsentrasi 20, 40, dan 60% dikategorikan
memiliki daya hambat kuat sedangkan konsentrasi 80% dikategorikan memiliki
daya hambat sangat kuat.

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa perasan bawang


putih menunjukkan adanya perbedaan daya hambat terhadap pertumbuhan
Salmonella typhi.

Daftar bacaan : 38 (2006 – 2018)

xi
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat Rahmat dan Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Uji Daya Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap Pertumbuhan
Salmonella typhi ”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program studi Diploma III Jurusan Analis Kesehatan,
Politeknik Kesehatan Denpasar.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan bukan hanya karena
usaha penulis sendiri melainkan berkat bantuan, dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung baik secara material
maupun moril. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., MPH, selaku Direktur
Politeknik Kesehatan Denpasar yang telah memberikan kesempatan
mengikuti pendidikan di Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan
Denpasar.
2. Ibu Cokorda Dewi Widhya Hana Sundari, S.KM., M.Si, selaku Ketua
Jurusan Analis Kesehatan yang telah memberikan kesempatan untuk
menyusun usulan penelitian ini sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan mata kuliah karya tulis ilmiah.
3. Ibu I Gusti Ayu Sri Dhyanaputri, S.KM., MPH, sebagai pembimbing utama
yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan usulan
penelitian ini.
4. Ibu Nur Habibah, S.Si, M.Scselaku pembimbing pendamping yang telah
memberi bimbingan, dukungan, petunjuk, koreksi dan saran dalam
menyelesaikan usulan penelitian ini.
5. Ibu, bapak, adik, sahabat dan seluruh keluarga yang telah menjadi motivasi,
memberi doa serta semangat untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

xii
6. Teman-teman JAK’16 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan usulan penelitian
ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan
dan sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
meyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata semoga Karya Tulis Ilmiah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Denpasar, Mei 2019

Penulis

xiii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i

HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii

LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. v

SURAT BEBAS PLAGIAT ............................................................................ vi

RIWAYAT PENULIS ..................................................................................... vii

ABSTRACT...................................................................................................... viii

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

RINGKASAN PENELITIAN .......................................................................... x

KATA PENGANTAR...................................................................................... xii

DAFTAR ISI..................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................xvii

DAFTAR TABEL............................................................................................. xviii

DAFTAR SINGKATAN.................................................................................. xix

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah Penelitian...................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian........................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7

xiv
A. BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)..................................................... 7

B. Salmonella typhi.......................................................................................... 13

C. Pengukuran Aktivitas Antibakteri............................................................... 15

D. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Antibakteri....................... 18

E. Antibiotik.................................................................................................... 19

BAB III KERANGKA KONSEP..................................................................... 24

A. Kerangka Konsep........................................................................................ 24

B. Variabel dan Definisi Operasional.............................................................. 25

C. Hipotesis..................................................................................................... 29

BAB IV METODE PENELITIAN................................................................... 30

A. Jenis Penelitian............................................................................................ 30

B. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................... 31

C. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................. 31

D. Alat dan Bahan ........................................................................................... 33

E. Kerangka Kerja dan Prosedur Kerja........................................................... 35

F. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................. 40

G. Pengolahan dan Analisis Data.................................................................... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 42

A. Hasil ........................................................................................................... 42

B. Pembahasan ................................................................................................ 50

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 58

A. Simpulan .................................................................................................... 58

B. Saran .......................................................................................................... 58

H. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 59

xv
I. LAMPIRAN ............................................................................................... 64

xvi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bawang Putih ................................................................................... 8

Gambar 2. Salmonella typhi.............................................................................. . 14

Gambar 3. Kerangka Konsep ........................................................................... 24

Gambar 4. Hubungan Antara Variabel .............................................................. 27

Gambar 5. Kerangka Kerja ................................................................................35

Gambar 6. Bentuk Fisik dan Perasan Bawang Putih .........................................42

Gambar 7. Grafik Perbandingan Diameter Zona Hambat Perasan Bawang

Putih Berbagai Konsentrasi .............................................................48

xvii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Hambatan Pertumbuhan Bakteri ...............................................

................................................................................................................................17

Tabel 2. Definisi Operasional ...................................................................................

................................................................................................................................28

Tabel 3. Rancangan Posttest Only Control Group Design........................................

................................................................................................................................30

Table 4. Pengenceran Konsentrasi Perasan Bawang Putih .......................................

................................................................................................................................37

Tabel 5. Diameter Zona Hambat Kontrol Positif Terhadap Pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi..........................................................................................

.................................................................................................................43

Tabel 6. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap

Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 20%...............................

45

Tabel 7. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap

Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 40%...............................

.................................................................................................................45

Tabel 8. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap

Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 60%...............................

46

xviii
Tabel 9. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap

Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 20%...............................

47

Tabel 10. Kategori daya hambat perasan bawang putih berbagai konsentrasi terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi...................................................................

48

DAFTAR SINGKATAN

ATCC : American Type Culture Collection

CLSI : Clinical And Laboratory Standards Institute

DBD : Demam Berdarah Dengue

Depkes : Departemen Kesehatan

DNA : Deoxybonucleic Acid

HDL : Hight Density Lipoprotein

KBM : Konsentrasi Bunuh Minimum

KHM : Konsentrasi Hambat Minimum

KS : Kormogorof Smirnof

LDL : Low Density Lipoprotein

xix
LSD : Least Significant Deference

MHA : Mueller Hinton Agar

MIC : Minimum Inhibitory Concentration

NCCLS : National Committee for Clinical Laboratory Standards

NA : Nutrien Agar

NaCl : Natrium Klorida

mRNA : Messenger Ribonucleic Acid

RI : Republik Indonesia

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SD : Standar Deviasi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Persetujuan Etika ............................................................................. 64

Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang

Putih Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi............................... 65

Lampiran 3. Hasil Uji Statistik.............................................................................. 66

Lampiran 4. Tabel Zone Diameter and Minimal Inhibitory Concentration

Breakpoint for Salmonella typhi....................................................... 68

Lampiran 5. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 68

Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian .................................................... 71

Lampiran 7. Dokumentasi Hasil Penelitian .......................................................... 73

xx
xxi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi saat ini masih banyak terjadi tidak saja di Indonesia, tetapi

juga di dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga dapat menyebabkan

penyakit infeksi. Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian

infeksi yang tinggi dan didominasi oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi

saluran cerna. Infeksi saluran cerna ini umumnya disebabkan oleh bakteri dari

golongan Enterobactericeae khususnya Salmonella typhi yang merupakan bakteri

patogen yang dapat menimbulkan penyakit demam tifoid pada manusia.

Di Indonesia demam tifoid menjadi penyakit yang bersifat endemik dan

merupakan salah satu kasus besar yang menunjukkan kecenderungan meningkat

dari tahun ketahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan

angka kematian antara 0,6 – 5 % (Kemenkes RI, 2006).

Menurut data Kemenkes RI (2012), kasus demam tifoid dan paratifoid yang

terjadi di Indonesia berada diperingkat ke-3 dengan jumlah kasus sekitar 41.000

pasien yang dirawat inap di rumah sakit selama tahun 2010 dengan kasus

meninggal sebanyak 274 pasien. Sedangkan menurut data Profil Kesehatan Dinas

Kesehatan Provinsi Bali (2014), prevalensi penyakit demam tifoid dan paratifoid

pada pasien rawat inap di RSUD di provinsi Bali mencapai 3.254 pasien.

Penyebab dari penyakit demam tifoid yaitu adanya infeksi bakteri Salmonella

paratyphii B, Salmonella paratyphii A atau Salmonella typhi ke dalam tubuh

manusia. Namun, pada umumnya spesies yang menyebabkan penyakit demam

tifoid ini adalah Salmonella typhi.


Dewasa ini penyakit demam tifoid harus mendapat perhatian yang serius

karena permasalahannya yang semakin kompleks sehingga menyulitkan upaya

pencegahan dan pengobatan. Pemberian antibiotik merupakan tatalaksana penting

dalam menangani pasien dengan penyakit infeksi. Namun, seiring berjalannya

waktu, terjadi perubahan dalam praktik perawatan kesehatan, hal ini menimbulkan

permasalahan baru yaitu munculnya mikroba patogen yang resisten terhadap

antibiotik (Mardiastuti dkk, 2014). Meningkatnya kejadian resistensi antibiotik

menjadi penyebab dalam perkembangan infeksi menjadi lebih parah, terjadinya

komplikasi, waktu tinggal di rumah sakit yang menjadi lebih lama dan

meningkatnya risiko kematian (Anggraini, Opitasari, dan Aini, 2014).

Kecenderungan peningkatan bakteri yang resisten terhadap antibiotik

mampu mengurangi ketepatgunaan pemakaian antibiotik untuk pengobatan

(Nadifah, Prasetyaningsih, dan Masithah, 2016). Meningkatnya resistensi bakteri

Salmonella typhi penyebab penyakit demam tifoid terhadap antibiotik merupakan

permasalahan serius dibidang kesehatan. Menurut hasil penelitian Sule et al

(2012), diketahui bahwa semua sampel Salmonella typhi hasil isolasi yang diuji

100% resisten terhadap 6 macam antibiotik dari 10 antibiotik yang diuji. Menurut

penelitian tersebut bakteri Salmonella typhi resisten terhadap pefloxacin (PEF),

ciprofloxacin (CPX), augmentin (AUG), gentamicin (GEN), co-trimoxazole

(COT) dan ampicillin (AMP). Tingkat resistensi bakteri Salmonella typhi yang

tinggi dan masih mewabahnya demam tifoid yang membuat peneliti memilih

bakteri ini sebagai bakteri uji.

Untuk menanggulangi masalah tersebut, salah satu usaha yang telah lama

dikembangkan dalam beberapa dekade akhir ini ialah dengan mengambil jalan
2
alternatif dengan menggunakan obat-obatan alami berbahan dasar tumbuhan yang

apabila dibandingkan dengan obat-obat yang diformulasikan dari bahan kimia,

memiliki efek samping yang lebih minimal. Salah satu tumbuhan yang telah lama

dipercaya memiliki aktivitas antibakteri yang cukup baik terhadap berbagai

macam bakteri ialah bawang putih (Allium sativum L) yang telah lama digunakan

oleh kelompok masyarakat secara luas untuk melawan berbagai penyakit infeksi

(Salim, 2016).

Komponen utama dalam bawang putih ialah kandungan sulfur diantaranya

ialah Diallyl thiosulfinate (allicin) dan juga Diallyl disulfide (ajoene) (Ilicet al,

2011). Allicin merupakan komponen sulfur bioaktif utama yang terkandung dalam

bawang putih. Komponen ini hanya akan muncul apabila bawang putih dipotong

atau dihancurkan. Pada saat bawang putih dihancurkan, kerusakan membrane sel

bawang putih ini akan mengaktifkan enzim allinase, yang akan membantu proses

metabolisme alliin yang tekandung dalam sel lain, menjadi allicin (Bayan,

Kolivand, and Gorji, 2013).

Secara in vitro, allicin memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan antara lain

menunjukkan sifat antibiotik yang luas terhadap bakteri gram positif dan gram

negatif, termasuk terhadap strain yang multi resisten antibiotik, aktivitas antifungi

terutama pada strain Candida sp, aktivitas antiviral dan antiparasit, termasuk

protozoa usus seperti Giardia lambria dan Entamoeba hystolitica (Kedzia, 2010).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa bawang putih mempunyai

efek antimikroba. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sunanti (2007)

melaporkan bahwa efektivitas ekstrak tunggal bawang putih (Allium sativum L.)

dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhimurium. Potensi antibakteri


3
juga dilaporkan oleh Adhuri, Kristina, dan Antari (2018), menurut penelitian

tersebut bawang putih tunggal dan bawang putih majemuk dapat menghambat

pertumbuhan Salmonella typhi.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa bawang

putih memiliki kandungan yang berpotensi menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan dengan beberapa kasus resistensi bakteri terhadap antibiotik

sintetik, maka peneliti ingin mencari bahan alami yang memiliki khasiat sebagai

antibakteri terutama untuk Salmonella typhi. Berdasarkan latar belakang diatas,

penulis tertarik meneliti “Uji Daya Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap

Pertumbuhan Salmonella typhi”. Perasan bawang putih dipilih karena diharapkan

nantinya akan mudah diaplikasikan oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

Apakah ada daya hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan

Salmonella typhi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui daya hambat perasan bawang putih terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi.

