Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN ANTENATAL TERPADU DAN TERFOKUS

Dosen Pembimbing :
Husnul Khotimah, SST, MKM

Disusun Oleh : Kelompok 1

Ayu Siti Nilam (4019041006)

Farah Azzahra (4019041012)

Fitri Yeni (4019041014)

Mayda Shalsabilla (4019041030)

Melissa Gultom (4019041032)

Regita Cahyani I.P (4019041042)

UNIVERSITAS FALETEHAN
Pelamunan, Serang
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingaa kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar Asuhan Kebidanan. Kami tentu
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan
serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapakan kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Kami juga sangat berterima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen dan rekan-
rekan sekalian yang telah membimbing dan memberikan support saat kami menulis makalah
ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Serang, 9 Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan dari
307/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/ 100.000 KH pada
tahun 2007 (SDKI, 2007). Namun demikian, masih diperlukan upaya keras untuk
mencapai target RPJMN 2010-2014 yaitu 118/100.000 KH pada tahun 2014 dan
Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals), yaitu AKI
102/100.000 KH pada tahun 2015. Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu,
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab
tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan
dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre
eklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak langsung
kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti
EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu
dekat jarak kelahiran) menurut SDKI 2002 sebanyak 22.5%, maupun yang
mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti
TIGA TERLAMBAT (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan
kegawatdaruratan). Faktor berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita
penyakit menular seperti Malaria, HIV/AIDS, Tuberkulosis, Sifilis; penyakit tidak
menular seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, gangguan jiwa; maupun yang
mengalami kekurangan gizi. Selain itu masih terdapat masalah dalam penggunaan
kontrasepsi. Menurut data SDKI Tahun 2007, angka unmet-need 9,1%. Kondisi ini
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
dan aborsi yang tidak aman, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu.

Malaria pada kehamilan seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya bagi ibu,
janin dan bayinya. Menurut laporan GFATM Malaria periode tahun 2008 - 2010, di
daerah endemis, prevalensi ibu hamil positif Malaria 38,2%, dan menurut data SDKI
2007, di daerah endemis malaria, ibu hamil yang memakai kelambu hanya 29,0%.
Masalah lain adalah HIV pada ibu hamil, selain mengancam keselamatan ibu juga
dapat menular kepada bayinya (mother-to-child transmission). Menurut data
Kementerian Kesehatan tahun 2009, dari 10.026 ibu hamil yang menjalani test HIV,
sebanyak 289 (2,9%) ibu hamil dinyatakan positif HIV. Sifilis merupakan salah satu
infeksi menular seksual yang juga perlu mendapat perhatian. Ibu hamil yang
menderita Sifilis berpotensi untuk melahirkan bayi dengan Sifilis kongenital. Data
terbatas dari tiga kabupaten model, dari 2.640 ibu hamil yang diperiksa, yang positif
52 ibu hamil (1,97%). Penyakit menular lain yang masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat adalah Tuberkulosis (TB). Pada ibu hamil TB dapat
memperburuk kesehatan dan status gizi ibu, serta mempengaruhi tumbuh kembang
janin dan risiko tertular pada bayinya. Penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes
mellitus, jantung, asma berat, dan gangguan jiwa sangat mempengaruhi kondisi
kesehatan ibu, janin dan bayi baru lahir. Penanganan penyakit kronis pada ibu hamil
masih belum seperti yang diharapkan dan datanya juga belum terekam dengan baik.
Kekurangan gizi pada ibu hamil juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus. Kurang asupan zat besi pada
perempuan khususnya ibu hamil dapat menyebabkan anemia yang akan menambah
risiko perdarahan dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, prevalensi anemia
pada pada ibu hamil sekitar 40,1% (SKRT 2001). Di samping kekurangan asupan zat
besi, anemia juga dapat disebabkan karena kecacingan dan Malaria.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka pelayanan antenatal di fasilitas


kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik perorangan/kelompok perlu
dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif, preventif,
sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian
penyakit menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual),
penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai
dengan kebutuhan program.

