Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMERIKSAAN JAMUR PADA KUKU

OLEH KELOMPOK 6:

DESSY LATIF 2320192006

NOVENDRA PULUHULAWA 2320192018

NURUL WIDOWATY ARBIE 2320192020

SRI LESTARI 2320192032

RAHMAWATI WONTAMI 2320192173

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS SAINS TEKNOLOGI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA MANDIRI
GORONTALO
2020

1
LEMBAR ASISTENSI

Kelompok :6

Mata Kuliah : Mikologi (P)

No. Hari / Tanggal Koreksi Paraf

2
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Mikologi (P) dengan judul percobaan Pemeriksaan Jamur


pada Kuku yang disusun oleh :

Kelompok :6

Kelas :A

Prodi : D-III Analis Kesehatan

Pada hari ini Sabtu tanggal 26 bulan September tahun 2020 telah di periksa dan
disetujui oleh asisten, maka dengan ini dinyatakan diterima dan dapat mengikuti
percobaan berikutnya.

Gorontalo, 26 September 2020/2021

Asisten

Yolan H. Dunggio, S.Pd., M.Pd

3
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala Tuhan Semesta Alam. Atas

segala karunia nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

praktikum ini dengan baik. Laporan praktikum yang berjudul “Pemeriksaan

Jamur pada Kuku” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Mikologi (P).

Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia

biasa menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan evaluasi diri.

Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, semoga bermanfaat.

Gorontalo, September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3


2.1 Pengertian Jamur 3
2.2 Ciri-ciri Jamur Khas 4
2.3 Sifat Jamur 4
2.4 Klasifikasi Jamur 4
2.5 Cara Penularan Jamur
5
2.6 Pertumbuhan Jamur 5
2.7 Pemeriksaan Penunjang 6
2.8 Infeksi Jamur Kuku
7

BAB III METODE PRAKTIKUM 11


3.1 Tempat dan Waktu 11
3.2 Alat dan Bahan 11
3.3 Prosedur Kerja 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13


4.1 Hasil 13
4.2 Pembahasan 13

BAB V PENUTUP 15
5.1 Kesimpulan 15
5.2 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Jamur pada Kuku 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di alam bebas terdapat lebih dari 100.000 spesies jamur dan kurang

dari 500 spesies diduga dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan

hewan, 100 spesies bersifat patogen pada manusia dan selebihnya merupakan

jamur komensal yang hidup sebagai saprofit pada manusia. Pada umumnya

penyakit jamur yang sering dijumpai di daerah tropis seperti Indonesia yaitu

Mikosis superfisialis dan Mikosis profunda (Mahyudi dkk, 2016).

Penyakit jamur ini menyerang lapisan epidermis kulit, kuku, dan rambut

yang disebut Mikosis superfisialis. Infeksi jamur ini dibagi kedalam dua

kelompok yaitu yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita dan jamur

golongan non-dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang

menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat merusak

lapisan stratum korneum kulit, rambut, dan kuku (Mahyudi dkk, 2016).

Berdasarkan sifat morfologi, dermatofita dikelompokkan kedalam 3

genus, yaitu Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton. Enam spesies

penyebab utama dermatofitosis di Indonesia, yaitu Trichophyton rubrum,

Trichophyton mentaghrophytes, Epidermophyton floccosum, Microsporum

canis, Microsporum gypseum, Trichophyton concentricum (Widiati dkk,

2016).

Salah satunya adalah Trichophyton mentaghrophytes menyebabkan

kelainan pada kuku yang disebabkan oleh jamur Dermatofita, yaitu kuku

1
mengalami perubahan warna dan rapuh. Sehingga untuk mengidentifikasi

karakteristik jamur Trichophyton mentaghrophytes dilakukan pemeriksaan

mikroskopik dengan menggunakan KOH dan pewarna eosin.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum ini adalah bagaimana

karakteristik jamur Trichophyton mentaghrophytes pada pemeriksaan

mikroskopik?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini untuk melihat karakteristik jamur