4
2. Tujuan khusus

a. Mengukur nilai diameter zona hambat yang ditimbulkan oleh pemberian

perasan bawang putih terhadap pertumbuhan Salmonella typhi pada

konsentrasi 20, 40, 60, dan 80%.

b. Menganalisis perbedaan zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi yang

ditimbulkan oleh pemberian perasan bawang putih konsentrasi 20, 40, 60,

dan 80%.

c. Mengkategorikan zona hambat yang ditimbulkan oleh pemberian perasan

bawang putih pada konsentrasi 20, 40, 60, dan 80% terhadap Salmonella

typhi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai salah satu

bahan kepustakaan untuk calon peneliti lainnya, serta memberikan informasi dan

ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan praktisi obat herbal tentang manfaat

bawang putih khusunya perasan bawang putih sebagai antibakteri.

2. Manfaat praktis

a. Bagi masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat memaksimalkan pemanfaatan bawang putih

dalam kehidupan sehari-hari sebagai antibiotik alami untuk menanggulangi

infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.

5
b. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan penulis dan dapat

menerapkan ilmu-ilmu di bidang mata kuliah yang terkait.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bawang Putih (Allium sativum L.)

1. Pengertian bawang putih (Allium sativum L.)

Bawang putih merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak dan

berumpun. Tanaman ini dapat tumbuh meninggi hingga mencapai 30-60 cm.

bagian-bagian tanaman ini meliputi akar, cakram (merupakan batang tidak

sempurna), umbi dan daun (Suriana, 2011).

2. Taksonomi bawang putih (Allium sativum L.)

Klasifikasi ilmiah atau toksonomi dari bawang putih adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Liliales

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Species : Allium sativum L. (Sumetriani, 2013)

7
Gambar 1. Bawang putih (Allium sativum L.)
Sumber : (Dokumen pribadi)

3. Nama lain bawang putih

Bawang putih termasuk familia Liliaceae yang popular di dunia. Bawang

putih yang memiliki nama ilmiah Allium sativum L. ini mempunyai nilai komersil

yang tinggi dan tersebar diseluruh dunia. Karena itu tidak heran jika bawang putih

memiliki banyak nama terutama di Indonesia sendiri. Tanaman ini memiliki

beberapa nama lokal yaitu, dason putih (Minangkabau), bawang bodas (Sunda),

bawang putih (Jawa Tengah), bhabang poote (Madura), kasuna (Bali), lasuna

mawura (Minahasa), bawa badudo (Ternate) dan bawa flufer (Irian Jaya).

Sementara itu, di negara-negara lain mempunyai nama panggilan tersendiri seperti

di Inggris menyebutnya garlic, orang Arab menamainya thoam dan di Jerman

disebut knoflook.

4. Morfologi

Bawang putih termasuk tanaman semusim yang memiliki ketinggian 30-60

cm, membentuk rumpun, dan berumbi lapis. Umbi berbentuk bulat telur warna

putih dan beraroma menyengat. Tanaman ini tumbuh baik di daerah terbuka

dengan ketinggian 600 mdpl yang banyak sinar mataharinya dan berhawa sejuk.

8
Adapun morfologi dari tanaman bawang putih (Allium sativum L.) ialah sebagai

berikut :

a. Daun

Bawang putih dapat membentuk beberapa helai daun, dan biasanya lebih

dari 10 helai seperti pita yang memanjang ke atas. Bentuk daun pipih rata, tidak

berlubang, runcing diujung atasnya dan agak melipat ke dalam (arah panjang/

membulur). Pelepah yang yang merupakan kelopak daun ini tipis, tetapi kuat dan

membungkus kelopak-kelopak daun yang lebih muda dan berada dipusat tajuk.

b. Batang

Batangnya merupakan batang semu, panjang (bisa 30 cm) tersusun pelepah

daun yang tipis, namun kuat.

c. Akar

Terletak di batang pokok atau di bagian dasar umbi ataupun pangkal umbi

yang berbentuk cakram. Sistem perakarannya akar berbentuk serabut dengan

panjang maksimum 10 cm, menghujam ke tanah, mudah goyang dengan air dan

angin berlebihan.

d. Umbi bawang putih

Bawang putih merupakan tumbuhan berumbi lapis atau siung yang

bersusun. Umbi bawang putih ada dipangkal tanaman, tepat di atas batang pokok

rudimenternya dan berada didalam tanah. Tiap umbi terdiri dari suing-siung kecil.

Umbi bawang putih terdiri atas 8 – 20 siung (anak bawang). Antara siung yang

satu dengan siung yang lain dipisahkan oleh kulit tipis, sehingga membentuk satu

kesatuan yang rapat.

9
Siung ini terdiri dari dua bagian, yaitu helai daun dewasa dan sebuah tunas

vegetatif. Salah satu dari dua daun tersebut yaitu daun dewasa yang terletak di

sebelah luar yang berfungsi sebagai daun pelindung yang berbentuk silindris dan

berlubang kecil dipucuknya. Daun pelindung ini menjadi tipis, kering, kuat, dan

berfungsi sebagai pelindung bagi sehelai daun dan tunas vegetatif disebelah

dalamnya. Sehelai daun lagi yang lebih muda dan berada didalam daun pelindung,

kemudian menebal sebagai persediaan makanan. Sementara itu, tunas vegetatifnya

tetap berada didalam daun yang menebal. Daun yang menebal inilah yang disebut

siung.

5. Kandungan bawang putih

Komposisi kimia bawang putih per 100 g, protein 4,5 g, lemak 0,2 g, hidrat

arang 23,1 g, vitamin B1 0,22 mg, vitamin C15 mg, kalori 95 kalori, posfor 134

mg, kalsium 49 mg dan besi 1 mg. Dari beberapa penelitian bawang putih

mengandung zat aktif allicin, enzim alinase, germanium (mampu mencegah

rusaknya sel darah merah), sativine (mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan

serta merangsang susunan sel saraf), selenium (mikromineral penting yang

berfungsi sebagai antioksidan), skordinin (antioksidan). Kandungan bawang putih

bermanfaat sebagai bakterisida, fungisida dan dapat menghambat pertumbuhan

jamur maupun mikroba lainnya (Solihin, 2009).

Tanaman bawang putih juga terkandung zat aktif pertama yaitu allicin yang

menghasilkan bau bawang putih (aroma) yang khas dihasilkan ketika senyawa

sulfur dan allicin bereaksi dengan enzim alinase. Adapun kandungan sulfur

lainnya adalah aliiri, ajoene, allylpropyl disulfide, diallyl trisulfide, sallylcysteine,

10
vinyldithinnes, dan lainnya. Selain itu juga terdapat enzim-enzim antara

lain :allinase, peroxides, mirosinase dan lain-lain (Kemper, 2000).

Bawang putih (Allium sativum L.) memiliki konsentrasi senyawa sulfur yang

lebih tinggi daripada spesies Allium lainnya, yang bertanggung jawab baik untuk

bau tajam bawang putih dan banyak efek obat. Salah satu yang paling aktif adalah

senyawa biologis allicin. Allicin dianggap sebagai antioksidan utama, namun studi

terbaru menunjukkan bahwa senyawa lain mungkin memainkan peran yang lebih,

seperti senyawa polar fenolik dan steroid, yang menawarkan berbagai sifat

farmakologi tanpa bau dan juga panas yang stabil (Gebreyohannes, 2013).

6. Manfaat bawang putih

Selain sebagai penyedap makanan, bawang putih memiliki beberapa

manfaat, seperti: (Bayan, Kolivand, and Gorji, 2013)

a. Potensi antimikroba

Studi in vitro telah menunjukkan bahwa bawang putih memiliki aktivitas

melawan banyak bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Beberapa bakteri

yang telah diuji daya hambatnya terhadap umbi bawang putih antara lain ialah

Escherichia, Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus,

Bacillus, Clostridium dan Mycobacterium tuberculosis. Kandungan bawang putih

yang berfungsi sebagai antimikroba yaitu Flavonoid, Fenol dan minyak atsiri.

b. Pada metabolisme lemak dan kolesterol

Bawang putih membantu metabolisme lemak dan menurunkan level

kolesterol tubuh. Meningkatkan kolesterol baik, HDL dan menurunkan kadar

kolesterol jahat, LDL dan trigliserida. Melindungi pembuluh darah dan jantung.

Secara signifikan mengurangi aktivitas HMG CoA dan enzim lainnya.


11
Kandungann kimia bawang putih yang membantu metabolisme lemak dan

menurunkan level kolesterol tubuh yaitu allicin.

c. Terhadap sistem kardiovaskular

Allicin merupakan kandungan bawang putih yang dapat memperbaiki

keseimbangan profil lipid, mempengaruhi tekanan darah, menginhibisi fungsi

platelet, antioksidan dan aktivitas fibrinolisis.

d. Kemampuan sebagai larvasida

Tanaman bawang putih dapat menjadi salah satu pilihan alternatif

pengendalian vector penyakit DBD secara alamiah. Kandungan senyawa yang

sudah ditemukan pada bawang putih di antaranya adalah Allicin dan Sulfur

Amonia Acid Allin. Sulfur amonia acid allin ini oleh Enzim Allicin Lyase diubah

menjadi Piruvic Acid, Amonia, dan Allicin Anti Mikroba. Selanjutnya Allicin

mengalami perubahan menjadi Diallyl Sulphide. Senyawa Allicin dan Diallyl

Sulphide inilah yang memiliki banyak kegunaan dan berkhasiat sebagai obat.

Allicin dan turunannya juga bersifat larvasida.

B. Salmonella typhi

1. Morfologi dan fisiologi

Salmonella yang termausk kedalam family Enterobacteriaceae merupakan

bakteri pathogen bagi manusia dan juga hewan. Angka kesakitan akibat ingeksi

oleh bakteri Salmonella sangat tinggi. Penyakit ini tidak saja terjadi di Negara

berkembang, tetapi juga berjangkit di Negara maju (Radji, 2010).

Infeksi Salmonella terjadi pada saluran cerna dan terkadang menyebar lewat

peredaran darah keseluruh organ tubuh. Infeksi oleh Salmonella pada manusia

12
bervariasi, yaitu dapat berupa infeksi yang dapat sembuh sendiri (Gastroenteritis),

tetapi dapat juga menjadi kasus yang serius apabila terjadi penyebaran sistemik

(Demam enterik). Dalam kondisi seperti ini, diperlukan penanggulangan yang

tepat dengan antibiotik pilihan (Radji, 2010).

Salmonella typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak

membentuk spora, serta memiliki kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan

sering disebut sebagai facultative intra-cellular parasites. Dinding selnya terdiri

atasmurein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan

tersusun sebagai lapisan-lapisan. Ukuran panjangnya bervariasi, dan sebagian

besar memiliki peritrichous flagella sehingga bersifat motil. Salmonella typhi

membentuk asam dan gas dari glukosa dan manosa. Organisme ini juga

menghasilkan gas H2S, namun hanya sedikit.

Salmonella typhi merupakan bakteri mesofilik, dengan suhu pertumbuhan

optimum antara 35 – 37°C, tetap dapat tumbuh pada range 5 – 46°C, Salmonella

dapat bertahan pada pH rendah (lebih kecil atau sama dengan 4,5) dan tidak

berbiak pada Aw 0,94 khususnya jika dikombinasikan dengan pH 5,5 atau kurang.

Salmonella dapat bertahan pada pembekuan dan bentuk kering dalam waktu yang

lama. Salmonella typhi mampu berbiak pada berbagai makanan tanpa

mempengaruhi kehidupan morfologinya.

2. Taksonomi Salmonella typhi

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Ordo : Gammaproteobacteria

Class : Enterobacteriales
13
Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : Salmonella enteric

Serotipe : typhi (Jawetz, Melnick, and Adelberg’s, 2013).

Gambar 2. Bakteri Salmonella typhi

Sumber : (Brands, 2006).

3. Demam enterik (Demam typhoid)

Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling banyak

diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu

penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme

yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi hanya dapat dilihat dengan

bantuan mikroskop (Radji, 2010).

