Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FARMAKOLOGI OBAT DIURETIK

Anggota :
GINA HENDRIANA
MAMAY MARLIAH
MAYDA SALSHABILA
NURHASANA
Daftar isi
Kata Pengantar........................................................................
BAB I........................................................................................
Pendahuluan…………………………………………………..
Daftar Isi...................................................................................
Kesimpulan...............................................................................
Saran.......................................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penyusun haturkan kepada khadirat Allah
SWT, atas rahmat dan karumianyalah penyusun dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul
“DIURETIK” guna memenuhi tugas mata kuliah
FARMAKOLOGI
Penyusun sangat menyadari,bahwa dalam makalah ini masih
banyak kekurangan maupun kesalahan,untuk itu kepada
pembaca harap maklum adanya yang masih banyak
kekurangan. Dalam kesempatan ini pula penyusun
mengharapkan kesediaan pembaca untuk memberikan saran
yang bersifat perbaikan ,yang dapat menyempurnakan isi
makalah ini dan dapat bermanfaat nantinya.
Ucapan terima kasih penyusun haturkan kepada dosen mata
kuliah Farmakologi,sekaligus pembimbing pembuatan
makalah ini ,semoga atas kebesaran hati dan kebaikan beliau
mendapat rahmat dari allah SWT.aamiin
Akhir kata semoga makalah ini dapat membawa
wawasan,khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi para
pembaca yang budiman.

Serang,Maret 20 20
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  DIURETIK
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah
diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin
yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler)
yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai
saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang
diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang
mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke
pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat
penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na +. Zat-zat ini
dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna
seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak
diserap kembali. Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk
menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu
diuretik. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :

1)    Diuretik osmotik
2)    Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal
Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal adalah :
         Penghambat karbonik anhidrase
         Benzotiadiazid
         Diuretik hemat kalium
         Diuretik kuat
BAB II
OBAT-OBAT DIURETIK

2.1 PENGOBATAN DENGAN DEURETIK


2.1.1 INDIKASI
Deuretik digunakan untuk menurunkan volume dan cairan interstisialdengan cara
yang meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Bila deuretik diberikan secar akut, akan
terjadi kehilangan natrium lebih banyak daripada jumah natrium yang masik dan makanan.
Tetapi pada penggunaaan kronis akan dicapai keseimbangan, sehingga natrium yang keluar
sama dengan diet rendah garam.

2.1.2 KEADAAN YANG MEMERLUKAN DIURESIS CEPAT


 Udem
Semua diuretic dapat digunakan untuk keadaan udem. Seringkalii udem ini disertai
hiperaldonsteronisme dan karena itu penggunaan deeuretika cenderung disertai kehilangan
kalium. Penyebab utama uden adalah payah jantung ; penyebab lainnya antara lain penyakit
hati dan sindrom nefrotik. Pada semua keadaan ini harus diusahakan meningkatkan kadar
kalium dalam serumdengan pemberian suplemen kalium atau dengan penggunaan bersama
deuretik hemat kalium. Pada penderita sirosis hati yang disertai asites dan udem, sebaiknya
digunakan dahulu diuretic hemat kalium, kemudian disusul dengan diuretic yang lebih kuat.
Pada udem yang disertai gagal ginjal penggunaan tiazid kurang bermanfaat, sebaliknya
diuretic kuat sangat bermanfaat.
 Hipertensi
Dasar penggunaan diuretic pada hipertensi terutama karena efeknya terhadap keseimbangan
natrium dan terhadap resistensi perifer.
Furosemid dan asam etakrinat mempunyai natriuresus lebih kuat disbanding dengan tiazid;
tetapi keduanya tidak mempunyai efek fasedilatasi arteriol langsung seperti tiazid. Oleh
karena itu tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi berdasarkan pertimbangan efektivitas
maupun besarnya biaya.
 Diabetes Insipidus
Diuretic tiazid dapat mengurangi ekskresi air pada penderita diabetes insipidus mungkin
sekali melalui mekanisme konpensasi intrarenal
 Batu Ginjal
Tiazid menurunkan ekskresi kalium dalam urin. Hal ini munkin sebagai akibat adanya
konpensasi intrarenal yang menyebabkan reabsorpsi kasium ditubuli proksimal bertambah
atau akibat adanya pengmambatan lamgsung sekresi kalsium.
 Hiperkalsemia
Furosemid dosis tinggi yang diberikan secara IV (100 mg) dalam infuse larutan angaram faal
dapat menhambat reabsorpsi latihan, air dan kalsium di tubuli proksimal sehingga digunakan
untuk pengobatan hiperkalsemia.
Tabel, PENGGUNAAN KLINIK DIURETIK
Penyakit Obat Komentar/keterangan
Hipertensi Tiazid Merupakan pilihan utama step 1,
pada sebagian besar penderia

Diuretic kuat (biasanya Digunakan bila terdapat gangguan


furosemid) fungsi ginjal atau apabila
diperlukan efek diuretic yang
segera

Diuretic hemat kalium Digunakan bersama tiazid atau


diuretic kuat, bila ada bahaya
hipokalemia

Payah jantung kronik Tiazid Digunakan bila fungsi ginjal


kongestif Diuretic kuat (furosemid) normal. Terutama bermanfaat pada
penderita deengan gangguan fungsi
ginjal

Diuretic hemat kalium Digunakan bersama tiazid atau


diuretic kuat bila ada bahaya
hipokalemia.