Trichophyton mentaghrophytes pada pemeriksaan mikroskopik.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui

karakteristik jamur Trichophyton mentaghrophytes pada pemeriksaan

mikroskopik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jamur

Jamur adalah jenis tumbuhan tingkat rendah yang tidak memilki klorofil,

sehingga jamur tidak mampu membentuk makanannya sendiri. Untuk

kelangsungan hidupnya jamur tergantung pada mikroorganisme lain, oleh

karena itu bersifat heterotrofik. Sifat ketergantungan ini maka jamur dapat

berperan sebagai saprofit bila tidak merugikan hospesnya dan berperan

sebagai parasit bila merugikan hospesnya (Khatimah dkk, 2018)

Jamur sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian

eratnya sehingga manusia tidak terlepas dari jamur. Jamur bisa hidup dimana

saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di bagian anggota tubuh

manusia itu sendiri. Yang jelas dimanapun jamur bisa hidup terutama

dilingkungan yang cocok baginya berkembang biak (Khatimah dkk, 2018)

Di dunia ini diperkirakan terdapat 100 ribuan jenis jamur, tergolong ke

dalam fungi. Jamur biasa saja terdiri atas satu sel yang besarnya beberapa

micrometer, atau dapat juga membentuk tubuh buah yang besarnya mencapai

satu meter. Selselnya berderet satu persatu dan membentuk hifa atau benang-

benang (filament), alat perkembangbiakannya berupa spora. Jamur ada

dimana-mana di alam bebas, di air, tanah, dan bahkan di tempat umum.

Karena jamur membutuhkan oksigen yang cukup dan kelembaban tinggi

untuk kelangsungan hidupnya (Khatimah dkk, 2018)

3
2.2 Ciri-ciri Jamur Khas

a. Misselium, yaitu berupa benang tunggal yang bercabang-cabang atau berupa

kumpulan benang-benang yang menjadi satu. Seperti halnya golongan ragi

(Scharomycetes) tubuhnya berupa selsel tunggal.

b. Ciri kedua adalah jamur tidak mempunyai klorofil, sehingga tubuhnya

heterotrof. Sifat ini menyatakan pendapat bahwa jamur merupakan

kelanjutan bakteri didalam evolusi.

2.3 Sifat Jamur

Jamur bersifat kemotropis, menyekresi enzim yang mendegradasi

beragam substrat organik menjadi nutrien-nutrien mampu-larut yang

kemudian diserap secara pasif atau dibawa ke dalam sel dengan transpor

aktif. Kebanyakan jamur patogen bersifat eksogeni, habitat alaminya adalah

air, tanah dan debris organik (Sinaga, 2009).

2.4 Klasifikasi Jamur

Klasifikasi cendawan terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual

dan tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya.

Cendawan yang diketahui tingkat seksualnya disebut cendawan

perfek/sempurna. Meskipun demikian, banyak cendawan membentuk spora

seksual dan tubuh buah hanya dalam keadaan lingkungan tertentu yang

cermat, kalaupun memang membentuknya. Jadi, daur hidup lengkap, dengan

tingkat seksual, bagi banyak cendawan masih belum diketahui (Sinaga,

2009).

4
Cendawan yang belum diketahui tingkat seksualnya dinamakan cendawan

imperfek untuk klasifikasinya harus digunakan ciri-ciri lain diluar tingkat

seksual. Ciri-ciri itu mencakup morfologi spora aseksual dan miseliumnya.

Selama belum diketahui tingkat perfeknya, cendawan tertentu akan

digolongkan dalam suatu kelas khusus, yaitu kelas Deutcromycetes atau fungi

Imperfekti, sampai ditemukan tingkat seksualnya. Kemudian mereka dapat

diklasifikasikan kembali dan ditaruh di dalam salah satu kelas yang lain. Oleh

karena itu, berdasarkan pada cara dan ciri reproduksinya terdapat empat kelas

cendawan sejati atau berfilamen didalam dunia fungi (Sinaga, 2009).

2.5 Cara Penularan Jamur

Cara penularan jamur dapat secara langsung dan tidak

langsung.penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut-rambut

yang mengandung jamur baik dari manusia atau binatang , dan dari tanah.

Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi

jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air (Sinaga, 2009).

2.6 Pertumbuhan Jamur

Jamur tumbuh subur ditempat yang lembab. Itulah sebabnya mengapa

jamur banyak hidup di Indonesia. Jamur pada kulit biasanya menyerang

badan, kaki, lipatan kulit pada orang gemuk (misalnya sekitar leher), di

bawah payudara, beberapa bagian tubuh berambut, ketiak serta selangkangan

(Sinaga, 2009).

5
2.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Sinaga (2009) untuk menegakkan diagnosis onikomikosis,

diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu mikroskopis langsung, dan kultur

jamur. Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan

bahan pemeriksaan. Sebelum bahan diambil, kuku terlebih dahulu

dibersihkan dengan alkohol, untuk membunuh bakteri. Selanjutnya bahan

dipotong menjadi fragmen-fragmen kecil dan dibagi untuk pemeriksaan

mikroskopis langsung dan kultur.

1) Mikroskopis langsung Untuk melihat apakah ada infeksi jamur perlu

dibuat preparat langsung dari kerokan kuku. Sediaan dituangi larutan KOH

20-40% dengan maksud melarutkan keratin kuku sehinggah akan tinggal

kelompok hifa. Dipanasi diatas api kecil, jangan sampai menguap, lihat

dibawah mikroskop dimulai dengan pembesaran 10x dan 40x.

2) Kultur Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong lagi

pemeriksaan mikroskopik langsung untung mengidentifikasi spesies

jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada

media buatan. Spesimen yang dikumpulkan dicawan petri diambil dengan

sengkelit yang telah disterilkan diatas api bunsen. Kemudian bahan kuku

ditanam pada media SDA. Inkubasi pada suhu kamar (25-30ºC) ,

kemudian dalam 1 minggu lihat dan nilai apakah ada perubahan atau

pertumbuhan jamur.

6
2.8 Infeksi Jamur Kuku

2.8.1 Dermatofitosis

Menurut Lestari (2017) Dermatofitosis adalah infeksi yang terjadi pada

kulit kepala dan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Jamur

dermatofita memanfaatkan keratin sebagai sumber nutrisi karena

mempunyai enzim keratinase. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfekti

yang terbagi dalam 3 genus yaitu, Microsporum, Trichophyton dan

Epidermophyton. Menurut Lestari (2017) Ketiga genus ini mempunyai sifat

keratinofilik

a. Patogenesis Dermatofitosis

Penularan dermatofitosis melalui 3 cara, yaitu antropofilik penularan

dari manusia ke manusia ditularkan baik secara langsung maupun tidak

langsung dengan atau tanpa reaksi radang, zoofilik penularan dari hewan

ke manusia, geofilik penularan dari tanah ke manusia secara sporadik

menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.

b. Gejala Klinis Dermatofitosis

Gejala klinis dari dermatofitosis yaitu dapat menyebabkan gejala

dan bentuk yang khas tergantung dari tempat yang diserang seperti tinea

korporis yaitu dermatofitosis pada permukaan yang tidak berambut

kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan bokong, tinea imbrikata yaitu

dermatofitosis pada susunan skuama yang konsentris tinea barbae yaitu

dermatofitosis pada dagu dan jenggot, tinea kapitis yaitu dermatofitosis

pada kulit kepala, tinea pedis yaitu dermatofitosis pada telapak kaki dan

7
tinea unguium yaitu dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.

c. Faktor Predisposis Dermatofitosis

Faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatofitosis adalah udara

yang lembab, pemakaian alas kaki yang lembab, sosial ekonomi yang

rendah, adanya sumber penularan disekitar, penyakit sistemik, obesitas,

penggunaan obat antibiotik, dan sitostatika yang tidak terkendali

d. Diagnosis Dermatofitosis

Diagnosis dermatofitosis dapat dilakukan secara klinis dengan

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan mikroskopis, kultur, dan

pemeriksaan lampu Wood pada spesies tertentu.

e. Pengobatan Dermatofitosis

Pengobatan dermatofitosis dapat dilakukan dengan 2 macam yaitu,

obat topikal seperti golongan Mikonazole, Bifonazole, Ketokenazole, obat

oral seperti golongan Griseofulvin, Ketokonazole, Itrakonazole, dan

Terbinafin.

2.8.2 Onikomikosis

Onikomikosis merupakan penyakit jamur pada kuku yang di sebabkan

oleh jamur dermatofita, Candida, kadang-kadang disebabkan oleh jamur

lain seperti Fusarium, Chephalosporium, Scopulariopsis, dan Aspergillus.

a. Bentuk Klinis Onikomikosis

Menurut Lestari (2017) Onikomikosis dapat ditemui dengan


beberapa bentuk klinis yaitu :

1. Onikomikosis Subungual Distal (OSD)

Jamur menyerang kuku dibawah lempeng kuku melalui

8
hiponikium kemudian kearah proksimal. Kulit telapak kaki dan tangan

merupakan infeksi primer, dan juga bisa menyerang secara letral.

Biasanya disebabkan oleh jamur Tricophyton rubrum, dan

Tricophyton mentagrophytes.

2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)

Infeksi di mulai dari lipat kuku proksimal melalui kutikula dan

masuk ke dalam kuku yang baru kemudian ke arah distal. Kelainan

berupa hiperkeratosis dan onikolisis proksimal serta destruksi

lempeng kuku proksimal. Onikomikosis Subungual Proksiamal ini

jarang di temui, biasanya pada penderita AIDS. Jamur penyebabnya

adalah Tricophyton rubrum.

3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)

Kelainan ini jarang di temui, terjadi bila jamur menginvasi

langsung lapisan superficial lempeng kuku. Bentuk klinis di tandai

dengan bercak-bercak putih keruh berbatas tegas, menyebabkan kuku

menjadi lunak, keras, dan mudah rapuh. Jamur penyebab adalah

Tricophyton mentagrophytes, Non dermatofita seperti Aspergillus,

Acremonium, dan Fusarium.

4. Onikomikosis Kandida (OK)

Invasi jamur melaui sel epitel hiponikium. Banyak menyerang

lempeng kuku sehingga permukaan kuku menjadi buram, kasar, dan

beralur. Disertai perubahan warna kuku menjadi coklat terkadang

menjadi peradangan

9
b. Faktor Predisposisi Onikomikosis

Faktor predisposisi terjadinya onikomikosis yaitu sama dengan

jamur superfisial lainnya seperti kelembapan yang tinggi, trauma

berulang pada kuku, menurunnya sistem imun, dan banyak kontak

dengan air.

c. Diagnosis Onikomikosis

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan

dapat dilakukan secara langsung dan penunjang. Secara langsung

menggunakan KOH 20%, pemeriksaan Hispatologi dengan pewarnaan

PAS (Periodic Acid Schiff), pemeriksaan imunoflorosensi pewarnaan

calcoflour, PCR, dan metode Kultur.

d. Pengobatan Onikomikosis

Pengobatan onikomikosis membutuhkan waktu yang lama.

Pengobatannya dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara sistemik dan

lokal. Pengobat lokal dapat menggunakan bifonazol, amorolfin, dan

siklopiroklamin. Pengobatan sistemik dapat menggunakan flukonzol,

itrakonazol, dan terbinafin. Pengobatan local dan sistemik dapat

dilakuakn dengan cara bersamaan untuk memperpendek massa

pengobatan

10
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu

Pelaksanaan Praktikum Mikologi dilaksanakan pada hari Rabu, 23

September 2020 pukul 15.00 s/d 17.00 WITA.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai

berikut:

1. Kaca penutup

2. Kaca objek

3. Pinset

4. Pipet tetes

5. Skalpet

6. Bunsen

7. Mikroskop

Adapaun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai

berikut:

1. Larutan KOH 20%

2. Pewarna Eosin

3. Sampel Kerokan Kuku

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini ialah

sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan yangt akan digunakan

2. Teteskan larutan KOH 20% pada kaca objek

3. Ambil sedikit sampel kerokan kuku pada larutan KOH 20% dan

dicampurkan selama 2 menit

4. Panaskan suspensi sampel pada bunsen beberapa saat kemudian

didinginkan

5. Tambahkan pewarna eosin sebanyak 1 tetes dan tutup dengan kaca

penutup

6. Amati preparat pada mikroskop dengan 10x - 40x perbesaran

7. Gambarlah hasil pengamatan dan beri keterangan

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil dari praktikum yang telah dilakukan, yaitu sebagai berikut:

NO SAMPEL KARAKTERISTIK SPESIES KETERANGAN

MORFOLOGI
1 Kuku 1 Trichophyton 1. Mempunyai

mentagrophyte hifa

s 2. Bergerombol

seperti anggur

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Jamur pada Kuku

4.2 Pembahasan

Pada pemeriksaan kali ini, sampel yang digunakan adalah kuku. Menurut

Tabri (2016) dalam penelitian Lestari (2017) kuku merupakan salah satu

dermal appendages yang mengandung lapisan tanduk yang ada pada ujung

jari tangan maupun kaki, yang berfungsi sebagai pelindung dari ujung jari

yang memberikan sensifitas daya sentuh, artinya yang menghantar rangsang

sentuh dari reseptor. Bahwa kita ketahui bersama, kuku yang sehat biasanya

berwarna merah muda, halus dan tidak rapuh, namun berbeda dengan kuku

yang terkena infeksi jamur yang biasanya menyebabkan kuku mengalami

perubahan warna dan rapuh.


Pada saat melakukan pemeriksaan secara mikroskopik, sampel kuku

ditetesi KOH 20% dan diwarnai dengan eosin 1 tetes dan dilihat menggunakan

mikroskop pada perbesaran 10X - 40X. KOH yang ditetesi pada sampel

berfungsi untuk melarutkan jaringan sel dan mengkeratinisasi bahan lainnya,

sehingga membuat elemen jamur bisa terlihat dan ditetesi zat warna eosin

untuk mewarnai jamur agar lebih mudah diamati. Sehingga jamur yang terlihat

pada pemeriksaan ini adalah jamur Trichophyton mentagrophytes.

Karakteristik jamur Trichophyton mentagrophytes yang diamati bahwa

jamur ini memiliki hifa (benang halus yang tersusun dari rangkaian sel) dan

bergerombol seperti buah anggur. Trichophyton mentagrophytes ini merupakan

Mikosis superfsial Dermatofitosis yaitu penyakit jamur pada jaringan yang

menjadi zat tanduk (pelindung), seperti kuku, rambut dan juga strum korneum

pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Jamur pada kuku ini

disebabkan oleh jamur Trichophyton mentagrophytes yang memakan keratin

(protein yang membentuk kuku).

Jamur Trichophyton mentagrophytes tumbuh dengan subur di area yang

hangat, gelap, pengap dan lembab. Biasanya jamur ini tumbuh pada seseorang

yang mulai mengalami penurunan sirkulasi darah dan pertumbuhan kuku yang

semakin lambat, biasanya pada orang yang sudah lanjut usia, atau bisa jadi

jamur ini tumbuh akibat cedera pada kuku, orang yang memiliki penyakit

diabetes dan penurunan daya tahan tubuh. Sehingga ketika terinfeksi jamur

kuku yang disebabkan oleh jamur Trichophyton mentagrophytes, harus segera

ditangani agar tidak mengakibatkan infeksi yang lebih parah.

14
BAB V

PENUTUP

15
5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil praktikum adalah pada pemeriksaan jamur

secara mikroskopik terlihat jamur Trichophyton mentagrophytes dengan

karakteristik memiliki hifa (benang halus) dan bergerombol seperti buah

anggur.

5.2 Saran

Adapun saran praktikan terhadap praktikum selanjutnya adalah

melakukan percobaan dengan menggunakan reagen lain seperti LPCB.

DAFTAR PUSTAKA

Mahyudi, M., Hestina, H. 2016. Identifikasi Jamur Penyebab Tinea Unguium


pada Kerokan Kuku Kaki Petani di Desa Rikit Bur Kecamatan Bukit

16
Tusam Kabupaten Aceh Tenggara. Jurnal Analis Laboratorium Medik,
1(2).
Sinaga, N. 2019. Identifikasi Jamur Pada Kuku Petani Di Desa Gajah Dusun Viii
Kecamatan Meranti Kabupaten Asahan. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Medan
Lestari, Widya. 2017. Karya Tulis Ilmiah Identifikasi Jamur Dermatofita pada
Kuku Buruh Pembuat Genteng yang Mengalami Kerapuhan. Universitas
Setia Budi, Surakarta.

LAMPIRAN

Judul: PRAKTIKUM MIKOLOGI PEMERIKSAAN JAMUR KUKU


Link video:https://www.youtube.com/watch?v=30qQVyUrhSw&feature=youtu.be

17

Anda mungkin juga menyukai