Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KEDOKTERAN 2

BLOK 2.4 BRIDGING TO CLINICAL MEDICAL SCIENCES

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEK OBAT (DOSIS)


Disusun Oleh:
Kelompok 1A
Ulya Maulia Maharani G1A021001

Nawangsari Rahmadiani S G1A021002

Ivana Putri Rafa Jati G1A021003

Muhammad Hafizh B G1A021004

Andhika Bagus Pradhipta G1A021005

Pitra Guna Alamsyah G1A021006

Ghurratul Al Fauziyah G1A021007

Thauriq Azfa Syiraz G1A021008


Asisten
Ahmad Husein Haekal Alkaff

G1A019081

Alifia Nabila Salsabilla Zein

G1A019064
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
2022
I. Tujuan Percobaan
Mengetahui pengaruh dosis terhadap efek analgetik pada hewan coba.

II. Dasar Teori


A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efek Obat
Efek obat dapat dipengaruhi oleh dosis obat yang diberikan
pada pasien untuk menghasilkan efek yang diinginkan tergantung
dari banyak faktor antara lain: usia, berat badan, berat ringannya
penyakit dan sebagainya. Lalu, dalam beberapa masalah kesehatan,
dapat mempengaruhi efek samping obat misalnya mungkin efek
samping yang menjadi diinginkan, seperti Benadryl diberikan
sebelum tidur yang menyebabkan rasa kantuk menjadi
menguntungkan. Tetapi pada saat-saat lain, efek samping dapat
menjadi reaksi yang merugikan. Interaksi obat juga dapat
mempengaruhi efek jika efek suatu obat (index drug) berubah
akibat adanya obat lain (precipitant drug), makanan, atau minuman
(Nila & Halim, 2013 ; Nuryati, 2017). Penyakit tertentu dapat
mempengaruhi efek dari suatu obat. Gagal ginjal kronik
menyebabkan komplikasi dan mengharuskan pasien untuk
mengonsumsi banyak obat. Interaksi obat sangat penting secara
klinis jika berakibat menurunkan efektivitas obat (Hanyaq et al,
2021).
B. Respon Tubuh Terhadap Obat
Respon tubuh terhadap obat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi antara lain adalah faktor nutrisi, faktor obat-obat
lain yang digunakan bersama, faktor penyakit, dan faktor gaya
hidup, seperti merokok atau konsumsi alkohol dll. Faktor
lingkungan akan berinteraksi dengan faktor genetik yang
mengkode berbagai protein seperti reseptor, kanal ion dan enzim
pemetabolisme obat yang menentukan nasib obat dalam tubuh dan
efek obat. Kaitan dengan faktor genetik misalnya seseorang dengan
ras tertentu memiliki jumlah enzim pemetabolisme yang lebih
banyak dari orang lain akibat dari variasi genetik. Hal tersebut
akan menyebabkan efek obat menjadi lebih kecil karena
keberadaan obat di dalam tubuh menjadi dipersingkat (karena
metabolismenya besar) atau sebaliknya (Nuryati, 2017).
Selanjutnya terdapat faktor fisiologi, faktor patologis yang
mempengaruhi respon tubuh terhadap obat. Faktor fisiologis
ditentukan berdasarkan usia, luas permukaan tubuh, berat badan
dan kombinasi antara faktor-faktor ini (Nuryati, 2017). Faktor
patologis yang mempengaruhi respon tubuh terhadap obat terbagi
menjadi beberapa golongan berdasarkan organ utama yang
melakukan fungsi farmakokinetik tubuh misalnya penyakit saluran
cerna, penyakit hati, penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal.
Selain itu, terdapat faktor lain lain yang mempengaruhi respon
tubuh terhadap obat yaitu interaksi obat, toleransi obat,
bioavailabilitas, efek plasebo dan pengaruh lingkungan
(Farmakologi FK UI, 2012 ).
C. Hubungan Dosis Respon
Hubungan dosis dan respon terbagi menjadi berbagai
macam. Diantaranya kurva dosis-respon graded dan kurva kuantal.
Kurva dosis respon graded tersebut biasanya digambarkan dengan
kurva yang menunjukkan potensi farmakologik relatif dan efikasi
maksimal obat sedangkan kurva kuantal yakni mengukur respon
semua atau tidak dari suatu kelompok hewan coba dengan
menentukan persen respon dan kurva dosis-efek kuantal sering
ditandai dengan menyebutkan dosis efektif median (ED50), yaitu
dosis dengan 50% orang memperlihatkan efek kuantal tertentu.
Effective dose (ED) adalah dosis yang dapat menimbulkan efek
yang diharapkan (Katzung et al., 2012; Kurniawidjaja et. al.,
2021).
Kurva dosis respon graded (Katzung et al, 2012).

Kurva dosis kuantal (Katzung et al, 2012) .


D. Dosis Obat
Dosis obat adalah takaran jumlah obat yang menghasilkan
efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan. Dalam
pemberian obat harus tepat dalam memberikan dosis obat dengan
tingkat keparahan serta kondisi pasien karena jika dosis obat yang
diberikan berlebihan akan menimbulkan efek toksin. Sedangkan,
apabila dosis obat yang diberikan terlalu kecil maka obat tidak
akan efektif.
Berdasarkan fungsinya dosis dibedakan menjadi enam jenis yaitu :
1) Dosis awal/Loading Dose, merupakan dosis awal yang
dibutuhkan untuk tercapainya konsentrasi obat yang diinginkan di
dalam darah dan untuk selanjutnya dengan dosis perawatan.
2) Dosis pencegahan, merupakan jumlah yang dibutuhkan untuk
melindungi agar pasien tidak terkena penyakit.
3) Dosis terapi merupakan dosis obat yang digunakan untuk terapi
jika pasien sudah terkena penyakit.
4) Dosis lazim, merupakan dosis yang umumnya digunakan untuk
terapi.
5) Dosis maksimal, merupakan dosis obat maksimal yang dapat
digunakan untuk pengobatan penyakit, yang bila dosis maksimal
dilampaui akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
6) Dosis letal merupakan dosis yang melebihi dosis terapi dan
mengakibatkan efek yang tidak diinginkan yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
(Nuryati, 2017)
E. Paracetamol sebagai Analgesik pada Hewan Uji
Pada praktikum farmakologi yang telah dilaksanakan.
Parasetamol merupakan obat pilihan pertama bagi penanganan
demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgesik. Parasetamol
berguna untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol
sendiri mempunyai efek hepatotoksik. pemberian parasetamol pada
hewan uji menyebabkan tikus tidak menunjukkan efek atau
geliatan yang signifikan dikarenakan pemberian dosis obat
analgesik yang diberikan dapat mempengaruhi efek analgetik
dengan meredakan nyeri pada tikus dan berkurangnya jumlah
geliatan (Tamimi,2020).
F. Asam Asetat sebagai Penginduksi Rasa Nyeri pada Hewan Uji
Pada praktikum yang telah dilaksanakan, asam asetat
digunakan sebagai penginduksi rasa nyeri pada hewan uji coba
berupa tikus. Pemberian asam asetat 1% dilakukan terhadap tikus
secara intraperitoneal. Penyuntikan dilakukan secara
intraperitoneal karena absorbsi dapat terjadi secara cepat dan
konstan, selain itu efek yang dihasilkan juga dapat bertahan lama.
Pemberian asam asetat 1% dapat menimbulkan rasa nyeri pada
hewan uji coba. Asam asetat bekerja dengan cara menciptakan
suasana asam dengan melepaskan ion H+ yang berperan sebagai
mediator nyeri yang mempengaruhi kerja sistem saraf dari hewan
uji (Auliah et al, 2019) (Sentat et al, 2018).
Rasa nyeri yang dirasakan oleh tikus menyebabkan gerakan
menggeliat pada tikus. Gerakan menggeliat ini dapat dilihat ketika
tikus menggerakkan kedua pasang kakinya ke depan dan ke
belakang serta perut atau abdomen menekan lantai. Gerakan ini
akan muncul dalam waktu maksimal 5 menit setelah asam asetat
diinduksi (Fadhilla et al, 2020).
G. Penggunaan Ekstrak Ciplukan
Ciplukan atau Physalis peruvina L merupakan tanaman
yang sering digunakan untuk pengobatan tradisional di kalangan
masyarakat untuk mengobati diabetes, gusi berdarah, bisul, tukak,
dan demam. Daun ciplukan juga memiliki fungsi sebagai
antipiretik, analgetik, diuretik, antiinflamasi, dan detoksifikasi.
Senyawa yang terkandung dalam tanaman Ciplukan antara lain
steroid, alkaloid, flavonoid, dan saponin (Fadhilla et al, 2020).
Salah satu efek dari flavonoid yang terkandung dalam
ekstrak ciplukan adalah sifatnya yang analgetik yang bekerja
dengan cara menghambat enzim siklooksigenase yang dampak
akhirnya adalah dapat menghambat pembentukan prostaglandin
dan tromboksan sehingga dapat mengurangi rasa nyeri pada tikus
(Fadhilla et al, 2020).

III. Cara Percobaan


A. Alat
1. Batang pengaduk
2. Sonde
3. Stop watch
4. Timbangan berat badan
B. Bahan
1. Paracetamol
2. Alkohol
3. Aqua destilat
4. Ekstrak buah ciplukan
C. Langkah Kerja
IV. Hasil Percobaan
A. Tabel
1. Tabel Volume Pemberian

Perlakuan Berat Badan Volume dan Jumlah


Pemberian (ml dan mg)

Aquades 150 gram 2 ml

Paracetamol ½ dosis 200 gram 0,2 ml

Paracetamol 1x dosis 150 gram 0,3 ml

Paracetamol 2x dosis 150 gram 0,6 ml

Ekstrak ciplukan 200 200 gram 1 ml


mg/KgBB

Ekstrak ciplukan 400 200 gram 1 ml


mg/KgBB

Ekstrak ciplukan 800 150 gram 0,75 ml


mg/KgBB

2. Tabel Jumlah Geliatan

Hewan Jumlah Geliatan Tiap 5 Menit

5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’

Tikus (I) - 19 7 20 15 12 17 18 22 17 0 0
Paracetamol
1 dosis

Tikus (II) 1 2 4 3 3 1 1 0 5 3 0 0
Paracetamol
½ dosis

Tikus (III) 3 1 3 5 1 0 0 2 0 0 0 0
Paracetamol
2x dosis

Tikus (IV) 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0

Aquadest

Tikus (V) 2 5 6 3 3 0 0 0 0 0 0 0

Ekstrak
Ciplukan 200
mg/KgBB

Tikus (VI) 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Ekstrak
Ciplukan 400
mg/KgBB

Tikus (VII) 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Ekstrak
Ciplukan 800
mg/KgBB

3. Rata-rata jumlah kumulatif geliat tikus selama 60


menit

Hewan Coba Rata-rata jumlah kumulatif geliat tikus selama 60 menit

Tikus I 14,7

Tikus II 1,91
Tikus III 1,87

Tikus IV 0,67

Tikus V 3,8

Tikus VI 0,67

Tikus VII 3

B. Dokumentasi Foto

V. Pembahasan
Pada praktikum kali ini tikus dibagi menjadi tiga kelompok yang
berdasarkan pada perlakuan dan jumlah dosis yang diberikan, yaitu
aquades, paracetamol, dan ekstrak ciplukan. setelah 5 menit akan
diberikan asam asetat 1% yang volumenya disesuaikan dengan berat
badan masing-masing tikus dan akan dihitung jumlah geliat setiap lima
menit selama 60 menit. Hal tersebut ditujukan untuk melihat pengaruh
dosis obat paracetamol dan ekstrak ciplukan terhadap respon tikus
dengan geliat. Asam asetat dipilih sebagai penginduksi nyeri karena
dapat memberikan rangsangan nyeri bagi hewan uji dengan cara
memicu respon inflamasi dan biosintesis prostaglandin, meningkatnya
kadar prostaglandin menyebabkan peningkatan nyeri inflamasi dengan
meningkatkan permeabilitas kapiler dalam rongga peritoneum.
akibatnya tikus merespon nyeri yang diberikan dengan geliat, yaitu
keempat kakinya kedepan dan kebelakang serta abdomen yang
mengarah ke lantai (Fadhilla et al, 2020).
Sementara itu, pemberian ekstrak ciplukan dan parasetamol dapat
menimbulkan efek analgetik, yaitu dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase untuk menghambat sintesis prostaglandin (Fadhilla et
al, 2020; Hidayat et al, 2017). Parasetamol merupakan obat yang
memiliki efek analgesik. Analgesik ialah senyawa yang mampu
menekan fungsi sistem saraf pusat maupun perifer secara selektif yang
dapat mengatasi rasa nyeri (Parwitha & Siswodihardjo, 2020).
Paracetamol sangat aman jika digunakan dalam dosis terapi. Namun,
penggunaan paracetamol secara berlebih dapat menyebabkan
kerusakan hati dan keracunan (Muin, 2018). Ciplukan sendiri
merupakan tanaman yang telah dimanfaatkan dalam pengobatan
tradisional. Ciplukan termasuk ke dalam famili tumbuhan Solanaceae
dan dikenal dengan nama daerah keceplokan, nyanyoran, atau cecenet.
Ciplukan memiliki banyak kandungan kimia yang beekhasiat untuk
tubuh. Beberapa zat yang sudah diketahui antara lain seperti
chorogenik acid, asam sitrun, fisalin, flavonoid, saponin dan polifeno.
Ciplukan berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiinflamasi, dan
detoksifikasi (Fadhilla et al, 2020 ; Eno et al, 2020).
Besarnya penghambatan jumlah geliat atau daya analgetik dihitung
menggunakan persamaan Handerson dan Forsaith yaitu :
P
% daya analgetik = 100−( ×100 % )
K
Keteragan :
P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian senyawa uji.
K = jumlah rata-rata kumulatif geliat hewan uji.
(Paat et al, 2018)
147
% daya analgetik parasetamol satu dosis = 100−( ×100 % ) = 90
14,7
%
23
% daya analgetik parasetamol ½ dosis = 100−( ×100 %) =
1.91
87,95 %
15
% daya analgetik parasetamol 2x dosis = 100−( ×100 % ) = 91%
1,87
4
% daya analgetik aquadest = 100−( × 100 %) = 49,7%
0,67
% daya analgetik ekstrak ciplukan 200 mg/KgBB =
19
100−( ×100 % ) = 40 %
3,8
% daya analgetik ekstrak ciplukan 400 mg/KgBB =
2
100−( × 100 %) = 97%
0,67
% daya analgetik ekstrak ciplukan 800 mg/KgBB =
2
100−( × 100 %) = 99%
0,67

Berdasarkan hasil persentase daya analgetik diatas dengan


pemberian parasetamol dan ekstrak ciplukan yang dosisnya telah
disesuaikan pada masing-masing berat badan tikus, dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi dosis obat yang diberikan, maka semakin tinggi
pula persentase daya analgetik tikus. Hal tersebut menandakan
tingginya dosis dapat mempengaruhi efektivitas obat.

VI. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa pemberian obat pada hewan coba pada


pengujian menggunakan asam asetat memberikan efek penginduksi
rasa nyeri,paracetamol sebagai Analgetik serta ekstrak ciplukan
bekerja dalam menghambat enzim siklooksigenase yang dampak
akhirnya adalah dapat menghambat pembentukan prostaglandin dan
tromboksan sehingga dapat mengurangi rasa nyeri pada hewan
coba.Dalam pemberian obat ini,terdapat respon obat yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain: faktor Fisiologis,faktor genetik,faktor
toleransi,faktor patologis,faktor interaksi obat.Pembagian Dosis
berdasarkan fungsinya terdiri dari 6 jenis yaitu:Dosis awal,dosis
pencegahan,dosis terapi,dosis lazim,dan dosis maksimal.Semakin
tinggi dosis obat yang diberikan, maka semakin tinggi pula persentase
daya analgetik .
Daftar Pustaka

Auliah, N., Latuconsina, A. A., Thalib, M. 2019. Uji Efek Analgetik Ekstrak
Etanol Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) Terhadap Mencit
(Mus musculus) yang Diinduksi Asam Asetat. Jurnal Riset Kefarmasian
Indonesia. 1(2). 102-113.

Eno, M. R. D. L., Sulistyowati, Y., Setyobroto, I. 2020. Pengaruh Pemberian


Ekstrak Herba Ciplukan (Physalis Angulata L) Terstandar Fisalin
Terhadap Perubahan Berat Badan Tikus (Sprague Dawley) Hiperglikemia.
11(2): 156-170.

Fadhilla, G., Adnyana, I. K., & Chaniago, R. 2020. Analgetic Activity of Ethanol
Extract of Ciplukan Leaves (Physalis peruviana L.) on Male Swiss
Webster Mice by Stretching Method (Sigmund). Jurnal Ilmiah Farmako
Bahari. 11(1):75-88.

Farmakologi FK UI. 2012. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta :


Departemen Farmakologi dan Teurapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Hanyaq, A.T., Ramadhan, A.M., Samsul, E. 2021. Kajian Interaksi Obat Pasien
Gagal Ginjal Kronik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Samarinda.
Proceeding mulawarman pharmaceuticals conferences. 14(1): 376-384.

Hidayat, A. P., Harahap, M. S., & Villyastuti, Y. W. 2017. Perbedaan Antara


Parasetamol dan Ketolorak Terhadap Kadar Substansi Serum Tikus Wistar
Sebagai Analgesik. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia). 9(1):38-49.
Katzung, B. G., Masters, S. B., Trevor, A. J. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik.
Edisi 12. The McGraw-Hill Companies : USA.

Kurniawidjaja, L. M., Lestari, F., Tejamaya, M., Ramdhan, D. H. 2021. Konsep


Dasar Toksikologi Industri. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Jakarta.
Muin, R. 2018. Studi Efektivitas Paracetamol di Puskesmas Batubatu Kabupaten
Soppeng Berdasarkan Evidence Based. Journal of Pharmaceutical Science
and Herbal Technology. 3(1): 32-37.

Nila, A., & Halim, M. 2013. Dasar-Dasar Farmakologi 2. Jakarta : Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan.

Nuryati. 2017. Bahan Ajar Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan Farmakologi.
Jakarta : Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Paat, M., Mongi, J., Palandi, R., & Untu, S. 2018. Uji Efek Analgesik Infusa Daun
Pepaya (Carica papaya L.) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang
Diinduksi Asam Asetat. Biofarmasetikal Tropis. 1(1):5-8.

Parwitha, I.A.A. and Siswodihardjo, S., 2020. Sintesis O-(Isoleusil) Parasetamol


dan Uji Aktivitas Analgesik terhadap Mencit (Mus musculus) dengan
Metode Hot Plate. Jurnal Farmasi Sains dan Terapan, 7(2) : 64-69.

Sentat, T., Soemarie, Y. B., Hakim, L. N. 2018. Uji Aktivitas Analgetik Ekstrak
Etanol Daun Sereh Wangi (Cymbopogon nardus(L) Rendle) pada Mencit
Putih (Mus musculus L) Jantan dengan Metode Induksi Nyeri Cara Kimia.
Jurnal Al Ulum Sains dan Teknologi. 4(1). 28-33.

Tamimi, A., A., P., Quolje, E., Siampa, J.P. 2020. Uji Efek Analgesik Ekstrak
Etanol Daun Kelor pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Pharmacon.
9(3) : 325-333.
Lampiran :

Anda mungkin juga menyukai