Udem paru akut Diuretic kuat (furosemid)

Sindrom nefrotik Tiazid atau diretik kuat Bila dieresis berhasil, volume
bersama dengan cairan tubuh yang hilang harus
spironolakton diganti dengan hati-hati

Payah ginjal akut Manitol dan/atau Diuretic kuat harus digunakan


furosemid dengan hati-hati. Bila ada
gangguan funsi ginjal, jangan
menggunakan spironolakton

Penyakit hati kronik Spironolakton (sendiri atau Diberikan bersama infuse NaCL
bersama tiazid atau hipertonis
diuretic kuat)

Udem otak Diuretic osmotic Disertai diet rendah garam

Hiperkalsemia Furosemid Penggunaan jangka panjang

Batu ginjal Tiazid Prabedah

Diabetes insipidus Tiazid

Open agle glaucoma Asetazolamid

Acute angle closure Diuretic osmotic atau


glaucoma asetazolamid

2.1.3 EFEK SAMPING


 Hipokalemia
Diuretik dengan tempat kerja di segmen dilusi distal, ansa henle bagian asenden dari
tubuli proksimal dapat menyebabkan kehilangan kalium. Rasio kehilangan kalium dan
natrium lebih besar pada penggunaan tiazi dari pad furosemid, mungkin karena furosemid
tidak mempunyai aktivitas penghambat karbonak anhidrase. Tetapi furosemid mempunyai
efek natriuresis lebih kuat, sehingga biasanya akan diikuti deplesi kalium. Penggunaan tiazid
dosis kecil pada hipertensi, misalnya dengan klorotiazid 500 mg/hari atau klortaidon 25
mg/hari tidak akn banyak mempengaruhi kadar kalium atau asam urat plasma. Tetapi dengan
dosis lebih besar pada pengobatan udem, perlu diadakan pemantauan kadar kalium dalam
serum
  Hiperurisemia.
HampIr semua diurretik menyebabkan peningkatan kadar asamurat dalam serum
melalui pengaruh langsung terhadap sekresi asam urat dan efek ini berbanding lurus dengan
dosis diuretic yang digunakan. Pada penggunaan diuretic dapat terjadi penyakit pirai, baik
pada orang normal maupun mereka yang rentan terhadap gout. Hiperurisemia dapat
diperbaiki dengan pemberian alopurinol atau probenesid
  Gangguan toleransi glukosa dan diabetes.
Tiazid dan furosemid dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa terutama pada
penderita diabetes laten, sehingga manifestasi diabetes. Mekanisme pasti penyebab keadaan
ini belum jelaskarena menyangkut berbagai macam faktor, antara lain berkurangnya sekresi
inslin dari pancreas , meningkatnya glikogenolisis dan berkurangnya glikogenesis. Bila
keadaan ini terjadi maka penggunaan diuretic harus dihentian.
  Hiperkalesemia.
Tiazid dapat mengakibatkan peninggian kadar kalsium serum. Diuretic hemat kalium
dapat mengakibatkan hiperkalemia yang dapat merupakan komplikasi yang fatal. Oleh karena
itu obat golonga ini tidak boleh diberikan dengan dosis berlebihan dan juga tidak boleh
diberikan pada penderita gagal ginjal
  Sindrom udem idiopatik
Penggunaan diuretic kuat pada keadaan ini kadang-kadang justru menyebabkan
retensi garam dan air. Dengan menghentikan pemberian diuretic, biasanya dalam waktu 5-10
hari akan timbul dieresis
  Volume depletion
Pemberian dieretik kuat pada penderita gagal jantung berat dapat mengaibatkan
berkurangya volume darah yang beredar secara akut. Dan ha ini ditandai dengan turunnya
tekanan darah, rasa lelah dan lemah. Biasanya dieresis jstru akan terjadi setela pemberian
diuretic dihentiakn.
2.1.4 MEKANISME KERJA
Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium , sehingga
pengeluarannya dengan kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja
khusus dengan tubuli tetapi di tempat-tempat yang berlainan, yakni :
1.      Tubuli proksimal
Disini lebih kurang 70% dari ultrafitrat diserap kembali secara aktif dengan antara lain
glukosa, ureum, ion-ion Na+ dan Cl-. Filtrasii tidak berubah dan tetap isotonic terhadap
plasma. Diuretika osmotic (mannitol, sorbitol, gliserol) bekerja di tempat ini dengan
mengurangi reabsorpsi Na+ dan air.
2.      Lengkung Henle (Henle;S Loop)
Di segmen ini lebih kurang 20% dari Cl - diangkut secara aktif di sel-sel tubuli dengan
disusul secara pasif oleh Na+, tetapi tanpa air, sehingga filtrasi menjadi hipotonik. Diuretika
lengkungan (furosemida, bumetamida dan etakrinat) bekerja terutama disini dengan
merintangi transport Cl-
3.      Tubuli distal bagian depan
Di ujung atas henle’s loop yang terletak dalam kortex, Na + di serap kembali secara aktif
tanpa penarikan air pula, sehingga filtrate menjadi lebih cair dan lebih hipotonik. Saluretikan
(zat-zat thiazida , klortalidon, mefrusida dan klopamida) bekerja di tempat ini dengan
merintangi reabsorpsi Na+ dan Cl-
4.      Tubuli distal bagian belakang
Di sini Na+ diserap kembali secara aktif pula dan berlangsung penukaran dengan ion-ion
K+, H+ Dan NH4+ . Proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. Zat-zat
penghemat kalium (spironolakton, triameteren, amilorida) bekerja di semen ini dengan jalan
mengurangi penukaran Na+ dengan K+ , dengan demikian mengakibatkan retensi kalium .
Penyerapan kembali dari air terutama terjadi di saluran pengupul (duktus colligens) dan
di sinilah bekerja hormone anti diuretic vasopressin (ADH).