B. TUJUAN
Tujuan umumnya adalah untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh
pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan
sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat.
Tujuan khususnya :
1) Menyediakan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif dan berkualitas, termasuk
konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI.
2) Menghilangkan “missed opportunity” pada ibu hamil dalam mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu, komprehensif, dan berkualitas.
3) Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita ibu hamil.
4) Melakukan intervensi terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada ibu hamil sedini
mungkin.
5) Melakukan rujukan kasus ke fasiltas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem
rujukan yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP TUJUAN

Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus dapat memastikan bahwa
kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini masalah dan penyakit yang
dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara adekuat sehingga ibu hamil siap untuk
menjalani persalinan normal. Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai
risiko mengalami penyulit atau komplikasi.

Oleh karena itu, pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, sesuai standar dan
terpadu untuk pelayanan antenatal yang berkualitas. Pelayanan antenatal terpadu dan
berkualitas secara keseluruhan meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar kehamilan


berlangsung sehat;

b. Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan

c. Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman;

d. Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
penyulit/komplikasi.

e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila
diperlukan.

f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi
ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi.
Kerangka konsep Antenatal Care Terpadu

B. KONSEP STANDAR PELAYANAN


Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan yang harus
dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 10T
Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009) :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang
kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
2. Pemeriksaan tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah e” 140/90 mmHg) pada kehamilan dan
preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau
proteinuria)
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil
berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu
hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa
bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi
fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan
pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah
kehamilan 24 minggu.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan
antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit
menunjukkan adanya gawat janin.
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
bila diperlukan.
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi
TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya.
Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.
7. Pemberian Tablet zat besi
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi
minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama
8. Test laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi:
a. Pemeriksaan golongan darah, Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak
hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk
mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi
situasi kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah
ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester
ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita
anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi
proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.
c. Pemeriksaan protein dalam urin Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil
dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah
satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah. Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes
Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali
pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga
(terutama pada akhir trimester ketiga).
e. Pemeriksaan darah Malaria Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di
daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada
indikasi.
f. Pemeriksaan tes Sifilis Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko
tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan
sedini mungkin pada kehamilan.
g. Pemeriksaan HIV Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi
kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani
konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk
menjalani tes HIV.
h. Pemeriksaan BTA Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai
menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi Tuberkulosis tidak
mempengaruhi kesehatan janin.
Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya di fasilitas rujukan.
9. Tatalaksana kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium,
setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar
dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk
sesuai dengan sistem rujukan.
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan
C. JENIS PELAYANAN
Pelayanan antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten yaitu
dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan
antenatal terpadu terdiri dari :
a) Anamnesa
Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika melakukan anamnesa, yaitu:
1. Menanyakan keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini.
2. Menanyakan tanda-tanda penting yang terkait dengan masalah kehamilan
dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu hamil:
 Muntah berlebihan
Rasa mual dan muntah bisa muncul pada kehamilan muda terutama pada
pagi hari namun kondisi ini biasanya hilang setelah kehamilan berumur 3
bulan. Keadaan ini tidak perlu dikhawatirkan, kecuali kalau memang
cukup berat, hingga tidak dapat makan dan berat badan menurun terus.
 Pusing
Pusing biasa muncul pada kehamilan muda. Apabila pusing sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari maka perlu diwaspadai.
 Sakit kepala
Sakit kepala yang hebat yang timbul pada ibu hamil mungkin dapat
membahayakan kesehatan ibu dan janin.
 Perdarahan waktu hamil,
walaupun hanya sedikit sudah merupakan tanda bahaya sehingga ibu hamil
harus waspada.
 Sakit perut hebat,
Nyeri perut yang hebat dapat membahayakan kesehatan ibu dan janinnya.
 Demam,
Demam tinggi lebih dari 2 hari atau keluarnya cairan berlebihan dari liang
rahim dan kadang-kadang berbau merupakan salah satu tanda bahaya pada
kehamilan.
 Batuk lama,
Batuk lama Lebih dari 2 minggu, perlu ada pemeriksaan lanjut.

3. Menanyakan status kunjungan (baru atau lama), riwayat kehamilan yang


sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit
yang diderita ibu.

