PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Ilmu farmasi seringkali terkait dengan fenomena-fenomena yang
terjadi di dalam tubuh. Untuk mempelajari salah satu kaitan tersebut, ahli
farmasi mempelajari ilmu farmakologi. Dalam arti luas, farmakologi adalah
ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia
khususnya reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih
menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan
obat.
Tanpa pengetahuan farmakologi, seorang farmasis dapat meyebabkan
suatu masalah bagi pasien karena ketidaktahuan tingkat keamanan obat
dalam tubuh dengan baik. Salah satu ilmu farmakologi yang mempelajari
tentang hal tersebut yakni farmakokinetik.
Istilah farmakokinetik menurut ilmu farmakologi adalah suatu proses
yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan obat di dalam
tubuh. Proses farmakokinetik ini meliputi beberapa tahapan mulai dari
proses absorpsi atau penyerapan obat, distribusi atau penyaluran obat ke
seluruh tubuh, metabolisme obat hingga sampai kepada tahap ekskresi obat
itu sendiri atau proses pengeluaran zat obat dari dalam tubuh.
Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam
tubuh. Pemasukan tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena
fisikokimia
yang
terpadu
di
dalam
organ
penerima
obat.
Fase
diperfusi oleh cairan jaringan atau plasma, maka pemeriksaan kadar obat
dalam plasma merupakan suatu metode yang sesuai untuk pemantauan
pengobatan.
Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam plasma hampir tidak
berguna untuk penyesuaian dosis. Dari data tersebut dapat diperkirakan
model farmakokinetik yang kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya
diperoleh parameter-parameter farmakokinetiknya (Shargel, 1988).
Data farmakokinetik ini sangat penting untuk semua jenis obat
terutama untuk obat yang lazim dikonsumsi masyarakat. Karena
kemungkinan besar konsumsi obat yang terlalu sering akan menimbulkan
toksisitas serta efek samping yang beresiko terhadap kelanjutan penyakit.
Melihat pentingnya farmakokinetik obat didalam tubuh maka
dibuatlah suatu model farmakokinetik dalam praktikum ini untuk
mengetahui karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib
obat dalam sistem biologik jika diberikan secara intravena dan dengan dosis
tertentu.
I.2
mampu
mengetahui
model
in
vitro
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Farmakokinetik
Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang
dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolism dan
eksresi. Dalam arti sempit farmakokinetik khususnya mempelajari
perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam
darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2002).
Model
farmakokinetik
merupakan
model
matematika
yang
faktor-faktor
yang
volume
distribusi
(Vd),
klerens (Cl), dan kecepatan absorbs (Ka), parameter sekunder terdiri dari
kecepatan
parameter turunan.
langsung untuk terapi obat dengan menentukan aturan dosis yang sesuai
(Aiache, 1993).
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular.
Pada pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di
sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian
secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda,.dkk,
1995).
Untuk mengetahui mekanisme farmakokinetik suatu obat dapat
dilakukan simulasi metode in vivo atau in vitro. Metode in
merupakan metode penentuan suatu
vivo
kompartemen
yang
sering
digunakan
adalah
model
dari daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau sebagian obat
mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil perubahannya
(metabolit) menjadi tidak kurang aktif, dimana proses ini disebut proses
diaktivasi atau bioinaktivasi (pada obat dinamakan first oass effect). Tapi
adapula obat yang khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi)
oleh karenanya reaksi-reaksi metabolism dalam hati dan beberapa organ
lain lebih tepat disebut biotransformasi (Tjay dan rahardja, 2012).
Faktor yang mempengaruhi metabolism obat yaitu induksi enzim yang
dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi.Selain itu inhibisi enzim
yang merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotransformasi obat
diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya menigkat, menimbulkan
efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga
berpengaruh terhadap metabolism dimana terjadi oleh obat yang
dimetabolisir oleh system enzim yang sama (contoh alkohl dan
barbiturate). Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme
karena adanya genetic polymorphsm, dimana seseorang mingkin memiliki
kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama ( Hinz, 2005).
Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang
dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus
dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang
mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa
usus dan dalam hepar (Setiawati, 2005).
Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever (hepar) sebelum
masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak,
jantung, paru-paru dan jaringan lainnya). Di dalam lever terdapat enzim
khusus yaitusitokrom P-450 yang akan mengubah obat menjadi bentuk
metabolitnya. Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air (polar)
dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses,
keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara dramatik mempengaruhi kadar
obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass metabolism
akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di hasilkan juga
berkurang (Hinz, 2005).
terdiri
dari
oksidasi,
reduksi,
hidrolisa,
alkali,
dan
obat
dan
plasma
t1/2-nya
tergantung
dari
kecepatan
II.2
Parameter Farmakokinetika
Bioavailabilitas dari suatu sediaan obat adalah persentase obat yang
secara utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya. Selama
proses absorpsi dapat terjadi kehilangan zat aktif akibat tidak
dibebaskannya dari sediaan pemberiannya. Atau pula karena penguraian
didalam usus atau dindingnya dalam hati salama peredaran pertama
disistem porta sebelum tiba diperedaran darah.Karena Firs Fass Effect
(FPE) ini, maka bio-availability obat menjadi rendah dari pada persentase
yang sebenarnya diabsorpsi (Tjay dan Rahardja, 2002).
Adapun parameter-parameter farmakokinetika :
a. T maksimum (tmaks) yaitu waktu konsentrasi plasma mencapai puncak
dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Pada tmaks absorpsi
obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi
obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmaks tercapai, tetapi pada laju
yang lebih lambat.Harga tmaks menjadi lebih kecil (berarti sedikit
waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak)
bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat (Shargel, 2005).
b. Konsentrasi plasma puncak (Cmaks) menunjukkan konsentrasi obat
maksimum dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk
beberapa obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu
obat dan konsentrasi obat dalam plasma (Shargel, 2005).
c. Menurut Holford (1998), Volume Distribusi (Vd) adalah volume yang
didapatkan pada saat obat didistribusikan. Menghubungkan jumlah
obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat ( C ) dalam darah atau
plasma.
d. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik)
yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari
waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran
untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk
membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan
Uraian Bahan
1. Alkohol (Dirjen POM, 1979 ; Dirjen POM, 1995)
Nama resmi
: Aethanolum
Nama lain
: Etanol
RM/BM
: C2H6O/46,07
Rumus struktur :
H H
H
C C
O H
H H
Pemerian
: Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,
baunya khas dan menyebabkan rasa terbakar pada
lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah
Kelarutan
Khasiat
Kegunaan
akan digunakan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api
2. Parasetamol (Dirjen POM, 1979; Sweetman, 2009)
Nama resmi
: Acetaminophenum
Nama lain
: Asetaminofen, parasetamol
RM/BM
: C8H9NO2/151,16
Rumus struktur :
OH
NHCOCH3
Pemerian
Kelarutan
Khasiat
Kegunaan
: Sebagai sampel
Stabilitas
: Parasetamol
stabil
dalam
larutan.
Degradasi
10
BAB III
METODE KERJA
III. 1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Biofarmasi, Jurusan Farmasi,
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo, pada hari
Sabtu, 16 Januari 2016 sampai dengan selesai.
III. 2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
1. Disposable
2. Gelas kimia
3. Gelas ukur
4. Labu disolusi
5. Labu ukur
6. Mechanical stirrer tipe dayung
7. Neraca analitik
8. Pipet
9. Sendok tanduk
10. Spektrofotometer
11. Waterbath
III.2.2 Bahan
1. Air bebas CO2
2. Alkohol 70%
3. Etanol 95%
4. Parasetamol
5. Tissue
III. 3 Cara kerja
a. Larutan baku
1. Diukur 5 mL etanol 95%
b. Larutan sampel
1. Ditimbang 10 mg parasetamol
2. Dilarutkan dalam 5 mL etanol 95 %
3. Dicampur sampai larut
c. Penentuan laju eliminasi
1. Diukur 100 mL air bebas CO2
2. Dimasukkan kedalam labu disolusi
3. Diatur waterbath pada temperatur 37C
4. Dimasukkan larutan sampel kedalam labu disolusi
5. Dijalankan motor penggerak dengan kecepatan 100 rpm
6. Diambil cuplikan sebanyak 5 mL pada waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30,
35, 40, 45, 50, 55, 60, 65, 70, 75, 80, 85, 90, 95 dan 100 menit
11
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil Pengamatan
r
a
b
y
r
a
b
y
=
=
=
=
=
C
1 ppm
2 ppm
3 ppm
4 ppm
5 ppm
0,970
0,194
0,0718
bx + a
0,0718x + 0,194
A
0,269
0,304
0,451
0,486
0,537
WAKTU
A
T80
0,729
T85
0,555
T90
0,395
T95
0,311
T100
0,201
= -0,98
= 2,7782
= -0,026
= bx + a
= -0,026x + 2,7782
IV.1.2 Perhitungan
a. Sebelum koreksi (Mb)
y = bx + a
= 0,0718x + 0,194
T80 = 0,729 = 0,0718 (x) + 0,194
x
= 7,451
T85 = 0,555 = 0,0718 (x) + 0,194
x
= 5,027
T90 = 0,395 = 0,0718 (x) + 0,194
x
= 2,779
13
Mb
7,451
5,027
2,799
1,629
0,097
MT
7,451
5,765
4,037
3,155
1,785
10
100
7,451
10
100
(Mb1 + Mb2)
10
100
= 2,799 +
= 4,037
MT4 = Mb4 +
10
100
10
100
= 1,629 +
= 3,155
MT5 = Mb5 +
10
100
= 0,097 +
10
100
(7,451 + 5,02)
= 1,785
c. Waktu paruh
T1/2
0,693
k
0,693
0,026
b = -k
Cp0
k
Cp0 = anti ln a
16,09
0,026
= 16,09
14
= 618,84 mg jam/L
IV.2
Pembahasan
Pada
praktikum
kali
ini
dilakukan
pengamatan
perubahan
15
UV-Vis
mempunyai
kelebihan
yakni
merupakan
16
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Simulasi model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji
farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambaran seperti
kompartemen darah dalam
Saran
1. Jurusan
Saran untuk jurusan yaitu sebaiknya menyediakan anggaran
yang lebih besar untuk laboratorium agar alat-alat yang ada di dalam
laboratorium lengkap dan dapat digunakan dengan maksimal oleh
praktikan.
2. Laboratorium
Saran untuk laboratorium, sebaiknya alat-alat yang ada di
laboratorium lebih diperhatikan dan dirawat lagi agar saat praktikum
bisa dipergunakan dengan baik dan maksimal tanpa ada kekurangan.
3. Praktikan
Saran untuk praktikan yaitu, praktikan harus teliti dalam
melakukan percobaan dan berhati-hati memakai peralatan-peralatan
agar tidak tejadi kecelakaan dalam percobaan dan tidak ribut ketika
sedang melakukan percobaan.
17