2.2 PENGGOLONGAN OBAT DIURETIK   


2.2.1 DIURETIK OSMOTIK
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diekskresi oleh ginjal.  Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila
memenuhi 4 syarat :
1.      Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2.      Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3.      Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4.      Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol
(satu gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri
atau peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah
overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang
difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi. Diuretik
osmotik mempunyai tempat kerja :
         Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air melalui daya osmotiknya.
         Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
         Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau
adanya faktor lain.
Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik osmotik dapat diberikan dalam jumah cukup
besar sehingga turut menentukan derajat osmolaritas plasma filtrat glomerulus dan cairan
tubuli. Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid.
A. Manitol
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak mengalami
metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli bahkan praktis
dianggap tidak direabsorpsi. Manitol harus diberikan secara IV, jadi obat ini tidak praktis
untuk pengobatan udem kronik. Pada penderita payah jantung pemberian manitol berbahaya,
kerana volume darah yang beredar meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah
gagal.
Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria akut akibat syok
hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi transfusi atau sebab lain yang menimbulkan
nekrosis tubuli, karena dalam keadaan ini obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli
tidak efektif. Manitol digunakan misalnya untuk :
1.    Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka
traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus berat.
2.    Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal.
1. Efek Nonterapi
Manitol dapat menimbulkan reaksi hipersensitif. Manitol di distribusikan ke cairan
ekstra sel, oleh karena itu pemberian larutan manitol hipertonis yang berlebihan akan
meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler, sehingga secara tidak diharapkan akan terjadi
penambahan jumlah cairan ekstraseluler.
2. Sediaan
Manitol untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-
1000ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah 50-200g yang diberikan dalam cairan
infus selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis
sebanyak 30-50ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan
yaitu 200mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis
percobaan diuresis masih kurang dari 30ml per jam dalam 2-3 jam, maka status pasien harus
di evaluasi kembali sebelum pengobatan dilanjutkan.
3. Kontraindikasi
Manitol dikokntraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem
paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan
kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi
ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti paru.
B. Urea
Suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah larut dalan air. Sediaan
intravena mengandung urea sampai 30% dalam dekstrose 5% (iso-osmotik) sebab larutan
urea murni dapat menimbulkan hemolisis. Pada tindakan bedah saraf, urea diberikan
intravena dengan dosis 1-1,5g/kgBB. Sebagai diuretik, urea potensinya lebih lemah
dibandingkan dengan manitol, karena hampir 50% senyawa urea ini akan direabsorbsi oleh
tubuli ginjal.
Urea lebih bersifat iritatif terhadap jaringan dan dapat menimbulkan trombosis atau
nyeri bila terjadi eksravasasi.
C. Gliserin
Diberkan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan tujuan menurunkan
tekanan intraokuler. Efek maksimal terlihat 1 jam sesudah pemberian obat dan menghilang
sesudah 5 jam.
Gliserin dimetabolisme dalam tubuh dan dapat menyebabkan hiperglikemia dan
glukosuria.
D. Isosorbid
Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan gliserin. Efeknya juga sama,
hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih besar daripada gliserin, tanpa menimbulkan
hiperglikemia. Dosis berkisar antara 1-3g/kgBB, dan dapat diberikan 2-4 kali sehari.