Gejala demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella typhi umumnya

muncul 1-3 minggu setelah penderita terinfeksi. Pada infeksi subklinik, beberapa

individu akan membawa bakteri Salmonella dalam tubuhnya dalam jangka waktu

yang cukup lama, tetapi terlihat sehat (Radji, 2010).

14
Ketika Salmonella mencapai usus kecil, kemudian masuk kegetah bening

dan kemudian ke aliran darah. Mereka dibawa oleh darah ke beberapa organ,

termasuk usus. Organisme tersebut meningkat di dalam jaringan getah bening

intestinal dan dikeluarkan dalam tinja. Sesudah masa inkubasi 10-14 hari, demam,

rasa tidak enak badan, sakit kepala, konstipasi, bradycardia, dan myalgia terjadi.

Demam meningkat ke masa stabil, limpa dan ginjal menjadi membesar. Rose

spots biasanya ada diatas kulit perut atau dada, kelihatan jelas beberapa kasus.

Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Pada masa pre-antibiotik, komplikasi

utama demam enterik adalah hemorrahage dan perforasi, dan angka kematian

rata-rata 10-15%. Pengobatan dengan antibiotik telah menurunkan angka

kematian rata-rata hingga kurang dari 1%. Lesi yang paling utama adalah

hyperplasia dan nekrosis dari jaringan getah bening (misalnya potongan Peyer’s),

hepatitis, nekrosis dari ginjal, dan peradangan limpa, serta periosteum, paru-paru,

dan organ lainnya.

C. Pengukuran Aktivitas Antibakteri

Antibakteri adalah suatu senyawa atau agen yang dapat membunuh atau

menginhibisi pertumbuhan suatu mikroorganisme dan terutama mikroorganisme

patogen manusia. Agen senyawa antimikroba dapat digolongkan menurut jasad

renik yang dibasmi, yaitu antibiotik, antivirus, antifungi, antiprotozoa dan

antihelmintes. Antibakteri juga dibagi menjadi dua kelompok luas, yaitu golongan

bakteriostatik yang menghambat replikasi mikroba, dan golongan bakterisidal

yang bekerja secara utama membunuh mikroba. Antibiotik adalah salah satu jenis

15
antibakteri yang digunakan untuk mengobati atau mencegah infeksi bakteri

(Salim, 2016).

Pengujian kerentanan antibakteri merupakan teknik yang penting dalam

ilmu biologi modern. Hal ini dilakukan untuk menentukan resistensi strain

mikroba terhadap agen antibakteri yang berbeda, dalam penelitian farmakologi

dapat digunakan untuk menentukan sensitivitas antibakteri baru dari ekstrak

biologis terhadap mikroorganisme. Pengujian kerentanan antibakteri juga

digunakan untuk menyaring ekstrak tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri.

Penentuan kerentanan bakteri pathogen terhadap obat-obatan antibakteri

dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode utama yaitu dilusi dan difusi.

Penting untuk menggunakan metode yang distandarisasi yang mengontrol semua

faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri. Di Amerika Serikat, uji-uji

dilakukan berdasarkan metode National Committee for Clinical Laboratory

Standards atau NCCLS (Jawetz, Melnick, and Adelberg’s, 2013).

1. Metode difusi

Metode difusi Agar merupakan uji antimikroba yang banyak digunakan

hingga saat ini, metode ini telah dijelaskan oleh Bauer, Kirby, Sherris dan Truck,

umumnya dikenal dengan tes Kirby-Bauer. Metode ini menggunakan cakram uji

untuk menyerap konsentrasi ekstrak tumbuhan yang diinginkan. Cakram tersebut

kemudian diletakkan pada permukaan media agar padat yang cocok seperti

Mueller Hinton Agar (MHA), Tryptone Soy Agar (TSA) atau Nutrient Agar (NA)

setelah media diinokulasi dengan mikroorganisme uji. Cakram kemudian

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C untuk bakteri dan 48 jam pada suhu

16
25°C untuk fungi, setelah diinkubasi diameter zona hambat yang ada disekitar

cakram diukur (Salim, 2016).

Tabel 1
Klasifikasi Hambatan Pertumbuhan Bakteri

Diameter Zona Terang Respon Hambatan Pertumbuhan


2. < 5 mm
Metode dilusi Lemah
5 - 10 mm Sedang
11 –20 mm Kuat
> 21 mm Sangat Kuat

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan

dilusi padat (solid dilution).

a. Metode dilusi cair (Brothdilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar

bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri

pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan

mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih

tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai kadar hambat

minimum (KHM). Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya

dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen

antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat

jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Salim, 2016).

b. Metode dilusi padat (Solid dilutiontest)

17
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media

padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba

yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.

D. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Antibakteri

Diantara banyak faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas in vitro

antibakteri, hal-hal berikut ini yang harus dipertimbangkan karena dapat

mempengaruhi hasil pengujian (Jawetz, Melnick and Adelberg’s, 2013).

1. pH lingkungan

Beberapa obat lebih aktif pada pH asam (misalnya nitrofurantoin), pada pH

basa (misalnya, aminoglikosida, sulfonamida).

2. Komponen medium

Sodium polyanetholsulfonate (dalam medium kultur darah) dan deterjen

anionik lainnya menghambat aminoglikosida. Protein serum mengikat penisilin

dalam deterjen yang berbeda – beda, berkisar dari 40% untuk metisilin hingga

98% untuk dikloksasilin. Penambahan NaCl ke medium mempertinggi deteksi

resistensi metisilin pada S. aureus.

3. Kestabilan obat

Pada suhu inkubator, beberapa agen antimikroba kehilangan aktivitas

mereka.Penisilin mengalami inaktivasi secara lambat, sedangkan aminoglikosida

dan siprofloksasin cukup stabil untuk periode yang lama.

4. Besar inokulum

18
Secara umum, semakin besar inokulum bakteri, semakin rendah

“kerentanan” yang tampak pada organisme itu. Populasi besar bakteri lebih lambat

dan lebih jarang mengalami inhibisi total dibandingkan populasi kecil. Selain itu,

suatu muatan resisten jauh lebih mungkin muncul pada populasi yang besar.

5. Lama inkubasi

Pada banyak kondisi, mikroorganisme tidak dimatikan tetapi hanya

dihambat pada pajanan singkat terhadap agen antimikroba. Semakin lama masa

inkubasi berlangsung, semakin besar kesempatan muatan resisten untuk muncul,

atau semakin besar kesempatan bagi anggota yang paling tidak sensitif terhadap

antimikroba untuk mulai memperbanyak diri seiring dengan berkurangnya obat.

6. Antivitas metabolik mikroorganisme

Secara umum, organisme yang aktif dan cepat bertumbuh lebih sensitif

terhadap kerja obat dibandingkan organisme yang berada pada fase istirahat.

Mikroorganisme yang tidak aktif secara metabolik dan berhasil bertahan hidup

pada pajanan lama suatu obat mungkin saja memiliki keturunan yang sepenuhnya

sensitif terhadap obat yang sama.

E. Antibiotik

1. Pengertian antibiotik

Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh mikroorganisme

dan bersifat toksik terhadap mikroorganisme lain. Sifat toksik senyawa-senyawa

yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (efek

bakteriostatik) dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri (efek

bakterisida) yang kontak dengan antibiotik tersebut (Sumardjo, 2009). Antibiotik

19
digunakan untuk mengobati, mencegah dan mengendalikan penyebaran bakteri

pathogen. Pengujian antibiotik dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa

kualitas dan mutu antibiotik yang digunakan dalam pengobatan memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan (Radji, 2010).

Pengobatan yang digunakan untuk menanggulangi demam tifoid biasanya

adalah antibiotik. Antibiotik disebut juga sebagai antimikroba merupakan zat

yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi dan jamur, yang dapat

membasmi jenis mikroba seperti Salmonella thypi. Zat ini bisa diperoleh secara

alamiah, kecuali ada beberapa jenis yang disebut semi sintetis dan sintetis .

2. Penggolongan antibiotik

Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam menghambat pertumbuhan

mikroorganisme, antibiotik digolongkan sebagai berikut (Radji, 2010).

a. Antibiotik yang dapat menghambat sintesisi dinding sel mikroba

Contoh antibiotik golongan ini antara lain penisilin, sefalosporin,

fosfomisin, vankomisin, sikloserin, dan basitrasin. Dinding sel bakteri sangat

penting untuk mempertahankan struktur sel bakteri. Oleh karena itu, zat yang

dapat merusak dinding sel akan melisiskan dinding sel sehingga dapat

mempengaruhi bentuk dan struktur sel yang pada akhirnya dapat membunuh sel

bakteri tersebut.

b. Antibiotik yang dapat mengganggu atau merusak membran sel

Membrane sel mempunyai peranan penting dalam mengatur transportasi

nutrisi dan metabolit yang dapat keluar masuk ke dalam sel. Membrane sel juga

berfungsi sebagai tempat berlangsungnya respirasi dan aktivitas biosintesis dalam

sel. Beberapa jenis antibiotik dapat mengganggu membrane sel sehingga dapat
20
mempengaruhi kehidupan sel bakteri, antara lain polimiksin, nistatin, golongan

makrolida, dan poliena (misalnya amfoterisin B).

c. Antibiotik yang mengganggu biosintesis asam nukleat

Proses replikasi DNA di dalam sel merupakan siklus yang sangat penting

bagi kehidupan sel. Beberapa jenis antibiotik dapat mengganggu metabolisme

asam nukleat tersebut sehingga memengaruhi seluruh fase pertumbuhan sel

bakteri. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini antara lain asam nalidiksat

dan golongan kuinolon. Antibiotik ini dapat menghambat enzim DNA-girase yang

membuat lilitan pada DNA untai ganda.

d. Antibiotik yang menghambat sintesis protein

Sintesis protein merupakan suatu rangkaian proses yang terdiri atas proses

transkripsi (yaitu DNA ditranskripsi menjadi mRNA) dan proses translasi (yaitu

mRNA ditranslasi menjadi protein). Antibiotik yang dapat menghambat proses-

proses tersebut akan menghambat sintesis protein. Antibiotik yang termasuk

dalam golongan ini antara lainaktinomisin, rifampisin, streptomisin, tetrasiklin,

kloramfenikol, eritromisin, klindamisin, dan gentamisin.

3. Penggunaan antibiotik

Penggunaan antibiotik di klinik bertujuan membasmi mikroba penyebab

infeksi. Penggunaan antibiotik ditentukan berdasarkan indikasi dengan

mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :

a. Gambaran klinis penyakit infeksi, yaitu efek yang ditimbulkan oleh adanya

bakteri dalam tubuh hospes.

b. Efek terapi antimikroba pada penyakit infeksi diperoleh hanya sebagai

21
akibat kerja antibiotik terhadap biomekanisme bakteri dan tidak terhadap

biomekanisme tubuh hospes.

c. Antibiotik dapat dikatakan bukan penyembuh penyakit infeksi dalam arti

sebenarnya, tetapi hanya memperpendek waktu yang diperlukan oleh tubuh

hospes untuk sembuh dari penyakit infeksi.

Untuk memutuskan perlu tidaknya pemberian antimikroba pada suatu

penyakit infeksi, perlu diperhatikan gejala klinik, jenis dan patogenitas

bakterinya, serta kesanggupan mekanisme daya tahan tubuh. Penyakit infeksi

dengan gejala klinik ringan tidak perlu segera mendapat antimikroba. Menunda

pemberian antimikroba justru memberi kesempatan terangsangnya mekanisme

kekebalan tubuh, tetapi penyakit infeksi dengan gejala yang berat, walaupun

belum membahayakan, apalagi bila telah berlangsung untuk beberapa waktu

lamanya, dengan sendirinya memerlukan terapi antimikroba (Setiawati, Suryatna,

dan Sulistia, 2007).

4. Kloramfenikol

Antibiotik kloramfenikol atau kloramisetin dihasilkan oleh jamur

Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol sukar larut dalam air tetapi mudah larut

dalam metanol, etanol, etil asetat, dan aseton serta tidak larut dalam benzena

(Sumardjo, 2009). Kloramfenikol adalah antibiotik bakteriostatik berspektrum

luas yang aktif melawan organisme aerob maupun anaerob gram positif dan gram

negatif. Mekanisme kerja antibiotik ini melalui penghambatan sintesis protein

mikroba. Kloramfenikol secara potensial menghambat sintesis protein mikroba

dengan mengikat subunit 50S ribosom bakteri secara reversibel dan menghambat

pembentukan ikatan peptide (Katzung, Masters, and Trevor, 2011).


22
Antibiotik ini mampu menghambat pertumbuhan gram positif pada

konsentrasi 1-10 μg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif dihambat

pada konsentrasi 0,2-5 μL/mL (Katzung, Masters, and Trevor, 2011).

Mekanisme kerja kloramfenikol yaitu dengan daya kerja menghambat

sintesis protein, melekat pada subunit 50S dari ribosom. Obat ini menganggu

perikatan asam amino baru pada rantai peptide yang sedang dibentuk, sebagian

besar karena kloramfenikol menghambat peptidil transferase. Kloramfenikol

terutama bersifat bakteriostatik, dan pertumbuhan mikroorganisme segera

berlangsung lagi, bila pemakaian obat dihentikan. Mikroorganisme yang resisten

terhadap kloramfenikol menghasilkan enzim kloramfenikol asetiltransferase, yang

menghancurkan aktivitas obat (Jawetz, Melnick, and Adelberg’s, 2013).

23
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Infeksi oleh Salmonella typhi (Demam tifoid)

Antibiotik

Sintetis Semi Sintetis Bahan Alami

Perasan Bawang Putih


Resistensi
(Allium sativum L.)

Konsentrasi perasan
Uji Zona Hambat
20, 40, 60, dan 80%

Biakan Salmonella typhi

Dilusi Difusi Cakram

Lemah , Sedang, Kuat, dan


Sangat kuat
Keterangan :

diteliti
tidak diteliti
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian Uji Daya Hambat Perasan Bawang
PutihTerhadap Pertumbuhan Salmonella typhi.
Keterangan gambar :

Berdasarkan kerangka konsep tersebut dapat dijelaskan bahwa penyakit

Demam tifoid adalah penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella typhi.

Penatalaksanaan penyakit ini dapat dilakukan dengan terapi antibiotik yang

tergolong sintetis, semi sintetis maupun bahan alami. Antibiotik yang tersedia saat

ini digunakan untuk terapi berasal dari senyawa sintetis ataupun semi sintetis yang

dapat menimbulkan masalah resistensi antibiotik dan bersifat toksik. Untuk

mengurangi kejadian resistensi, pengobatan terhadap infeksi oleh bakteri

Salmonella typhi dapat diobati dengan menggunakan antibiotik alami yang berasal

dari bahan alam salah satunya adalah bawang putih khusunya perasan bawang

putih dengan berbagai konsentrasi dengan metode difusi cakram.

Kekuatan suatu bahan alam dalam menghambat pertumbuhan Salmonella

typhi pada uji difusi cakram, dapat diketahui dengan melakukan pengukuran pada

diameter zona bening (Clear zone) yang terbentuk. Zona hambat yang terbentuk,

dikategorikan kedalam daya hambat lemah, sedang, kuat, atau sangat kuat sesuai

dengan diameter zona hambat yang ditimbulkan.

B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas (Independent variables)

Independent variabel / variabel bebas merupakan suatu variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependent (terikat) (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini variabel bebas adalah

berbagai konsentrasi perasan bawang putih.

25
b. Variabel terikat (Dependent variables)

Dependent variabel / variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Independent variabel)

(Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini variabel terikat adalah diameter zona

hambat pertumbuhan Salmonella typhi.

c. Variabel kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan

sehingga pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh

faktor luar yang tidak diteliti (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini beberapa hal

yang dapat mempengaruhi adalah suhu inkubasi, waktu inkubasi, sterilitas alat,

kontaminasi, ketebalan media, jarak cakram disk dan kondisi bawang putih.

Variabel kontrol memiliki pengaruh terhadap penelitian ini sehingga harus

dikendalikan.

26
Adapun hubungan dari variabel tersebut adalah seperti gambar berikut :

Varabel Bebas Variabel Terikat


Perasan bawang putih dengan Zona hambat pertumbuhan
konsentrasi 20, 40, 60, dan 80% Salmonella typhi

Variabel Kontrol
- Suhu inkubasi
- Waktu inkubasi
- Sterilitas alat
- Kontaminasi
- Ketebalan media
- Jarak cakram disk
- Kondisi bawang putih

Gambar 4. Hubungan Antara Variabel

2. Definisi operasional variabel

Definisi operasional merupakan suatu uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2012). Definisi operasional didasarkan pada karakteristik yang

dapat diobservasi dari apa yang didefinisikan dan berupa penjelasan variabel-

variabel serta istilah yang akan digunakan dalam penelitian sehingga

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Pengertian definisi

operasional terletak pada istilah yang spesifik (Tidak berinterpretasi ganda) dan

terukur (Observable atau Measurable) (Munith, 2011). Adapun definisi

operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

27
Tabel 2
Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala


1 2 3 4 5
1. Bawang putih Bawang putih adalah salah satu Observasi Nominal
(Allium sativum jenis umbi yang memiliki
L.) aroma khas berwarna putih
dengan ukuran umbi sekitar 2-3
cm.
2. Perasan bawang Perasan bawang putih adalah Gelas ukur Nominal
putih hasil saring umbi bawang putih (mg/mL)
yang telah diblender hingga
halus sehingga didapatkan
sarinya dengan kandungan zat
yang ada didalam bawang putih
tersebut.
3. Konsentrasi Konsentrasi 20, 40, 60, dan Membuat variasi Rratio
perasan bawang 80% diperoleh dengan konsentrasi
putih mengencerkan perasan bawang dengan
putih pekat dengan akuadest perbandingan
steril. tertentu perasan
bawang putih pekat
dengan
akuades steril
menggunakan
mikropipet (μL).

1 2 3 4 5
4. Salmonella Merupakan bakteri batang gram Observasi Nominal

28
typhi ATCC negatif dan tidak membentuk
14028 spora, serta memiliki kapsul
yang merupakan isolat standar
untuk uji daya hambat.
5. Daya hambat Kemampuan perasan bawang Observasi Ordinal
putihdalam menghambat
pertumbuhan Salmonella typhi
Daya hambat lemah : < 5 mm
Daya hambat sedang : 5 – 10
mm
Daya hambat kuat : 11 – 20 mm
Daya hambat sangat kuat : > 21
mm
6. Zona hambat Diameter zona bening disekitar Mengukur zona Ratio
pertumbuhan cakram disk yang mengandung hambat dengan
Salmonella perasan bawang putih pada jangka sorong yang
typhi media MHA (Mueller Hinton dinyatakan dalam
Agar). satuan mm
(millimeter)

C. Hipotesis
Hipotesis penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah “ Terdapat

zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi pada berbagai konsentasi perasan

bawang putih”.

29
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni (true experiment)

dengan rancangan penelitian posttest dengan kelompok kontrol (Posttest Only

Control Group Design). Rancangan ini memungkinkan peneliti mengukur

pegaruh perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen dengan cara

membandingkan kelompok tersebut dengan kelompok kontrol. Bentuk rancangan

ini dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 3
Rancangan posttest only control group design

Kelompok Uji Perlakuan Posttest


R1 X O2
R2 O2

Keterangan :

R1 : Kelompok eksperimen dalam penelitian ini adalah berbagai konsentrasi

perasan bawang putih pada konsentrasi 20, 40, 60, dan 80%

R2 : Kelompok kontrol

X : Perlakuan atau eksperimen berupa berbagai konsentrasi perasan

bawang putih.

O2 : Pengukuran kedua (posttest) yaitu diameter zona hambat yang

terbentuk.
B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan April

2019.

2. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan

Analis Kesehatan, Politeknik Kesehatan Denpasar, Jalan Sanitasi No.1, Sidakarya.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi sampel dalam penelitian ini adalah bawang putih majemuk dengan

nama ilmiah (Allium sativum L.). Bawang putih diperoleh dari perkebunan Desa

Trunyan, Kintamani, Bangli.

2. Sampel penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah perasan umbi bawang putih yang

diperoleh dari umbi bawang putih dengan kriteria inklusi umbi bawang putih

segar dengan ukuran umbi sekitar 2-3 cm. Sedangkan kriteria ekslusi yaitu, umbi

bawang putih yang tidak segar yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditentukan

peneliti.

3. Besar sampel penelitian

Pada penelitian ini digunakan sebanyak 500 gram bawang putih yang

kemudian dihaluskan dan diperoleh perasan bawang putih pekat dengan

konsentrasi 100% yang digunakan sebagai stok sampel. Perasan bawang putih

dibuat dalam empat konsentrasi yaitu 20, 40, 60, dan 80% (b/v) dengan
31
mengencerkan stok sampel menggunakan pelarut akuades steril. Dalam penelitian

ini menggunakan kontrol berupa cakram yang direndam dengan akuades steril.

Kontrol berfungsi sebagai pembanding dengan perlakuan dan untuk

memastikan bahwa pelarut yang digunakan tidak memiliki aktivitas antibakteri,

sehingga daya hambat yang diamati murni akibat adanya aktivitas antibakteri

yang terkandung dalam perasan bawang putih. Total perlakuan dalam penelitian

ini adalah 5 perlakuan. Dalam penelitian ini masing-masing perlakuan diulang

dengan jumlah yang dapat ditentukan dari persamaan berikut :

(t – 1) (r – 1) ≥ 15

Keterangan :

r = jumlah ulangan

t = jumlah perlakuan

(t – 1) (r – 1) ≥ 15

(5 – 1) (r – 1) ≥ 15

4(r – 1) ≥ 15

4r – 4 ≥ 15

4r ≥ 19

r ≥ 4,75 = 5

Sumber : (Hanafiah, 2016)

Berdasarkan perhitungan tersebut, pengulangan yang dapat dilakukan dalam

penelitian ini adalah lebih dari atau sama dengan lima kali. Menurut Hanafiah,

(2016) jumlah ulangan suatu perlakuan tergantung pada derajat ketelitian yang

diinginkan oleh peneliti terhadap kesimpulan hasil percobaan. Semakin banyak


32
jumlah pengulangan yang dilakukan, maka derajat ketelitian juga akan semakin

tinggi. Oleh karena itu, maka pengulangan yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah lima kali, dilakukan dengan memipet perasan umbi bawang putih pada

berbagai konsetrasi sebanyak lima kali pada masing-masing bakteri sehingga

besar sampel dalam satu kali replikasi adalah jumlah perlakuan dikalikan dengan

jumlah pengulangan, yaitu sebanyak 25 unit sampel. Namun pada penelitian ini

dilakukan dua kali replikasi, sehingga didapatkan total besar sampel sebanyak 50

unit sampel.

Syarat minimal jumlah pengulangan yang bisa dilakukan untuk percobaan

laboratorium adalah cukup tiga kali pengulangan, maka pengulangan yang

dilakukan dalam penelitian ini sudah memenuhi syarat (Hanafiah, 2016).

D. Alat dan Bahan

1. Alat

Blender (miyako) (1 buah), kain penyaring (kasa), botol steril (2 buah),

Erlenmeyer (Iwaki-Pyrex®) (2 buah), pipet ukur (Iwaki-Pyrex®) 5 ml dan 10 ml

(masing-masing 1 buah), mikropipet 5 μl – 200 μl (Secorex) (1 buah), mikropipet

100 μl – 1000 μl (Secorex) (1 buah), ball pipet (b&n ballpipet) (1 buah), gelas

ukur (Iwaki-Pyrex®) 250 ml (1 buah), beaker glass 500 ml (Iwaki-Pyrex®),

lampu spiritus (1 buah), petri disk (20 buah), tabung reaksi (5 buah) dan rak

tabung reaksi (1 buah), ose bulat (2 buah), Mc Farland densitometer (Biosan) (1

buah), biosafety cabinet (Biobase, Model BSC-1800 II B2-X No.

BSC40B1605005, Max Opening 400mm, Inflow Velocity: 0,53 + -0,025m/S and

Downflow Velocity: 0,33 + -0,025m/S), hotplate (Jisico) (1 buah), magnetic

33
stirrer (1 buah), jangka sorong (1 buah), inkubator (Esco) (1 buah), oven

(Wagtech), autoclave (Tomy Sx-50, Heat source: 1,5 kW electric fire, Weight:

50kg, Chamber capaity: internal volume: 44L), refrigerator (1 buah), neraca

analitik (Wagtech PW 124 Series, Max Capacity: 120g and Readbility: 0,0001g)

(1 buah).

2. Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu: umbi bawang putih

majemuk, aquadest steril, bakteri Salmonella typhi ATCC 14028, media Mueller

Hinton Agar, standar 0,5 Mc Farland, larutan NaCl fisiologis 0,9%, yellow tip (30

buah), blue tip (10 buah), cakram disk kosong (50 buah), cakram antibiotik

Kloramfenikol 30μg (10 buah), lidi kapas steril (2 buah), aluminium foil, kertas

saring, dan kapas.

34
E. Kerangka dan Prosedur Kerja

1. Kerangka kerja

Suspensi bakteri Salmonella


typhi 0,5Mc Farland

Digoreskan pada media Mueller


Hinton Agar (MHA)

Cakram disk yang telah diteteskan Kontrol negatif : cakram disk


air perasan bawang putih sebanyak dengan akuadest steril, dan Kontrol
20 μl dan dibuat konsentrasi positif : cakram disk dengan
20, 40, 60 dan 80%. antibiotik kloramfenikol.

Masing-masing cakram disk ditempelkan pada


permukaan media MHA sampai melekat sempurna

Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

Diukur diameter zona hambat


pertumbuhan Salmonella typhi

Analisis data

Gambar 5. Kerangka Kerja Uji Daya Hambat

35
2. Prosedur kerja

a. Pembuatan perasan umbi bawang putih

Prosedur pembuatan perasan umbi bawang putih berdasarkan langkah kerja

Pajan, Waworuntu, dan Leman (2016) yang telah disesuaikan dengan penelitian

ini:

1) Umbi bawang putih majemuk yang telah dikupas dan memuhi kriteria,

dicuci menggunakan air bersih.

2) Ditimbang umbi bawang putih sebanyak 500 gram.

3) Umbi bawang putih dihaluskan kemudian diperas menggunakan kasa yang

telah disterilkan hingga diperoleh sarinya.

4) Hasil perasan kemudian disaring menggunakan kertas saring pada gelas

Erlenmeyer, kemudian hasil penyaringan disimpan dalam tabung kaca steril

yang tertutup.

5) Konsentrasi 100% diperoleh tanpa penambahan larutan apapun.

b. Pengenceran perasan umbi bawang putih

Prosedur pengenceran perasan umbi bawang putih berdasarkan langkah

kerja yang dilakukan oleh Damayanti (2014) yang disesuaikan dengan penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1) Konsentrasi perasan bawang putih yang akan dibuat yaitu 20, 40, 60, dan

80%. Konsentrasi ini dibuat dengan mencampurkan perasan bawang putih

dengan larutan pengencer aquadest steril.

2) Rumus pengenceran yang digunakan :

36
Rumus : V1 x C1 = V2 x C2

Keterangan rumus :

V1 : volume perasan bawang putih yang akan diencerkan dari konsentrasi

100%.

V2 : volume perasan bawang putih yang akan dibuat yaitu 1 mL.

C1 : konsentrasi perasan bawang putih yang akan diencerkan, yaitu 100%.

C2 : konsentrasi perasan bawang putih yang akan dibuat.

Tabel 4
Pengenceran Konsentrasi Perasan Bawang Putih

No V1 (mL) C1 V2 (mL) C2 Akuades steril


(mL)
1. 0,8 100 % 1 80 % 0,2
2. 0,6 100 % 1 60 % 0,4
3. 0,4 100 % 1 40 % 0,6
4. 0,2 100 % 1 20 % 0,8

c. Pembuatan media uji daya hambat (Mueller Hinton Agar)

1) Bubuk media Mueller Hinton Agar ditimbang sebanyak 20,4 gram

menggunakan neraca analitik.

2) Setelah proses penimbangan, bubuk media dipindahkan ke dalam

Erlenmeyer dan dilarutkan dengan 600 ml akuades.

3) Media dipanaskan dengan hotplate dan diaduk hingga homogen.

4) Setelah bubuk media larut sempurna dan homogen, diukur pH media dengan

menggunakan pH stick (pH optimal 7,3 ± 0,1 pada suhu 25°C).

5) Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak dan aluminium foil.

6) Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit

dihitung dari tercapainya suhu 121°C.


37
7) Media yang telah disterilisasi, didiamkan sampai suhu media turun menjadi

± 40 – 50°C.

8) Media dituangkan secara aseptis ke dalam petridisk ±15 ml, kemudian

didiamkan hingga memadat.

9) Setelah media memadat, cawan petri dibalik, dan apabila tidak langsung

digunakan media yang sudah dituangkan pada cawan petri atau sisa media

dalam tabung Erlenmeyer dapat dibungkus dengan kertas buram dan

disimpan didalam refrigerator.

d. Pembuatan suspense Salmonella typhi

Prosedur pembuatan suspensi bakteri berdasarkan langkah kerja yang

dilakukan oleh Putri, Hafida dan Megawati (2017) yang disesuaikan dengan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Dua sampai tiga ose koloni Salmonella typhi dari biakan murni diambil dan

disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 5 ml larutan NaCl fisiologis

0,9%.

2) Suspensi dibandingkan dengan kekeruhan standar Mc Farland 0,5%.

3) Suspensi diukur dengan menggunakan Mc Farland densitometer.

e. Tahap pemeriksaan uji daya hambat

Prosedur pemeriksaan uji daya hambat antibakteri berdasarkan langkah kerja

yang dilakukan oleh Putri, Hafida dan Megawati (2017) yang disesuaikan dengan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

38
1) Lidi kapas steril disiapkan dan dicelupkan ke dalam suspensi bakteri 0,5Mc

Farland Salmonella typhi. Dibiarkan sebentar agar suspensi meresap

kedalam kapas.

2) Lidi kapas yang sudah berisikan suspensi bakteri 0,5 Mc Farland

Salmonella typhi digoreskan pada permukaan media Mueller Hinton Agar

(MHA) hingga tersebar merata pada seluruh permukaan media, kemudian

media ditutup kembali.

3) Media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah diinokulasikan suspensi

bakteri Salmonella typhi didiamkan selama 15 menit agar suspensi bakteri

meresap kedalam agar.

4) Disiapkan cakram disk blank, kemudian masing-masing variasi perasan

bawang putih konsentrasi 20, 40, 60, 80% diteteskan 20 μl perasan bawang

putih yang sudah diencerkan dan kontrol di diteteskan 20 μl akuades steril

dengan menggunakan pipet mikro dan didiamkan beberapa menit hingga

meresap.

5) Setelah permukaan media kering, masing-masing cakram disk konsentrasi

20, 40, 60, 80% dan kontrol ditempelkan pada permukaan agar dalam satu

plate yang sama dan sedikit ditekan dengan pinset sampai cakram melekat

sempurna pada permukaan media.

6) Cakram antibiotic kloramfenikol yang berfungsi sebagai kontrol kerja

ditempelkan pada media MHA. Jarak antara cakram satu dengan yang

lainnya diletakkan dengan jarak ±15 mm dan cakram yang sudah

ditempelkan pada permukaan media tidak boleh dipindahkan ataupun

digeser.
39
7) Media yang telah ditempelkan cakram disk diinkubasi pada suhu 37°C

selama 24 jam dengan posisi petridisk terbalik.

8) Zona hambat yang terbentuk kemudian diukur dengan jangka sorong dan

dilakukan analisis data.

F. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data yang didapatkan dari penelitian ini adalah data primer dimana

data yang diperoleh berasal dari hasil pengukuran zona daya hambat yang

dihasilkan oleh air perasan umbi bawang putih dengan berbagai konsentrasi

terhadap Salmonella typhi melalui eksperimen laboratorium.

2. Cara pengumpulan data

Cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan pengukuran menggunakan alat ukur melalui eksperimen. Pengukuran

dilakukan pada diameter zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi pada

berbagai konsentrasi perasan umbi bawang putih. Hasil pengukuran diameter zona

hambat masing-masing konsentrasi yang menunjukkan aktivitas daya hambat

dinyatakan dalam milimeter (mm).

3. Instrumen pengumpulan data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini

adalah:

1) Alat tulis, untuk mencatat hasil pemeriksaan.

2) Alat dan bahan untuk melakukan uji daya hambat.

3) Kamera, untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian.

40
G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik pengolahan data

Data yang terkumpul dari hasil eksperimen daya hambat perasan bawang

putih terhadap Salmonella typhi, yaitu berupa diameter zona hambat yang

dinyatakan dalam milimeter (mm). Kemudian data ditabulasikan ke dalam bentuk

tabel dan naratif.

2. Analisis data

Data yang telah diperoleh kemudian disajikan dan dianalisis dengan uji

statistik dengan bantuan aplikasi komputer. Data diuji dengan menggunakan uji

sebagai berikut :

a. Uji Kolmogorov-Smirnov, untuk menguji apakah data berdistribusi normal

atau tidak.

b. Uji One Way Anova, uji ini digunakan apabila data berdistribusi normal

yang kemudian dilanjutkan ke uji Least Significant Deference (LSD) yang

digunakan untuk mengetahui perbedaan zona hambat antara masing-masing

konsentrasi yang dapat menghambat perumbuhan Salmonella typhi.

41
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik objek penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah umbi putih (Allium sativum L.). Umbi

bawang putih yang digunakan adalah umbi bawang putih segar dengan ukuran

umbi sekitar 2-3 cm yang diperoleh dari perkebunan di Desa Trunyan, Kintamani,

Bangli. Dalam proses pembuatan zat uji digunakan 500 gram umbi bawang putih

(sekitar 150 buah) yang telah dicuci bersih kemudian dilakukan penghalusan

dengan blender untuk memperoleh 100 ml perasan bawang putih dengan

konsentrasi 100%. Kemudian dibuat konsentrasi 20, 40, 60, dan 80% perasan

bawang putih dengan melarutkan perasan bawang putih ke dalam akuadest steril.

Bakteri uji yang digunakan adalah isolat standar untuk uji daya hambat yaitu

bakteri Salmonella typhi ATCC 14028 yang merupakan bakteri gram negatif.

(a) (b)

Gambar 6. (a) bentuk fisik umbi bawang putih, (b) perasan bawang putih

42
2. Hasil pengukuran diameter zona hambat perasan bawang putih

terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi

Hasil uji daya hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi dengan lima perlakuan yaitu konsentrasi 20, 40, 60, 80%, dan

kontrol negatif, lima kali pengulangan dan dua kali replikasi dengan metode difusi

cakram yang menunjukkan penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi yang ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar cakram

yang telah diberikan zat uji yaitu perasan bawang putih pada media Mueller

Hinton Agar.

a. Data diameter zona hambat kontrol kerja

a) Kontrol positif

Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah cakram antibiotik

kloramfenikol 30 μg yang nantinya diharapkan dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Salmonella typhi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah

ini.

Tabel 5
Diameter Zona Hambat Kontrol Positif Terhadap Pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi

Diamter zona hambat (mm) Jumla


Rerata ± SD
Replikasi h
I II III IV V
I 25 25 26 25 25 126 25,2 ± 0,4
II 25 25 25 25 25 125 25 ± 0,0
Rerata 25 25 25,5 25 25 125,5 25,1 ± 0,2

Berdasarkan tabel diatas, diameter zona hambat yang ditimbulkan oleh

antibiotik kloramfenikol 30 μg terhadap pertmbuhan bakteri Salmonella typhi


43
memiliki rerata 25,1 mm, dengan diameter zona hambat terbesar adalah 26 mm

dan diameter zona hambat terkecil adalah 25 mm. Nilai rerata zona hambat

kontrol tersebut dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan oleh Clinical

And Laboratory Standards Institute yaitu sensitif, intermediet, dan resisten.

Diameter zona hambat kontrol positif setelah dibandingkan oleh standar maka

termasuk kategori sensitif karena memiliki diameter zonahambat ≥18 mm.

b) Kontrol negatif

Dalam penelitian ini digunakan akuadest steril sebagai kontrol negatif.

Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat terhadap pertumbuhan

Salmonella typhi pada kontrol negatif dengan melakukan 5 kali pengulangan dan

2 kali replikasi, tidak didapatkan data diameter zona hambat karena zona bening

tidak terbentuk atau didapatka data sebesar 0 mm.

b. Data diameter zona hambat perlakuan

a) Konsentrasi 20%

Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat perasan bawang putih

pada konsentrasi 20% yang dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan dan 2 kali

replikasi, didapatkan rerata keseluruhan diameter zona hambat perasan bawang

putih terhadap pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentasi 20% sebesar 14

mm dengan diameter terbesar yaitu 16 mm dan diameter terkecil yaitu 12 mm.

Untuk lebih jelasnya, data hasil pengukuran tersaji dalam Tabel 6.

44
Tabel 6
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap
Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 20%

Diameter zona hambat


Replikasi Pengulangan Rerata ±
SD
I II III IV V
I 12 12 13 14 14 13± 0,1
II 15 15 15 14 16 15± 0,7
Rerata 13 ± 0,2 13 ± 0,2 14 ± 0,1 14 ± 0,0 15 ± 0,1 14 ± 0,1

b) Konsentrasi 40%

Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat perasan bawang putih

pada konsentrasi 20% yang dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan dan 2 kali

replikasi, didapatkan data diameter zona hambat seperti yang tersaji dalam Tabel

berikut ini :

Tabel 7
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap
Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 40%

Diameter zona hambat


Replikasi Pengulangan Rerata ±
SD
I II III IV V
I 16 17 18 18 17 17± 0,8
II 16 16 17 18 18 17± 0,1
Rerata 16 ± 0,0 16 ± 0,7 17 ± 0,7 18 ± 0,0 17 ± 0,7 17 ± 0,0

Rerata keseluruhan diameter zona hambat perasan bawang putih terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentasi 40% sebesar 17 mm dengan

diameter terbesar yaitu 18 mm dan diameter terkecil yaitu 16 mm.

c) Konsentrasi 60%

45
Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat perasan bawang putih

pada konsentrasi 60% yang dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan dan 2 kali

replikasi, didapatkan data diameter zona hambat seperti yang tersaji dalam Tabel

berikut ini :

Tabel 8
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap
Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 60%

Diameter zona hambat


Replikasi Pengulangan Rerata ± SD
I II III IV V
I 20 20 20 20 20 20 ± 0,0
II 20 20 20 20 20 20 ± 0,0
Rerata 20 ± 0,0 20 ± 0,0 20 ± 0,0 20 ± 0,0 20 ± 0,0 20 ± 0,0

Rerata keseluruhan diameter zona hambat perasan bawang putih terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentasi 40% sebesar 20 mm.

d) Konsentrasi 80%

Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat perasan bawang putih

pada konsentrasi 80% yang dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan dan 2 kali

replikasi, didapatkan rerata keseluruhan diameter zona hambat perasan bawang

putih terhadap pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentasi 80% sebesar 22

mm dengan diameter terbesar yaitu 23 mm dan diameter terkecil yaitu 21 mm.

Untuk lebih jelasnya, data hasil pengukuran tersaji dalam Tabel 9.

Tabel 9
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap
Pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi 80%

46
Diameter zona hambat
Pengulangan Rerata ± SD
Replikasi
I II III IV V
I 23 21 22 21 22 22 ± 0,8
II 23 21 22 22 22 22 ± 0,7
Rerata 23 ± 0,0 21 ± 0,0 22 ± 0,0 21,5 ± 0,7 22 ± 0,0 22 ± 0,7

c. Kategori daya hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan

Salmonella typhi

Kategori diameter zona hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan

Salmonella typhi paling besar dihasilkan pada konsentrasi 80% yaitu sebesar 23

mm sedangkan diameter paling kecil dihasilkan pada konsentrasi 20% yaitu

sebesar 12 mm. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui konsentrasi 20, 40, dan

60% dikategorikan kedalam daya hambat kuat karena memiliki diameter zona

hambat diatas 10 mm dan dibawah 20 mm. Sedangkan daya hambat perasan

bawang putih pada konsentrasi 80% dikategorikan sangat kuat dengan diameter

zona hambat lebih dari 21 mm. Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran diameter

zona hambat pada masing-masing konsentrasi uji dan kategori daya hambatnya

disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10
Kategori daya hambat perasan bawang putih berbagai konsentrasi terhadap
pertumbuhan Salmonella typhi

47
Rerata Diameter zona hambat
Per Pengulangan (mm) Rerata Interpretasi
Perlakuan
Seluruh Kategori
Konsentrasi I II III IV V
Pengulangan Daya Hambat
Tidak Ada
Kontrol (-) 0 0 0 0 0 0
Daya Hambat
20 % 13 13 14 14 15 14 Kuat
40 % 16 16 17 18 17 17 Kuat
60 % 20 20 20 20 20 20 Kuat
80 % 23 21 22 21 22 22 Sangat Kuat
Kloramfenikol 25 25 25,5 25 25 25,1 Sensitif

Berdasarkan Tabel 10, diketahui seluruh konsentrasi memiliki perbedaan

rerata diameter zona hambat pada perasan bawang putih terhadap pertumbuhan

Salmonella typhi yang dapat dilihat pada Gambar berikut ini :

Rerata Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap Pertumbuhan


Salmonella typhi
Diameter Zona Hambat (mm)

20 22
20 14 17
10
0
0
%

0%

0%

0%

0%
0

i2

i4

i6

i8
si
ra

as

as

as

as
nt

nt

nt

nt
nt
se

se

se

se

se
on

on

on

on

on
K

Konsentrasi Perasan Bawang Putih

Gambar 7. Grafik Pebandingan Diameter Zona Hambat Perasan Bawang Putih


Berbagai Konsentrasi

3. Analisis data

Hasil pengukuran zona hambat dalam penelitian ini kemudian dianalisis

dengan uji statistik. Uji pertama yang dilakukan yaitu uji Kolmogorov Simrnov
48
(KS) untuk mengetahui distribusi data. Hasil uji KS yang diperoleh dalam

penelitian ini adalah nilai probabilitas (p) = 0,057. Bila dibandingkan dengan

nilai α (0,05), maka nilai p > α (0,057 > 0,05) yang artinya data tersebut

berdistribusi normal, sehingga dilanjutkan dengan uji One Way Anova. Pada uji

ini, diperoleh hasil p (0,000) < α (0,05), yang artinya bahwa ada perbedaan zona

hambat pertumbuhan Salmonella typhi pada berbagai konsentrasi perasan bawang

putih.

Perbedaan pada masing-masing konsentrasi perasan bawang putih dalam

menghambat pertumbuhan Salmonella typhi dapat diketahui dengan uji Least

Significant Difference (LSD). Dalam uji ini diperoleh hasil nilai p (0,000) < α

(0,05), pada konsentrasi 20% terhadap 40, 60, dan 80%, konsentrasi 40% terhadap

20, 60, dan 80%, konsentrasi 60% terhadap 20, 40, dan 80%, dan konsentrasi 80%

terhadap 20, 40, dan 60 %, yang menunjukkan bahwa ada perbedaan zona hambat

yang bermakna pada masing-masing konsentrasi perasan. Hal ini menunjukkan

bahwa konsentrasi tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.

B. Pembahasan

1. Diameter zona hambat

a. Diameter zona hambat kontrol kerja


49
a) Kontrol positif

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kloramfenikol

30 μg yang digunakan sebagai kontrol kerja positif untuk mengetahui apakah

prosedur kerja yang kita lakukan sesuai atau tidak, sehingga diketahui bahwa

bakteri yang digunakan adalah sesuai dengan bakteri target yaitu Salmonella

typhi.

Hasil pengujian daya hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan

Salmonella typhi pada kontrol positif didapatkan rerata diameter zona hambat

sebesar 25,1 mm. Hasil pengukuran ini bila dibandingkan dengan standar CLSI

untuk kelompok bakteri Salmonella typhi masuk kedalam katagori sensitif dengan

diameter zona hambat yang terbentuk ≥ 18 mm. Zona hambat yang terbentuk

disebabkan karena antibiotik kloramfenikol memiliki fungsi untuk menghambat

proses sintesis protein mikroba dan bersifat bakteriostatik (CLSI, 2017).

Kloramfenikol adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik berspektrum

luas yang aktif melawan organisme aerob maupun anaerob gram positif dan gram

negatif. Mekanisme kerja antibiotik ini melalui penghambatan sintesis protein

mikroba. Kloramfenikol secara potensial menghambat sintesis protein mikroba

dengan mengikat subunit 50S ribosom bakteri secara reversibeldan menghambat

pembentukan ikatan peptide. Antibiotik ini mampu menghambat pertumbuhan

gram positif pada konsentrasi 1-10 μg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram

negatif dihambat pada konsentrasi 0,2-5 μg/mL (Katzung, Masters, and Trevor,

2011).

Beberapa penelitian terkait yang juga menggunakan antibiotik

Kloramfenikol sebagai kontrol positif menunjukkan hasil yang sejalan dengan


50
penelitian ini. Penelitian Musdalifah (2017) yang juga menggunakan antibiotik

Kloramfenikol sebagai kontrol positif terhadap bakteri Salmonella typhi

didapatkan rerata diameter zona hambat setelah melakukan tiga kali pengulangan

yaitu sebesar 27 mm. Penelitian lainnya oleh Yuliana (2017) yang membuktikan

bahwa antibiotik Kloramfenikol dapat menghambat pertumbuhan Salmonella

typhi dengan diameter 25 mm.

b) Kontrol negatif

Pada penelitian ini untuk kontrol negatif dianggap sebagai konsentrasi 0%.

Penggunaan kontrol kerja negatif dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

apakah pelarut yang digunakan memiliki pengaruh dalam pembentukan diameter

zona hambat pada berbagai konsentrasi perasan bawang putih terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi.

Pada penelitian ini digunakan aquadest yang telah disterilkan sebagai

kontrol negatif. Hasil dari pengukuran diameter zona hambat pada seluruh

pengulangan dan dua kali replikasi tidak menghasilkan zona hambat atau sebesar

0 mm. Nilai 0 mm yang diperoleh menandakan bahwa aquadest steril yang

digunakan sebagai pelarut tidak memiliki zat aktif yang mampu menghambat

pertumbuhan Salmonella typhi. Hal tersebut dapat mendukung hasil penelitian ini

dan meyakinkan bahwa adanya hambatan terhadap pertumbuhan bakteri tersebut

murni dari senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bawang putih.

b. Diameter zona hambat perlakuan konsentrasi 20, 40, 60, dan 80%

Pada penelitian ini diuji empat konsentrasi perasan bawang putih terhadap

pertumbuhan Salmonella typhi yaitu konsentrasi 20, 40, 60, dan 80% dimana

masing-masing konsentrasi memiliki diameter zona hambat yang berbeda-beda.


51
Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui bahwa semua konsentrasi perasan

bawang putih yang diujikan terhadap pertumbuhan Salmonella typhi menunjukkan

adanya diameter zona bening. Konsentrasi 20% menghasilkan rerata diameter

zona hambat sebesar 14 mm, konsentrasi 40 % menghasilkan rerata diameter zona

hambat sebesar 17 mm, konsentrasi 60 % menghasilkan rerata diameter zona

hambat yang sebesar 20 mm, dan konsentrasi 80 % menghasilkan rerata diameter

zona hambat yang sebesar 22 mm. Zona hambat pertumbuhan bakteri Salmonella

typhi yang terbentuk pada konsentrasi 80% membuktikan bahwa semakin tinggi

konsentrasi perasan bawang putih yang diberikan, maka semakin besar pula

diameter zona hambat yang terbentuk di sekeliling cakram disk, dan pada

konsentrasi 80% merupakan konsentrasi yang paling baik dalam menghambat

pertumbuhan Salmonella typhi. Hasil pengukuran zona hambat menunjukan

terjadinya peningkatan dimana salah satu faktor yang mempengaruhi diameter

zona hambat bahan antibakteri yaitu konsentrasi bahan antibakteri (Sunata,

Dhyanaputri dan Jirna, 2015).

Terbentuknya zona hambat pada masing-masing konsentrasi tersebut

diakibatkan karena di dalam perasan bawang putih mengandung banyak senyawa

yang berfungsi sebagai zat antibakteri terhadap Salmonella typhi. Aktivitas

antibakteri pada perasan bawang putih disebabkan oleh kandungan diallyl

thiosulfinate yang biasa disebut alisin. Alisin tidak ditemukan pada tanaman utuh

tetapi terbentuk oleh aktivitas enzim allin alkylsulfonate-lyase pada komponen

asam amino non protein S-allylcysteine S-oxide (alin). Pada tanaman utuh, asam

amino dan enzim disimpan terpisah dalam kompartemen seluler. Namun

demikian, ketika bahan tersebut diolah secara fisik (dipotong), maka penghalang
52
antara kompartemen ini akan pecah dan allinlyase mengkatalisis eliminasi beta

dari alin menghasilkan piruvat, amonia, dan asam allysulfenik yaitu dua molekul

yang secara spontan bereaksi membentuk. Selain alisin, senyawa lain yang

berpotensi sebagai antibakteri dalam bawang putih yaitu flavonoid, alkaloid,

sterol, dan saponin, karena semua senyawa ini terdapat dalam bawang putih

(Sunanti, 2007).

Seluruh konsentrasi perasan bawang putih yaitu 20, 40, 60 dan 80%

dikatakan bersifat bakteriostatik yang sama kegunaannya dengan antibiotik

Kloramfenikol yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.

Bakteriostatik adalah sifat antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri dan bersifat sementara (reversible).

2. Perbedaan zona hambat perasan bawang putih berbagai konsentrasi

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi

Hasil pengukuran diameter zona hambat yang diperoleh dari penelitian

perasan bawang putih dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi

menunjukkan adanya perbedaan pada setiap konsentrasi. Data yang diperoleh

kemudian diolah dengan menggunakan uji statistika. Uji pertama yang dilakukan

adalah uji normalitas atau uji Kolmogorov Smirnov, apabila hasil uji normalitas

berditribusi normal kemudian dilanjutkan dengan uji One Way Anova dan uji

Least Significan Difference (LSD). Pada penelitian ini setelah dilakukan uji

normalitas atau uji Kolmogorov Smirnov diperoleh hasil (p) = 0,057. Bila

dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka nilai p > α (0,057 > 0,05) yang artinya

data tersebut berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas tersebut didapatkan

data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji One Way Anova untuk
53
mengetahui perbedaan zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi dengan

menggunakan perasan bawang putih antara konsentrasi 20, 40, 60, dan 80 %.

Setelah dilakukan analisa data diperoleh hasil (0,000) < α (0,05), yang artinya

bahwa ada perbedaan zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi pada berbagai

konsentrasi perasan bawang putih. Selanjutnya dilakukan uji LSD untuk

mengetahui perbedaan zona hambat antara masing-masing konsentrasi yang dapat

menghambat pertumbuhan Salmonella typhi dan diperoleh hasil p (0,000) < α

(0,05), yang menunjukan bahwa setiap konsentrasi perasan umbi bawang merah

memiliki perbedaan diameter zona hambat yang bermakna antara masing-masing

konsentrasi dimulai dari konsentrasi 20% terhadap konsentrasi 40, 60, dan 80%,

konsentrasi 40% terhadap konsentrasi 20, 60, dan 80%, konsentrasi 60% terhadap

konsentrasi 20, 40, dan 80%, dan konsentrasi 80% terhadap konsntrasi 20, 40, dan

60%.

Dari hasil pengukuran diameter zona hambat pada penelitian ini didapatkan

peningkatan diameter zona hambat pada konsentrasi 20 % ke 40 % sebesar 3,0

mm, dari konsentrasi 40 % ke 60 % sebesar 3,0 mm, dan dari konsentrasi 60 % ke

80 % sebesar 2,0 mm. Perbedaan diameter zona hambat tersebut terjadi karena

pada masing-masing konsentrasi perasan bawang putih dipengaruhi oleh adanya

faktor pengenceran yang berbeda-beda pada setiap konsentrasi yang dibuat.

Pengenceran 20% merupakan seri pengenceran terendah dibandingkan dengan

konsentrasi 40%, 60%, dan 80%, sehingga memiliki kandungan zat aktif paling

sedikit. Semakin sedikit kandungan zat aktif pada seri pengenceran, maka bakteri

Salmonella typhi yang dapat dihambat pertumbuhannya juga semakin sedikit

(Dewi, Mastra dan Jirna, 2018). Efek antibakteri perasan bawang putih yang
54
paling baik terlihat pada konsentrasi 80% sedangkan konsentrasi terkecil yang

masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi tersebut terdapat

pada konsentrasi 20%, namun pada konsentrasi ini telah menghasilkan diameter

zona hambat dengan kategori kuat dimana rerata diameter zona hambatnya

sebesar 14 mm .

Berdasarkan pemaparan diatas diketahui bahwa konsentrasi efektif dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi adalah konsentrasi 20% yang

merupakan konsentrasi minimum namun memiliki kemampuan maksimum yang

sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dengan rerata

diameter zona hambat sebesar 14 mm, sehingga hasil penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat untuk diaplikasikan guna mengatasi penyakit infeksi yang

disebabkan oleh Salmonella typhi yaitu dengan perbandingan 1 : 4. Bawang putih

sebanyak 3 siung diperas sehingga diperoleh 1 sendok teh perasan bawang putih

kemudian diencerkan dengan 2 sendok makan air sehingga diperoleh konsentrasi

20%.

Pada penelitian terkait yang dilakukan oleh Prihandani (2015) dengan judul

uji daya antibakteri bawang putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dalam meningkatkan keamanan pangan. Hasil penelitian

ini menunjukkan adanya perbedaan zona hambat pada masing-masing perlakuan

yaitu pada konsentrasi 12,5% dengan diameter zona hambat sebesar 13,78 mm,

konsentrasi 25% sebesar 16,53 mm, dan konsentrasi 50% sebesar 27 mm.

Penelitian tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini yang

menunjukkan adanya perbedaan diameter zona hambat pada masing-masing

konsentrasi.
55
3. Kategori zona hambat perasan bawang putih berbagai konsentrasi

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada Tabel 10, jika

dibandingkan dengan tabel Kategori Diameter Zona Hambat (Tabel 1) maka

perasan umbi bawang putih dengan berbagai konsentrasi tersebut dapat

dikategorikan. Pada konsentrasi 20, 40, dan 60 % dapat dikategorikan kedalam

daya hambat kuat, dimana rentang dari daya hambat kuat adalah 11-20 mm.

Sedangkan pada konsentrasi 80 % dikategorikan kedalam daya hambat sangat

kuat, dimana rentang daya hambat sangat kuat adalah ≥ 21 mm. Dengan demikian,

konsentrasi perasan bawang putih 20, 40, 60, dan 80% merupakan konsentrasi

yang mampu menghambat bakteri Salmonella typhi.

Berdasarkan hasil tersebut, seluruh konsentrasi dinyatakan sebagai daya

hambat pertumbuhan bakteri, namun dari empat konsentrasi yang dibuat

konsentrasi 80% memiliki kategori daya hambat yang berbeda. Hal ini disebabkan

karena pada konsentrasi 20, 40 dan 60% tersebut kandungan zat aktif yang

terdapat dalam perasan bawang putih semakin berkurang sehingga daya hambat

yang dihasilkan tidak sebaik konsentarsi 80%.

Berbagai penelitian lain juga telah dilakukan untuk mengetahui daya hambat

perasan bawang putih terhadap berbagai bakteri. Pada penelitian Damayanti

(2014), yang menguji Uji Efektivitas Larutan Bawang Putih (Allium sativum L.)

Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Secara In Vitro didapatkan hasil

pengukuran diameter zona hambat pada konsentrasi 55 % sebesar 17,67 mm

dengan katagori kuat, konsentrasi 75 % sebesar 19 dengan katagori kuat dan

konsentrasi 100 % sebesar 23 mm dengan katagori sangat kuat. Sedangkan pada


56
penelitian yang dilakukan oleh Kirana (2010), yang melakukan penelitian

mengenai Uji Aktivitas Tumbukan Kasar Bawang Putih Terhadap Staphylococcus

aureus Dengan Metode Disc Diffusion menunjukkan bahwa larutan bawang putih

memiliki respon sangat kuat yaitu pada konsentrasi 100% dengan diameter 38,5

mm, konsentrasi 50% dengan diameter 31,8 mm, konsentrasi 25% dengan

diameter 36,5 mm, dan konsentrasi 10% dengan diameter 25 mm.

57
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat zona hambat

terhadap pertumbuhan Salmonella typhi pada perasan bawang putih

konsentrasi 20, 40, 60, dan 80% dengan rerata diameter zona hambat

masing-masing konsentrasi berturut-turut 14 mm; 17 mm; 20 mm; dan 22

mm.

2. Terdapat perbedaan bermakna antara zona hambat pertumbuhan Salmonella

typhi pada konsentrasi perasan bawang putih 20, 40, 60, dan 80% dengan

p (0,000) < α (0,05).

3. Zona hambat pertumbuhan Salmonella typhi pada konsentrasi perasan

bawang putih 20, 40, dan 60% tergolong kategori kuat dan konsentrasi 80%

tergolong kategori sangat kuat.

B. Saran

Diharapkan bagi masyarakat dapat memaksimalkan pemanfaatan perasan

bawang putih dalam kehidupan sehari-hari dengan konsentrasi 20% yang sudah

dapat menghambat pertumbuhan bakteri sebagai minuman herbal untuk

mengobati infeksi bakteri Salmonella typhi dengan cara menghaluskan 3 siung

bawang putih kemudian diperas. Air perasan kemudian diencerkan dengan

perbandingan 1 : 4 yaitu mengencerkan 1 sendok teh perasan bawang putih

dengan 2 sendok makan air sehingga diperoleh konsentrasi 20%.

58
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, A.B., C. Opitasari, and Q. Aini.2014. ‘The Use Of Antibiotics In


Hospitalized Adult Typhoid Patients in an Indonesian Hospital’.Health
Science Indones, 5(1), pp. 40–43. Available at:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/HSJI/article/download/3530
/3485. diakses pada tanggal 2 Januari 2019.
Adhuri, I. K., T. N. Kristina, dan A. L. Antari. 2018. ‘Perbedaan Potensi
Antibakteri Bawang Putih Tunggal dengan Bawang Putih Majemuk
Terhadap Salmonella typhi’.Kedokteran Diponegoro. 7(2). pp. 415–423.
Available at: http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico. diakses pada
tanggal 27 November 2018.
Bayan, L., P. H. Koulivand, and A. Gorji. 2013. ‘Garlic: A Review Of Potential
Therapeutic Effects’. Avicenna J Phytomed. 4 (1):7-21. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4103721/pdf/ajp-4-
001.pdf. diakses pada tanggal 6 Januari 2019.

Brands, D. 2006.Salmonella.Chelsea House Publishers: United States of America.

CLSI. 2017. Performance standards for antimicrobial susceptibility testing. (M. L


Tertel, J.P Chritopher, L.Martin, and M.A. Russell, Eds.), CLSI
supplement M100 (27thed). Wayne: Clinical and Laboratory Standards
Institute.

Damayanti,M. 2014. ‘Uji Efektivitas Larutan Bawang Putih (Allium sativum)


Terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes Secara In Vitro’.
Available at:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27214/1/Maya
Damayanti-Fkik.Pdf. diakses pada tanggal 27 November 2018.

Dewi, D. G. D. P., N. Mastra, dan I. N. Jirna. (2018). ‘Perbedaan Zona Hambat


Pertumbuhan Staphylococcus aureus Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak
Etanol Daun Biduri Secara In Vitro’, Meditory, 6(5), pp. 39–45.
Gebreyohohannes, G. 2013. Fate Of Β Asarone In Ayurvedic Sodhana Process Of
Vacha. J. Ayuveda Integr Medreid.

Hanafiah, K. A. 2016. ‘Rancangan Percobaan Teori & Aplikasi’.3rd


edition.Cetakan 16. Jakarta: Rajawali Pers.

59
Ilic, D. P., V. D. Nikolic, L. B. Nikolic, M. Z. Stankovic, L. P. Stanojevic, and M.
D. Cakic. 2011. ‘Allicin and related compounds: biosynthesis and
pharmacological activity’. Phys Chem Tech. 1 : [9-20]. Available at:
http://facta.junis.ni.ac.rs/phat/pcat2011/pcat2011-02.pdf. diakses pada
tanggal 4 Januari 2019.

Jawetz, Melnick and Adelberg’s. 2013. ‘Medical Microbiology’. 25th


Edition.Edited by G. F. Brooks, K. C. Carrol, J. S. Butel, S. A. Morse, and
T. A. Mietzner. New York: McGraw-Hill Companies.

Katzung, B., Masters, and Trevor. 2011. ‘Basic & Clinical Pharmacology’. 12th
edition.Edited by H. Boushey. San Fransisco.

Kedzia A. 2010. ‘Antimicrobial activity of garlic (Allium sativum L.)’. Postepy


Fitoterapii. (11): 46-52

Kemenkes RI. 2006. ‘Pedoman Pengendalian Demam Tifoid’. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Available at:
http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk3642006.pdf. diakses
pada tanggal 27 November 2018.

.2012. ‘Profil Data KesehatanIndonesia Tahun 2011’. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf. diakses pada tanggal 27
November 2018.

Kemper, K.J. 2000.‘Garlic (Allium sativum L.) Longwood herbal task force’.
Availabe at: http: www. Mep.Edu/herbal/default.

Mardiastuti H, Karuniawati A, Kiranasari A, dan Kadarsih R. 2014. 'Emerging


Resistance Pathogen'. Majalah Kedokteran Indonesia. (3): [75-79].
Available at:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/49
0/49 1. Diakses pada tanggal 5 September 2018.

Munith, N. A. 2011. 'Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan :


KonsepPembuatan Karya Tulis dan Thesis untuk Mahasiswa Kesehatan'.
Edisi 1. Yogyakarta: Nuha Medika.

Musdalifah, A.,Khumaidi, dan I.N., Suwastika. 2018. ‘Uji Daya Hambat Dan
Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg
Sebagai Antibakteri Salmonella typhi’, Natural Science: Journal of
Science and Technology, 6(3), pp. 214–224. doi:
10.22487/25411969.2017.v6.i3.9194. Available at:
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ejurnalfmipa/article/download/91
94/7294. Diakses pada tanggal 9 Mei 2019.
60
Nadifah F., Y. Prasetyaningsih, dan R. A. Masithah. 2016. ‘Aktivitas Antibakteri
Perasan Umbi Bawang Putih (Allium sativum Linn.) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi secara in vitro’, Biomedika, 9(1).
Available at: www.biomedika.ac.id. diakses pada tanggal 5 September
2018. diakses pada tanggal 20 Desember 2018.
Notoatmodjo, S. 2012. 'Metodologi Penelitian Kesehatan'. Edisi 2. Jakarta:
Rineka Cipta.

Pajan, S. A., O.Waworuntu, dan M. A. Leman.2016. ‘Potensi Antibakteri Air


Perasan Bawang Putih ( Allium sativum L. ) Terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus aureus’, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(4), pp. 77–
89. Available at:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/viewFile/13977/1
3549. diakses pada tanggal 5 September 2018.

Putri, A. V. A. A., N. Hafida, dan V. Megawati. 2017. 'Pengaruh Daya Antibakteri


Ekstrak Daun Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) Pada Konsentrasi 5%,
10%, 20%, 40% dan 80% Terhadap Streptococcus mutans ( In vitro )'.
Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi, 1(1). 9–14. Available at:
http://journals.ums.ac.id/index.php/jikg/article/download/4147/2662.
diakses pada tanggal 23 Desember 2018.

Prihandani, S. S.. M., Poeloengan, S., Maphilindawati, dan Andriani. 2015. ‘Uji
Daya Antibakteri Bawang Putih ( Allium Sativum L .) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus , Escherichia coli , Salmonella typhimurium dan
Pseudomonas aeruginosa Dalam Meningkatkan Keamanan Pangan
Antibacterial Activity Test Of Garlic (Allium Sativum)’, pp. 53–58.
Diakses pada tanggal 8 Mei 2019.
Profil Kesehatan Provinsi Bali. 2014. Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2015.
Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROV
INSI_2015/17_Bali_2015.pdf. diakses pada tanggal 29 November 2018.

Radji, M. 2010. 'Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi


danKedokteran'. Editor J. Manurung. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Salim, H.H.U. 2016. 'Pengaruh Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Putih


(Allium sativum L.) terhadap Bakteri Gram Positif (Staphylococcus
aureus ) dan Gram Negatif (Escherichia coli ) secara In Vitro'. Skripsi:
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Lampunga.Available at:
http://digilib.unila.ac.id/21796/19/SKRIPSI%20TANPA%20BAB
%20PEMBAHASAN.pdf. diakses pada tanggal 29 Desember 2018.

61
Setiawati, Suryatna, dan G. Sulistia. 2007. 'Pengantar Farmakologi dalam
Farmakologi dan Terapi'. Edisi 5. Gunawan, Sulistia Gan (editor).,
Departemen Farmakologik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, Jakarta.

Sholihah, N. 2018. ‘Uji Zona Hambat Perasan Bawang Putih Terhadap


Pertumbuhan Jamur Malassezia furfur Penyebab Panu (Tinea versicolor)
Secara In Vitro’, Karya Tulis Ilmiah. Available at: repo.stikesicme
jbg.ac.id/519/2/131510074_Nikmatus%20Sholihah_KTI.pdf. Diakses
pada tanggal 10 Mei 2019.

Solihin. 2009. 'Manfaat Bawang Putih'. Jakarta: Media Management.

Sule, W.F., A. A. Adige, M. J. Abubakar, and M. O. Ojezele. 2012.


‘Antimicrobial resistance of clinical isolates of Salmonella typhi in
Anyigba, Kogi State, Nigeria’, Glob. Adv. Res. J. Microbiol, 1(4), pp. 57–
61. Available at: http://garj.org/garjm/index.htm. diakses pada tanggal 29
November 2018.

Sumardjo, D. 2009. 'Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah


MahasiswaKedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata'. 1st
edition. Edited by A. Hanif, J. Marunung, and J. Simanjuntak. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sumetriani, M. 2010. 'Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum Linn)


untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Lagenidium SP. Penyebab
Penyakit pada Abalone (Holiotis asinina)'. Tesis. Denpasar: Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Available at: https://anzdoc.com/tesis-
efektivitas-ekstrak-bawang-putih.html. diakses pada tanggal 20 Desember
2018. diakses pada tanggal 4 Desember 2018.

Sunata, N. P. P. B., Dhyanaputri, I. G. A. S. And Jirna, I. N. (2015) ‘Perbedaan


Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Pada Berbagai Konsentrasi
Perasan Air Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Secara In Vitro’, Meditory,
(1), pp. 1–67.
Sunanti, 2007. ‘Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium
Sativum Linn.) Dan Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Terhadap
Salmonella typhimurium’.Institut Pertanian Bogor. diakses pada tanggal 2
Januari 2019.

Sugiyono. 2011. 'Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D'. Bandung:


Alfabeta.
Suriana, N. 2011. 'Bawang Untung Budidaya Bawang Merah Dan Bawang Putih'.
Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

62
Yuliana, A.,Ilyas, dan Suriani. 2017. ‘Isolasi Senyawa Bioaktif Antibakteri Pada
Ekstrak Etanol Teripang Pasir (Holothuria scabra) di Kepulauan Selayar’,
Al-Kimia, 5(1), pp. 71–80. doi: 10.24252/al-kimia.v5i1.2340.
Available at: http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al-
kimia/article/download/2340/pdf_1. Diakses pada tanggal 9 Mei 2019.

63
Lampiran 1. Persetujuan Etika

64
Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Perasan
Bawang Putih Terhadap Pertumbuhan Salmonella typhi.

65
Lampiran 3. Hasil Uji Statistik

A. Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

konsentrasi zona hambat

N 40 40
Mean 2.5000 18.2500
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1.13228 3.14398
Absolute .171 .211
Most Extreme Differences Positive .171 .088
Negative -.171 -.211
Kolmogorov-Smirnov Z 1.079 1.335
Asymp. Sig. (2-tailed) .195 .057

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

B. Hasil Uji Beda

1. Hasil Uji Beda Data Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella
typhi Dengan One Way Annova

ANOVA
zona hambat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 357.700 3 119.233 154.403 .000


Within Groups 27.800 36 .772
Total 385.500 39

66
2. Hasil Uji LSD (Least Significan Difference) Diameter Zona Hambat
Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi

Multiple Comparisons
Dependent Variable: zona hambat
LSD

(I) konsentrasi (J) Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
konsentrasi Difference (I-J) Lower Bound Upper Bound

40 -3.10000* .39299 .000 -3.8970 -2.3030


*
20 60 -6.00000 .39299 .000 -6.7970 -5.2030

80 -7.90000* .39299 .000 -8.6970 -7.1030


*
20 3.10000 .39299 .000 2.3030 3.8970
*
40 60 -2.90000 .39299 .000 -3.6970 -2.1030
*
80 -4.80000 .39299 .000 -5.5970 -4.0030
*
20 6.00000 .39299 .000 5.2030 6.7970
*
60 40 2.90000 .39299 .000 2.1030 3.6970
*
80 -1.90000 .39299 .000 -2.6970 -1.1030
*
20 7.90000 .39299 .000 7.1030 8.6970
*
80 40 4.80000 .39299 .000 4.0030 5.5970

60 1.90000* .39299 .000 1.1030 2.6970

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 4. Tabel Zone Diameter and Minimal Inhibitory Concentration


Breakpoint for Salmonella typhi

67
* Adapted in part from CLSI document M100-S23 (M02 A11) : “Disc diffusion
supplemental tablesʼʼ Performance standards for antimicrobial susceptibility testing. The
complete standard may be obtained from the Clinical and Laboratory Standards Institute,
940 West Valley Road, Suite 1400, Wayne, PA 19807.

Test Cultures
(zone diameters in mm)

Disc
Antimicrobial Agent Code Potency Resistant Intermediate Sensitive Data Source

Chloramphenicol C 30 μg

Salmonella spp. ≤12 13-17 ≥18 DailyMed:


Monarch
Haemophilus Pharma., Inc.,
influenzae ≤25 26-28 ≥29 04/2007

Lampiran 5. Alat dan Bahan Penelitian

A. Alat

Ga G
mbar 1. Plate disposible Gambar 3.Alat
ambar 2.Jangka sorong
Densitometer
sebagai alat ukur

68
Gambar 4. Batang
pengaduk, Ose, dan Gambar 5. Mikropipet Gambar 6. Bio savety
Spatula. cabinet

Ga
Gambar 7. Hotplate mbar 7. Neraca analitik Gambar 8. Inkubator

Ga
mbar 9. Autoclave

69
B. Bahan

Gambar10. Bawang putih Gambar11 . Akuadest Gambar12 . Media MHA


steril

Gambar13 . NaCl fisiologis Gambar14 . Cakram disk Gambar15 . ATCC bakteri


0,9% kosong Salmonella typhi

Gambar17 . Cakram Gambar18 . Cotton swab


Gambar16 . antibiotik kloramfenikol steril
Tabung ependop 30 μg

70
Gambar19 . Yellow tip dan Gambar20 . Aluminium Gambar21 . Kapas
blue tip foil

Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Gambar 22. Sampel Bawang Gambar 23. Proses Gambar 24. Proses
putih majemuk pencucian sampel bawang pengeringan sampel
putih

Gambar 27. Proses


Gambar 25. Proses Gambar 26. Hasil perasan penyaringan perasan
penghalusan sampel dengan bawang putih kasar
71
blender

Gambar 28. Hasil perasan Gambar 29. Seri Gambar 30. Penetesan
bawang putih murni konsentrasi perasan masing-masing
bawang putih konsentrasi kecakram
disc.

Gambar 31. Suspensi bakteri Gambar 32. Proses Gambar 33. Proses
Salmonella typhi 0,5 inokulasi bakteri penempelan cakram disc
McFarland. Salmonella typhi ke media yang telah ditetesi zat uji.
MHA

Gambar 34. Proses


pengukuran diameter zona
hambat yang terbentuk
dengan jangka sorong.
72
Lampiran 7. Dokumentasi Hasil Penelitian

a. Hasil uji daya hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi replikasi satu

Kontrol Kerja Kloramfenikol Konsentrasi 20% Konsentrasi 40%

73
Konsentrasi 60% Konsentrasi 80%

b. Hasil uji daya hambat perasan bawang putih terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi replikasi dua

Kontrol Kerja Kloramfenikol Konsentrasi 20% Konsentrasi 40%

74
Konsentrasi 60% Konsentrasi 80%

75

Anda mungkin juga menyukai