Anda di halaman 1dari 10

NAMA : Komang Feri Kharisma

NIM : P07134016048

PRODI : D3 ANALIS KESEHATAN

I. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan Fibrinogen dan D - Dimer
b. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat melakukan cara pemeriksaan dan menentukan hasil
pemeriksan Fibrinogen dan D – Dimer

II. PRINSIP
 Fibrinogen
Bila dipanaskan sampai 560C akan mengendap sedangkan faktor-faktor
lain dalam plasma tidak mengendap. Fibrinogen dalam plasma sitrat
bereaksi dengan reagen thrombin akan membentuk benang fibrin. Waktu
terbentuknya benang fibrin dibaca dalam satuan detik, berbanding
terbalik dengan kadar fibrinogen.
 D-dimer
Uji ini didasarkan pada perubahan kekeruhan suspensi mikropartikel
yang diukur dengan fotometri. Suspensi mikropartikel lateks, dilapisi
dengan ikatan kovalen dengan antibodi monoklonal khusus untuk D-
dimer, dicampur dengan plasma uji yang tingkat D-dimernya harus diuji.
Reaksi antigen-antibodi terjadi, yang menyebabkan aglutinasi
mikropartikel lateks yang menginduksi peningkatan kekeruhan media
reaksi. Peningkatan kekeruhan ini tercermin dengan peningkatan
absorbansi, yang terakhir diukur secara fotometri. Peningkatan
absorbansi adalah fungsi dari tingkat D-dimer yang ada dalam sampel uji.

III. METODE
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan fibrinogen dan D-dimer adalah
metode turbidimetrik.

IV. DASAR TEORI

D-dimer adalah produk degenerasi fibrin yang berguna untuk


mengetahui abnormalitas pembentukan bekuan darah atau kejadian trombotik
dan untuk menilai adanya pemecahan bekuan atau proses fibrinolitik.
Fibrinolisis adalah proses aktivitas enzym hidrolitik plasmin untuk mencerna
fibrin dan fibrinogen yang secara progresif mereduksi bekuan (trombus).
Plasmin menyebabkan degradasi fibrin, meningkatkan jumlah produk
degradasi fibrin yang terlarut. Fibrin degradation product (FDP) yang
dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen D dan satu fragmen E
akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer. Hasil pemeriksaan kadar D-
dimer yang normal mempunyai nilai sensitifitas dan nilai ramal negatif yang
tinggi untuk kedua keadaan tersebut.(Krarup, Sandset, Sandset, & Berge,
2011)

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, ditemukan bahwa kadar D-


dimer meningkat pada fase akut stroke. Ada pula yang menyebutkan bahwa
kadar D-dimer plasma (bersama dengan tekanan tekanan darah arteri rata-rata)
merupakan prediktor independen perkembangan stroke iskemik. Penelitian
Kosinski menemukan bahwa kadar D-dimer berkorelasi negatif dengan durasi
gejala stroke iskemik.(Kosinski et al., 2008)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai diagnostik


pemeriksaan kadar D-dimer plasma terhadap CT scan sebagai baku emas
dalam mendiagnosis stroke iskemik. Uji diagnostik yang dilakukan akan
mendapatkan hasil berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai ramal positif, nilai
ramal negatif dan likelihood ratio. (Kosinski et al., 2008)

Pemeriksaan D-dimer saat ini dilakukan dengan metode latex enhance


turbidimetric test. Metode ini merupakan modifikasi dari metode latex
agglutination (LA) konvensional; dan memiliki sensitivitas serta spesifisitas
yang sangat baik untuk mendeteksi kadar D-dimer.30 Nilai cut off D-dimer
dengan metode ini adalah 500 µg/L.(Pulivarthi & Gurram, 2014)

Prinsip metode ini adalah terbentuknya ikatan kovalen partikel


polystyrene pada suatu antibodi monoklonal terhadap cross-linkage region
dari D-dimer. Cross-linkage tersebut memiliki struktur stereosimetrik. Reaksi
aglutinasi yang terjadi dideteksi dengan menggunakan turbidimetri. Hasil
metode ini sebanding metode ELISA konvensional.(Pulivarthi & Gurram,
2014)

Indikasi pemeriksaan kadar D-dimer yang selama ini dilakukan adalah


: disseminated intravascular coagulation (DIC); menyingkirkan deep vein
thrombosis (DVT), pulmonary embolism (PE), venous thrombosis (VT) dan
arterial thrombosis (AT); sebagai pertimbangan pada pemberian terapi
antikoagulan untuk pasien trombosis; dan sebagai parameter tambahan untuk
penyakit jantung koroner.(Kosinski et al., 2008)

V. ALAT DAN BAHAN

a. Alat
 Centrifuge
 Alat STAGO (STA Compact Max)
b. Bahan
 Plasma sitrat
 Owren koller (pengencer)
 Liquid fib (reagen)
 Kontrol

VI. CARA KERJA

1. Diambil darah dengan tabung biru, centrifuge dengan kecepatan 4500


rpm selama 15 menit.
2. Buka rak sampel dengan mengklik icon pada layar monitor
3. Scan barcode sampel
4. Masukkan sampel hingga lampu di rak sampel berhenti berkedip
5. Klik icon back pada layar lalu klik “yes” hingga muncul jenis
pemeriksaan pada layar
6. klik icon back kembali, dan tunggu hingga alat running sampel
7. Lihat hasil pemeriksaan sampel pada layar monitor

VII. HASIL PENGAMATAN

Nama Probandus : Adinda Septi Faradina

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Nilai Rujukan : Fibrinogen : 140-450 mg/dl

D-dimer : < 0,5 µg FEU/ml

Hasil Pemeriksaan : Fibrinogen 240 mg/dl

D-dimer : 0,23 µg FEU/ml

VIII. PEMBAHASAN

Fibrinogen adalah glikoprotein plasma yang larut yang diubah menjadi


monomer fibrin yang sangat self-adhesive setelah pembelahan trombin. 1 A
gambaran rinci tentang proses pembentukan fibrin baru-baru ini diterbitkan. 2
Singkatnya, pada langkah pertama pembentukan D-dimer, pembelahan thrombin
memaparkan situs polimerisasi samar sebelumnya pada fibrinogen yang
mendorong pengikatan fibrinogen lain atau molekul fibrin monomer. 3 Monomer
fibrin lalu berikatan dengan satu lain dengan cara tumpang tindih untuk
membentuk 2 molekul tebal protofibrils.(Fowler, Hantgan, Hermans, & Erickson,
2015)

Plasma tetap cair sampai 25% hingga 30% dari fibrinogen plasma dibelah
oleh thrombin, memungkinkan waktu untuk fibrin untuk mempolimerisasi
sementara secara bersamaan aktivasi trombin dari faktor plasma XIII. Trombin
tetap berhubungan dengan fibrin dan sebagai tambahan Molekul fibrin
memolimerisasi. Kompleks antara polimer fibrin terlarut, trombin, dan faktor
plasma XIII pembentukan faktor XIIIa sebelum gel fibrin terdeteksi. Pada langkah
kedua pembentukan D-dimer, faktor XIIIa secara kovalen cross links monomer
fibrin melalui ikatan isopeptide intermolekuler terbentuk antara residu lisin dan
glutamin dalam larut protofibril dan gel fibrin yang tidak larut. Antigen D-dimer
tetap tidak terdeteksi sampai dilepaskan fibrin silang dengan aksi plasmin. Pada
langkah terakhir D-dimer formation, plasmin terbentuk pada permukaan fibrin
oleh aktivasi plasminogen memotong fibrin substrat di situs tertentu.(Medved &
Nieuwenhuizen, 2008)

Produk degradasi fibrin diproduksi secara luas berbagai bobot molekul,


termasuk degradasi terminal produk fibrin berikatan silang yang mengandung D-
dimer dan fragmen E kompleks. Tidak biasa mendeteksi sirkulasi produk
degradasi fibrin terminal (D-dimer-E kompleks) di plasma manusia, sedangkan
fragmen berat molekul tinggi larut yang mengandung "D-dimer antigen" hadir
pada pasien dengan DIC dan gangguan trombotik lainnya.(Gaffney, 2009)

Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik
yang dicetuskan oleh aktivasi kontak dan melibatkan F XII, XI, IX VIII HMWK
PK, platelet faktor 3 (PF3) dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan
oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F VII, ion kalsium. Kedua jalur ini
akan bergabung melalui jalur bersama yang melibatkan F X, F V,
PF3, protrombin dan fibrinogen. Pada akhir dari jalur koagulasi, trombin akan
mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang
rantai polipeptida yaitu 2 alfa, 2 beta, 2 gama. Trombin akan memecah rantai alfa
dan beta pada N-terminal menjadi fibrinopeptida A,B dam fibrin monomer. Fibrin
monomer kemudian mengalami polimerisasi membentuk fibrin polimer.
Pemecahan fibrin (fibrinolisis) oleh plasmin berbeda dengan pemecahan
fibrinogen, pemecahan fibrin berlangsung lebih lambat karena adanya ikatan
silang kovalen yang terbentuk dari fibrin monomer dan faktor XIIIa membuat
plasmin hanya dapat memecahnya pada tempat tertentu saja.(Gaffney & Joe,
2010)

Pada struktur D-dimer plasmin memecah fibrin dan fibrinogen


menjadi fibrin atau fibrinogen degradation products (FDP). Pada saat terjadi
digesti dari plasmin, ikatan yang dibentuk oleh faktor XIII tidak terlepas,
dan fragmen dari fibrin polimer dilepaskan ke sirkulasi. Fragmen-fragmen ini,
yang disebut oligomer, terdiri dari antigen D-dimer yang dapat dikenali oleh
antibodi D-dimer monoklonal. D-dimer adalah fragmen terkecil hasil pemecahan
fibrin, dan mempunyai waktu paruh cukup panjang (8jam). Fragmen D-dimer ini
tidak terbentuk pada degradasi fibrinogen atau non cross-linked fibrin, oleh
karena itu spesifik untuk hasil lisis dari bekuan fibrin.(Legnani et al., 2010)

Pada peran pemeriksaan pembekuan darah salah satunya D-dimer


bermanfaat untuk mengetahui pembentukan bekuan darah yang abnormal atau
adanya kejadian trombotik. Secara umum pemeriksaan D-dimer digunakan untuk
memastikan apakah ada pembentukan fibrin atau untuk mengetahui adakah
perubahan pada proses tersebut yang diakibatkan oleh terapi spesifik atau
perkembangan suatu penyakit. Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki nilai
sensitifitas dan nilai ramal negatif yang tinggi untuk keadaan trombotik atau
adanya proses fibrinolitik. Pemeriksaan D-dimer telah tervalidasi secara
komprehensif untuk (1) mengeksklusi kemungkinanvenous
thromboembolism (VTE), (2) diagnosis dan monitoring aktivasi koagulasi
pada disseminated intravascular coagulation (DIC). Saat ini pemeriksaan D-
dimer juga mulai digunakan untuk memprediksi kemungkinan adanya VTE
berulang.(Elms et al., 2016)

Pada pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 25 April 2018 bertempat


Laboratorium Central di Patologi Klinik bertempat Rumah Sakit Umum Daerah
Sanglah dengan pemeriksaan D-dimer metode particle enchanced turbidimetric
assay dengan prinsip adalah terbentuknya ikatan kovalen partikel polystyrene
pada suatu antibodi monoklonal terhadap cross-linkage region dari D-dimer.
Cross-linkage tersebut memiliki struktur stereosimetrik. Reaksi aglutinasi yang
terjadi dideteksi dengan menggunakan turbidimetri. Hasil metode ini sebanding
metode ELISA konvensional.(Pulivarthi & Gurram, 2014). Atas Nama Probandus
: Adinda Septi Faradina, Jenis Kelamin : Perempuan, Umur :19 tahun dengan
hasil yang didapat fibrinogen 240 mg/dl dan D-dimer 0,23 µg FEU/ml dengan
nilai rujukan fibrinogen : 140-450 mg/dl dan D-dimer : <0,5 µg FEU/ml.
Tes kuantitatif turbidimetrik otomatis memiliki sensitivitas 95% yang
lebih tinggi daripada aglutinasi whole blood assay 85% dan spesifitas yang lebih
rendah 50% daripada aglutinasi whole blood assay 70%. Pertukaran ini
meningkatkan kebutuhan akan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis VTE
dalam kasus Tes berbasis ELISA. Seluruh tes aglutinasi darah memiliki nilai
prediktif negatif yang lebih tinggi pada populasi dengan prevalensi rendah dari
VTE.(Di Nisio et al., 2007)

Faktor-faktor tertentu mempengaruhi sensitivitas dan spesifisitas dalam


pengujian D-dimer, seperti tingkat trombosis dan aktivitas fibrinolitik, durasi
gejala, usia, prosedur bedah, antikoagulan, dan kondisi komorbid seperti keadaan
inflamasi, kanker, kehamilan dan periode postpartum, dan VTE sebelumnya.
Tingkat D-dimer berkorelasi positif dengan ekstensi thrombus, dengan tingkat
tinggi di hadapan thrombi yang lebih besar. Tingkat D-dimer memiliki hubungan
terbalik dengan durasi antara onset gejala dan pengujian, biasanya mencapai 25%
dari nilai awal setelah 1-2 minggu.(Siragusa et al., 2009)