2.2.2 PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE


Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat di dalam sel korteks renalis, pankreas,
mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma.
Karbonik anhidrase merupakan protein dengan berat molekul kira-kira 30.000 dan
mengandung satu atom Zn dalam setiap molekul. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh
sianida, azida, dan sulfida. Derivat sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja enzim ini
adalah asetazolamid dan diklorofenamid.
A. ASETOZOLAMID
1. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik yang utama dari asetozolamid adalah penghambatan karbonik
anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan perubahan terbatas
pada organ tempat enzim tersebut berada.
1)    Ginjal.
2)    Susunan cairan plasma.
3)    Mata.
4)    Susunan Saraf Pusat.
5)    Pernafasan.
2. Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna,
kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna
dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi
secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi
dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal.
Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim
karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam
sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
3. Efek Nonterapi Dan Kontraindikasi
Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan
kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal karena
berkurangnya ekskresi sitrat, kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama kehamilan, kerena pada hewan cobra
obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
4. Indikasi
Penggunaan asetazolamid yang utama ialah untuk menurunkan tekanan intraokuler
pada penyakit glaukoma.
Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk
alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat asam lemah.
5. Sediaan
Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk pemberian oral.
Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg
per hari. Natrium asetazolamid untuk pemberian parenteral hendaknya diberikan satu kali
sehari, kecuali bila dimaksudkan untuk menimbulkan asidosis metabolik maka obat ini
diberikan setiap 8 jam.
Dosis dewasa untuk acute mountain sickness yaitu 2 kali sehari 250 mg, dimulai 3-4
hari sebelum mencapai ketinggian 3000 m atau lebih, dan dilanjutkan untuk beberapa waktu
sesudah dicapai ketinggian tersebut.
Dosis untuk paralisis periodik yang bersifat familier (familial periodic paralysis) yaitu
250-750 mg sehari dibagi dalam 2 atau 3 dosis, sedangkan untuk anak-anak 2 atau 3 kali
sehari 125 mg.
B. Diklorofenamid
Diklorofenamid dalam tablet 50 mg, efek optimal dapat dicapai dengan dosis awal
200 mg sehari, serta metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan dosis 100-300 mg
sehari, tidak terdapat dipasaran.
2.2.3  TIAZID
Sintesis golongan ini merupakan hasil dari penelitian zat penghambat enzim
karbonik anhidrase.Prototipe golongan benzotiadiazid ialah klorotiazid, yang merupakan obat
tandingan pertama golongan Hg-organik, yang telah mendominasi diuretik selama lebih dari
30 tahun.
A. Kimia Dan Hubungan Antara Struktur Dan Aktifitas.
Sebagaian besar senyawa benzotiadiazid merupakan analog dari 1,2,4-benzo-
tiadiazin-1, 1-dioksida. Golongan ini biasa disebut sebagai benzotiadiazid atau tuazid saja.
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis efek yang sejajar dan daya kloruretik maksimal
yang sebanding.
B. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi natrium,
klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan
mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal tubule).
Zat yang aktif sebagai penghambat karbonik anhidrase, dalam dosis yang mencukupi,
memperlihatkan efek sama seperti asetazolamid dalam ekskresi bikarbonat. Efek
penghambatan enzim karbonik anhidrase di luar ginjal praktis tidak terlihat karena tiazid
tidak ditimbun di sel lain.
Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja efek
diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus, tazid justru mengurangi diuresis. Mekanisme
antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan efek ini kita jumpai baik pada diabetes
insipidus nefrogen, maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior.
Fungsi Ginjal
Tiazid dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus, terutama bila diberikan secara
intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal. Namun
berkurangnya filtrasi ini sedikit sekali pengaruhnya terhadap efek diuretik tiazid, dan hanya
mempunyai arti klinis bila fungsi ginjal memang sudah kurang. Seperti kebanyakan asam
organik lain, tiazid disekresi secara aktif oleh tubuli ginjal bagian proksimal. Sekresi ini dapat
berkurang dengan adanya antagonis kompetitif misalnya probenesid. Dalam keadaan tertentu,
probenesid dapat menghambat efek diuresis tiazid, hal ini menandakan bahwa untuk
menimbulkan efek diuresis tiazid harus ada didalam cairan tubuli.
Tempat kerja utama tiazid adalah dibagian hulu tubuli distal (early distal tubules).
Seperti diketahui mekanisme reabsopsi Na+ di tubuli distal masih belum jekas benar, maka
demikian pula cara kerja tiazid. Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid
relatif lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretik lain, hal ini
disebabkan 90% Na+ dalam cairan filtrat telah direabsopsi lebih dahulu sebelum ia mencapai
tempat kerja tiazid.
Pada manusia tiazid menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya dalam darah
meningkat. Ada 2 mekanisme yang terlibat dalam hal ini :
1)    Tiazid meniggikan reabsopsi asam uart di tubuli proksimal
2)    Tiazid mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli.
Peninggian kadar asam urat ini kurang begitu berarti karena insidens serangan gouth
akut terutama berhubungan dengan kadar asam urat dalam plasma sebelum pengobatan
dengan tiazid.
Ekskresi yodida dan bromida secara kualitatif sama dengan ekskresi klorida. Diuretik
yang menyebabkan kloruresis juga akan meningkatkan ekskresi kedua ion halogen yang lain.
Dengan demikian semua obat yang bersifat kloruresis dapat digunakan untuk menanggulangi
keracunan bromida. Selain itu, penggunaan diuretik yang berkepanjangan dapat
meningkatkan ekskresi yodida dengan akibat dapat terjadinya deplesi yodida yang ringan.
Berbeda dengan natriuretik lain, tiazid menurunkan ekskresi kalsium sanpai 40%, karena
tiazid tidak dapat menghambat reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli distal. Ekskresi Mg++
meningkat, sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.
Cairan Ekstrasel
Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion K+ terutama pada pemberian jangka pendek,
dan mungkin efek ini menjadi kecil bila penggunaannya berlangsung dalam jangka panjang.
Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah air yang sebanding, dapat
menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila penderita tersebut mendapat diet
rendah garam. Namun demikian secara keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan
gangguan komposisi cairan ekstrasel yang lebih ringan dibandingkan dengan diuretik kuat,
karena intensitas diuresis yang ditimbulkan nya relatif lebih rendah.
D. Farmakokinetik
Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah
satu jam. Klorotiazid didistribusikan krseluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri,
tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja. Dengan suatu proses aktif, tiazid
diekskresi oleh sel tubuli proksimal kedalam cairan tubuli. Jadi bersihan ginjal obat ini besar
sekali, biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan. Bendroflumetiazid, politiazid,
dan klortalidon mempunyai masa kerja yang lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat.
Klorotiazid dalam badan tidak mrngalami perubahan metabolik, sedang politiazid
sebagian dimetabolisme dalam badan.
E. Efek Samping
Intoksikasi dalam klinik jarang terjadi, biasanya reaksi yang timbul disebabkan oleh
reaksi alergi atau karena penyakitnya sendiri. Telah dibuktikan pada hewan cobra bahwa
besarnya dosis toksik beberapa kali dosis terapi. Reaksi yang telah dilaporkan adalah berupa
kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas dan kelainan darah.
Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita diabetes
yang laten. Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma
dengan mekanisme yang tidak diketahui, tetapi tidak jelas apakah ini meninggikan resiko
terjadinya aterosklerosis.
Kadar natrium, kalium, klorida dan bikarbonat plasma sebaiknya diperiksa secara
berkala pada penggunaan tiazid jangka lama walaupun perubahannya tidak menonjol.
Kombinasi tetap tiazid dengan Hcl tidak digunakan lagi karena menimbulkan iritasi lokal di
usus halus. Suplemen KCl sebagai sediaan terpisah atau penberian tiazid bersama diuretik
hemat kalium dapat mencegah hipokalemia.
Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung
mengurangi aliran darah ginjal.
F. Indikasi
Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung
ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium pada
penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis untuk mencegah timbulnya hipokalemia
yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis. Hasil yang baik juga didapat pada
pengobatan tiazid untuk udem akibat penyakit hati dan ginjal kronis.
Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai
obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung atau hipertensi yang disertai
gangguan fungsi ginjal harus dilakukan dengan hati-hati sekali, karena obat ini dapat
memperhebat gangguan tersebut akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan
hilangnya natrium, klorida dan kalium yang terlalu banyak. Pengobatan lama udem kronik
dengan obat ini, hendaknya diberikan dalam dosis yang cukup untuk mempertahankan berat
badan tanpa udem. Penderita jangan terlalu dibatasi makan garam.
Penderita yang tidak responsif terhadap suatu jenis tiazid, kadang-kadang dapat
diobati dengan jenis tiazid lain. Hal ini umumnya disebabkan karena potensi antar jenis tiazid
bereda-beda. Ada baiknya sesekali pengobatan diselingi dengan diutetik lain, misalnya
diuretik antagonis aldosteron.
Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan diabetes insipidus terutama yang
bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada penderita dengan batu kalsium pada saluran
kemih.
G. Sediaan dan Dosis Golongan Tiazid
Obat Sediaan Dosis (mg/hari) Lama kerja jam
Klorotiazid Tablet 250 dan 500 mg 500-2000 6-12
Hidroklorotiazid Tablet 250 dan 50 mg 25-100 6-12
Hidroflumetiazid Tablet 50 mg 25-200 6-12
Bendroflumetiazid Tablet 2,5; 5 dan 10 mg 5-20 6-12
Politiazid Tablet 1,2 dan 4 mg 1-4 24-48
Bendztiazid Tablet 50 mg 50-200 6-12
Siklotiazid Tablet 2 mg 1-2 18-24
Metiklotiazid Tablet 2,5 dan 5 mg 2,5-10 24
Klortalidon Tablet 25, 50 dan 100 mg 25-100 24-72
Kuinetazon Tablet 50 mg 50-200 18-24
Indapamid Tablet 2,5 mg 2,5-5 24-36

2.2.4  DIURETIK HEMAT KALIUM


Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan
amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
A.    ANTAGONIS ALDOSTERON
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteron adalah memperbesar reabsorpsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar
ekskresi kalium. Jadi pada hiperaldosteronisme, akan terjadi penurunan kadar kalium dan
alkalosis metabolik karena reabsorpsi HCO3- dan sekresi H+ yang bertambah. Kadar kalium
dan alkalosis metabolic karena reabsorpsi HCO3- dansekresi H+ yang bertambah.
Keadaan dan tindakan yang dapat menyebabkan bertambahnya sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal adalah sekresi glukokortikoid yang meninggi misalnya membedakan,
rasa takut, trauma fisik dan peredaran, asupan kalim yang tinggi, asupan natrium yang
rendah, bendungan pada vena kava inferior, sirosis hepatis, nefrosis dan payah jantung akan
meningkatkan sekresi aldosteron tanpa peningkatan sekresi glukokortikoid. Keadaan tersebut
diatas sering disertai adanya udem, sehingga pemberian antagonis aldosteron yaitu
spironolakton sebagai deuretik sangat bermanfaat.
Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif terhadap
aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif bila terdapat aldosteron
baik endogen ataupun eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat dihilangkan dengan
meniggikan kadar adosteron. Jadi dengan pemberian antagonis aldosteron, reabsorpsi Na+ di
hilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi K + juga
berkurang.
1. Farmakokinetik
Tujuh puluh persen spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi
enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Ikatan dengan protein cukup tinggi. Metabolit
utamanya,kanrenon, memperlihatkan aktivitas antagonis aldosteron dan turut berperan dalam
aktivitas biologi spironolakton. Kanrenon mengalami interkonfersi menjadi kanrenoat yang
tidak aktif.
2. Efek Samping
Efek toksik yang utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi
bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek
toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat.
Efek samping lain yang ringan dan reversible diantaranya ginekomastia, efek samping
mirip androgen dan gejala salura cerna.
3. Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem
yang refraktor. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretic lain dengan maksud mengurangi
efek kalium, disamping memperbesar diuresis.
Hasilnya pada pengobatan payah jantung, sirosis hepatis dan sindrom nefrotik sukar
diperkirakan karena interaksi yang terlalu kompleks dari penyakit primernya,
hiperaldosteronisme sekunder dan efek deuretik lain yang diberikan bersamaan.
4. Sediaan dan Dosis
Spironolakton terdapat dlam bentuk tablet 25,50 dan 100 mg. dosis dewasa berkisar
antara 25-200 mg, tetapi dosis efektif sehari-hari rata-rata 100 mg dalam dosis tunggal atau
terbagi.terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara sprironolakton 25 mg dan
hidroklorotiazid 25 mg dan, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
B. TRIAMETEREN DAN AMILORID
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan
ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Efek
penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida oleh triameteren agaknya suatu efek langsung,
tidak melalui penghambatan aldosteron, karena obat ini memperlihatkan efek yang sama baik
pada keadaan normal, maupun setelah adrenalektomi. Triameren menurunkan ekskresi K+
dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal. Berkurangnya reaabsorpsi natrium di
tempat tersebut mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, sedangkan
adanya perbedaan potensial listrik transtubular ini diperlukan untuk berlangsungnya proses
sekresi K+ oleh sel tubuli distat. Secara eksperimental, obat ini efektif dalam keadaan asidosis
maupun alkalosis.
Beberapa pengalaman klinik menunjukkan bhwa kedua obat ini terutama bermanfaat
bila diberikan bersama diuretic lain, misalnya hidroklorotiazid. Dengan kombinasi ini efek
natriuresisnya lebih besar dan ekskresi kalium oleh tiazid dikurangi.
Dibandingkan oleh trimteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga
lebih banyak diteliti. Pengalaman klinik dengan triamteren pun masih sangat kurang sehingga
msih banyak hal-hal yang belum diketahui mengenai obat ini.
Absorpsi triameteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral.
Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triametern per oral
diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berakhir sesudah 24 jam.
1. Efek Samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini yaitu hiperkalemia.
Triameteren juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki
dan pusing.azotemia yang ringan sampai xedang sering terjadi dan bersifat reversible. Pada
penderita dengan sirosis hati akibat alcohol yang mendapat triameteren pernah dilaporkan
terjadi nemia meloblastik, tetapi hubungan sebab-akibat belum pasti. Hal ini mungkin akibat
terjadinya penghambatan terhadap enzim hidrofolat reduktase, terutama pada penderita
dengan penurunan cadangan dan masukan asam folat.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah,
diare dan sakit kepala.
2. Indikasi
Diuretic hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan
udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretic
golongan lain. Misalnya dari golongan tiazid. Mengingat kemungkinan dapat terjadi efek
samping hiperkalemia yang membahayakan,, maka pasien-pasien yang sedang mendpatkan
pengobatan dengan diuretic hemat K+ sekali-kali jangan diberikan suplemen K+. juga harus
waspada bila memberikan diretik ini bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini
mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hipovolemi dan
hiperkalemiamenjadi besar. Selain itu perlu diingat pula bahwatriameteren atau amilorid
sekali-kali jangan diberikan bersama spironolaktn mengingat bahaya terjadinya hiperkalemia.
3. Sediaan
Triameteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg. dosisnya 100-300 mg sehari. Untuk
tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.
Amilorid dalam bentuk tablet 5 mg. dosis sehari sebesar 5-10 mg.
Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklorotiazid 50 mg dan
hidroklorotiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.

2.2.5. DIURETIK KUAT


Diuretik kuatv(high-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretic yang efeknya
sangat kuat dibandingkan dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya dibagi epitel tebal
ansa henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics.
Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid.
Asam etakrinat termasuk deuretik yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral
dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil
antranilat masih tergolong derivate asam bumetamid merupakan derivate asam 3-
aminobenzoat yang lebih poten daripada furosemid, tetapi dalam hal lain kedua senyawa ini
mirip satu dengan yang lain.
A. Cara Kerja
Secara umu dapat dikatakan bahwa diuretic kuat mempunyai mula kerja dan lama
kerja yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian besar ditentukan oleh faktor
farmokokinetik dan adanya mekanisme kompensasi.
Diuretic kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit di ansa
henle asenden bagian epitel tebal: tempat kerjnya dipermukaan sel epitel bagian luminal
(yang menghadap ke lumel tubuli). Pada pemberian secara IV obat ini cederung
meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan
hemodiamik ginjal ini mengakibatkan menurunya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli
proksimal serta meningkatnya efek awal dieresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relative
hanya berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrases akibat dieresis, maka
aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan peningkatan reabsorpsi cairan
dan elektrolit di tubuli poksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme
konpensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal henle
asenden, dengan demikian akan mengurangi dieresis.
Masih ipertentangkan apakah diuretic kuat juga bekerja di tubuli proksimal.
Furosemid dan bumetamid mempunyai daya hambat enzim karbonik anhidrase karena
keduanya merupakan derivate sulfonamide, seperti juga tiazid dan asetazolamid, tetapi
aktivitasnya terlalu lemah untuk menebabkan diuresis di tubuli proksimal. Asam etakrinat
tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek deuetik kuat terdapak segmen yang lebih
distal dari ansa henle asendens epitel tebal , belum dapat dipastikan, tetapi dari besarnya
dieresis yang terjadii, diduga obat ini bekerja juga di segmen tubui lain.
Ketiga obat ini juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat
plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca++ dan Mg++ juga
ditingkatkan sebanding dengan peninggian ekskresi Na+. berbed dengan tiazid, golongan ini
tidak meningkatkan re-absorpsi Ca++ di tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsinuria ini,
golongan deuretik kuat digunakan untuk pengobatan simptomatik hiperkalsemi.
Deuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (titratable acid) dan
ammonia. Fenomena yang diduga terjadi karna eeknya di nefron distal ini merupakan saah
satu faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolic.
Bila mobilisasi cairan udem terlalu cepat, alkalosis metabolic oleh deuretik kuat ini
terutama terjadi aakibat penyusutan volume cairan ekstrasel.sebaliknya pad penggunaan yang
kronik , faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+.
alkalosis ini sering sekali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan
oleh mekanisme yang berbeda.

B. Farmakokinetik
Ketika obat mudah diserap melalui saluran cerna dengan derajat yang agak berbeda-
beda. Bioavailabilitas fursemid 65% sedangkan bumetanid hamper 100%. Deuretik kuat
terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi
cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Dengan cara
ini obat terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang lebih
distal lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid dan interaksi antara keduanya ini
hanya terbatas pada tingkat sekresi tubuli dan tidak pada tempat kerja deuretik.
Kira-kira 2/3 dari asam etrakinat yang diberika secara IV diekskresi melalui ginja
dalam bntuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-
asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi
dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50%
bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.
C. Efek Samping
Efek samping asam atakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas: (1) reaksi toksik
berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi dan (2) efek samping
yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi. Hiperuresemia relative sering
terjadi, namun pada kebanyakan penderita hal ini hanya merupakan kelainan biokimia. Dapat
pula terjadi reajksi berupa gangguan saluran cerna, depresi elemen darah, rash kulit,
parestesia dan difungsi hati. Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam
etakrinat daripada furosemid. Sensivitas mungkin terjadi antara furosemid dan sulfnamid
yang lain. Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik
yang menyebabkan gagal ginjal reversibel juga terjadi penurunan konsentrasi karbohidrat,
tetapi lebih ringan daripada tiazid. Pada dosis yang berlebihan pernah dilaporkan terjadinya
hipoglikemia akut dengan mekanisme yang tidak dikeahui. Berdasarkan efeknya pada janin
hewan coba, maka diuretic kuat ini tiidak dianjurka pada wanita hamil, kecuali bila mutlak
diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan hal ini
merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid
dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian mungkin sekali disebabkan oleh perubahan
komposisi elektrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik
kelompok obat ini. Bila karena suatu hal diperlukan pemberian obat yang juga bersifat
ototoksik misalnya aminoglikosid, maka sebaliknya dipilih diuretic yang lain, misalnya
tiazid.
Deuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin klofibrat melalui penggeseran
ikatannya dengan protein. Pada penggunaan kronis diuretic kuat ini dapat menurunkan
bersihan litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat meningkatkan
nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama indometasin dan
kortikosteroid melawan kerja furosemid.
D. Penggunaan Klinik
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena gangguan saluran
cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya kurang curam deuretik kuat merupakan
obat efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung, hati atau ginjl. Sebaiknya
diberikan secara oral, kecuali bila diperlikan dieresis yang segera, maka dapat diberikan
secara IV atau IM. Pemberian parenteral ini diperlukan untuk mengatasi udem paru akut.
Pada keadaan ini perbaikan klinik dicapai karena terjadi perubahan hemodenamik dan
penurunan volume cairan ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel
kanan berkurang. Untuk mengatasi udem refrakter, diuretic kuat biasanya diberiikan bersama
deuretik lain, misalnya tiazid atau diuretic hemat K+ . Pemakaian dua macam obat deuretik
kuat secara bersama merupakan tindakan yang tidak rasional.
Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih
besar daripada dosis biasa. Diduga hal ini disebabkan oleh banyakya protein dalam caira
tubuli yang akan mengikat furosemid sehingga menghamba diuresis. Pada penderita dengan
uremia, sekresi furosemid melalui tbuli meurun. Diuretic juga digunakan pada penderita
gagal ginjal akut yang masih awal (baru terjadi), namun hasilnya tidak konsisten. Deuretik
kuat dikontraindikasikan pada keadaan gagal ginjal yang disertai anuria. Deuretik kuat dapat
menurunkan kadar kalsium plasma pada penderita hiperkalsemia simtomatik dengan cara
meningatkan ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk tujuan ini, maka perlu pula
diberian suplemen Na+ dan Cl- untuk menggatikan kehilangan Na+ dan Cl- melalui urin.

E. Sediaan
  Asam etakrinat.
Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Sediaan IV berupa Na-
etakrinal, dolsisnya 50mg atau 0,5-1 mg/kgBB
  Furosemid.
Obat ini tersedia dalam bentuk tabletb20, 40, 80 mg dan preparat suntikan. Umumnya pasien
membutuhkan kurang dari 600 mgg/hari. Dosis anak 2 mg/kgBB, bila perlu dapat
ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
  Bumetanid.
Tablet 0,5 dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0,5-2 mg sehari. Dosis maksimal perhari
10mg. obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal
atara 0,5-1 mg: dosis diulang 2-3 jam maksimum 10 mg/hari

2.2.6. XANTIN
Xantin ternyata juga mempunyai efek dieresis. Efek stimulasinya pada funsi jantung,
menimbulkan dugaan bahwa deuresis sebagai disebabkan oleh meningkatnya aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Namun semua derivate xantin ini rupanya juga berefek
langsung pada tubuli ginjal, yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi Na+ dan Cl- tanpa
disertai perubahan yang nyata pada pengasaman urin. Efe deuresis ini hanya sedikit
dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, tetapi mengalami potensiasi bila diberikan
bersama penghambat karbonik anhidrase. Diantara kelompok xantin teofilin memperlihatkan
efek deuresis yang paling kuat. Xanting sangat jarang digunakan sebagai diuretic utama,
namun bila digunakan untuk tujuan lain terutama sebagai nbronkokodilator, adanya efek
deuresis harus tetap diingat.

KESIMPULAN

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah
diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin
yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja
diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik.
Deuretik digunakan untuk menurunkan volume dan cairan interstisialdengan cara yang
meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Bila deuretik diberikan secar akut, akan terjadi
kehilangan natrium lebih banyak daripada jumah natrium yang masik dan makanan. Tetapi pada
penggunaaan kronis akan dicapai keseimbangan, sehingga natrium yang keluar sama dengan diet
rendah garam.

DAFTAR PUSTAKA

Aslam Mohamed, cik kaw tan, adji prayitno.Farmasi klinis.(2003).Jakarta : PT Elex Media
Komputindo

Drs. Tjah tan hoan & Drs Rahardja kirana. (2008). Obat-obat penting. Jakarta : PT Gramedia.

Deglin judithhopfer & Vallerant april hazard. (2005). Pedoman obat untuk perawat. Jakarta : EGC.

Dr Jan Tambayong. (2002). Farmakologi untuk keperawatan. Jakarta : widya medika

Katzung Bertram g. (1997). Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai