Dosen Pembimbing :
Husnul Khotimah, SST, MKM
UNIVERSITAS FALETEHAN
Pelamunan, Serang
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingaa kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar Asuhan Kebidanan. Kami tentu
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan
serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapakan kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Kami juga sangat berterima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen dan rekan-
rekan sekalian yang telah membimbing dan memberikan support saat kami menulis makalah
ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan dari
307/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/ 100.000 KH pada
tahun 2007 (SDKI, 2007). Namun demikian, masih diperlukan upaya keras untuk
mencapai target RPJMN 2010-2014 yaitu 118/100.000 KH pada tahun 2014 dan
Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals), yaitu AKI
102/100.000 KH pada tahun 2015. Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu,
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab
tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan
dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre
eklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak langsung
kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti
EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu
dekat jarak kelahiran) menurut SDKI 2002 sebanyak 22.5%, maupun yang
mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti
TIGA TERLAMBAT (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan
kegawatdaruratan). Faktor berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita
penyakit menular seperti Malaria, HIV/AIDS, Tuberkulosis, Sifilis; penyakit tidak
menular seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, gangguan jiwa; maupun yang
mengalami kekurangan gizi. Selain itu masih terdapat masalah dalam penggunaan
kontrasepsi. Menurut data SDKI Tahun 2007, angka unmet-need 9,1%. Kondisi ini
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
dan aborsi yang tidak aman, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu.
Malaria pada kehamilan seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya bagi ibu,
janin dan bayinya. Menurut laporan GFATM Malaria periode tahun 2008 - 2010, di
daerah endemis, prevalensi ibu hamil positif Malaria 38,2%, dan menurut data SDKI
2007, di daerah endemis malaria, ibu hamil yang memakai kelambu hanya 29,0%.
Masalah lain adalah HIV pada ibu hamil, selain mengancam keselamatan ibu juga
dapat menular kepada bayinya (mother-to-child transmission). Menurut data
Kementerian Kesehatan tahun 2009, dari 10.026 ibu hamil yang menjalani test HIV,
sebanyak 289 (2,9%) ibu hamil dinyatakan positif HIV. Sifilis merupakan salah satu
infeksi menular seksual yang juga perlu mendapat perhatian. Ibu hamil yang
menderita Sifilis berpotensi untuk melahirkan bayi dengan Sifilis kongenital. Data
terbatas dari tiga kabupaten model, dari 2.640 ibu hamil yang diperiksa, yang positif
52 ibu hamil (1,97%). Penyakit menular lain yang masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat adalah Tuberkulosis (TB). Pada ibu hamil TB dapat
memperburuk kesehatan dan status gizi ibu, serta mempengaruhi tumbuh kembang
janin dan risiko tertular pada bayinya. Penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes
mellitus, jantung, asma berat, dan gangguan jiwa sangat mempengaruhi kondisi
kesehatan ibu, janin dan bayi baru lahir. Penanganan penyakit kronis pada ibu hamil
masih belum seperti yang diharapkan dan datanya juga belum terekam dengan baik.
Kekurangan gizi pada ibu hamil juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus. Kurang asupan zat besi pada
perempuan khususnya ibu hamil dapat menyebabkan anemia yang akan menambah
risiko perdarahan dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, prevalensi anemia
pada pada ibu hamil sekitar 40,1% (SKRT 2001). Di samping kekurangan asupan zat
besi, anemia juga dapat disebabkan karena kecacingan dan Malaria.
B. TUJUAN
Tujuan umumnya adalah untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh
pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan
sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat.
Tujuan khususnya :
1) Menyediakan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif dan berkualitas, termasuk
konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI.
2) Menghilangkan “missed opportunity” pada ibu hamil dalam mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu, komprehensif, dan berkualitas.
3) Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita ibu hamil.
4) Melakukan intervensi terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada ibu hamil sedini
mungkin.
5) Melakukan rujukan kasus ke fasiltas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem
rujukan yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP TUJUAN
Dalam pelayanan antenatal terpadu, tenaga kesehatan harus dapat memastikan bahwa
kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini masalah dan penyakit yang
dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara adekuat sehingga ibu hamil siap untuk
menjalani persalinan normal. Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai
risiko mengalami penyulit atau komplikasi.
Oleh karena itu, pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, sesuai standar dan
terpadu untuk pelayanan antenatal yang berkualitas. Pelayanan antenatal terpadu dan
berkualitas secara keseluruhan meliputi hal-hal sebagai berikut:
d. Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
penyulit/komplikasi.
e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila
diperlukan.
f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi
ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi.
Kerangka konsep Antenatal Care Terpadu
8. Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit pada
pasangannya. Informasi ini penting untuk langkahlangkah penanggulangan
penyakit menular seksual.
9. Menanyakan pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah, frekuensi
dan kualitas asupan makanan terkait dengan kandungan gizinya.
o Siapa yang akan menolong persalinan? Setiap ibu hamil harus bersalin
ditolong tenaga kesehatan.
o Siapa yang mendampingi ibu saat bersalin? Pada saat bersalin, ibu sebaiknya
didampingi suami atau keluarga terdekat. Masyarakat/organisasi masyarakat,
kader, dukun dan bidan dilibatkan untuk kesiapan dan kewaspadaan dalam
menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
o Siapa yang akan menjadi pendonor darah apabila terjadi pendarahan? Suami,
keluarga dan masyarakat menyiapkan calon donor darah yang sewaktu-waktu
dapat menyumbangkan darahnya untuk keselamatan ibu melahirkan.
o Transportasi apa yang akan digunakan jika suatu saat harus dirujuk? Alat
transportasi bisa berasal dari masyarakat sesuai dengan kesepakatan bersama
yang dapat dipergunakan untuk mengantar calon ibu bersalin ke tempat
persalinan termasuk tempat rujukan. Alat transportasi tersebut dapat berupa
mobil, ojek, becak, sepeda, tandu, perahu, dsb.
Informasi anamnesa bisa diperoleh dari ibu sendiri, suami, keluarga, kader ataupun sumber
informasi lainnya yang dapat dipercaya. Setiap ibu hamil, pada kunjungan pertama perlu
diinformasikan bahwa pelayanan antenatal selama kehamilan minimal 4 kali dan minimal 1
kali kunjungan diantar suami.
JURNAL
ABSTRAK
Kehamilan risiko tinggi ditemukan pada ibu hamil yang terlalu tua, terlalu muda, terlalu
banyak dan terlalu dekat (4T).Puskesmas Bringin memiliki AKI tertinggi tahun 2016 yaitu
berjumlah 3 kasus, 2kasus memiliki usia> 35 tahun. Tahun 2017 dari 609 ibu hami terdapat
205 dengan kehamilan risiko tinggi “4T”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap risiko kehamilan “4T”. Jenis penelitian yang digunakan
adalah korelasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah
seluruh Ibu hamil di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bringin.Sampel berjumlah 70 orang
yang di diambil dengan metode Proportional sampling.Data penelitian diperoleh dari
kuesioner. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dengan uji statistik Chi
Square, dan multIvariat dengan Regresi Logistik.Hasil penelitian terdapat hubungan antara
pendidikan dengan risiko kehamilan “4T”, terdapat hubungan antara status ekonomi dengan
risiko kehamilan “4T” dan terdapat hubungan antara keinginan memiliki anak dengan risiko
kehamilan “4T”. Hasil analisis multivariat didapatkan variabel yang paling besar
pengaruhnya terhadap kehamilan risiko tinggi “4T” adalah keinginan memiliki anak.
Diharapkan ibu dengan risiko kehamilan “4T” lebih rutin dalam kunjungan ANC sehingga
komplikasi persalinan dapat dicegah.
Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan SDKI 2012 menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan dari tahun 2007 sampai tahun 2012 yaitu menjadi 359 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup. Tahun 2015 AKI mengalami penurunan menjadi 305 kematian
ibu per 100.000 kelahiran ibu (Kemenkes RI, 2017). Di Provinsi Jawa Tengah 2013,AKI
2014 mencapai 711 kasus. Namun pada tahun 2015 angka kematian ibu menurun menjadi
619 kasus dan ditahun 2016 menjadi 602 kasus (Dinkes Jateng, 2016). AKI di Kabupaten
Semarang pada tahun 2016 mengalami penurunan. Pada tahun 2015 AKI sebesar 120,34 per
100.000 KH (17 kasus), sedangkan pada tahun 2016 menjadi 103,38 per 100.000 KH (15
kasus). Meskipun mengalami penurunan, AKI di Kabupaten Semarang belum dapat mencapai
target yaitu sebesar 102 per 100.000 KH (Dinkes Kabupaten Semarang, 2017). Tiga
penyebab utama kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan, hipertensi (preeklampsia
dan eklampsia) dan infeksi (Kemenkes RI, 2017).Di Kabupaten Semarang tahun 2016
terdapat 15 kasus kematian maternal yang disebabkan karena risiko tinggi.Kehamilan risiko
tinggi ditemukan pada ibu hamil yang memiliki masalah usia, paritas dan jarak kehamilan
atau yang dikenal dengan “4T” yaitu terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak dan terlalu dekat
(Manuaba, 2012). Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun memicu terjadinya anemia,
keguguran, prematuritas dan berat bayi lahir rendah serta komplikasi kehamilan lainnya
(Manuaba, 2010). Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah
20 tahun 25 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun
(Wiknjosastro, 2010). Kehamilan pada usia tua (35 tahun keatas) menyebabkan risiko
timbulnya kombinasi antara penyakit usia tua dan kehamilan tersebut yang menyebabkan
risiko meninggal atau cacat pada bayi dan ibu hamil menjadi bertambah tinggi (Sinsin, 2008).
Paritas yang terlalu banyak dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam kehamilan,
menghambat proses persalinan, menyebabkan perdarahan dan dapat menambah beban
ekonomi keluarga (Barus, 2018).Risiko yang mungkin terjadi jika ibu memiliki jarak
kehamilan yang terlalu dekat adalah keguguran, anemia, BBLR, prematur, dan komplikasi
lainnya.Selain itu dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena kondisi rahim ibu
yang belum pulih (Barus, 2018). Penurunan kematian ibu tidak dapat dilakukan hanya dengan
mengatasi faktor penyebab langsung kematian ibu tetapi juga harus mengatasi faktor
penyebab tidak langsungnyadiantaranya kondisi sosial (pendidikan dan pekerjaan),
keikutsertaan KB serta keinginan untuk hamil (Kemenkes RI, 2013), status ekonomi, dan
kunjungan antenatal (Manuaba, 2012). Oleh sebab itu, upaya penurunan kematian ibu juga
harus didukung oleh upaya kesehatan reproduksi lainnya termasuk peningkatan pelayanan
antenatal, penurunan kehamilan remaja serta peningkatan cakupan peserta aktif KB.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Semarang (2016), AKI tertinggi tahun 2016 berada
di Puskesmas Bringin yaitu berjumlah 3 kasus. Dari hasil studi pendahuluan, penyebab dari 3
kasus kematian yang terjadi di Puskesmas Bringin tahun 2016 yaitu preeklampsia berat,
perdarahan ,odema pulmonal dan asma. 2 dari 3 orang ibu yang meninggal memiliki usia> 35
tahun. Pada tahun 2017 dari 609 orang ibu hamil terdapat 205 orang ibu hamil tergolong ibu
dengan kehamilan risiko tinggi “4T”. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor yang
berpengaruh terhadap Risiko Kehamilan “4T” pada ibu hamil di Puskesmas Bringin.
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berada di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Bringin pada bulan Januari 2018 yaitu berjumlah 324 orang. Besar sampel
diambil dengan berdasarkan teori Roscue (1982) dalam Sugiyono (2017), maka besar sampel
dalam penelitian adalah 70 orang ibu hamil. Teknik dalam pengambilan sampel adalah
proportional random sampling. Penelitian ini menggunakan data primer yang diukur
menggunakan kuisioner. Analisa bivariat menggunakan uji statistik Chi Square dan multaviat
menggunakan Regresi Logistic.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Univariat
Tabel 1 Analisis Univariat
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 70 responden ibu hamil didapatkan ibu hamil
dengan usia terlalu muda (8,6%) dan terlalu tua (17,2%), terdapat ibu hamil dengan anak
terlalu banyak (5,8%), ibu hamil dengan jarak anak teralu dekat (15,7%). Sebagian besar ibu
hamil berpendidikan rendah (60%), tidak bekerja (75,7 %), status ekonominya kurang
(52,9%), tidak ber-KB (51,4%), masih ingin mempunyai anak (84,3%) dan melakukan
kunjungan ANC tidak lengkap (64,3). Menurut Winkjosastro ( 2010) kematian maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
sesudah usia 30-35 tahun. Kehamilan di usia<20 tahun sangat berbahaya untuk kesehatan
organ reproduksi yang belum kuat untuk berhubungan intim dan melahirkan, sehingga gadis
diusia <20 tahun memiliki risiko 4 kali lipat mengalami luka serius dan meninggal akibat
melahirkan (Ayu, 2016).Penelitian yang dilakukan oleh Wellings, dkk (2013) di Inggris,
Skotlandia dan Wales mengungkapkan bahwa kehamilan tidak direncanakan paling tinggi
terjadi pada usia 16-19 tahun.Partitas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal yang lebih tinggi.Maryunani (2016) menyatakan bahwa pada paritas
sampai dengan 3, rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil.Tetapi pada paritas lebih dari
3 elastisitas otot-otot rahim tidak kembali seperti semula seperti sebelum hamil karena
mengalami regangan pada saat kehamilan.Jarak kehamilan yang optimal dianjurkan adalah
36 bulan.J.S. Lesinki dalam Manuaba (2012) menyatakan bahwa pendidikan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kehamilan risiko tinggi.Hal ini berpengaruh terhadap
akses media termasuk informasi tentang kesehatan.Penelitian yang dilakukan oleh
Kusmindarti dan Kholifah (2015) didapatkan hasil pekerjaan ibu hamil sebagai ibu rumah
tangga (IRT) menjadi faktor dominan penyebab kehamilan risiko tinggi.Penelitian yang
dilakukan oleh Ahmed dkk (2012) mendapatkan hasil bahwa ibu yang tidak menggunakan
KB memiliki risiko 1,8 kali lebih tinggi mengalami kematian dari pada ibu yang
menggunakan KB. Penelitian yang dilakukan oleh Yeoh dkk (2016), ditemukan bahwa ibu
dengan kehamilan tanpa faktor risiko lebih rutin melakukan kunjungan ANC sesuai standar
(>4 kali).
Peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat.
a. Pelayanan Kolaborasi
Pelayanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya
dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari proses kegiatan
pelayanan kesehatan
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
2. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
3. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko
tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
4. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi dengan klien dan keluarga
5. Memberikan asuhan pada BBL dengan resiko tinggi dan yang mengalami
komplikasi serta kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan meliatkan klien dan keluarga
b. Pelayanan Rujukan
Pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang
lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu
menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan yang
dilakukan oleh bidan ketempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horisintal
maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya.
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan
fungsi rujukan keterlibatan klien dan keluarga
2. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan
resiko tinggi dan kegawat daruratan
3. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan
dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga
4. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa
nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan
keluarga
5. Memberikan asuhan kebidanan pada BBL dengan kelainan tertentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan
keluarga
6. Memberikan asuhan kebidanan pada anak balita dengan kelainan tertentu dan
kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan
langkah sebagai pelaksana.
2) Peran sebagai pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim, yaitu :
a. Pengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan
kebidanan untuk individu, keluarga kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja
dengan melibatkan masyarakat/ klien meliputi :
1. Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak
untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat
2. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil kajian bersama masyarakat
3. Mengelola kegiatan pelayanan kesehatan khususnya KIA/KB sesuai dengan rencana.
4. Mengkoordinir, mengawasi dan membimbing kader dan dukun atau petugas
kesehatan lain dalam melaksanakan program/ kegiatan pelayanan KIA/KB
5. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya KIA
KB termasuk pemanfaatan sumber yang ada pada program dan sektor terkait.
6. Menggerakkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat serta memelihara
kesehatannya dengan memanfaatkan potensi yang ada
7. Mempertahankan dan meningkatkan mutu serta keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang, dan kegiatan dalam kelompok profesi
8. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan
Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Peraturan tenaga kesehatan ditetapkan didalam
undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta ketentuan
yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau keputusan
menteri kesehatan.Kegiatan praktek bidan dikontrak oleh peraturan tersebut. Bidan harus
dapat mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Marcelya, Shella, Salafas, Eti. 2018. Jurnal Faktor Pengaruh Risiko Kehamilan “4T” pada
Ibu Hami, Vol. 1, No. 2. Indonesian Journal of Midwifery (IMJ); Jakarta.