Otomatis tes aglutinasi lateks yang mencatat tingkat di yang dilapisi


partikel antibodi sebagai respons terhadap Antigen D-dimer dikembangkan untuk
digunakan pada analisa khusus. Antibodi ini tidak identik, dan mereka mungkin
bereaksi secara berbeda dengan fibrin degradasi berat sampai tinggi dan rendah
sampai berat produk . Studi dilakukan dengan standar yang dihasilkan dari
gumpalan fibrin sebagian dicerna dan sepenuhnya dicerna telah menunjukkan
bahwa setiap uji mungkin memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai
ukuran degradasi produk. Kalibrator untuk pengujian harus mengandung berbagai
D-dimer mengandung senyawa fibrin, menstimulasikan sampel yang
dianalisis.(Wada et al., 2013)

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan di Laboratorium Central RSUP


Sanglah dengan atas Nama Probandus : Adinda Septi Faradina, Umur : 19 tahun,
Jenis Kelamin : Perempuan, dengan hasil : 0,23 µg FEU/ml bahwa pemeriksaan
fibrinogen dan D-dimer metode turbidimetri berada nilai rentang normal

DAFTAR PUSTAKA

Di Nisio, M., Squizzato, A., Rutjes, A. W. S., Büller, H. R., Zwinderman, A. H.,
& Bossuyt, P. M. M. (2007). Diagnostic accuracy of D-dimer test for
exclusion of venous thromboembolism: A systematic review. Journal of
Thrombosis and Haemostasis, 5(2), 296–304. https://doi.org/10.1111/j.1538-
7836.2007.02328.x

Elms, M. J., Bunce, I. H., Bundesen, P. G., Rylatt, D. B., Webber, A. J., Masci, P.
P., & Whitaker, A. N. (2016). Rapid detection of cross-linked fibrin
degradation products in plasma using monoclonal antibody-coated latex
particles. American Journal of Clinical Pathology, 85(3), 360–364.
https://doi.org/10.1093/ajcp/85.3.360

Fowler, W. E., Hantgan, R. R., Hermans, J., & Erickson, H. P. (2015). Structure
of the fibrin protofibril. Proceedings of the National Academy of Sciences,
78(8), 4872–4876. https://doi.org/10.1073/pnas.78.8.4872

Gaffney, P. J. (2009). Fibrin degradation products. A review of structures found in


vitro and in vivo. Annals of the New York Academy of Sciences, 936, 594–
610.

Gaffney, P. J., & Joe, F. (2010). The lysis of crosslinked human fibrin by plasmin
yields initially a single molecular complex, D dimer-E. Thrombosis
Research, 15(5–6), 673–687. https://doi.org/10.1016/0049-3848(79)90177-4

Kosinski, C. M., Mull, M., Schwarz, M., Koch, B., Biniek, R., Schläfer, J., …
Schiefer, J. (2008). Do normal D-dimer levels reliably exclude cerebral sinus
thrombosis? Stroke, 35(12), 2820–2825.
https://doi.org/10.1161/01.STR.0000147045.71923.18
Krarup, L.-H., Sandset, E. C., Sandset, P. M., & Berge, E. (2011). D-dimer levels
and stroke progression in patients with acute ischemic stroke and atrial
fibrillation. Acta Neurologica Scandinavica, 124(1), 40–44.
https://doi.org/10.1111/j.1600-0404.2010.01409.x

Legnani, C., Cini, M., Scarvelis, D., Toulon, P., Wu, J. R., & Palareti, G. (2010).
Multicenter evaluation of a new quantitative highly sensitive D-dimer assay,
the Hemosil® D-dimer HS 500, in patients with clinically suspected venous
thromboembolism. Thrombosis Research, 125(5), 398–401.
https://doi.org/10.1016/j.thromres.2009.07.013

Medved, L., & Nieuwenhuizen, W. (2008). Molecular mechanisms of initiation of


fibrinolysis by fibrin. Thrombosis and Haemostasis.
https://doi.org/10.1267/THRO03030409

Pulivarthi, S., & Gurram, M. K. (2014). Effectiveness of D-dimer as a screening


test for venous thromboembolism: An update. North American Journal of
Medical Sciences. https://doi.org/10.4103/1947-2714.143278

Siragusa, S., Terulla, V., Pirrelli, S., Porta, C., Falaschi, F., Anastacio, R., …
Bressan, M. A. (2009). A rapid D-dimer assay in patients presenting at an
emergency room with suspected acute venous thrombosis: Accuracy and
relation to clinical variables. Haematologica, 86(8), 856–861.

Wada, H., Thachil, J., Nisio, D., Kurosawa, M. P., Gando, S., Hk, K., … Toh, L.
M. (2013). Guidance for diagnosis and treatment of disseminated
intravascular coagulation from harmonization of the recommendations from
three guidelines. J Thromb Haemost, 11, 761–7.
https://doi.org/10.1111/jth.12155

Anda mungkin juga menyukai