4. Menanyakan status imunisasi Tetanus Toksoid.

5. Menanyakan jumlah tablet Fe yang dikonsumsi.

6. Menanyakan obat-obat yang dikonsumsi seperti: antihipertensi, diuretika,


anti vomitus, antipiretika, antibiotika, obat TB, dan sebagainya.
7. Di daerah endemis Malaria, tanyakan gejala Malaria dan riwayat pemakaian
obat Malaria.

8. Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit pada
pasangannya. Informasi ini penting untuk langkahlangkah penanggulangan
penyakit menular seksual.

9. Menanyakan pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah, frekuensi
dan kualitas asupan makanan terkait dengan kandungan gizinya.

10. Menanyakan kesiapan menghadapi persalinan dan menyikapi


kemungkinan terjadinya komplikasi dalam kehamilan, antara lain:

o Siapa yang akan menolong persalinan? Setiap ibu hamil harus bersalin
ditolong tenaga kesehatan.

o Dimana akan bersalin? Ibu hamil dapat bersalin di Poskesdes, Puskesmas


atau di rumah sakit?

o Siapa yang mendampingi ibu saat bersalin? Pada saat bersalin, ibu sebaiknya
didampingi suami atau keluarga terdekat. Masyarakat/organisasi masyarakat,
kader, dukun dan bidan dilibatkan untuk kesiapan dan kewaspadaan dalam
menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal

o Siapa yang akan menjadi pendonor darah apabila terjadi pendarahan? Suami,
keluarga dan masyarakat menyiapkan calon donor darah yang sewaktu-waktu
dapat menyumbangkan darahnya untuk keselamatan ibu melahirkan.

o Transportasi apa yang akan digunakan jika suatu saat harus dirujuk? Alat
transportasi bisa berasal dari masyarakat sesuai dengan kesepakatan bersama
yang dapat dipergunakan untuk mengantar calon ibu bersalin ke tempat
persalinan termasuk tempat rujukan. Alat transportasi tersebut dapat berupa
mobil, ojek, becak, sepeda, tandu, perahu, dsb.

o Apakah sudah disiapkan biaya untuk persalinan? Suami diharapkan dapat


menyiapkan dana untuk persalinan ibu kelak. Biaya persalinan ini dapat pula
berupa tabulin (tabungan ibu bersalin) atau dasolin (dana sosial ibu bersalin)
yang dapat dipergunakan untuk membantu pembiayaan mulai antenatal,
persalinan dan kegawatdaruratan.

Informasi anamnesa bisa diperoleh dari ibu sendiri, suami, keluarga, kader ataupun sumber
informasi lainnya yang dapat dipercaya. Setiap ibu hamil, pada kunjungan pertama perlu
diinformasikan bahwa pelayanan antenatal selama kehamilan minimal 4 kali dan minimal 1
kali kunjungan diantar suami.
JURNAL

“FAKTOR PENGARUH RISIKO KEHAMILAN “4T” PADA IBU


HAMIL”

ABSTRAK

Kehamilan risiko tinggi ditemukan pada ibu hamil yang terlalu tua, terlalu muda, terlalu
banyak dan terlalu dekat (4T).Puskesmas Bringin memiliki AKI tertinggi tahun 2016 yaitu
berjumlah 3 kasus, 2kasus memiliki usia> 35 tahun. Tahun 2017 dari 609 ibu hami terdapat
205 dengan kehamilan risiko tinggi “4T”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap risiko kehamilan “4T”. Jenis penelitian yang digunakan
adalah korelasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah
seluruh Ibu hamil di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bringin.Sampel berjumlah 70 orang
yang di diambil dengan metode Proportional sampling.Data penelitian diperoleh dari
kuesioner. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dengan uji statistik Chi
Square, dan multIvariat dengan Regresi Logistik.Hasil penelitian terdapat hubungan antara
pendidikan dengan risiko kehamilan “4T”, terdapat hubungan antara status ekonomi dengan
risiko kehamilan “4T” dan terdapat hubungan antara keinginan memiliki anak dengan risiko
kehamilan “4T”. Hasil analisis multivariat didapatkan variabel yang paling besar
pengaruhnya terhadap kehamilan risiko tinggi “4T” adalah keinginan memiliki anak.
Diharapkan ibu dengan risiko kehamilan “4T” lebih rutin dalam kunjungan ANC sehingga
komplikasi persalinan dapat dicegah.

Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan SDKI 2012 menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan dari tahun 2007 sampai tahun 2012 yaitu menjadi 359 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup. Tahun 2015 AKI mengalami penurunan menjadi 305 kematian
ibu per 100.000 kelahiran ibu (Kemenkes RI, 2017). Di Provinsi Jawa Tengah 2013,AKI
2014 mencapai 711 kasus. Namun pada tahun 2015 angka kematian ibu menurun menjadi
619 kasus dan ditahun 2016 menjadi 602 kasus (Dinkes Jateng, 2016). AKI di Kabupaten
Semarang pada tahun 2016 mengalami penurunan. Pada tahun 2015 AKI sebesar 120,34 per
100.000 KH (17 kasus), sedangkan pada tahun 2016 menjadi 103,38 per 100.000 KH (15
kasus). Meskipun mengalami penurunan, AKI di Kabupaten Semarang belum dapat mencapai
target yaitu sebesar 102 per 100.000 KH (Dinkes Kabupaten Semarang, 2017). Tiga
penyebab utama kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan, hipertensi (preeklampsia
dan eklampsia) dan infeksi (Kemenkes RI, 2017).Di Kabupaten Semarang tahun 2016
terdapat 15 kasus kematian maternal yang disebabkan karena risiko tinggi.Kehamilan risiko
tinggi ditemukan pada ibu hamil yang memiliki masalah usia, paritas dan jarak kehamilan
atau yang dikenal dengan “4T” yaitu terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak dan terlalu dekat
(Manuaba, 2012). Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun memicu terjadinya anemia,
keguguran, prematuritas dan berat bayi lahir rendah serta komplikasi kehamilan lainnya
(Manuaba, 2010). Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah
20 tahun 25 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun
(Wiknjosastro, 2010). Kehamilan pada usia tua (35 tahun keatas) menyebabkan risiko
timbulnya kombinasi antara penyakit usia tua dan kehamilan tersebut yang menyebabkan
risiko meninggal atau cacat pada bayi dan ibu hamil menjadi bertambah tinggi (Sinsin, 2008).
Paritas yang terlalu banyak dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam kehamilan,
menghambat proses persalinan, menyebabkan perdarahan dan dapat menambah beban
ekonomi keluarga (Barus, 2018).Risiko yang mungkin terjadi jika ibu memiliki jarak
kehamilan yang terlalu dekat adalah keguguran, anemia, BBLR, prematur, dan komplikasi
lainnya.Selain itu dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena kondisi rahim ibu
yang belum pulih (Barus, 2018). Penurunan kematian ibu tidak dapat dilakukan hanya dengan
mengatasi faktor penyebab langsung kematian ibu tetapi juga harus mengatasi faktor
penyebab tidak langsungnyadiantaranya kondisi sosial (pendidikan dan pekerjaan),
keikutsertaan KB serta keinginan untuk hamil (Kemenkes RI, 2013), status ekonomi, dan
kunjungan antenatal (Manuaba, 2012). Oleh sebab itu, upaya penurunan kematian ibu juga
harus didukung oleh upaya kesehatan reproduksi lainnya termasuk peningkatan pelayanan
antenatal, penurunan kehamilan remaja serta peningkatan cakupan peserta aktif KB.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Semarang (2016), AKI tertinggi tahun 2016 berada
di Puskesmas Bringin yaitu berjumlah 3 kasus. Dari hasil studi pendahuluan, penyebab dari 3
kasus kematian yang terjadi di Puskesmas Bringin tahun 2016 yaitu preeklampsia berat,
perdarahan ,odema pulmonal dan asma. 2 dari 3 orang ibu yang meninggal memiliki usia> 35
tahun. Pada tahun 2017 dari 609 orang ibu hamil terdapat 205 orang ibu hamil tergolong ibu
dengan kehamilan risiko tinggi “4T”. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor yang
berpengaruh terhadap Risiko Kehamilan “4T” pada ibu hamil di Puskesmas Bringin.

Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berada di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Bringin pada bulan Januari 2018 yaitu berjumlah 324 orang. Besar sampel
diambil dengan berdasarkan teori Roscue (1982) dalam Sugiyono (2017), maka besar sampel
dalam penelitian adalah 70 orang ibu hamil. Teknik dalam pengambilan sampel adalah
proportional random sampling. Penelitian ini menggunakan data primer yang diukur
menggunakan kuisioner. Analisa bivariat menggunakan uji statistik Chi Square dan multaviat
menggunakan Regresi Logistic.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Univariat
Tabel 1 Analisis Univariat

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 70 responden ibu hamil didapatkan ibu hamil
dengan usia terlalu muda (8,6%) dan terlalu tua (17,2%), terdapat ibu hamil dengan anak
terlalu banyak (5,8%), ibu hamil dengan jarak anak teralu dekat (15,7%). Sebagian besar ibu
hamil berpendidikan rendah (60%), tidak bekerja (75,7 %), status ekonominya kurang
(52,9%), tidak ber-KB (51,4%), masih ingin mempunyai anak (84,3%) dan melakukan
kunjungan ANC tidak lengkap (64,3). Menurut Winkjosastro ( 2010) kematian maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
sesudah usia 30-35 tahun. Kehamilan di usia<20 tahun sangat berbahaya untuk kesehatan
organ reproduksi yang belum kuat untuk berhubungan intim dan melahirkan, sehingga gadis
diusia <20 tahun memiliki risiko 4 kali lipat mengalami luka serius dan meninggal akibat
melahirkan (Ayu, 2016).Penelitian yang dilakukan oleh Wellings, dkk (2013) di Inggris,
Skotlandia dan Wales mengungkapkan bahwa kehamilan tidak direncanakan paling tinggi
terjadi pada usia 16-19 tahun.Partitas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal yang lebih tinggi.Maryunani (2016) menyatakan bahwa pada paritas
sampai dengan 3, rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil.Tetapi pada paritas lebih dari
3 elastisitas otot-otot rahim tidak kembali seperti semula seperti sebelum hamil karena
mengalami regangan pada saat kehamilan.Jarak kehamilan yang optimal dianjurkan adalah
36 bulan.J.S. Lesinki dalam Manuaba (2012) menyatakan bahwa pendidikan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kehamilan risiko tinggi.Hal ini berpengaruh terhadap
akses media termasuk informasi tentang kesehatan.Penelitian yang dilakukan oleh
Kusmindarti dan Kholifah (2015) didapatkan hasil pekerjaan ibu hamil sebagai ibu rumah
tangga (IRT) menjadi faktor dominan penyebab kehamilan risiko tinggi.Penelitian yang
dilakukan oleh Ahmed dkk (2012) mendapatkan hasil bahwa ibu yang tidak menggunakan
KB memiliki risiko 1,8 kali lebih tinggi mengalami kematian dari pada ibu yang
menggunakan KB. Penelitian yang dilakukan oleh Yeoh dkk (2016), ditemukan bahwa ibu
dengan kehamilan tanpa faktor risiko lebih rutin melakukan kunjungan ANC sesuai standar
(>4 kali).

Kesimpulan dan Saran


Sebagian besar ibu hamil memiliki pendidikan rendah (60%), sebagian besar ibu hamil tidak
bekerja (75,7%), sebagian besar ibu hamil memiliki status ekonomi kurang (52,9%), sebagian
besar ibu hamil ikutserta dalam berKB (51,4%), Hampir seluruh ibu hamil berkeinginan
memiliki anak (84,3%), sebagian besar ibu hamil tidak lengkap dalam kunjungan ANC
(64,3%), sebagian besar ibu hamil tidak berisko kehamilan “4T” (64,3%). Terdapat hubungan
antara pendidikan dengan risiko kehamilan “4T” pada ibu hamil .Tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan risiko kehamilan “4T” pada ibu hamil. Ada hubungan antara status
ekonomi dengan risiko kehamilan “4T” pada ibu hamil. Tidak terdapat hubungan antara
keikutsertaan ber KB dengan risiko kehamilan “4T” pada ibu hamil. Terdapat hubungan
antara keinginan memiliki anak dengan risiko kehamilan “4T” pada ibu hamil.Tidak terdapat
hubungan antara kunjungan ANC dengan risiko kehamilan “4T” pada ibu hamil.Variabel
yang paling besar pengaruhnya terhadap kehamilan risiko tinggi “4T” adalah keinginan
memiliki anak.Diharapkan ibu dengan risiko kehamilan “4T” lebih rutin dalam kunjungan
ANC sehingga komplikasi persalinan dapat dicegah.
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN DALAM ASUHAN KEHAMILAN

a) Peran Bidan dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat.

Peran bidan yang diharapkan adalah:


1) Peran Sebagai Pelaksana
Peran bidan sebagai pelaksan terbagi menjadi tiga kategori sebagai berikut :
a. Pelayanan mandiri
Pelayanan mandiri bidan yaitu tugas yang menjadi tanggung jawab bidan sesuai
kewenangannya, meliputi:
1. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang  diberikan.
2. Memberi pelayanan dasar pra nikah pada remaja dengan melibatkan mereka sebagai
klien.
3. Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan norma.
4. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan
melibatkan klien /keluarga.
5. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
6. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien /keluarga.
7. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan
KB.
8. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan
wanita dalam masa klimakretium dan nifas.

a. Pelayanan Kolaborasi
Pelayanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya
dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari proses kegiatan
pelayanan kesehatan
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
2. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
3. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
4. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi dengan klien dan keluarga
5. Memberikan asuhan pada BBL dengan resiko tinggi dan yang mengalami
komplikasi serta kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan meliatkan klien dan keluarga

b. Pelayanan Rujukan
Pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang
lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu
menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan yang
dilakukan oleh bidan ketempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horisintal
maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya.
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan
fungsi  rujukan keterlibatan klien dan keluarga
2. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan
resiko tinggi dan kegawat daruratan
3. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan
dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga
4. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa
nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan
keluarga
5. Memberikan asuhan kebidanan pada BBL dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan
keluarga
6. Memberikan asuhan kebidanan pada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan
langkah sebagai pelaksana.
2) Peran sebagai pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim, yaitu :
a. Pengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan
kebidanan untuk individu, keluarga kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja
dengan melibatkan masyarakat/ klien meliputi :
1. Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak
untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat
2. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil kajian bersama masyarakat
3. Mengelola kegiatan pelayanan kesehatan khususnya KIA/KB sesuai dengan rencana.
4. Mengkoordinir, mengawasi dan membimbing kader dan dukun atau petugas
kesehatan lain dalam melaksanakan program/ kegiatan pelayanan KIA/KB
5. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat  khususnya KIA
KB termasuk pemanfaatan sumber yang ada pada program dan sektor terkait.
6. Menggerakkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat serta memelihara
kesehatannya dengan memanfaatkan potensi yang ada
7. Mempertahankan dan meningkatkan mutu serta keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang, dan kegiatan dalam kelompok profesi
8. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan

b. Berpartisipasi dalam tim


Bidan berpartisi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain
melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader, dan tenaga kesehatan lain yang
berada di wilayah kerjanya, meliputi :
1. Bekerjasama dengan Puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi
asuhan kepada klien bentuk konsultasi, rujukan & tindak lanjut
2. Membina hubungan baik dengan dukun bayi, kader kesehatan, PLKB dalam
masyarakat Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan
petugas kesehatan lain
3. Memberikan asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi
4. Membina kegiatan yang ada di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan
3) Peran sebagai pendidik
Sebagai pendidik bidan mempunyai 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh
kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader
a. Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu keluarga dan
masyarakat tentang penanggulanagan masalah kesehatan khususnya KIA/KB
b. Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan/keperawatan serta
membina dukun di wilayah kerjanya.

Langkah-langkah dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan yaitu :


 Mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan
 Menyusun rencana jangka pendek dan jangka panjang untuk penyuluhan
 Menyiapkan alat dan bahan pendidikan  dan penyuluhan
 Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan
 Mengevaluasi hasil pendidikan dan penyuluhan
 Menggunakan hasil evaluasi  untuk meningkatkan program bimbingan
mendokumentasikan kegiatan

4) Peran sebagai peneliti


1. Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
mandiri maupun kelompok.
2. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi/penelitian
3. Menyusun rencana kerja
4. Melaksanakan investigasi
5. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi
6. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
7. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program
kerja atau pelayanan kesehatan
b) Tanggung Jawab Bidan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Bidan memegang tanggung jawab penuh dalam pelayanan kesehatan di masyarakat.


Sebagai tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan tugas
seorang bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya dalam
pelayanannya.Tanggung jawab bidan dalam sistem pelayanan antara lain:

 Tanggung jawab terhadap peraturan perundang-undangan

Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Peraturan tenaga kesehatan ditetapkan didalam
undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta ketentuan
yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau keputusan
menteri kesehatan.Kegiatan praktek bidan dikontrak oleh peraturan tersebut. Bidan harus
dapat mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Tanggung jawab terhadap pengembangan kompetensi


Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan profesionalnya. Oleh
karena itu, bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan
mengikuti pelatihan, pendidikan berkelanjutan, seminar, serta pertemuan ilmiah lainnya.

 Tanggung jawab terhadap penyimpanan catatan kebidanan


Setiap bidan diharuskan mendokumentasikan kegiatannya dalam bentuk catatan tertulis.
Catatan bidan mengenai pasien yang dilayaninya dapat di pertanggungjawabkan bila
terjadi gugatan. Catatan yang dilakukan bidan dapat digunakan sebagai bahan laporan
untuk disampaikan kepada atasannya.

 Tanggung jawab terhadap keluarga yang dilayani


Bidan memiliki kewajiban memberi asuhan kepada ibu dan anak yang meminta
pertolongan kepadanya. Ibu dan anak merupakan bagian dari keluarga. Oleh karena itu,
kegiatan bidan sangat erat kaitannya dengan keluarga. Tanggung jawab bidan tidak hanya
pada kesehatan ibu dan anak, tetapi juga menyangkut kesehatan keluarga. Bidan harus
dapat mengidentifikasi masalah dan kebutuhan keluarga serta memberi pelayanan dengan
tepat dan sesuai dengan kebutuhan keluarga. Pelayanan yang membutuhkan keselamatan,
kepuasan, dan kebahagiaan selama masa hamil atau melahirkan. Oleh karena itu, bidan
harus mengerahkan segala kemampuan pengetahuan, sikap, dan perilakunya dalam
memberi pelayanan kesehatan keluarga yang membutuhkan.

 Tanggung jawab terhadap profesi


Bidan harus menerima tanggung jawab keprofesian yang dimilikinya. Oleh karena itu, ia
harus mematuhi dan berperan aktif dalam melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan
kewenangan dan standar keprofesian.
Bidan harus ikut serta dalam kegiatan organisasi bidan dan badan resmi kebidanan. Untuk
mengembangkan kemampuan profesiannya, bidan haru mencari informasi tentang
perkembangan kebidanan melalui media kebidanan, seminar, dan pertemuan ilmiah
lainnya. Semua bidan harus menjadi anggota organisasi bidan. Bidan memilki hak
mengajukan suara dan pendapat tentang profesinya

   Tanggung jawab terhadap masyarakat


Bidan adalah anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, bidan turut
bertanggung jawab dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat (mis., lingkungan
yang tidak sehat, penyakit menular, masalah gizi terutama yang menyangkut kesehatan
ibu dan anak). Baik secara mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain, bidan
berkewajinban memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat. Bidan harus memelihara kepercayaan masyarakat. Imbalan yang diterima
dari masyarakat sesuai dengan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada
bidan. Tanggung jawab terhadap masyarakat merupakan cakupan dan bagian tanggung
jawabnya kepada Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Budiharja. 2010. Jurnal Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta.

Marcelya, Shella, Salafas, Eti. 2018. Jurnal Faktor Pengaruh Risiko Kehamilan “4T” pada
Ibu Hami, Vol. 1, No. 2. Indonesian Journal of Midwifery (IMJ); Jakarta.

Priyanto, Agus. 2018. Jurnal Kepemimpinan Tim (Team Leadership). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai