Oleh :
NI MADE DWI ADNYANI
NIM.P07134016041
Oleh :
NI MADE DWI ADNYANI
NIM.P07134016041
i
PERBEDAAN ZONA HAMBAT
PERTUMBUHAN Propionibacterium acnes
PADA BERBAGAI KONSENTRASI CUKA APEL
(APPLE CIDER VINEGAR) SECARA IN VITRO
Oleh :
NI MADE DWI ADNYANI
NIM.P07134016041
KEMENTRIAN KESEHATAN R. I.
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
DENPASAR
2019
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iii
KARYA TULIS ILMIAH DENGAN JUDUL :
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Om Swastyastu,
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa
baik moril maupun materil. Semoga segala sesuatunya bisa menjadi tuntunan
Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada adik dan kakak serta teman-
teman yang sudah meluangkan waktu untuk menghibur dan memberi warna
Terima kasih bagi dosen dan staf pegawai di jurusan Analis Kesehatan
canda tawa duka yang telah kita lewati bersama, senang menjadi bagian dari
kalian selama 3 tahun ini. Adik-adik tingkat serta semua pihak yang tidak saya
sebutkan satu persatu terima kasih telah memberi doa,bantuan, serta inspirasi.
Teruntuk spesial ketiga temanku , Manda Sari, Ayu Andrena dan Agus
dan kekurangan yang saya miliki maka banyak kata terima kasih yang tidak
Karya Tulis Ilmiah ini penulis persembahkan kepada semua orang yang
v
Om Santih, Santih, Santih Om
RIWAYAT PENULIS
Dasar (SD) di SD Negeri 19 Cakranegara pada tahun 2004. Tahun 2010, penulis
perguruan tinggi dan diterima sebagai salah satu mahasiswa di Program Studi
vi
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NIM : P07134016041
No.Telp : 085858858821
Vinegar) Secara In Vitro” adalah benar karya sendiri atau bukan plagiat
2. Apabila dikemudian hari terbukti Tugas Akhir ini bukan karya saya sendiri
atau plagiat hasil karya orang lain, maka saya sendiri bersedia menerima
vii
THE DIFFERENCES IN GROWTH INHIBITION ZONE OF
Propionibacterium acnes AT DIFFERENT CONCENTRATION OF
APPLE CIDER VINEGAR STUDY IN VITRO PROCESS
ABSTRACT
viii
PERBEDAAN ZONA HAMBAT PERTUMBUHAN Propionibacterium
acnes PADA BERBAGAI KONSENTRASI CUKA APEL
(APPLE CIDER VINEGAR) SECARA IN VITRO
ABSTRAK
Latar belakang : Jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi karena adanya
penyumbatan folikel sebasea oleh bakteri Propionibacterium acnes. Beberapa
penelitian menunjukkan cuka apel memiliki efek antibakteri terhadap
Propionibacterium acnes. Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan zona hambat pertumbuhan Propionibacterium acnes pada berbagai
konsentrasi cuka apel secara in vitro. Metode : Penelitian ini menggunakan
design penelitian experimental post-test only control design dengan metode difusi
cakram. Penelitian ini menggunakan empat konsentrasi yaitu 12,5%, 25%, 50%,
100%, dan menggunakan aquadest steril sebagai kontrol negatif dan
kloramfenikol 30 µg sebagai kontrol positif. Zona hambat ditentukan dengan
melihat zona bening di sekeliling cakram. Analisis statistik yang digunakan
adalah uji Kolmogorov-Smirnov, One Way Anova, dan uji Least Significant
Deference. Hasil : Hasil menunjukkan rata-rata diameter zona hambat yang
dihasilkan cuka apel dengan konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan 100% yaitu 9,1
mm, 12,1 mm, 14,9 mm, dan 18,9 mm. Berdasarkan uji One Way Anova dan Least
Significant Deference diketahui terdapat perbedaan zona hambat pertumbuhan
bakteri pada berbagai konsentrasi cuka apel . Cuka apel dengan konsentrasi
100% efektif dalam menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes.
Simpulan: Cuka apel dapat menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes
dan terdapat perbedaan zona hambat pertumbuhan Propionibacterium acnes
yang signifikan pada berbagai konsentrasi cuka apel. Cuka apel dengan
konsentrasi 100% efektif dalam menghambat pertumbuhan Propionibacterium
acnes.
ix
RINGKASAN PENELITIAN
x
menggunakan aquadest steril sebagai kontrol negatif, dan antibiotik kloramfenikol
30 µg sebagai kontrol positif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan rata-rata diameter zona hambat yang
dihasilkan cuka apel dengan konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan 100% yaitu 9,1
mm, 12,1 mm, 14,9 mm, dan 18,9 mm. Berdasarkan daya hambat sebagai bahan
alam, konsentrasi 12,5% termasuk kriteria sedang serta konsentrasi 25%, 50%,
dan 100% termasuk kriteria kuat dalam menghambat pertumbuhan
Propionibacterium acnes. Berdasarkan uji statistik menggunakan One Way Anova
dan Least Significant Deference diketahui asymp sig (0,000) < α (0,05), sehingga
dapat dikatakan terdapat perbedaan zona hambat pertumbuhan Propionibacterium
acnes yang signifikan pada berbagai konsentrasi cuka apel . Cuka apel dengan
konsentrasi 100% paling efektif dalam menghambat pertumbuhan
Propionibacterium acnes karena termasuk kriteria sensitif jika dibandingkan
dengan antibiotik kloramfenikol 30 µg.
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa cuka apel dapat
menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes dan terdapat perbedaan zona
hambat pertumbuhan Propionibacterium acnes pada berbagai konsentrasi cuka
apel dimana konsentrasi 100% paling efektif dalam menghambat pertumbuhan
Propionibacterium acnes. Maka dari itu penulis mengharapkan bagi peneliti
selanjutnya, diharapkan penelitian terhadap cuka apel sebagai antibakteri dapat
dilanjutkan dan lebih diperluas dengan mengujinya pada jenis bakteri lain.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
Apel (Apple Cider Vinegar) Secara In Vitro” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III Jurusan Analis Kesehatan
penulis mendapatkan bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang
terkait di dalamnya, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
Denpasar.
2. Ibu Cok Dewi Widhya Hana Sundari, S.KM., M.Si. , selaku Ketua Jurusan
xii
4. Bapak I Wayan Karta, S.Pd., M.Si. selaku Pembimbing Pendamping yang
5. Bapak dan Ibu Penguji yang telah memberikan masukan dan bimbingan untuk
mendukung sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
miliki . Karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak demi penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Besar
harapan penulis agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dan digunakan
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSEMBAHAN…………………………………………………..…v
RIWAYAT PENULIS………………………………………………………....…vi
ABSTRACT ……………………………………………………………………viii
ABSTRAK ……………………………………………………………………….ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………........xvii
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………...……….....xviii
BAB I PENDAHULUAN………………………………...…………………….…1
xiv
B. Senyawa Metabolit Sekunder ………………………………………..………13
E. Antimikroba ……………………………………………………………..…..29
C. Hipotesis…...................................................................................................... 50
A. Hasil ……………………………………………………………………...….60
B. Pembahasan …………………………………………………………………67
A. Simpulan …………………………………………………………………….78
B. Saran …………………………………………………………………….…..78
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………..…………………….84
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Propionibacterium acnes……………….…………………….….62
xvii
DAFTAR SINGKATAN
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
acnes ……………………………………………………………..84
Lampiran 4 Tabel Disk Zone (Zone Size Interpretative Chart (National For
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan berkaitan dengan folikel rambut (disebut unit Pilosebasea) yang ditandai
dengan munculnya komedo, papula, pustul, dan nodul . Jerawat terjadi pada kulit
yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti muka, dada, dan punggung
(Aida dan Suswati, 2016). Terdapat dua jenis jerawat, meradang dan tidak
rambut dan efek dari bakteri (Miratunnisa, 2015). Tampilan fisik jerawat
Prevalensi jerawat di Indonesia juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 85-
Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan
80% pada tahun 2007 (Aida dan Suswati, 2016). Berdasarkan penelitian profil
Kandou Manado pada tahun 2009–2011, menunjukkan bahwa dari total 10.003
1
pasien (62,8%), status pendidikan terbanyak pada kelompok pelajar yaitu 73
pasien (60,3%), lokasi lesi terbanyak yaitu di bagian wajah, jenis jerawat
kelompok bakteri gram positif yang berbentuk batang dan tidak berspora (Aida
menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam
Resistensi bakteri terhadap antibakteri merupakan salah satu masalah global baik
obat-obatan hanyalah salah satu contoh proses alamiah yang tidak pernah ada
2
akhirnya yang dilakukan oleh organisme untuk mengembangkan toleransi
obat ini secara luas memunculkan strain Propionibacterium acnes yang resistan
topikal jangka panjang mulai diragukan dan penelitian terhadap alternatif terapi
berjerawat resisten terhadap antibiotik klindamisin dan eritromisin, dan 20% dari
mengurangi masalah ini. Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya resistensi
berkembang, kini tanaman obat telah digali manfaatnya. Masyarakat kini lebih
cenderung untuk menggunakan obat dari alam. Hal ini karena banyaknya kendala
yang ditimbulkan oleh penggunaan obat sintesis, seperti harganya mahal dan
dalam Liputan6.com (2018), jerawat atau acne vulgaris dapat diatasi dengan cuka
apel. Ini dikarenakan cuka apel memiliki kemampuan antibakteri yang mampu
menjaga kulit tetap bersih dari bakteri penyebab jerawat. Dalam artikel yang
mengatasi masalah kulit yang banyak dialami wanita salah satunya jerawat dan
3
membuktikan jika cuka apel dapat membantu mengurangi bekas jerawat dan
bekas luka.
Cuka apel (apple cider vinegar) adalah cairan fermentasi buah apel yang
difermentasi oleh khamir dan bakteri asam asetat. Konsentrasi alkohol yang paling
baik berkisar antara 10–13%, dimana bakteri asam asetat yang mendominasi
tumbuh dan bereproduksi (Ma’sum, 2006). Cuka apel memiliki berbagai manfaat
sehari-hari dalam rumah tangga sudah dikenal sejak beberapa kurun waktu.
Tamaroh, 2008).
Efek Antibakteri Cuka Sari Apel Terhadap Salmonella thypi menggunakan cuka
apel dengan konsentrasi 12,5%, 25% 50%, dan 100%. Dalam penelitian tersebut
didapatkan hasil yang menunjukkan adanya zona hambat pada konsentrasi cuka
Beberapa zat yang terkandung dalam cuka apel diantaranya asam asetat, vitamin
B1, B2, asam amino, flavonoid, tannin, saponin, pectin, potassium, dan
acnes pada berbagai konsentrasi cuka apel (apple cider vinegar) secara in vitro.
4
B. Rumusan Masalah
acnes pada berbagai konsentrasi cuka apel (apple cider vinegar) secara in vitro?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
acnes pada berbagai konsentrasi cuka apel (apple cider vinegar) secara in vitro.
2. Tujuan khusus
acnes pada cuka apel (apple cider vinegar) dengan konsentrasi 12,5%, 25%,
acnes pada berbagai konsentrasi cuka apel (apple cider vinegar) secara in
vitro.
c. Untuk menentukan konsentrasi cuka apel (apple cider vinegar) yang paling
vitro.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoristis
pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai salah satu bahan pustaka dan dijadikan
5
2. Manfaat praktis
a. Bagi masyarakat
masyarakat mengenai formulasi cuka apel (apple cider vinegar) yang baik
b. Bagi penulis
aktivitas antibakteri dan penerapan keilmuan yang telah peneliti pelajari dalam
masa perkuliahan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cuka Apel
1. Deskripsi
Cuka apel (apple cider vinegar) adalah cairan fermentasi buah apel yang
difermentasi oleh khamir dan bakteri asam asetat. Cuka apel diproses melalui
pengekstrakan sari buah apel sebagai substrat fermentasi alkohol. Dalam proses
dimana khamir merombak gula menjadi alkohol dan karbondioksida dan lamanya
fermentasi tergantung pada jenis khamir, kadar gula awal dan kadar alkohol akhir
(fermentasi asam asetat). Konsentrasi alkohol yang paling baik berkisar antara 10–
13%, dimana bakteri asam asetat yang mendominasi tumbuh dan bereproduksi
7
Secara garis besar proses fermentasi dilihat sebagai berikut (Ma’sum, 2006) :
a. Tahap pertama
b. Tahap kedua
c. Tahap ketiga
Pada tahap ketiga alkohol dirubah menjadi asam asetat (6 – 10%) dan air.
Karakteristik cuka apel yang melewati proses fermentasi sempurna dan dapat
apel murni yang matang dan kematangan apel yang digunakan berpengaruh
b. Memiliki aroma khas apel dan berbau seperti tape, menunjukkan proses
8
2. Kandungan cuka apel
Tabel 1
Kandungan Cuka Apel
Komposisi Jumlah
Total asam (%) 4,53
Alkohol (%) 0,13
pH 3,21
TPT (Brix) 3,67
Aktivitas Antioksidan (%) 58,93
Fenol (mg/L) 132,55
Pektin (%) 0,75
Sumber : ( Maulida, P. Aktifitas Hepatoprotektor Cuka Apel ANNA Terhadap Kadar SGOT dan
SGPT Serum Tikus Wistar yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik. 2015)
enzim hepar.
c. Pektin, beta karoten, potassium, enzim, dan asama amino yang terbentuk
tubuh.
mengatur kontraksi otot sedangkan zat besi yang penting bagi kesehatan
darah.
9
f. Magnesium adalah komponen lain yang banyak bermanfaat bagi tubuh
terutama jantung.
Asam asetat memiliki beberapa nama antara lain seperti asam etanoat, atau
asam cuka. Asam asetat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus
asam karboksilat. Asam asetat secara alami masuk ke dalam metabolisme dalam
tubuh, diserap dari saluran pencernaan dan hampir sepenuhnya teroksidasi oleh
(Karim, 2011).
c. Berbau khas
e. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah (korosif)
10
4. Khasiat
Asam asetat atau asam cuka yang dihasilkan dalam fermentasi menggunakan
bakteri asam asetat dari bahan dasar apel disebut juga cider atau lebih dikenal
dengan nama cuka apel. Cuka apel memiliki berbagai manfaat seperti penambah
rasa, pengawet bahan makanan bahkan untuk pengobatan sehari-hari dalam rumah
tangga sudah dikenal sejak beberapa kurun waktu. Manfaat kesehatan yang
Ada beberapa metode yang biasa digunakan di industri yaitu (Karim, 2011):
2) Langkah pertama, masukkan jus buah, yeast, dan bakteri cuka ke dalam
tangki. Setelah beberapa hari, sebagian jus buah tersebut akan terfermentasi
asetat. Bakteri cuka di permukaan larutan akan membentuk lapisan agar- agar
tipis. Bakteri inilah yang akan mengubah etanol menjadi asam asetat (disebut
juga proses asetifikasi). Proses asetifikasi ini memerlukan temperatur 21- 29oC
4) Lapisan tipis agar-agar yang jatuh dari bakteri cuka akan memperlambat
proses asetifikasi. Hal ini dapat dicegah dengan memasang lapisan yang dapat
11
2) Pertama-tama, campuran etanol cair (10,5%), vinegar (1%), dan nutrisi
3) Campuran ini akan mengalir turun melalui bahan isian dengan sangat lambat.
tangki
5) Panas yang timbul akibat reaksi oksidasi akan diambil oleh pendingin yang
optimum sebesar 10- 10,5%. Sebagian produk didaur ulang dan sebagian yang
7) Bakteri asetat akan berhenti memproduksi asam asetat jika kadar asam asetat
gelembung-gelembung gas.
4) Bakteri akan tumbuh di dalam suspensi antara gelembung udara dan cairan
yang difermentasi.
12
6) Defoamer yang terpasang di bagian atas tangki membersihkan busa yang
bukan racun (nontoxic slime) yang komposisinya yeast dan bakteri asam asetat,
Ibu cuka adalah selulosa (karbohidrat alami yang merupakan serat dalam
makanan seperti seledri dan selada) yang terproduksi oleh bakteri cuka tidak
produk mereka sebelum pembotolan untuk mencegah zat ini terbawa dalam
produk mereka. Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah jelas apa efek yang
1. Alkaloid
besar bersumber pada tumbuhan, namun sebagian juga dapat ditemui pada bakteri.
Senyawa alkaloid terdapat gugus basa yang mengandung nitrogen akan bereaksi
dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA
rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan dan mendorong terjadinya lisis
sel bakteri yang akan menyebabkan kematian pada sel bakteri. Alkaloid mampu
13
Uji senyawa golongan alkaloid dapat dilakukan dengan menggunakan
pereaksi warna Dragendorff. Hasil uji alkaloid yang telah dilakukan menghasilkan
larutan dengan warna oranye yang apabila dibiarkan beberapa saat akan
menghasilkan endapan berwarna oranye kecoklatan pada dasar tabung. Hal ini
2. Flavonoid
dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk
glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup
disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme asam amino. Flavonoid adalah
senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak.
Hasil uji flavonoid dengan menggunakan uji warna menghasilkan larutan warna
hijau, yang menandakan hasil negatif (Riana, Zusfahair, dan Kartika, 2016).
normalnya, menonaktifkan enzim, serta merusak dinding sel dan membran sel
14
bakteri. Beberapa flavonoid bersifat bakterisidal, bakteriostatik, fungisida, serta
3. Saponin
menghasilkan larutan dengan terbentuknya busa yang stabil setinggi ±1,5 cm,
yang menandakan hasil positif. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri yaitu
dapat menyebabkan kebocoran protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat
saponin akan menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak
kelangsungan hidup bakteri. Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding
dan mengurangi kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor
keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel. Agen antimikroba yang
Kartika, 2016).
4. Tanin
memiliki gugus fenol, memilki rasa sepat dan mampu menyamak kulit karena
cara kondensasi katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer dan kemudian
oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang
15
dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer (Ergina, Nuryanti,
Keadaan yang menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik
maupun fisik sehingga sel bakteri menjadi mati. Selain itu senyawa tanin bekerja
dengan cara mengikat dinding protein sehingga pembentukan dinding sel bakteri
terhambat (Qomar,2018).
Steroid banyak terdapat di alam sebagai fraksi lipid dari tanaman atau
hewan. Zat ini penting sebagai pengatur aktivitas biologis dalam organisme hidup.
Steroid dibentuk oleh bahan alam yang disebut sterol. Sterol merupakan senyawa
yang terdapat pada lapisan malam (lilin) daun dan buah yang berfungsi sebagai
pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba. Terpen adalah suatu
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid
terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpen dan seskuiterpen yang
mudah menguap, diterpen yang sukar menguap, dan triterpen dan sterol yang
tidak menguap. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dan terdapat dalam
sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diekstrak Terpen adalah suatu
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid
terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpen dan seskuiterpen yang
16
mudah menguap, diterpen yang sukar menguap, dan triterpen dan sterol yang
tidak menguap. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dan terdapat dalam
petroleum eter, eter, atau kloroform. Steroid merupakan senyawa triterpen yang
1. Definisi
Acne vulgaris atau jerawat adalah suatu kondisi dimana kulit mengalami
memiliki sel-sel yang berisi lemak yang kemudian menghasilkan sebum yang
merupakan substansi berminyak yang terdiri dari trigliserida, kolesterol, dan asam
minyak pada rambut dan lapisan kulit bagian luar (Reza, Abdullah, dan Annisa,
2005).
yang diproduksi oleh kelenjar minyak rambut pada lapisan sermis tersumbat.
Dalam keadaan normal, sel-sel folikel rambut dapat keluar. Akan tetapi, jika
terjadi jerawat, sel-sel folikel rambut bersama dengan sebum akan menggumpal
dan menyumbat saluran folikel rambut pada lapisan epidermis kulit sehingga
sebagai sumber nutrisi (Radji,2010). Lesi dan jerawat biasanya terdapat pada
17
daerah yang memiliki kelenjar sebasea, yaitu pada daerah wajah, leher, punggung,
2. Epidemiologi
Jerawat paling banyak terjadi di wajah, tetapi dapat terjadi pada punggung,
dada, dan bahu. Di badan, jerawat cenderung terkonsentrasi dekat garis tengah
tubuh. Penyakit ini ditandai oleh lesi yang bervariasi, meskipun satu jenis lesi
komedo terbuka (blackhead) yang terjadi akibat oksidasi melanin, atau komedo
tertutup (whitehead). Lesi inflamasi berupa papul, pustul, hingga nodus dan kista.
Scar atau jaringan parut dapat menjadi komplikasi jerawat noninflamasi maupun
Acne vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit obstruktif dan infl amatif
kronik pada unit pilosebasea yang sering terjadi pada masa remaja. Jerawat sering
menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun sebelum menarkhe
atau haid pertama. Onset jerawat pada perempuan lebih awal daripada laki-laki
Prevalensi jerawat pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-90%
selama masa remaja. Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki
prevalensi jerawat tinggi, yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia
30%, Kaukasia 24%, dan India 23%. Pada ras Asia, lesi inflamasi lebih sering
dibandingkan lesi komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal.
Tetapi pada ras Kaukasia, jerawat komedonal lebih sering dibandingkan jerawat
inflamasi, yaitu 14% jerawat komedonal, 10% jerawat inflamasi (Movita, 2013).
18
3. Klasifikasi
1) Akne tropika
2) Akne mekanik
3) Akne neonatorum
4) Akne kosmetika
5) Akne klor
6) Akne jabatan
7) Akne minyak
8) Akne senilis
9) Akne radiasi
(Hidayah, 2016):
lubang kecil atau tanpa lubang karena sebum yang biasanya disertai bakteri
19
b) Blackhead (komedo terbuka) merupakan perkembangan lebih lanjut dari
2) Sedang, meliputi:
a) Papule terjadi ketika dinding folikel rambut mengalami kerusakan atau pecah
sehingga sel darah putih keluar dan terjadi inflamasi di lapisan dalam kulit.
kepala.
b) Pustule terjadi beberapa hari kemudian ketika sel darah putih keluar ke
permukaan kulit. Pustel berbentuk benjolan merah dengan titik putih atau
c) Nodule terjadi bila folikel pecah di dasarnya maka terjadi benjolan radang
yang besaryang sakit bila disentuh. Nodus biasanya terjadi akibat rangsang
3) Berat, meliputi :
samping hidung, hidung, rahang dan leher. Kelainan berupa garis linear
saluran sinus atau fistel yang menghubungkan sinus dengan permukaan kulit.
20
Penyembuhan jerawat ini memakan waktu berbulan-bulan, bahkan tahun dan
dapat kambuh lagi bila mengalami proses inflamasi. Sinus harus ditangani
dengan pembedahan.
Tabel 2
Klasifikasi Derajat Jerawat Berdasarkan Jumlah dan Tipe Lesi
4. Penyebab
Proses terjadinya jerawat diawali dengan tertutupnya folikel sebaseus oleh sel
21
terakumulasi ini menghasilkan metabolit yang memicu terjadinya inflamasi
(Miratunnisa, 2015).
Pada kulit bagian dermis terdapat kelenjar sebaseus yang memproduksi lipida.
dan bermuara pada pori kulit. Kelenjar sebaseus yang hiperaktif menyebabkan
produksi lipida berlebihan sehingga kadar lipida pada kulit tinggi, sehingga
tersumbat. Sebum yang mampat akan memicu terjadinya inflamasi dan terbentuk
jerawat.
usia pubersitas (10-16 tahun) akan banyak timbul jerawat pada muka, dada,
punggung, sedangkan pada wanita produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipicu
menyebabkan sel tanduk menjadi tebal dan menyumbat folikel rambut, serta
sebum tidak bias keluar secara normal, akibatnya akan merangsang pertumbuhan
bakteri jerawat yang menyebabkan peradangan. Selain itu adanya pengaruh sinar
merangsang terjadinya keratinisasi. Jerawat juga bias disebabkan oleh muka yang
22
c. Efek dari bakteri
trigliserida pada sebum menjadi asam lemak bebas, yang menyebabkan inflamasi
1) Genetika
2) Diet/ makanan
3) Obat-obatan
4) Endokrin
vulgaris.
5) Kosmetik
acne vulgaris.
23
5. Patogenesis
(Damayanti, 2014):
terjadi saat masa pubertas, umumnya dimulai pada usia 8-9 tahun.
Ketika sebum disekresikan, terjadi juga peningkatan jumlah sel epitel yang
melapisi folikel dan keratinisasi dalam folikel. Sehingga terjadi penumpukan dari
sebum, sel-sel epitel, dan keratin hal ini menyebabkan pembengkakan pada
folikel, dan gambaran klinis yang terlihat berupa lesi yang paling dini terjadi yaitu
mikrokomedo.
24
kandungan dari sebum yaitu trigliseridadan diubah oleh enzim lipaseyang
berproliferasi dan menyebabkan infiltrasi dari sel-sel imun seperti limfosit CD4
dan neutrophil.
d. Reaksi inflamasi
limfosit. Proses inflamasi diawali dengan infiltrasi limfosit CD4 pada unit
oleh neutrophil. Produksi sitokin dalam reaksi inflamasi ini melibatkan toll like
produksi sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α (Damayanti,
2014).
6. Pengobatan
Ada tiga hal yang penting pada pengobatan jerawat (Harahap dan Marwali,2000) :
kulit.
menggunakan antibiotika.
25
c. Mempercepat resolusi lesi yang meradang.
acnes atau hasil metabolismenya dan menurunkan inflamasi pada kulit. Populasi
Salah satu antibiotik yang biasa digunakan untuk pengobat jerawat adalah
D. Propionibacterium acnes
1. Klasifikasi
26
Berikut ini klasifikasi dari bakteri Propionibacterium acnes sebagai berikut
(Miratunnisa, 2015) :
Kingdom : Bakteria
Pylum : Actinobacteria
Class : Actinobacteria
Order : Actinomycetales
Family : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
2. Morfologi
µm dan panjang 3-4 µm bakteri ini berbentuk batang dengan ujung meruncing
atau kokoid (bulat) (Damayanti, 2014). Pertumbuhan optimum pada suhu 30-
37ºC. Koloni bakteri pada media agar berwarna kuning muda sampai merah muda
asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang menyebabkan sebum
27
Tidak hanya itu Propionibacterium acnes juga dapat ditemukan pada jaringan
Propionibacterium acnes, namun dapat juga diisolasi dari rongga mulut, saluran
pernafasan bagian atas, saluran telinga eksternal, konjungtiva, usus besar, uretra,
3. Patogenitas
Pada acne vulgaris, ketika terjadi akumulasi sebum pada unit pilosebasea,
trigliserida yang terdapat pada sebum akan diubah dengan bantuan enzim lipase
dan asam lemak bebas, kemudian ketiga zat tersebut diubah menjadi gliserol yang
respon inflamasi, sehingga gambaran klinis yang timbul berupa papula, pustula,
acnes dan terkait alat-alat medis (kateter, prosthetic joints, implants, dan lain-lain)
28
E. Antimikroba
1. Definisi
hewan maupun tumbuhan harus bersifat toksisitas selektif artinya obat atau zat
neomisin.
lebih toksik terhadap mikroorganismenya dibandingkan pada sel hospes. Hal ini
dapat terjadi karena pengaruh obat yang selektif terhadap mikroorganisme atau
karena obat pada reaksi-reaksi biokimia yang penting dalam sel parasit lebih
29
unggul dari pada pengaruhnya terhadap hospes. Disamping itu struktur
(Hidayah, 2016) :
hidupnya yang disintesis dari asam amino para benzoat (PABA) . Antimikroba
Sulfanamida secara struktur mirip dengan asam folat, asam amino para benzoat
Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer
reaksi paling dini dari proses sintesis dinding sel diikuti oleh basitrasin,
vankomisin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosposrin yang menghambat reaksi
terakhir (transpeptidasi).
Membran sel adalah lapisan dibawah dinding sel yang mempunyai sifat
30
dalam dan luar sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi.
iondphores yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini
merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel.
keadaan alamiah. Suatu kondisi atau substansi mengubah keadaan ini yaitu
mendenaturasi protein dengan merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu
protein awal yang kompleks, sehingga salah dalam menerjemahkan tanda m-RNA
dan menghasilkan polipeptida yang abnormal. Selain itu juga dapat berikatan
dengan ribosom 50S yang dapat menghambat ikatan asam amino baru pada
protein dan enzim. Begitu pentingnya DNA dan RNA dalam proses kehidupan sel.
Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada
31
fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel. Dalam hal
4. Resistensi
tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi
yang resisten atau faktor R atau plasmid (resistensi silang) (Fadila, 2010).
tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang
tidak teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak
2010).
a. Resistensi alamiah
Beberapa mikroba secara alamiah tidak peka terhadap antibiotik tertentu. Hal
ini disebabkan oleh tidak adanya reseptor yang cocok atau dinding sel mikroba
tidak dapat ditembus oleh antibiotik. Oleh sebab itu antibiotik tersebut
32
b. Resistensi kromosomal
Kromosom yang telah termutasi ini dapat dipindahkan sehingga terjadi populasi
Pada mutasi spontan terjadi seleksi oleh antibiotik dimana bibit yang peka akan
musnah dan bibit yang resisten akan tetap dan berkembang biak.
c. Resistensi ekstrakromosomal
kelompok plasmid yang membawa gen resistensi terhadap satu atau beberapa
obat antimikroba. Faktor R dipindahkan dari bakteri yang satu ke bakteri yang lain
sehingga terjadi resistensi silang. Dengan cara ini bakteri dapat memperoleh
sekaligus gen yang resisten terhadap enam sampai tujuh antibiotik. Perpindahan
(Fadila, 2010).
5. Antibiotik kloramfenikol
a. Rumus bangun :
33
b. Rumus molekul : C11H12Cl2N2O5
terikat pada ribosom subunit 50S dan menghambat wnzim peptidil transferase
sehingga ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein bakteri.
2015).
1. Media
makanan yang dipakai untuk menumbuhkan mikroba. Susunan dan kadar nutrien
dalam suatu media untuk mikroba harus seimbang agar pertumbuhan mikroba
dapat sebaik mungkin. Hal ini perlu dikemukakan mengingat banyak senyawa
senyawa yang menjadi penghambat atau menjadi racun bagi mikroba kalau
kadarnya terlalu tinggi (misalnya garam-garam dari asam lemak, gula, dan lain
Supaya mikroba dapat tumbuh dengan baik dalam suatu media, perlu
mikroba.
sesuai.
34
d. Media harus steril.
2. Metode sterilisasi
Sterilisasi dapat dilakukan secara fisik, kimia dan mekanik (Hidayah, 2016) :
a. Secara fisik
1) Pemanasan basah
(Hidayah, 2016):
a) Perebusan, air mendidih atau uap air pada suhu 100 o C dapat membunuh
beberapa spora juga dapat terbunuh pada suhu tersebut selama beberapa menit,
tetapi banyak spora bakteri yang tahan terhadap panas dan masih tetap hidup
autoklaf untuk membunuh spora bakteri yang paling tahan asam, spora yang
paling tahan panas akan mati pada suhu 121oC selama 15 menit.
100oC selama 30 menit dan dilakukan setiap hari berturut–turut selama tiga
hari.
pasteurisasi ini biasanya dilakukan terhadap bahan atau zat–zat yang tidak
35
2) Pemanasan kering
3) Radiasi
sporanya biasanya lebih tahan. Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mengandung
energi jauh lebih tinggi daripada sinar ultra violet (UV), oleh karena itu
b. Cara mekanik
Penyaring yang banyak digunakan tersebut dibuat dari gelas sinter serat yang
c. Cara kimia
Cara kimia sering disebut desinfeksi dan antiseptik. Bahan kimia ini
dibandingkan dengan perlakuan fisik seperti panas dan radiasi. Untuk memilih
dan sifat–sifat lainnya seperti harga, aktivitasnya tetap stabil dalam jangka waktu
36
3. Penentuan aktivitas antibakteri
Penentuan aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
a. Metode difusi
1) Metode disk diffusion (tes Kirby & Baur) menggunakan piringan yang berisi
agar.
a) Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana sama sekali tidak
b) Zona irradikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri
tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami
37
ditimbulkan yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat
3) Ditch-plate technique . Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba
yang diletakkan pada parit yang sibuat dengan cara memotong media gar
dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji
(maksimum 6 macan) digoreskan kea rah parit yang berisi agen antimikroba
tersebut.
4) Cup-plate technique . Metode ini serupa dengan disk diffusion, dimana dibuat
sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme da nada
b. Metode dilusi
1) Metode dilusi cair / broth dilution test (seral dilution). Metode ini digunakan
mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat
pada media cair tanpa penanaman mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan
diinkubasi umumnya selama 18-24 jam. Media cair yang telihat jernih setelah
2) Metode dilusi padat (solid dilution test). Metode ini serupa dengan metode
dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini
adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk
38
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba
a. pH lingkungan
b. Komponen medium
berbeda-beda, berkisar dari 40% untuk metisilin hingga 98% untuk diklosasilin.
S.aureus.
c. Kestabilan obat
d. Besar inokulum
kerentanan yang tampak pada organisme itu. Populasi besar bakteri lebih lambat
dan lebih jarang mengalami inhibisi total dibandingkan populasi kecil. Selain itu,
suatu mutan resisten jauh lebih mungkin muncul pada populasi yang lebih besar.
39
e. Lama inkubasi
dihambat pada pajanan singkat terhadap agen antimikroba. Semakin lama masa
atau semakin besar kesempatan bagi anggota yang paling tidak sensitif terhadap
g. Kepekatan inokulum
Jika inokulum terlalu encer, zona hambatan akan menjadi lebih lebar
Jika sudah ditanami dengan galur uji lempeng agar, dibiarkan pada suhu ruang
lebih lama dari waktu baku, perkembangan inokulum dapat terjadi dapat terjadi
i. Suhu inkubasi
Uji kepekaan biasanya diinkubasi pada suhu 35ºC untuk pertumbuhan yang
optimal. Jika suhu diturunkan, waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan efektif
akan memanjang dan dihasilkan zona yang lebih lebar (Vandepitte dkk.,2010).
40
j. Ukuran lempeng, ketebalan media agar, dan pengaturan jarak cakram
antimikroba
cakram petri ukuran 9-10 cm dan tidak lebih dari 6-7 cakram antimikroba pada
tiap lempeng agar. Zona hambatan yang sangat besar mungkin terbentuk pada
zona bening disekeliling kertas cakram. Bagian yang dihitung dengan jangka
sorong adalah diameter dari zona hambat yang terbentuk. Diameter zona hambat
Keterangan :
41
Tabel 3
Klasifikasi Hambatan Pertumbuhan Bakteri
42
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Jerawat
Bakteri
Pengobatan
Difusi Dilusi
Keterangan :
: dianalisis
: tidak dianalisis
43
Keterangan :
memanfaatkan cuka apel . Cuka apel diuji antibakteri dengan metode difusi Kirby
Pengukuran zona aktivitas antibakteri pada cuka apel berbagai konsentrasi dapat
cakram yang telah berisi cuka apel berbagai konsentrasi dengan menggunakan
jangka sorong. Zona hambat tersebut ditandai dengan adanya zona bening yang
1. Variabel
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, subjek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
variabel dengan variabel yang lain maka macam-macam variabel dalam penelitian
44
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah konsentrasi cuka apel
zona hambat cuka apel (apple cider vinegar) terhadap Propionibacterium acnes.
c. Variabel kontrol
sehingga pengaruh variabel bebas dan variabel terikat tidak dipengaruhi oleh
factor luar yang tidak diteliti (Sugiyono,2012). Dalam penelitian ini yang menjadi
dan kepekatan inokulum, suhu dan lama inkubasi, sterilisasi alat, media, dan
cakram antimikroba.
sebagai berikut :
kehilangan aktivitasnya.
4) Besar dan kepekatan inokulum. Jika inokulum yang digunakan terlalu encer,
zona hambat yang terbentuk akan menjadi lebih lebar walaupun kepekaan
45
organisme tidak berubah demikian pula sebaliknya. Untuk mengontrol
37ºC.
6) Sterilisasi alat, media, dan ruangan . Alat wajib disterilkan dalam oven
biosafety cabinet .
antibiotik agar segera ditanam pada media agar perkembangan inokulum tidak
9) Jarak cakram disk. Pengaturan jarak cakram yang tepatsangat penting untuk
mencegah terjadinya tumpang tindihnya zona hambat. Pada satu cawan petri
46
Adapun hubungan antar variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol
Variabel Kontrol
pH lingkungan
Komponen medium
Kestabilan obat
Ketebalan media
Keterangan :
: dianalisis
: tidak dianalisis
47
2. Definisi operasional variabel
Tabel 4
Definisi Operasional
Cara
Variabel Definisi Operasional Skala
Pengukuran
1 2 3 4
Cuka apel (apple Cuka apel yang digunakan Observasi Nominal
cider vinegar) merupakan cuka apel yang
memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut :
- Berwarna kecoklatan
- Terdapat endapan
- Beraroma khas apel
atau berbau seperti tape
Konsentrasi Cuka Cuka yang digunakan Pengukuran Ordinal
Apel merupakan cuka apel asli menggunakan
dan dalam penelitian ini pipet ukur (mL)
digunakan sebagai dan mikropipet
konsentrasi 100% yang (µL)
kemudian diencerkan
dengan aquadest steril
untuk mendapatkan
konsentrasi 12,5%, 25%,
50%.
Zona hambat Diameter zona hambat Jangka sorong Rasio
pertumbuhan pertumbuhan mistar (mm)
Propionibacterium Propionibacterium acnes
acnes berupa zona bening yang
terdapat dalam media
Mueller Hinton Agar di
daerah sekitar cakram disk.
48
Cara
Variabel Definisi Operasional Skala
Pengukuran
1 2 3 4
Daya Hambat Kemampuan cuka apel - Ordinal
dalam menghambat
pertumbuhan
Propionibacterium acnes.
Berdasarkan penggolongan
bahan alam :
- Lemah : < 5 mm
- Sedang : 5 – 10 mm
- Kuat : 11 – 20 mm
- Sangat kuat : > 20 mm
Berdasarkan penggolongan
NCCLS :
- Resisten : ≤ 12 mm
- Intermediate:13–17mm
- Sensitif : ≥ 18 mm
Efektif Efektif adalah konsentrasi Observasi Nominal
yang paling tepat untuk
menghambat pertumbuhan
Propionibacterium acnes
berdasarkan diameter zona
hambat yang bersifat
sensitif setelah
dibandingkan dengan
kontrol positif
49
C. Hipotesis
50
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah true experimental
design . Design yang digunakan dalam penelitian ini adalah Posttest Only Control
Group Design dimana konsentrasi cuka apel 12,5%, 25%, 50% dan 100%
Tabel 5
Rancangan Posttest Only Control Design
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 sampai April 2019.
51
2. Tempat penelitian
Sidakarya.
1. Populasi penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah cuka apel jenis “mother of vinegar”
2. Sampel penelitian
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cuka apel jenis
kecoklatan, beraroma khas apel dan berbau seperti tape dan terdapat endapan di
dalam cairan cuka apel. Sementara kriteria eksklusi yaitu berwarna bening, dan
berbau busuk. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampel yang
Konsentrasi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12,5%, 25%,
50%, dan 100% dan kontrol negatif yang digunakan berupa cakram yang
direndam aquades steril dan kontrol positif yang digunakan berupa cakram
dalam penelitian ini adalah sebanyak 4 kali dengan replikasi 2 kali, sehingga
52
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang didapatkan dari penelitian ini adalah data primer dimana data
yang diperoleh berasal dari hasil pengukuran zona daya hambat yang dihasilkan
Cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
pada berbagai konsentrasi cuka apel. Hasil pengukuran diameter zona hambat
millimeter (mm).
1. Alat
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu : Erlenmeyer, pipet ukur, ball
pipet, tabung reaksi, rak tabung reaksi, mikropipet (SOCOREX) , dan tip, gelas
ukur, beaker glass, spiritus, petri disk steril, autoklaf ( TOMY SX-500 ), inkubator
53
( ESCO Isotherm ), neraca analitik (RADWAG AS220.R2), Mc Farland
2. Bahan
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu : Cuka apel, aquadest steril,
(MHA), standar Mc Farland 0,5%, media Nutrient Agar (NA), larutan NaCl
54
3. Skema kerja
Cuka apel
Analisis hasil
55
4. Prosedur kerja
1) Konsentrasi cuka apel yang akan dibuat yaitu 12,5%, 25%, 50% dan 100%.
Rumus : V1 × C1 = V2 × C2
Keterangan rumus :
Tabel 6
Tabel Pengenceran Konsentrasi Cuka Apel
V1 V2
No. C1 C2 Aquadest Steril (mL)
(mL) (mL)
1. 0,125 100% 1 12,5% 0,875
2. 0,25 100% 1 25% 0,75
3. 0,5 100% 1 50% 0,5
1) Satu sampai tiga ose koloni Propionibacterium acnes dari biakan murni
fisiologis 0,85%.
56
3) Suspensi diukur dengan Mc Farland densitometer.
c. Tahap pemeriksaan
1) Cakram disk kosong disiapkan dan cakram disk ini direndam dalam cuka apel
pada setiap konsentrasi hingga seluruh cairan meresap ke dalam cakram disk.
2) Untuk kontrol kerja negatif, cakram disk kosong direndam ke dalam aquadest
steril.
30 µg.
5) Swab kapas steril disiapkan dan dicelupkan ke dalam suspensi bakteri. Setelah
suspensi bakteri meresap, swab kapas steril diangkat dan diperas dengan cara
6) Swab kapas yang telah berisi suspensi diinokulasikan pada media Mueller
media.
8) Masing-masing cakram disk yang telah jenuh dengan cuka apel ditempelkan
pada media Mueller Hinton Agar (MHA) yang sudah diinokulasikan dan
9) Kontrol kerja positif dan negatif ditempelkan pada media Mueller Hinton
57
10) Jarak antara satu cakram dengan cakram yang lain minimal 15 mm dan
11) Media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah ditanami cakram disk
d. Pelaporan hasil
2) Diameter zona hambat yang diukur yaitu daerah jernih sekitar cakram disk
(tidak ada pertumbuhan bakteri) diukur dari ujung satu keujung yang lain
Unit analisis dalam penelitian ini adalah aktivitas antimikroba cuka apel
12,5%, 25%, 50% dan 100% . Penelitian ini dilakukan dengan metode Kirby
Bauer dengan cara mengukur diameter zona hambat dari keempat konsentrasi.
58
G. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil eksperimen daya hambat cuka apel terhadap
dalam millimeter (mm) dan ditabulasikan ke dalam bentuk tabel dan naratif.
2. Analisis data
Data yang telah diperoleh dan disajikan dianalisis dengan uji statistik dengan
bantuan aplikasi komputer. Data diuji dengan menggunakan uji sebagai berikut :
b. Uji One Way Anova terhadap variabel yang ada untuk mengetahui adanya
c. Kemudian dilanjutkan dengan uji Least Significant Deference (LSD), uji ini
Propionibacterium acnes.
59
BAB V
A. Hasil
Objek dalam penelitian ini adalah cuka apel (apple cider vinegar) yang
berwarna keruh kecoklatan, beraroma khas apel dan berbau seperti tape dan
terdapat endapan di dalam cairan cuka apel. Cuka apel berwarna keruh
kecoklatan, menunjukkan bahwa cuka apel benar-benar dari apel murni yang
dan manfaat cuka apel. Cuka apel memiliki aroma khas apel dan berbau seperti
tape, menunjukkan proses fermentasi secara alami dan sempurna yakni kurang
lebih 35 hari. Adanya endapan, endapan ini sering disebut “mother of vinegar”
50%. Sedangkan bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan
(Nutrient Agar). Hal yang diamati dalam penelitian ini adalah diameter zona
60
2. Hasil pengamatan diameter zona hambat
Cuka apel dengan berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 12,5%, 25%, 50%,
dan 100% diuji untuk mengetahui daya hambat senyawa aktif dengan sifat
acnes. Penelitian dilakukan dengan dua kali replikasi pada hari yang berbeda.
Pada dua kali replikasi dilakukan sebanyak empat kali pengulangan sehingga
1) Kontrol negatif
Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aquadest steril.
terhadap kontrol negatif dengan dua kali replikasi dan empat kali pengulangan
diperoleh hasil tidak membentuk zona hambat sehingga rata-rata diameter pada
2) Kontrol positif
µg. Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat kontrol positif terhadap
61
Tabel 7
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Kontrol Positif Terhadap
Propionibacterium acnes
b. Kelompok perlakuan
1) Konsentrasi 12,5%
konsentrasi 12,5% yang dilakukan sebanyak dua kali replikasi dan empat kali
62
Tabel 8
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Cuka Apel pada Konsentrasi 12,5%
Terhadap Propionibacterium acnes
2) Konsentrasi 25%
konsentrasi 25% yang dilakukan sebanyak dua kali replikasi dan empat kali
Tabel 9
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Cuka Apel pada Konsentrasi 25%
Terhadap Propionibacterium acnes
63
Rata-rata keseluruhan diameter zona hambat cuka apel pada konsentrasi 25%
3) Konsentrasi 50%
konsentrasi 50% yang dilakukan sebanyak dua kali replikasi dan empat kali
Tabel 10
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Cuka Apel pada Konsentrasi 50%
Terhadap Propionibacterium acnes
Rata-rata keseluruhan diameter zona hambat cuka apel pada konsentrasi 50%
64
4) Konsentrasi 100%
konsentrasi 100% yang dilakukan sebanyak dua kali replikasi dan empat kali
Tabel 11
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Cuka Apel pada Konsentrasi 100%
Terhadap Propionibacterium acnes
Rata-rata keseluruhan diameter zona hambat cuka apel pada konsentrasi 100
pada berbagai konsentrasi cuka apel yang didapatkan melalui eksperimen dengan
metode difusi dengan empat kali pengulangan dan dua kali replikasi. Berikut
Propionibacterium acnes pada berbagai konsentrasi cuka apel yang dapat dilihat
65
Tabel 12
Rekapitulasi Rata-rata Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Propionibacterium
acnes pada Berbagai Konsentrasi Cuka Apel
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata diameter zona hambat
terbesar dalam penelitian ini diperoleh pada cuka apel dengan konsentrasi 100%
yaitu sebesar 18,9 mm, sedangkan rata-rata diameter zona hambat terkecil dalam
penelitian ini diperoleh dari cuka apel dengan konsentrasi 12,5% yaitu sebesar 9,1
mm.
Hasil pengukuran diameter zona hambat yang telah diperoleh dari penelitian
ini kemudian dianalisa menggunakan uji statistik dengan bantuan perangkat lunak
data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (KS). Hasil uji KS yang diperoleh
dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 2 dimana nilai asymp sig yaitu
0,313. Jika nilai ini dibandingkan dengan nilai signifikan α (0,05) maka nilai
asymp sig yang diperoleh > (0,05) yang menandakan data berdistribusi normal.
66
Setelah diperoleh data berdistribusi normal kemudian dilanjutkan dengan uji
One Way Anova untuk mengetahui adanya perbedaan diameter zona hambat
secara in vitro. Setelah dianalisa pada tingkat kepercayaan 95% (0,05) pada
lampiran 3 diperoleh hasil nilai sig (0,00) < α (0,05) sehingga disimpulkan bahwa
zona hambatnya berada pada kategori sensitif atau sama jika dibandingkan
dengan kontrol positifnya, dan dalam penelitian ini konsentrasi yang zona
hambatnya memiliki kategori sensitif adalah cuka apel dengan konsentrasi 100%.
B. Pembahasan
67
bakteri Propionibacterium acnes. Pada penelitian ini digunakan aquadest steril
sebagai kontrol negatif. Hasil dari pengukuran diameter zona hambat pada kontrol
negatif adalah 0 mm. Hasil tersebut menandakan bahwa aquadest steril tidak
Propionibacterium acnes.
yang menggunakan aquadest steril sebagai kontrol negatif dalam penelitian daya
yang dilakukan oleh Aida, dan E. Suswati (2016) dengan judulnya Uji In Vitro
Efek Ekstrak Etanol Biji Kakao (Theobroma cacao) sebagai Antibakteri terhadap
sebesar 0 mm.
berfungsi sebagai kontrol proses kerja dalam penelitian. Kontrol positif berupa
diantaranya, mengetahui bahwa isolat bakteri uji layak digunakan, daya difusi zat,
ketepatan konsentrasi suspense bakteri, validasi zona hambat yang terbentuk serta
untuk mengetahui kondisi media pertumbuhan bakteri yang digunakan. Hal ini
68
dinilai dengan melihat kemampuan antibiotik kloramfenikol berdifusi ke dalam
media dan menimbulkan penghambatan terhadap bakteri uji. Hasil dari pengujian
didapatkan rata-rata diameter zona hambat sebesar 29,6 mm. Jika dibandingkan
antibiotik selain itu antibiotik ini bersifat bakteriostatik pada bakteri gram positif
protein bakteri. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim
peptidil transferase sehingga ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis
yang dilakukan oleh Kurnia, Wahyuni, dan Murdiyah (2016) yang berjudul
Propionibacterium acnes.
69
2. Diameter zona hambat kelompok perlakuan
hambat sebesar 9,1 mm. Diameter zona hambat terbesar dari kelompok
konsentrasi 12,5% adalah 9,4 mm sedangkan diameter zona hambat terkecil pada
hambat sebesar 12,1 mm. Rata-rata diameter zona hambat konsentrasi 25% ini
lebih besar apabila dibandingkan dengan konsentrasi cuka apel 12,5%. Diameter
diameter zona hambat terkecil pada konsentrasi ini adalah 11,8 mm. Berdasarkan
penggolongan kekekuatan daya hambat bahan alam sebagai antibakteri, nilai rata-
nilai rata-rata diameter pada konsentrasi 25% masuk ke dalam kategori resisten.
hambat sebesar 14,9 mm. Rata-rata diameter zona hambat konsentrasi 50% ini
lebih besar apabila dibandingkan dengan konsentrasi cuka apel 12,5% maupun
70
25%. Diameter zona hambat terbesar dari kelompok konsentrasi 50% adalah 15,2
mm sedangkan diameter zona hambat terkecil pada konsentrasi ini adalah 14,6
sebagai kontrol positif maka nilai rata-rata diameter pada konsentrasi 50% masuk
hambat sebesar 18,9 mm. Rata-rata diameter zona hambat konsentrasi 100% ini
lebih besar apabila dibandingkan dengan semua konsentrasi cuka apel lainnya.
Diameter zona hambat terbesar dari kelompok konsentrasi 25% adalah 19,2 mm
sedangkan diameter zona hambat terkecil pada konsentrasi ini adalah 18,6 mm.
sebagai kontrol positif maka nilai rata-rata diameter pada konsentrasi 100%
Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian cuka apel sebelumnya
yang dilakukan oleh Reza, Abdullah, dan Anissa (2005) dalam penelitiannya yang
menggunakan cuka apel dengan konsentrasi 12,5%, 25% 50%, dan 100%. Dalam
71
yaitu 14 mm, 24 mm, 31 mm, dan 35,25 mm, dimana konsentrasi 12,5% sebagai
kriteria kuat dan konsentrasi 25%, 50%, serta 100% dalam kriteria sangat kuat.
konsentrasi 25%, 50%, dan 100% menunjukkan hasil yang sensitif terhadap
paling efektif karena tidak memiliki perbedaan dengan diameter zona hambat
Bila dibandingkan dengan penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
daripada keempat konsentrasi yang sama dengan penelitian Reza, Abdullah, dan
Anissa (2005) terhadap Salmonella typhi . Hal ini dapat terjadi karena
kemampuan antibakteri dari cuka apel juga tergantung pada jenis bakteri uji yang
bakteri gram positif dan bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif
dimana terdapat perbedaan sifat dan sel penyusun bakteri. Sehingga hal ini dapat
Perbedaan hasil rata-rata penelitian ini dengan penelitian Reza, Abdullah, dan
Anissa (2005) terhadap Salmonella typhi juga dapat terjadi karena cuka apel yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan cuka apel kemasan yang dijual di
pasaran berbeda dengan cuka apel yang digunakan dalam penelitian Reza,
72
hilangnya zat-zat aktif yang bersifat antibakteri akibat lamanya proses produksi,
gambar berikut :
18.9
20
Diameter Zona Hambat (mm)
18 14.9
16 12.1
14
12 9.1
10
8
6
4
2
0
Konsentrasi 12,5% Konsentrasi 25% Konsentrasi 50% Konsentrai 100%
Perlakuan Cuka Apel
yang berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi cuka apel dari konsentrasi
12,5% sampai 100%. Peningkatan diameter zona hambat dari konsentrasi 12,5%
ke 25% yaitu sebesar 3 mm, dari konsentrasi 25% ke 50% yaitu sebesar 2,8 mm,
73
dari konsentrasi 50% ke 100% yaitu sebesar 4 mm. Peningkatan diameter zona
hambat terbesar terjadi pada penelitian yaitu dari konsentrasi 50% ke 100%.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keempat konsentrasi cuka apel
yaitu 12,5%, 25%, 50%, dan 100% dalam penelitian ini dapat menghambat
diameter zona hambat pada cakram disk. Konsentrasi terendah yang mampu
kandungan zat aktif. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin
menggunakan cuka apel dengan konsentrasi 12,5%, 25% 50%, dan 100%. Dalam
penelitian tersebut didapatkan hasil yang menunjukkan adanya beberapa zat yang
terkandung dalam cuka apel diantaranya asam asetat, vitamin B1, B2, asam
zak aktif yang bersifat sebagai antibakteri dalam cuka apel yaitu flavonoid,
Secara umum terdapat dua macam efek yang ditimbukan antibakteri yaitu
74
fungi, sitostatika terhadap kanker. Dalam keadaan seperti ini jumlah
menonaktifkan enzim, serta merusak dinding sel dan membran sel bakteri.
sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan kebocoran protein dan enzim dari
dalam sel. Saponin dapat menjadi antibakteri karena zat aktif permukaannya mirip
bakteri dan merusak permebialitas membrane. Rusaknya membran sel ini sangat
menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik maupun fisik
75
sehingga sel bakteri menjadi mati. Selain itu senyawa tanin bekerja dengan cara
(Qomar,2018).
hemostasis pH internal sel, akumulasi anion sisa asam pada sitoplasma yang
pada berbagai konsentrasi cuka apel diketahui dengan cara melakukan uji statistik
One Way Anova untuk mengetahui adanya perbedaan diameter zona hambat
secara in vitro. Setelah dianalisa pada tingkat kepercayaan 95% (0,05) diperoleh
hasil nilai sig (0,00) < α (0,05). Hasil tersebut menandakan bahwa ada perbedaan
Significant Difference). Uji LSD menunjukkan nilai asymp sig (0,000) < 0,05
dimulai dari konsentrasi 12,5% dengan 25%, 12,5% dengan 50%, 12,5% dengan
100%, 25% dengan 50%, 25% dengan 100%, dan 50% dengan 100 sehingga
76
dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan antara masing-masing
Diameter zona hambat yang dibentuk oleh keempat konsentrasi cuka apel
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa cuka apel dengan konsentrasi 12,5%,
pada tabel NCCLS. Kategori resisten adalah dimana suatu zat bersifat
menghambat pertumbuhan bakteri tetapi dalam skala kecil dan tidak tuntas.
Kategori sensitif merupakan suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap
antibiotik (Rohmandhani,2016).
terkecil yang memiliki zona hambatnya berada pada kategori sensitif atau sama
penelitian ini konsentrasi yang zona hambatnya memiliki kategori sensitif adalah
cuka apel dengan konsentrasi 100%. Hal ini juga didukung bahwa cuka apel
dengan konsentrasi 100% memiliki daya hambat yang kuat serta memiliki
diameter zona hambat yang paling besar yang menandakan konsentrasi ini lebih
77
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
yaitu, pada konsentrasi 12,5% sebesar 9,1 mm, konsentrasi 25% sebesar 12,1
mm, konsentrasi 50% sebesar 14,9 mm, dan konsentrasi 100% sebesar 18,9
mm.
B. Saran
terinfeksi.
78
DAFTAR PUSTAKA
Aida, dan E. Suswati. 2016. Uji In Vitro Efek Ekstrak Etanol Biji Kakao (
Theobroma cacao ) sebagai Antibakteri terhadap Propionibacterium acnes.
Journal Pustaka Kesehatan, 4(1), 127–131. Tersedia pada:
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/2558. Diakses pada
tanggal 2 November 2018.
Arrizqiyani, T. 2018. Uji Anti Bakteri Ekstrak Daun Jambu Biji ( Psidium
Guajava L ) Terhadap Zona Hambat Bakteri Jerawat Propionibacterium
Acnes Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. Tersedia pada
: ejurnal.stikes-bth.ac.id/index.php/P3M_JKBTH/article/view/259. Diakses
pada tanggal 1 November 2018.
Caturryanti, D., S. Luwihana, dan S. Tamaroh. 2008. Pengaruh Varietas Apel dan
Campuran Bakteri Asam Asetat Terhadap Proses Fermentasi. Journal
AGRITECH, 28(2), 70–75. Tersedia pada:
https://jurnal.ugm.ac.id/agritech/article/view/9865. Diakses pada 31 Oktober
2018.
Fadila, Z. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih ( Piper betle
L .) Terhadap Propionibacterium acne Dan Staphylococcus aureus. Skripsi.
Tersedia pada: eprints.ums.ac.id/10092/1/K100060127.pdf. Diakses pada 2
November 2018.
79
Hafsari, A. R. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas ( Pluchea
indica ( L .) Less . ) Terhadap Propionibacterium acnes Penyebab Jerawat.
ISSN, (February). Tersedia pada:
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/istek/article/view/174. Diakses pada 2
November 2018.
Hidayah, N. 2016. Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Klika Anak Dara (Croton
oblongus burm F.) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat. Skripsi. Tersedia
pada: repositori.uin-alauddin.ac.id/1611/1/Ninin%20Didayah.%20D.pdf.
Diakses pada tanggal 2 November 2018.
80
Ma’sum, Z. 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan Dan Waktu Fermentasi Terhadap
Kualitas Cuka Apel Manalagi. Buana Sains, 6(2), 195–198. Tersedia pada :
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/buanasains/article/view/111. Diakses
pada tanggal 31 Oktober 2018.
Mizwar, M., G. Kapantow, dan P. L. Suling. 2011. Profil Akne Vulgaris Di Rsup
Prof . Dr . R . D . Kandou. EJournal Unsrat. Tersedia pada:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/3276. Diakses
pada tanggal 2 November 2018.
81
Rahmawati, M. 2015. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Dan Air
Rimpang Pacing (Costus Spiralis) Terhadap Bakteri Eschericia coli, Shigella
dysenteriae, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis, Stapylococcus
aureus Serta Fungi Candida Albicans. Tersedia pada:
repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/.../38025/.../MERI%20RAHMAWA
TI-FKIK.pdf. Diakses pada tanggal 2 Desember 2018.
Reza, I., U. Abdullah, dan S. Anissa. 2005. Efek Antibakteri Cuka Sari Apel
Terhadap Salmonella Typhi. Sivitas Akademika Unisba, 601–606. Tersedia
pada: repository.unisba.ac.id/handle/123456789/2992. Diakses pada tanggal
1 November 2018.
Ricke SC. 2003. Perspectives on the use of organic acids and short chain fatty
acids as antimicrobials ; 82: 632-29 . New York: Pult Sci
Rusli, D., A. Arinia, dan P. Asa. 2016. Formulasi Krim Clindamycin Sebagai Anti
Jerawat Dan Uji Efektivitas Terhadap Bakteri Propionibacterium acne.
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, (2), 5–14.Tersedia pada :
https://ejournal.jibf.ac.id/index.php/baktifarmasi/article/download/PDF/13/.
Diakses pada tanggal 2 November 2018.
Saraswati, F. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Limbah Kulit
Pisang Kepok Kuning ( Musa balbisiana ) Terhadap Bakteri Penyebab
Jerawat ( Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
Propionibacterium acne). Tersedia pada: repository. uinjkt. ac.id/dspace/...
/1/FARADHILA%20NUR%20SARASWATI-FKIK.pdf. Diakses pada
tanggal 2 November 2018.
82
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
83
Lampiran 1 : Data Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Pada Berbagai
Konsentrasi Cuka Apel Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes
Tabel 1
Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Cuka Apel pada Kontrol Kerja
(Kloramfenikol 30 µg) Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Setelah
Inkubasi 24 jam.
Tabel 2
Diameter Zona Hambat Pertumbuhan pada Kontrol Negatif (Aquadest Steril)
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Setelah Inkubasi 24 jam.
84
Tabel 3
Diameter Zona Hambat Pertumbuhan pada Cuka Apel Konsentrasi 12,5%
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Setelah Inkubasi 24 jam.
Tabel 4
Diameter Zona Hambat Pertumbuhan pada Cuka Apel Konsentrasi 25%
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Setelah Inkubasi 24 jam.
85
Tabel 5
Diameter Zona Hambat Pertumbuhan pada Cuka Apel Konsentrasi 50%
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Setelah Inkubasi 24 jam.
Tabel 6
Diameter Zona Hambat Pertumbuhan pada Cuka Apel Konsentrasi 100%
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes Setelah Inkubasi 24 jam.
86
Lampiran 2 : Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov
ANOVA
Zona Hambat
Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 417.811 3 139.270 1924.525 .000
Within Groups 2.026 28 .072
Total 419.837 31
87
B. Hasil Uji LSD (Least Significant Difference) Diameter Zona Hambat
Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Zona Hambat
LSD
88
Lampiran 4 : Tabel Disk Zone (Zone Size Interpretative Chart (National For
Clinical Laboratory Standar, 1984) Second Part óf Bench Level Procedure
Manual on Basic Bacterilogy.
Pieperasilin
21 - P.aeruginosa <17 - >18
100 µg
- Batang Gram neg <17 18-20 >21
100 µg
89
DIAMETER ZONE INHIBISI
DISC
No. ANTIBIOTIK I S
CONTENT R
(Resisten) (Intermediate) (Sensitif)
22 Sulfonamida 300 µg <12 13-16 >17
23 Tetrasiklin 30 µg <14 15-18 >19
24 Tobramisin 10 µg <12 13-14 >15
25 Tripmetoprim 5 µg <10 11-15 ≥16
Vankomisin
26 - Stapylococcus 30 µg - - >15
- Enterococcus 30 µg <14 15-16 >17
Sumber : (Vandepitte,2010)
90
Lampiran 5 : Lembar Persetujuan Etik
91
Lampiran 6 : Alat dan Bahan Penelitian
A. Alat
92
Inkubator Neraca analitik
Mc Farland densitometer
(ESCO Isotherm) (RADWAGAS220.R2)
B. Bahan
93
Larutan NaCl fisiologis Cakram disk kosong Cakram disk
0,85% Kloramfenikol
(OXOID)
94
Lampiran 7 : Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Media MHA yang sudah diautoklaf Media MHA yang sudah dituangkan
dan siap dituangkan pada petri disk pada petri disk.
steril.
Cuka apel dengan konsentrasi 100% Pemipetan cuka apel dengan volume
yang akan diencerkan dengan yang ditentukan secara aseptis di
aquadest steril menjadi 12,5%, 25%, dalam alat Bio Safety Cabinet.
dan 50%.
95
Pemipetan aquadest steril dengan Berbagai konsentrasi cuka apel setelah
volume yang ditentukan secara aseptis dilakukan pengenceran
di dalam alat Bio Safety Cabinet.
Satu sampai tiga ose koloni P. acnes Koloni bakteri disuspensikan ke dalam
diambil dari biakan murni. tabung yang berisi 5 mL larutan NaCl
fisiologis 0,85%.
96
Uji Daya Hambat Pada Media MHA (Mueller Hinton Agar)
Swab kapas yang telah berisi Masing-masing cakram disk yang telah
suspensi diinokulasikan pada media jenuh dengan cuka apel ditempelkan
Mueller Hinton Agar (MHA) pada media Mueller Hinton Agar
hingga menutupi seluruh (MHA).
permukaan media.
97
Kontrol positif dan negatif Media MHA yang telah ditanami
ditempelkan pada media Mueller cakram disk diinkubasi pada suhu 37ºC
Hinton Agar (MHA) yang berbeda. selama 24 jam dalam posisi terbalik.
98
Lampiran 8 : Zona Hambat Cuka Apel dengan Berbagai Konsentrasi
Replikasi I
99
Replikasi II
100