Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan laboratorium menjadi salah satu penunjang membantu

menegakkan diagnosa suatu penyakit yang tepat dan terarah sehingga perlu

suatu hasil laboratorium yang baik dan terpercaya. Salah satu pemeriksaan

laboratorium yang penting adalah pemeriksaan imunoserologi pada penderita

hepatitis. Banyak keterangan penting yang dapat diperoleh dari hasil

pemeriksaan ini walaupun pemeriksaan yang dilakukan secara sederhana.

Untuk meminimalisir penularan Hepatitis B secara vertikal dilakukan dengan

screening HBsAg pada ibu hamil. Screening HBsAg pada ibu hamil

menggunakan rapid test bertujuan untuk mengetahui ibu hamil yang positif

HBsAg agar menghindari resiko penularan (Rahmawati, 2018).

Menurut WHO (2018) hepatitis B yaitu salah satu masalah kesehatan

global yang utama dan jenis hepatitis virus yang paling serius. Secara global

pada tahun 2015 diperkirakan bahwa sekitar 257 juta orang hidup dengan

terinfeksi hepatitis B. Selain itu, sekitar 780.000 orang meninggal setiap

tahun yang diakibatkan oleh hepatitis B ini, seperti sirosis hati maupun

kanker hati (WHO, 2019).

Penularan Hepatitis dari ibu ke anak atau secara vertikal memiliki

kemungkinan sekitar 90% hingga 95%. Hal tersebut yang mendasari

Kemenkes memprioritaskan deteksi dini hepatitis B pada ibu hamil. Deteksi

dini hepatitis B pada ibu hamil mulai dilakukan di Indonesia pada 2013,

1
dimulai dari DKI Jakarta dan terus berkembang ke provinsi lain di tahun-

tahun berikutnya. Sejak 2016, pemeriksaan hepatitis dilakukan dengan Rapid

Diagnostic Test (RDT) Hepatitis B surface Antigen (HBsAg).

Berdasarkan Sistem Informasi Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran

Pencernaan (SIHEPI) 2018-2019 jumlah ibu hamil yang diperiksa hepatitis B

sebanyak 1. 643.204 di 34 provinsi. Hasilnya, sebanyak 30.965 ibu hamil

reaktif (terinfeksi virus hepatitis B), dan 15.747 bayi baru lahir dari ibu

rekatif hepatitis B telah diberikan Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg).

Prevalensi Hepatitis di Provinsi Gorontalo berdasarkan laporan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Gorontalo tahun 2018 mencapai 0,55%

dan Gorontalo mencapai urutan tertinggi dengan prevalensi 0,97%. Menurut

data Dinas Kesehatan Kota Gorontalo pada tahun 2017-2018 telah terjadi

peningkatan jumlah ibu hamil yang terinfeksi hepatitis B sebanyak 15 orang,

dimana pada tahun 2017 yaitu 33 orang (1,83%) kemudian mengalami

peningkatan tahun 2018 menjadi 48 orang (2,24%).

Menurut Rahmawati (2008) Hepatitis B ialah penyakit infeksius yang

diakibatkan oleh infeksi virus Hepatitis B (VHB) dengan insidensi tinggi di

dunia. Penularan hepatitis B dapat terjadi secara horizontal dan vertikal.

Penularan secara horizontal terjadi pada satu individu dengan virus hepatitis

B ke individu lain melalui kontak langsung dengan alat yang tercemar dengan

Virus hepatitis B yang dipakai bersama dan melalui cairan tubuh berupa

droplets yang mengandung VHB. Penularan secara vertikal terjadi dari ibu

hamil dengan Hepatitis B ke anaknya melalui plasenta dan pada waktu

2
persalinan normal. Kasus Hepatitis B pada anak sekitar 90 % dikarenakan

penularan vertikal dari ibunya.

Menurut Apriani dkk (2018) kontribusi kesalahan terbesar dalam

pemeriksaan laboratorium yaitu pada tahap pra analitik sekitar 60-70%, untuk

tahap analitik sebesar 15 % dan pasca analatik menyumbang keselahan

sebesar 23%. Sehingga ketika melakukan pemeriksaan, harus memperhatikan

metode yang baik untuk menghasilkan hasil yang akurat untuk meminimalisir

kesalahan pada tahapan Pra Analitik, Analitik maupun Pasca Analitik.

Berdasarkan kejadian yang terjadi di lapangan, bahwa pada saat

melakukan pemeriksaan sampel durasi waktu pembekuan sebelum di

sentrifugasi terlalu singkat, sehingga ketika sampel darah vena ditetesi pada

rapid test waktu pembacaan hasil lama, sekitar 20 menit dan hasil yang keluar

adalah samar-samar, namun ketika sampel melalui sentrifugasi, serum di

letakkan di rapid test waktu pembacaan hanya berkisar 7 menit dan hasilnya

reaktif. Sehingga hal ini perlu diperhatikan agar kedepannya untuk

menunjang keakuratan hasil pemeriksaan harus menggunakan metode yang

tepat. Maka berdasarkan dari uraian latar belakang masalah diatas, peneliti

tertarik untuk meneliti tentang “Perbandingan Hasil Pemeriksaan HBsAg

pada Ibu Hamil Menggunakan Darah Vena yang di centrifuge dan Tanpa

centrifuge”.

1.2 Rumusan Masalah

3
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil

perbandingan dari pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil menggunakan darah

vena yang di centrifuge dan tanpa centrifuge di RS. Toto Kabila?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan HBsAg pada

ibu hamil menggunakan darah vena yang di centrifuge dan tanpa

centrifuge di RS. Toto Kabila.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil

menggunakan darah vena yang di centrifuge di RS. Toto Kabila.

b. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil

menggunakan darah vena yang tidak di centrifuge di RS. Toto

Kabila.

c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil menggunakan darah vena yang

di centrifuge dan tanpa centrifuge di RS. Toto Kabila.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perkembangan

wawasan pengetahuan khususnya dalam ilmu imunoserologi tentang

perbandingan hasil pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil menggunakan

darah vena yang di centrifuge dan tanpa centrifuge

4
b. Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada

masyarakat dan memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya

perbandingan hasil pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil menggunakan

darah vena yang di centrifuge dan tanpa centrifuge, serta memberikan

informasi tentang pentingnya pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil sejak

trimester pertama.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh hampir semua

wanita di dunia. Ketika sel telur bertemu dengan sperma, sehingga terjadi

pembuahan sehingga dapat menyebabkan seseorang bisa hamil. Biasanya,

pada seseorang yang sedang hamil terjadi perubahan di seluruh tubuh,

terutama dipengaruhi oleh hormon-hormon somatotropin estrogen dan juga

progesteron (Agnes dkk, 2013).

Pada kehamilan, terjadi pembuahan pada ovum yang akhirnya

berkembang hingga menjadi fetus. Bila ovulasi terjadi, ovum bersama

berates-ratus sel granulose melekat dan akan dikeluarkan langsung ke dalam

rongga peritoneum. Ketika mengalami ejakulasi pada 5 – 10 menit

pembuahan pada ovum sedang berlangsung. Beberapa sperma akan

dihantarkan melalui uterus ke ampula. Bagian akhir, tepatnya dari tuba

palofii, ovarium yang dibantu oleh kontraksi uterus dan tuba palofii

dirangsang oleh prostaglandin dalam cairan seminal dan cairan oksitosin

(Sofiah, 2016).

2.2 Darah Vena

Darah vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah rendah

oksigen (teroksigenasi atau miskin oksigen) kecuali untuk vena paru, yang

membawa darah beroksigen dari paru-paru kembali ke jantung. Karena darah

vena sistemik kurang oksigen maka warna darah vena sistemik jauh lebih

6
gelap dan lebih merah kebiruan dari darah arteri normal. Pembuluh darah

vena adalah kebalikan dari pembuluh darah arteri karena darah vena

berfungsi untuk membawa darah kembali ke jantung. Namun bentuk dan

susunannya hampir sama dengan arteri (Sari, 2018).

2.2.1 Fungsi Pembuluh Darah Vena

Pembuluh darah vena berdinding tipis dan dapat mengembang. Vena

menampung 75% volume darah total dan mengembalikan darah ke jantung

dalam tekanan yang rendah. Darah vena berwarna lebih tua dan agak ungu

karena banyak dari oksigennya diberikan kepada jaringan. Bila sebuah vena

terpotong maka darah mengalir keluar dengan arus yang rata (Sari, 2018).

2.2.2 Struktur Pembuluh Darah Vena

Menurut Sari (2018) struktur pembuluh darah vena terdiri atas 3 lapis,

yaitu:

a. Turnika adventisia merupakan lapisan terluar yang teridir atas

jaringan ikat yang fibrus yang berfungsi sebagai pelindung.

b. Tunika media merupakan lapisan tengah yang berotot, lebih tipis,

kurang kuat, kurang elastis daripada pembuluh darah arteri yang

berfungsi untuk member tekananterhadap darah.

c. Tunika intima merupakan lapisan dalam yang terbentuk oleh endotelium


dan sangat licin serta dibatasi oleh selapis sel tunggal sel gepeng. Pada

tunika intima di pembuluh darah vena terdapat katup yang berbentuk

7
lipatan setengah bulan terbuat dari lapisan endotelium dan diperkuat

oleh sedikit jaringan fibrus.

2.3 Tinjauan Umum Hepatitis

Hepatitis virus merupakan radang hati yang disebabkan oleh infeksi

virus. Hepatitis dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi

virus hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan, dan kronis

apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan. Hepatitis

kronis pada anak-anak lebih sulit dirumuskan karena perjalanan penyakitnya

lebih ringan daripada orang yang telah dewasa (Rahmawati, 2018).

Hepatitis tidak hanya disebabkan oleh virus, melainkan dapat juga

disebabkan karena keracunan obat dan dari berbagai paparan macam zat

kimia seperti karbon titraklorida, choloform, fosfor, arsen, dan zat-zat yang

digunakan sebagai industri modern juga bisa menyebabkan penyakit

kerusakan hati.. Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis yaitu virus hepatitis

A (HAV), virus Hepatitis B (HBV), virus Hepatitis C (HCV), virus Hepatitis

D (HDV), virus Hepatitis E (HEV).Virus hepatitis masuk dalam Genus

Hedapnavirus dan famili Hepadnaviridae (Rahmawati, 2018).

2.2.1 Klasifikasi Hepatitis

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014),

klasifikasi hepatitis di bagi menjadi 5 diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Hepatitis A

8
Hepatitis A merupakan salah satu penyakit endemis di beberapa

negara berkembang. Hepatitis A berisifat akut karena penularannya

melalui fekal oral. Sumber penularan, umumnya terjadi karena

pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan yang

tercemar, kualitias sanitasi yang buruk, dan personal hygiene rendah.

Gejala bersifat akut, tidak khas bisa berupa demam, sakit kepala,

mual dan muntah sampai ikterus, bahkan dapat menyebabkan

pembengkakan hati. Pencegahan dan pengobatan menjaga

keseimbangan nutrisi dan kebersihan lingkungan.

b. Hepatitis B

Etiologi virus Hepatitis B dari golongan virus DNA. Masa

inkubasi dari virus adalah 60-90 hari, penularan vertikal 95% terjadi

pada masa perinatal (saat persalinan) dan 5% intra uterine. Penularan

horizontal melalui transfusi darah, jarum suntik tercemar, pisau

cukur, tattoo, transplantasi organ. Gejala tidak khas seperti lesu,

nafsu makan berkurang, dapat timbul ikterus, air kencing warna teh,

demam ringan, nyeri abdomen sebelah kanan. Diagnosis ditegakkan

dengan test fungsi hati serum transaminase (ALT meningkat),

serologi HBsAg dan IgM anti HBC dalam serum.

c. Hepatitis C

Penyebab dari Hepatitis C yaitu sirosis dan kanker hati, etiologi

virus Hepatitis C termasuk golongan virus RNA, masa inkubasi virus

2 hingga 24 minggu. Penularan Hepatitis C biasanya melalui darah

9
dan cairan tubuh, penularan masa perinatal sangat kecil, melalui

jarum suntik, transplantasi organ, hubungan seks dapat menularakan

virus hepatitis namun sangat kecil. Kronisitasinya 80% penderita

akan menjadi kronik.

d. Hepatis D

Virus Hepatitis D jarang ditemukan tapi paling berbahaya,

Hepatitis D disebut virus delta, virus ini memerlukan virus Hepatitis

B untuk berkembangbiak sehingga hanya ditemukan pada orang

yang telah terinfeksi virus Hepatitis B.

e. Hepatitis E

Hepatitis E dikenal sebagai Hepatitis Non A – Non B, etiologi

virus Hepatitis E termasuk virus RNA. Masa inkubasi virus 2-9

minggu. Penularan melalui secara fokal oral, dengan didapatkannya

IgM dan IgG anti HEV pada penderita yang terinfeksi. Pengobatan

antivirus belum ditemukan, namun tetap melakukan pencegahan

dengan menjaga kebersihan lingkungan, terutama kebersihan

makanan dan minuman.

2.4 Tinjauan Hepatitis B

HBsAg atau Hepatitis B Surface Antigen adalah yang ditemukan pada

permukaan virus pada antigen permukaan hepatitis B dan juga pada

partikelnya, serta berbentuk tubular yang tidak melekat. Ketika adanya

antigen ini akan menunjukkan infeksi akut atau karier kronik (didefinisikan

sebagai >6 bulan). Antibodi terhadap antigen permukaan akan terjadi setelah

10
infeksi alamiah atau dapat ditimbulkan oleh imunisasi hepatitis B. HBsAg

dapat terdeteksi setelah terinfeksi dan pada minggu ke 1 sampai dengan 6

sebelum muncul gejala klinisnya. Uji untuk memunjukkan keberadaan

HBsAg menjadi salah satu standar yang digunakan untuk mengidentifikasi

infeksi awal oleh HBV (Nuraeni, 2016).

Hepatitis B merupakan suatu proses peradangan yang terjadi pada

jaringan hati. Secara popular dikenal dengan istilah penyakit hati, sakit liver,

ataupun sakit kuning. Peradangan hati dapat menyebabkan kerusakan sel-sel,

jaringan, bahkan semua bagian organ hati. Hepatitis dapat terjadi karena

penyakit yang menyerang sel-sel hati atau penyakit lain yang menyebabkan

komplikasi pada organ hati. Virus hepatitis digolongkan dalam famili yang

berbeda-beda. Salah satuya adalah virus hepatitis B yang termasuk ke dalam

Genus Hedapnavirus dan famili Hepadnaviridae. Virus hepatitis B berbentuk

sferik plomorfik dengan diameter 42 nanometer (nm). Genom virus terdiri

dari DNA untai ganda parsial yang mengandung sekitar 3200 pasang basa.

Lapisan luarnya terdiri dari antigen HBsAg yang membungkus partikel inti

(core). Pada inti terdapat DNA polimerase virus, antigen inti (HbcAg) dan

antigen e (HbeAg) (Nuraeni, 2016).

Protein yang dibuat oleh virus Hepatitis B bersifat antigenik serta

memberi gambaran tentang keadaan penyakit (pertanda serologi khas) adalah

Surface antigen atau HBsAg yang berasal dari selubung, yang positif kira-

kira 2 minggu sebelum terjadinya gejala klinis, core antigen atau HBcAg

yang merupakan nukleokapsid virus hepatitis badan antigen atau HBeAg

11
yang berhubungan erat dengan jumlah partikel virus yang merupakan antigen

spesifik untuk hepatitis B (Nuraeni, 2016).

HBsAg adalah salah satu bagian dari struktur Hepatitis B virus yang

sering dilakukan dalam pemeriksaan skrining dari penyakit HBV. Hepatitis B

dapat bertahan pada suhu dan kelembapan yang ekstrim. Sehingga darah dan

cairan tubuh merupakan penularan yang utama. Di daerah endemis hepatitis B

penularannya tinggi, penularan vertikal dari ibu ke anak pada saat melakukan

persalinan merupakan cara utama penularannya sedangkan penularan

horizontal di daerah yang bendemisnya rendah, penularan hepatitis B melalui

transfusi, produk darah, dialisis, kecelakaan tertusuk jarum yang

terkontaminasi, dan penularan seksual merupakan cara utama infeksi HBV

(Notes, 2008).

Adanya HBsAg dalam serum pasien menandakan positif hepatitis B.

Hepatitis yaitu proses peradangan pada jaringan hati. Secara popular dikenal

dengan istilah penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning.Peradangan hati

dapat menyebabkan kerusakan sel-sel, jaringan, bahkan semua bagian organ

hati. Hepatitis dapat terjadi karena penyakit yang memang menyerang sel-sel

hati atau penyakit lain yang menyebabkan komplikasi pada hati (Radji, 2015).

Menurut Radji (2015), masa inkubasi dari hepatitis B berkisar antara 45–

180 hari dan lamanya masa inkubasi tergantung pada jumlah virus yang

masuk ke dalam tubuh dan cara penularan serta daya tahan pasien. Penyakit

ini sering dijumpai pada 30–50% pada usia > 50 tahun dan 10% pada usia <

50 tahun. Biasanya keluhan yang sering terjadi pada penderita hepatitis B

12
diantaranya adalah mual, tidak nafsu makan, lemas, muntah, nyeri pada otot

dan sendi, demam, kencing berwarna coklat tua dan kulit berwarna kuning.

Kebanyakan kasus dengan infeksi hepatitis B akan sembuh dalam waktu 6

bulan dan mengalami kekebalan. Dimana 15–20% akan menjadi hepatitis

kronik atau penyakit hati menahun yang kemudian menjadi sirosis hati dan

berkembang menjadi kanker hati. Virus hepatitis B 100 kali lebih infeksius,

yakni lebih berpotensi menyebabkan infeksi dibandingkan virus HIV karena

masa tunasnya cukup pendek, yaitu sekitar 3 bulan. Virus hepatitis B dapat

ditemukan di dalam darah, air ludah, air susu ibu, cairan sperma, atau sekret

vagina penderita.

2.4.1 Penularan Hepatitis B

Virus hepatitis B terdapat pada cairan tubuh manusia, diantaranya

adalah dalam darah, air liur, feses, urin, sperma, dan juga cairan vagina.

Secara epidemiologi, virus hepatitis B dapat ditularkan melalui 2 cara,

yaitu penularan secara vertikal dan secara horizontal. Penularan secara

horizontal, yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang

pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya

melalui hubungan seksual, terpapar darah yang terkontaminasi HBV,

transfusi darah, pasien hemodialisis, penggunaan tattoo permanen dan

tindik, pasien akupuntur, dan penggunaan peralatan yang dapat

berhubungan dengan darah serta terkontaminasi virus hepatitis B,

misalnya pisau cukur, gunting, dan gunting kuku (Radji, 2015).

13
Penularan virus hepatitis B secara vertikal adalah penularan dari

ibu yang HBsAg positif kepada bayi yang dikandungnya. Risiko

keseluruhan dari infeksi janin kia-kira 75% jika ibu terinfeksi pada

trimester ketiga atau masa nifas dan risiko ini jauh lebih rendah yaitu 5-

10% jika ibu terinfeksi pada awal kehamilan atau trimester pertama.

Sebagian besar infeksi hepatitis B pada bayi baru lahir terjadi saat

proses persalinan dari ibu yang positif menderita hepatitis B. Infeksi

virus hepatitis B akan menular melalui air susu ibu, sekret vagina,

darah. Virus akan melakukan transmisi kepada janin melalui darah.

Sebagian kecil lainnya dapat menular secara transplasental (Radji,

2015).

Menurut Radji (2015), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya penularan infeksi hepatitis B diataranya adalah :

a. Faktor Hospes

1) Umur

Virus hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur.

Infeksi yang paling sering terjadi adalah pada bayi dan anak-anak

yang akan berisiko menjadi kronis. Kejadian hepatitis kronis pada

bayi sekitar 90%, pada anak usia sekolah sekitar 23 -26 %,

sedangkan pada orang dewasa sekitar 3 –10 %. Hal ini berkaitan

dengan keberadaan antibodi di dalam tubuh untuk mencegah

terjadinya hepatitis B kronis. Bayi lebih sering terinfeksi hepatitis

B karena sistem imun pada bayi belum berkembang dengan

14
sempurna terutama pada bayi yang belum mendapatkan imunisasi

hepatitis B.

2) Jenis Kelamin

Pada umumnya, wanita 3 kali lebih sering terinfeksi hepatitis

B dibandingkan dengan pria. Hal ini bisa terjadi karena wanita

lebih mudah untuk mengalami komplikasi jika terinfeksi suatu

penyakit.

3) Kebiasaan Hidup

Sebagian besar penularan virus hepatitis B terjadi pada

remaja, hal ini disebabkan karena aktifitas seksual dan perilaku

yang menyimpang antara lain homoseksual, pecandu narkotika

suntik, pengguna tattoo permanen dan lainnya.

4) Pekerjaan

Kelompok risiko tinggi untuk mendapatkan infeksi virus

hepatitis B adalah dokter bedah, dokter gigi, petugas kamar

operasi, perawat, bidan, dan petugas laboratorium yang dimana

mereka sering kontak dengan penderita hepatitis B dan spesimen

penderita.

b. Faktor Perbedaan Antigen Virus

Virus hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen utama, yaitu HBsAg,

HBcAg dan HBeAg. HBsAg sebagai penanda infektivitas HBV akut

atau pembawa penyakit kronis. HBcAg tidak beredar bebas dalam

15
darah, sedangkan HBeAg tidak berikatan dengan virus tetapi beredar

bebas dalam darah dan terdapat pada infeksi HBV aktif.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan virus

hepatitis B antara lain adalah lingkungan dengan sanitasi yang

buruk, daerah dengan angka prevalensi hepatitis B yang tinggi,

daerah unit bedah, unit laboratorium klinik, unit bank darah, unit

ruang hemodialisa, ruang transplantasi dan unit perawatan penyakit

dalam.

2.4.2 Gejala Klinis

Gejala hepatitis B berbagai macam variasi dari tanpa gejala sampai

gejala yang berat, contohnya seperti muntah darah dan koma. Pada

hepatitis akut gejala amat ringan dan apabila ada gejala, maka gejala itu

seperti gejala influenza. Gejala itu berupa demam ringan, mual, lemas,

anoreksia, mata jadi kuning, kencing berwarna gelap, diare dan nyeri

otot. Pada sebagian kecil gejala dapat menjadi berat dan terjadi

fulminan hepatitis yang mengakibatkankematian. Infeksi hepatitis B

yang didapatkan pada masa perinatal dan balita biasanya asimtomatik

dan dapat menjadi kronik pada 90% kasus. Sekitar 30% infeksi hepatitis

B yang terjadi pada orang dewasa akan menimbulkan ikterus dan pada

0,1-0,5% dapat berkembang menjadi fulminan. Pada orang dewasa 95%

16
kasus akan sembuh dengan sempurna yang ditandai dengan

menghilangnya HBsAg dan timbul Anti-HBs (Noer dkk, 2007).

Apabila seorang terinfeksi hepatitis B pada usia yang lebih lanjut

biasanya gejala peradangannya singkat dan gejala penyakit tidak berat.

Pada fase nonreplikatif masih dapat ditemukan replikasi virus hepatitis

B akan tetapi sangat sedikit sekali karena ditekan oleh respons imun

penderita. Terdapat 2 jenis hepatitis kronik B yaitu hepatitis B kronik

dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif.

Pasien yang mengalami infeksi perinatal dapat pula menjadi hepatitis

kronik dengan HBeAg yang positif disertai dengan peningkatan ALT

akan tetapi sesudah waktu yang cukup lama (10-20 tahun) (Noer,

2007).

HBeAg biasanya akan diikuti dengan membaiknya keadaan

biokimiawi dan histologi. Serokonversi e antigen menjadi e antibodi

dapat terjadi pada 50-70% pasien yang mengalami peninggian ALT

(Alanin Amino Transferase) dalam waktu 5-10 tahun setelah

terdiagnosis. Biasanya hal ini akan terjadi pada orang dengan usia yang

lebih lanjut, perempuan dan nilai ALT yang tinggi. Pada umumnya

apabila terjadi serokonversi, maka gejala hepatitisnya juga menjadi

tidak aktif walaupun pada sebagian kecil masih ada gangguan

biokimiawi dan aktivitas histologiserta peningkatan kadar HBV DNA.

Infeksi HBsAg inaktif ditandai oleh HBsAg-positif, Anti-HBe dan tidak

terdeteksinya HBV DNA serta ALT normal. Meskipun demikian

17
kadang-kadang masih didapatkan sedikit tanda peradangan pada

pemeriksaan patologi anatomi. Apabila serokonversi terjadi sesudah

waktu yangcukup lama dapat pula ditemukan gejala kelainan pada

sediaan patologi anatomi (Noer, 2007).

2.4.3 Pencegahan dan Pengobatan Hepatitis B

Menurut Radji (2015), penderita penyakit hepatitis B tidak dapat

disembuhkan secara total, tetapi hepatitis B dapat dicegah agar tidak

terpapar virus hepatitis B. Cara yang paling baik untuk mencegah

penyakit hepatitis B adalah dengan vaksinasi. Jenis vaksin hepatitis B

yang tersedia adalah Recombivax HB dan Energix-B. Kedua vaksin

tersebut membutuhkan tiga kali suntikan yang diberikan selama jangka

waktu enam bulan. Efek samping yang biasanya dirasakan adalah terasa

sakit pada daerah suntikan dan gejalanya mirip dengan seseorang yang

sedang flu ringan.

Pencegahan umum terhadap hepatitis B lainnya adalah sebagai

berikut:

a. Melakukan vaksinasi dengan benar.

b. Skrining donor darah dengan teliti.

c. Alat dialisis digunakan secara individual, dan untuk pasien dengan

hepatitis B positif harus disediakan mesin tersendiri.

d. Menggunakan jarum sekali pakai dan sampah infeksius dibuang ke

tempat khusus.

18
e. Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan

sarung tangan dan selalu bersikap aseptis agar tidak terpapar oleh

cairan tubuh pasien yang terinfeksi hepatitis Bserta melakukan

imunisasi rutin.

f. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ketiga

kehamilan, terutama ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HBV. Ibu

hamil dengan hepatitis B positif ditangani secara terpadu. Setelah

melahirkan, bayi diimunisasi aktif dan pasif terhadap virus hepatitis

B (Notes, 2008).

Pengobatan hepatitis B akut meliputi istirahat yang cukup, banyak

minum, melakukan perawatan intensif pada kasus fulminan,

menghindari konsumsi alkohol dan obat penawar rasa sakit, dan

menghindari transplantasi hati karena dapat mengalami komplikasi

akibat kemungkinan reinfeksi cangkok hati. Memberikan imunisasi

pasif dengan immunoglobulin hepatitis B yang diberikan segera setelah

paparan HBV karena memberikan perlindungan cepat tetapi dalam

jangka waktu yang pendek.

Sedangkan pengobatan hepatitis B kronik dapat berupa

peningkatan sistem imun. Obat-obatan nukleotida antivirus yang

memiliki aktifitas terhadap HBV diantaranya adalah lamivudin,adefovir

dipivoksil, interferon-α, tenofovir, asiklovir, famsiklovir, gansiklovir,

zadaksin, kolkisin, interferon-β dan interferon-μ (Radji, 2015).

19
Pengobatan interferon biasanya berhubungan dengan efek samping

seperti neutropenia, trombositopenia, yang biasanya masih dapat

ditoleransi, namun kadang-kadang perlu dilakukan modifikasi dosis.

Terapi interferon yang menginduksi hepatitis flare dapat menyebabkan

dekompensasi pada pasien dengan sirosis dan dapat berbahaya bagi

pasien dengan dekompensasi hati. Lama terapi interferon standar adalah

4-6 bulan sedangkan pegilated interferon adalah 12 bulan (Notes,

2008).

2.4.4 Metode Pemeriksaan

Pemeriksaan HBsAg dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu

dengan metode RIA (Radio Immuno Assay), ELISA (Enzym Linked

Immuno Sorbent Assay), dan Immunochromatography Test (ICT).

Menurut WHO metode ELISA merupakan metode gold standart dari

pemeriksaan antigen hepatitis B ELISA dan memiliki tingkat

sensitivitas yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan untuk

mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat

rendah. Hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi dan antigen

bersifat sangat spesifik. Jenis antigen yang digunakan oleh teknik

ELISA adalah antibodi monoklonal yaitu antibodi yang hanya

mengenali satu antigen.

Kendala pemeriksaan ELISA yaitu harga antibodi monoklonal

relatif lebih mahal, sehingga pengujian teknik ELISA ini membutuhkan

biaya yang relatif mahal. Selain itu teknik ELISA membutuhkan waktu

20
pengerjaan yang sangat lama dan rumit. Pemeriksaan HBsAg rapid

screening test merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang

berdasarkan prinsip atau metode immunokromatografi. Penggunaan

metode immunokromatografi karena selain dapat menentukan HBsAg

secara kualitatif metode ini juga spesifik untuk mendeteksi virus

hepatitis B dan merupakan cara pemeriksaan yang praktis, cepat dan

mudah dikerjakan.

Mengetahui adanya HBsAg dalam serum, atas dasar reaksi

(HBsAg) dengan antibodi spesifik dalam serum. Adanya garis merah

pada area control dan test dikarenakan terjadi gaya kapilaritas pada

membran alat rapid test. Terbentuknya garis merah merupakan reaksi

antara HBsAg dengan Anti-HBs yang sudah dilapisi dengan konjugat

koloidal. Konjugat koloidal yang semula tidak berwarna akan berwarna

merah bila terjadi ikatan antara antigen-antibodi secara kapilaritas

dengan serum yang mengandung HBsAg sebagai antigen dan

immunokromatografi stick yang sudah terdapat anti-HBs sebagai

antibodi (Wijayanti, 2016).

21
Gambar 1. Strip HBsAg
(sumber: Wijayanti, 2016)

Gambar 2. Strip Invalid HBsAg


(sumber: Fauzi, 2019)
Keterangan:
Reaktif: Garis berwarna muncul diwilayah control dan test
Non Reaktif: Hanya satu garis berwarna yang muncul diwilayah
control
Invalid : Tidak ada garis yang terlihat sama sekali

Rapid diagnostic tests (RDTs) merupakan tes sekali pakai yang

disediakan dalam format sederhana yang biasanya tidak memerlukan

reagen tambahan kecuali yang ada disertakan dalam test kit. Mereka

dibaca secara visual dan bisa memberikan kualitatif yang sederhana

hasilnya kurang dari 30 menit. Karena kesederhanaan, biaya dan waktu

22
penyelesaian yang cepat, mereka dapat dilakukan oleh penyedia awam

terlatih atau petugas layanan kesehatan. RDT yang berkualitas terjamin

karenanya sangat berguna dalam pengaturan di mana layanan pengujian

berbasis laboratorium konvensional tidak tersedia (Fauzi, 2019).

2.5 Pemeriksaan HBsAg pada Ibu Hamil

Pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil dilakukan untuk mendeteksi adanya

infeksi hepatitis B. Virus hepatitis B pada ibu hamil dapat menjadi risiko

penularan yang tinggi kepada janinnya. Pada masa kehamilan, terjadi

perubahan yang dimulai setelah proses pembuahan sampai masa kehamilan.

Perubahan tersebut meliputi perubahan adaptasi anatomis, fisiologis, dan

biokimiawi. Pada saat perubahan itu terjadi, jika ibu mengidap Hepatitis B

maka janin yang dikandungnya dapat terinfeksi virus tersebut (Rahmawati,

2018).

Pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil dilakukan sebagai skrining terhadap

penyakit hepatitis B, terutama sebagai penanganan terhadap ibu yang

melahirkan, terhadap bayinya, dan terhadap tenaga medis yang membantu

proses persalinan. Sebelum melakukan persalinan, pemeriksaan HBsAg dapat

menginformasikan pada ibu hamil dan tenaga medis agar bersikap aseptis

pada saat melakukan persalinan. Beberapa faktor penyebab ibu hamil

mengidap hepatitis B yaitu tertular dari kontak seksual, menggunakan jarum

suntik yang terkontaminasi virus hepatitis B, atau pernah mendapatkan

transfusi darah yang tidak mendapatkan skrining hepatitis B secara ketat

(Rahmawati, 2018).

23
Penularan virus hepatitis B dari ibu kepada janinnya dapat terjadi pada saat

proses persalinan, yaitu melalui darah dan sekret vagina. Proses persalinan

secara caesardianjurkan untuk pasien HBsAg positif untuk mengurangi risiko

penularan Hepatitis B, dan melakukan terapi dengan menggunakan kombinasi

dari antibodi pasif dan aktif melakukan imunisasi dengan vaksin Hepatitis B

pada bayi baru lahir (Rahmawati, 2018).

2.6 Centrifuge

2.6.1 Pengertian Centrifuge

Centrifuge merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan

komponen-komponen penyusun suatu campuran berdasarkan sifat

fisika zat penyusunnya. Metode yang digunakan pada centrifuge disebut

sentrifugasi. Sentrifugasi merupakan proses pemisahan partikel

berdasarkan berat partikel tersebut terhadap densitas layangnya

(bouyant density), dengan gaya sentrifugal maka akan terjadi perubahan

berat partikel dari keadaan normal menjadi meningkat seiring dengan

kecepatan putaran terhadap sumbu (Nugroho, 2013).

Proses pemisahan terjadi dengan cara partikel yang densitasnya

lebih tinggi daripada pelarutan mengendap atau mengalami sedimantasi,

sedangkan partikel yang densitasnya lebih rendah akan mengapung

keatas yang disebabkan karena densitas yang tinggi membuat partikel

24
bergerak lebih cepat dan mengendap. Jika tidak ada perbedaan densitas

dalam suatu larutan (kondisi isoponik) maka partikel akan tetap

seimbang (Nugroho, 2013).

2.5.2 Prinsip kerja Centrifuge

Prinsip yang digunakan dalam pemisahan sentrifugal yakni objek

diputar secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di

dalam tabung atau silinder yang berisi campuran cairan dan partikel,

maka campuran tersebut dapat bergerak menuju pusat rotasi, namun hal

tersebut tidak terjadi karena adanya gaya yang berlawanan yang menuju

kearah dinding luar silinder atau tabung, gaya tersebut adalah gaya

sentrifugasi. Gaya inilah yang menyebabkan partikel-partikel menuju

dinding tabung dan terakumulasi membentuk endapan (Nugroho, 2013).

Centrifuge laboratorium yang digunakan untuk pemisahan skala kecil.

Volume cairan ditangani oleh perangkat berada dalam kisaran 1 –

5.000 mL. Ketika tabung centrifuge berputar, aksi sentrifugal

menciptakan diinduksi medan gravitasi dalam arah keluar relatif

terhadap sumbu rotasi dan mendorong partikel atau bahan endapan ke

bagian bawah tabung. Kecepatan rotasi sentrifugal berkisar dari 1.000 –

15.000 rpm (Nugroho, 2013).

Menurut buku Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium

Kesehatan oleh World Health Organization (WHO) tahun 2011, prinsip

sentrifugasi yaitu ketika suatu benda bergerak melingkar dengan tepat,

25
akan dihasilkan gaya yang menjauhkan benda tersebut dari pusat

lintasan geraknya.

2.6.3 Komponen-komponen Centrifuge

Menurut WHO (2011) komponen sebuah centrifuge terdiri atas:

a.Kumparan sentral yang berputar dengan kecepatan tinggi

b. Kepala centrifuge terliksasi ke kumparan sentral, dengan wadah

tabung

c.Tabung berisi suspensi yang akan disentrifugasi.


Ketika kumparan berputar, gaya sentrifugal bekerja pada tabung.

Tabung berayun ke posisi horizontal dan partikel-partikel dalam

suspensi terdorong ke dasar tabung. Partikel-partikel ini membentuk

konsentrat yang dapat dipisahkan dari supernatan dan kemudian

diperiksa. Konsentrat dapat mengandung:

a.Sel-sel darah.

b. Telur parasit (dalam feses yang diencerkan).

c.Sel-sel saluran kemih (dalam urine).


2.6.4 Fungsi Centrifuge

Dalam pemeriksaan kimia darah, centrifuge adalah salah satu alat

yang sangat dibutuhkan karena sampel pemeriksaan kimia darah

umunya adalah serum dan plasma. Serum adalah darah yang terdapat

26
dalam tabung di centrifuge dengan kecepatan tinggi untuk

mengendapkan semua sel-selnya. Cairan diatasnya yang berwarna

kuning jernih disebut serum. Plasma adalah darah dalam tabung yang

berisi antikoagulan lalu disetrifuge dalam waktu dan kecepatan tertentu,

sehingga terpisah plasma dan bagian yang lainnya. Plasma masih

mengandung fibrinogen (Nugroho, 2015).

Sampel pemeriksaan yang umumnya digunakan dalam pemeriksaan

HBsAg adalah serum dari darah vena. Serum didapat dengan cara

sejumlah darah dimasukkan kedalam tabung dan dibiarkan selama 15-

30 menit maka darah tersebut akan membeku lalu di centrifuge dengan

kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan keluarlah cairan bening

berwarna kuning jerami (Nugroho, 2015).

2.7 Hipotesis

a. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan HBsAg menggunakan darah

vena yang di centrifuge dan tanpa centrifuge.

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan hasil pemeriksaan HBsAg menggunakan darah vena

yang di centrifuge dan tanpa centrifuge.

2.8 Kerangka Konsep


Faktor Penularan
Virus Hepatitis Virus

- Suami
- Keluarga
- Lingkungan
27
- Transfusi
Darah/Operasi
- Tato
Ibu hamil

Trimester I Trimester II Trimester III

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Vena

Pemeriksaan Hematologi Pemeriksaan Serologi Pemeriksaan Kimia


Klinik
Centrifuge Tidak Centrifuge

Hasil pemeriksaan HBsAg

Positif Negatif

Keterangan:

= yang diteliti

= yang tidak diteliti

28
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
(sumber: Nuraeni, 2016)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Observasional Analitic dengan pendekatan kuantitatif, karena menurut

Masturoh, dkk (2018) untuk mengetahui sebuah analisis statistik yang

dilakukan untuk menguji hipotesis dan menganalisis perbandingan.

Menggunakan pendekatan kuantitatif menurut Siswanto (2014), penelitian

kuantitatif merupakan penelitian yang lebih menekankan pada informasi

dalam bentuk angka, angka tersebut dapat mewakili suatu variabel. Dalam

penelitian ini yaitu untuk melihat perbandingan hasil pemeriksaan HBsAg

menggunakan darah vena yang di centrifuge dan tanpa centrifuge di RS. Toto

Kabila.

3.2 Desain Penelitian

29
Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional,

menurut Siswanto (2014) cross-sectional merupakan cara pengambilan

sampel dengan menekankan waktu observasi dalam waktu yang bersamaan

dan pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama sekaligus. Penelitian

cross-sectional digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat

perbandingan hasil pemeriksaan HBsAg menggunakan darah vena yang di

centrifuge dan tanpa centrifuge serta faktor yang mempengaruhi hasil

pemeriksaan HBsAg menggunakan darah vena yang di centrifuge dan tanpa

centrifuge di RS. Toto Kabila.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi untuk penelitian dilakukan di Laboratorium RSUD. Toto Kabila

Kabupaten Bone Bolango. Adapun waktu penelitian ini akan dilaksanakan

pada bulan November hingga Desember 2020.

3.4 Populasi dan Sampel

a. Populasi

Menurut Sumantri (2015) populasi atau semua objek penelitian yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi dari penelitian ini

adalah seluruh ibu hamil di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango.

b. Sampel

Menurut Salim (2012) sampel merupakan sebagian populasi yang

menjadi objek penelitian. Pada penetapan atau pengambilan sampel dari

populasi mempunyai aturan dimana sampel mewakili terhadap

populasinya. Sampel dari penelitian ini adalah sebagian ibu hamil di

30
RSUD Toto Kabila kabupaten Bone Bolango yaitu sebanyak 30 sampel

dengan kriteria dalam perhitungan besar sampel yakni:

1) Kriteria Inklusi

a. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan HBsAg di RSUD Toto

Kabila.

b. Ibu hamil dengan pemeriksaan HBsAg positif

2) Kriteria Eksklusi

1. Ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan ANC (Antenatal Care)

a. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus besar sampel

estimasi proporsi (Notoatmodjo, 2012). Dengan rumus sebagai berikut :

n = Z21 –α / 2 P (1-P)

d2

n = 1,642 . 0,50 (1-0,50).

0,152

n = 2,6896 . 0,50 (0,5)

0,0225

n = 2,6896 . 0,25

0,0225

n = 0,6724

0,0225

31
n = 29,88 (30 sampel).

Keterangan :
N = Total Sampel
Z21 –α / 2 = Derajat kemagnaan yaitu 90% = 1,64
P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, ditetapkan
yaitu 50% = 0,50
D = Derajat penyimpangan dan tingkat kesalahan yang
diinginkan yaitu (15% = 0,15).

3.5 Tenik Pengambilan Sampel (Sampling)

Teknik pengambilan sampel untuk kasus dalam penelitian ini dilakukan

secara acak yaitu Non Random Sampling. Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian adalah Accindental sampling, yaitu pengambilan sampel

secara kebetulan pada tempat yang akan dilakukan penelitian (Chandra,

2008).

3.6 Kerangka Operasional

Pasien ibu hamil di RSUD Toto kabila kabupaten Bone Bolango

Populasi ibu hamil di RSUD Toto kabila kabupaten Bone


Bolango

Teknik Acindental
sampling
Sampel ibu hamil di RSUD Toto kabila kabupaten Bone
Bolango

Melakukan pengambilan sampel HBsAg

Sampel darah vena yang di centrifuge dan tanpa centrifuge.

32
Hasil pemeriksaan:
Positif atau Negatif

Pengolahan data, analisis data dan penyajian data

Hasil, pembahasan, kesimpulan dan saran

(sumber: Nuraeni, 2016)

3.7 Variabel Penelitian

Menurut Enjelika (2019) variabel yaitu semua yang dijadikan objek

penelitian berupa faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa yang akan

diteliti sehingga mendapatkan informasi tentang hal tersebut dan ditarik

kesimpulan. Dalam variabel penelitian ini untuk melihat perbandingan hasil

pemeriksaan HBsAg dengan menggunakan darah vena yang di centrifuge dan

tanpa di centrifuge.

3.8 Devinisi Operasional

No Variabel Devinisi operasional Cara pengukuran Kategori Skala


. Data
1. Sampel darah Pemeriksaan dengan Immunokromatografi 0 = (99%) Rasio /
vena yang di menggunakan sampel Sensitivitas interval
centrifuge darah vena yang di 1 = (99%)
(bebas/X1) centrifuge untuk Spesifisitas
mendapatkan serum dan
di tetesi ke dalam kit.
2. Sampel darah Pemeriksaan dengan Immunokromatografi 0 = (99%) Rasio /
vena yang menggunakan sampel Sensitivitas interval
tidak di darah vena yang tidak 1 = (99%)
centrifuge di centrifuge, langsung Spesifisitas

33
(bebas/X2) di tetesi darah di kit.

3.9 Tehnik Pengumpulan Data

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pra Analitik

Menurut Gandasoebrata (2013) peralatan yang digunakan dalam

penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Centrifuge

2. Torniquet

3. Spuit 3 ml

4. Tabung tutup merah

5. Mikropipet

6. Tip

7. Rapid test HBsAg

Menurut Gandasoebrata (2013) adapun bahan yang digunakan

dalam penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Darah Vena

2. Serum

3. Alcohol Swab

b. Analitik

Menurut Gandasoebrata (2013) adapun prosedur kerja yang digunakan

dalam penelitian yaitu sebagai berikut:

a) Menggunakan Centrifuge

1. Memakai alat pelindung diri.

34
2. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

3. Mengidentifikasi kembali data pasien.

4. Melakukan pengambilan darah vena dan diletakkan di dalam tabung

tutup merah

5. Di sentrifugasi untuk mendapatkan serum

6. Keluarkan tes strip dari kemasan dan segera gunakan

7. Serum hasil sentrifugasi di tetesi di rapid test selama 10 menit

8. Catat hasil pemeriksaan pada form laboratorium dan buku register.

9. Menyerahkan hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien dan

menyarankan pasien pada poli yang merujuk.

10. Membuang limbah pada tempat sampah yang sesuai dengan jenis

limbah.

b) Tanpa menggunakan Centrifuge

1. Memakai alat pelindung diri.

2. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

3. Mengidentifikasi kembali data pasien.

4. Melakukan pengambilan darah vena

5. Keluarkan tes strip dari kemasan dan segera gunakan

6. Darah di tetesi di rapid test selama 10 menit

7. Catat hasil pemeriksaan pada form laboratorium dan buku register.

8. Menyerahkan hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien dan

menyarankan pasien pada poli yang merujuk.

35
9. Membuang limbah pada tempat sampah yang sesuai dengan jenis

limbah.

c. Pasca Analitik

Menurut Gandasoebrata (2013) hasil pemeriksaan dari pemeriksaan

HBsAg yaitu sebagai berikut:

1. Reaktif: Garis berwarna muncul diwilayah control dan test

2. Non Reaktif: Hanya satu garis berwarna yang muncul diwilayah

control

3. Invalid : Tidak ada garis yang terlihat sama sekali

3.10 Pengolahan Data

Menurut Notoadmodjo (2012) Pengolahan data dilakukan setelah data

penelitian terkumpul, pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara menggunakan aplikasi SPSS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Editing Data

Peneliti mengkaji dan meneliti kembali data yang diperoleh pada

tahap ini, kemudian memastikan apakah terjadi kekeliruan atau tidak

dalam proses memperoleh data. Editting dilakukan dengan cara

memastikan atau membaca kembali identitas pasien ibu hamil yang

melakukan pemeriksaan.

2. Coding Data

Peneliti melakukan pemberian kode yang berupa angka-angka

terhadap data yang masuk berdasarkan variabelnya masing-masing pada

tahapan ini. Sehingga dalam melakukan analisa data akan lebih mudah.

36
3. Entry Data

Peneliti memasukan data berupa angka-angka yang diberi kode dan

akan diteliti, dalam tahapan ini juga melakukan analisa data agar data

yang dihasilkan sesuai dengan data yang dibuat.

4. Cleaning Data

Pada tahapan ini peneliti membersihkan data atau menghapus data-

data yang tidak diperlukan atau terlibat dalam menganalisa data sehingga

mendapatkan hasil yang sesuai.

5. Tabulating Data

Pada tahap ini peneliti melakukan pengelompokan data ke dalam

suatu tabel tertentu menurut kategori yang dimilikinya.

6. Describing Data

Pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan data dengan

menggambarkan dalam bentuk interpretasi dari hasil tabel yang telah

dilakukann analisa data.

3.11 Analisis Data

Menurut Sugiyono (2012) analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan program SPSS (Statistical Package For Social Science)

merupakan sebuah aplikasi atau program komputer yang berguna untuk

membuat berbagai jenis analisis statistika. Analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan analisis univariat deskriptif dan bivariat yaitu

untuk menggambarkan dan melihat perbandingan dari karakteristik data dari

37
sampel HBsAg dengan menggunakan darah vena yang di centrifuge dan tanpa

di centrifuge yang diteliti.

2.11 Penyajian

Data

Menurut Sugiyono (2012) penyajian data merupakan salah satu

kegiatan dalam pembuatan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan

agar dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Penyajian data juga dimaksudkan agar para pengamat dapat dengan mudah

memahami apa yang disajikan. Penyajian data dilakukan ketika telah selesai

melakukan penelitian. Penyajian data dalam penelitian ini yaitu dalam

bentuk tabel dan disertai narasi untuk melihat perbandingan hasil HBsAg

menggunakan darah vena yang di centrifuge dan tanpa centrifuge di RS.

Toto Kabila.

38
DAFTAR PUSTAKA

Agnes., Purwanti., & Maharani. 2013. Pemeriksaan HCG (Human Chorionic


Gonadoltropin) untuk Deteksi Kehamilan Dini Secara Immunokromatografi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2(3):99-107.

Apriani., Umami, Alfita. 2018. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pada Plasma
EDTA Dan Serum Dengan Penundaan Pemeriksaan. Jurnal Vokasi
Kesehatan 4 (1) : 19-22.

Chandra, Budiman. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC

Enjelika, Maria. 2019. Gambaran Kadar Sgpt Pada Penderita Tb Paru Yang
Mengonsumsi Obat Anti Tb (Oat) Di Rumah Sakit Khusus Paru Kota Medan.
Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan.

Fauzi, Ahmad Zil. 2019. Gambaran Hasil Pemeriksaan Hepatitis B Surface


Antigen Rapid Screening Test Untuk Deteksi Dini Hepatitis B Pada Petugas
Laboratorium Rsud Kota Kendari. PhD Thesis. Poltekkes Kemenkes
Kendari.

Gandasoebrata, R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinis. Jakarta. Dian Rakyat.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Klasifikasi Hepatitis. Jakarta :


Kemenkes RI.

39
Masturoh, Imas., Nauri Anggita T. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan
Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan (RMIK). Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati
Edisi Pertama. Editor : H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi.

Notes, Lecture. 2008. Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nugroho, A. 2013. Proses Pemisahan Sari Buah Markisa Kuning


(Passifloraflavicarva) dengan Penerapan Metode Sentrifugasi. Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Nugroho, H.W. 2015. Perbedaan Kadar Kolesterol Serum Berdasarkan


Perlakuan Sampel Darah Yang Dibekukan Dan Langsung Disentrifuge.
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Univesitas Muhammadiyah
Semarang, Semarang

Nuraeni, K.K.P. 2016. Gambaran Hasil Pemeriksaan HBsAg pada Ibu Hamil
Trimester 3 di UPTD Puskesmas Ciamin Tahun 2016. Karya Tulis Ilmiah.
Ciamis: STIKES Muhammadiyah Ciamis.

Radji, Maksum. 2015. Imunologi dan Virologi Cetakan Kedua (Edisi Revisi).
Jakarta : PT. ISFI Penerbitan

Rahmawati, F. 2018. Gambaran Hasil Pemeriksaan HBsAg Pada Ibu Hamil di


UPTD Puskesmas Cepiring (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).

Rahmawati, F. 2018. Hepatitis. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Rahmawati. 2018. Gambaran Hasil Pemeriksaan HBsAg pada Ibu Hamil di


UPTD Puskesmas Cepiring. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI.

Salim. Syahrum. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung : Cipta


Pustaka.

Sari, L.A. 2018. Pemeriksaan Hematokrit dalam Darah. Universitas


Muhammadiyah Semarang.

Siswanto, Susila, dan Suyanto. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan dan


Kedokteran.Yogyakarta: Bursa Ilmu

40
Sofiah, Pipih. 2016. Gambaran Hasil Pemeriksaan HCG (Human Chorionic
Gonadotropin) dengan Metode Immunokromatografi Menggunakan Berbagai
Merek. Karya Tulis Ilmiah. Ciamis: STIKES Muhammadiyah Ciamis.

Sumantri. 2015. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kharisma Putra Utama.

Wijayanti, I. B. 2016. Efektivitas HBsAg Rapid Screening Test untuk Deteksi Dini
Hepatitis B. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. Vol 7. No 1.

World Health Organization. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium


Kesehatan. World Health Organization. Jakarta. EGC.

World Health Organization. 2018. Immunization, Vaccines and Biologicals


Hepatitis B. https://www.who.int/immunization/diseases/hepatitisB/en/. 12
Oktober 2020 (20.12)

World Health Organization. 2019. Hepatitis B.


https://www.who.int/en/newsroom/factsheets/detail/hepatitis-b. 12 Oktober 2020
(20.30)

41

Anda mungkin juga menyukai