DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1. Ni Wayan Milka Lina (1208505067)
2. Putu Putri Kertanjali Vedawati (1308505007)
3. I Putu Angga Cahyadi Putra Wedana (1308505015)
4. Vevy Auryn Setiawan (1308505045)
5. Luh Putu Mia Meliani Manik (1308505062)
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
dikembangkan berupa obat luar karena gejala inflamasi dan nyeri terjadi pada
persendian yang memungkinkan diobati dengan pemberian obat tradisional secara
topikal yang diharapkan efektif dan cepat untuk membantu mengatasi nyeri sendi/asam
urat.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui formula dan cara pembuatan jamu yang baik untuk mengatasi
nyeri sendi/asam urat yang digunakan secara topikal dengan berpedoman pada
CPOTB.
1.3.2 Untuk mengetahui prosedur evaluasi dan hasil evaluasi jamu yang telah dibuat
untuk mengatasi nyeri sendi/asam urat yang digunakan secara topikal sehingga
memenuhi persyaratan mutu obat tradisional, khususnya untuk obat luar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang dibuat dari tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (sediaan galenik) atau campuran dari bahan tersebut,
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Jamu bisa dimanfaatkan untuk obat luar dan obat dalam yang harus diminum. Obat luar
bisa dioles, digosok, direndam, atau ditempel (Harmanto dan Subroto, 2007). Produk
jadi obat tradisional dapat dibedakan berdasarkan penggunaannya dapat berupa obat
dalam atau obat luar. Obat dalam dapat berupa sediaan rajangan, sediaan serbuk
simplisia, sediaan lainnya, yaitu serbuk instan, granul, serbuk efervesen, pil, kapsul,
kapsul lunak, tablet, tablet efervesen, tablet hisap, pastilles, dodol, film strip dan cairan
obat dalam. Obat luar, antara lain sedian cair berupa cairan obat luar, sediaan semi
padat berupa salep, krim dan sediaan padat berupa parem, pilis, tapel, koyo/plester, dan
supositoria. Parem adalah sediaan padat atau cair obat tradisional yang terbuat dari
serbuk simplisia dan / atau ekstrak dan digunakan sebagai obat luar (BPOM, 2014).
Jamu memiliki beberapa keunggulan, seperti toksisitasnya rendah dan efek
samping yang ditimbulkan ringan. Namun demikian jamu juga memiliki beberapa
kelemahan diantaranya: khasiatnya belum diuji secara khusus; takarannya diragukan
ketepatannya; serta daya sembuhnya lebih lambat daripada obat modern (Iswanti et al.,
2011). Jamu tidak membutuhkan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup
dengan bukti empiris. Walaupun demikian, jamu harus memenuhi persyaratan
keamanan dan standar mutu. Saat ini sudah banyak sediaan jamu dalam bentuk yang
lebih praktis misalnya pil, serbuk seduhan ataupun kapsul.
Berikut merupakan kriteria jamu yang diharuskan.
- Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
- Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
- Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat
pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium
- Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata kata : Secara tradisional
digunakan untuk , atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran
4
(BPOM RI, 2004).
2.3. CPOTB
CPOTB adalah petunjuk yang menyangkut aspek produksi dan pengendalian
mutu obat tradisional yang meliputi seluruh rangkaian pembuatan obat tradisional yang
bertujuan agar produk obat tradisional yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaan (Marchaban dkk,
2004).
CPOTB bagi industri obat tradisional meliputi seluruh aspek yang menyangkut
pembuatan obat tradisional mulai sistem manajemen mutu, inspeksi diri, dokumentasi,
hingga penanganan terhadap hasil pengamatan produk jadi dalam peredarannya
(Mulqie, 2010).
CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Dengan demikian penerapan CPOTB
merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing
dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional
(BPOM, 2005).
5
Arthritis jenis ini lebih sering menyerang laki-laki. Biasanya sebagai akibat dari
kerusakan sistem kimia tubuh yang menyebabkan peningkatan kadar asam urat
dalam darah. Hal yang berkaitan dengan patofisiologi GA adalah kelarutan asam
urat berkurang pada cuaca yang dingin dan pH yang rendah.. Kondisi ini paling
sering menyerang sendi kecil, terutama ibu jari kaki. Arthritis gout hampir selalu
dapat dikendalikan oleh obat dan pengelolaan diet.
3. Arthritis Rheumatoid (AR)
Merupakan penyakit autoimun, dimana pelapis sendi mengalami peradangan
sebagai bagian dari aktivitas sistem imun tubuh. Arthritis rheumatoid adalah tipe
arthritis yang paling parah dan dapat menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang
perempuan hingga tiga sampai empat kali daripada laki-laki.
Gejala-gejala nyeri sendi meliputi (Inawati, 2010):
Nyeri sendi yang semakin buruk setelah latihan atau meletakkan beban di atasnya,
dan hilang dengan istirahat
Rasa sakit yang lebih buruk ketika memulai aktivitas setelah jangka waktu tidak
ada aktivitas
Seiring waktu, nyeri hadir bahkan ketika sedang istirahat
Sendi mengalami pembengkakan
A. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Scrophulariales
Suku : Acanthaceae
Marga : Andrographis
Jenis : Andrographis paniculata (Burm. F.) Wallich ex Nees
Nama umum : Sambiloto
Nama daerah :
Sambilata (Melayu); Sambiloto (Jawa Tengah); Ki Oray (Sunda); Pepaitan
(Maluku).
Sinonim : Andrographis subspathulata C. B. Clarke.
6
(Direktorat Obat Asli Indonesia, 2008).
B. Deskripsi
Tanaman sambiloto berupa tanaman terna tumbuh tegak, tinggi 40 cm
sampai 90 cm, percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang
berbentuk segi empat tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan
pangkal daun tajam atau agak tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm
sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm
sampai 25 mm, daun bagian atasnya seperti daun pelindung. Bunga berbibir
berbentuk tabung, panjang 6 mm. Bibir bunga bagian atas berwarna putih
dengan warna kuning di bagian atasnya. Buah berbentuk jorong dengan
ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm (Depkes RI, 1979).
C. Kandungan Kimia
Andrographis paniculata mengandung diterpen, lakton dan flavonoid.
Flavonoid terdapat pada akar, tapi juga dapat diisolasi dari daun. Rasa pahit
dari daun disebabkan karena adanya andrografolid lakton yang disebut
kalmegin. Beberapa jenis lakton Chuaxinlian A (deoxyandrographolid), B
(andrographolid), C (neoandrografolid) dan D (14-deoxy-11,12-didehidro-
andrografolid) dapat diisolasi dari bagian tanaman yang terpapar udara atau
yang berada di astas permukaan tanah (aerial parts) (Das and Srivastav,
2014).
D. Khasiat
Kandungan flavonoid menunjukkan aktivitas anti-alergi, anti-inflamasi,
anti-mikroba, dan anti-kanker (Das and Srivastav, 2014). Andrografolid
memiliki aktivitas anti-inflamasi obat yang efektif baik secara in vitro dan in
vivo, dan mempengaruhi peradangan non-spesifik, seperti peradangan yang
dihasilkan dari interaksi antigen-antibodi (Abu-Ghefreh et al., 2009).
Penelitian menunjukkan bahwa andrografolid sodium bisulfat yang
diadministrasikan secara topikal pada tikus dapat memberikan efek
perlindungan terhadap paparan sinar UV. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas
andrografolid sebagai anti-oksidan dan antiinflamasi. Dosis yang
menunjukkan kemampuan antiinflamasi dari andrografolid sodium bisulfat
adalah 3.6 mg/tikus (Zhan et al., 2016). Apabila dikonversi ke manusia,
maka dosisnya menjadi 0,2 gram andrografolid sodium bisulfat. Sambiloto
yang telah distandardisasi mengandung andrografolid sebesar 4-6%
(Widyawati, 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka sambiloto yang setara
dengan 0,2 g adalah sebesar 3,3 g.
7
2. Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Gambar 2. Cengkeh
(Direktorat Obat Asli
Indonesia, 2008)
A. Taksonomi
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum
(Bhowmik, et al., 2012).
B. Kandungan Kimia
Kandungan kimia pada cengkeh adalah minyak atsiri yang
mengandung eugenol 70%-85%, asetil eugenol, alpha dan betha kariofilen,
furfural, eugenin (flavonoid), eugenitin, dan isoeugenitol. Pada minyak
atsiri pada cengkeh juga terkandung crategolic acid, tanin, gallotanic acid,
metil salisilat, asam oleanolik (triterpen), dan vanilin (Rani, et al., 2012).
C. Khasiat
Cengkeh berkhasiat sebagai antibakteri, antiseptik, antifungi,
menghilangkan jerawat, anti-inflamasi, peningkat sistem imun, menjaga
kesehatan jantung, melindungi dari paparan polusi, dan pencegahan
timbulnya kanker. Selain itu, cengkeh juga dapat meredakan nyeri,
menghangatkan tubuh, karminatif, anestetik lokal, menghilangkan kolik,
dan meredakan batuk (Bhowmik, et al., 2012). Kandungan minyak atsiri
dalam cengkeh dapat membantu menghilangkan sakit pada sakit gigi,
membantu pengeluaran keringat pada demam dan flu, relaksasi otot polos
pada saluran cerna, membantu penglihatan pada orang tua, dan
meningkatkan daya ingat (Rani, et al., 2012).
8
Gambar 3. Rimpang jahe (Haryanto, 2005).
A. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Zingiber
Jenis : Zingiber officinale L.
(Hutapea, 1994).
B. Deskripsi
Tanaman jahe berupa herba, tegak, dengan tinggi sekitar 30-60 cm.
Batang jahe berupa batang semu, beralur, berwarna hijau. Daun tunggal,
berwarna hijau tua, berseling, lonjong, tepi rata, bergelombang, ujung
runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan atas licin,
bawah halus, panjang 18-25 cm, lebar 7-11 cm, tangkai silindris, panjang
10-15 cm, hijau. Bunga berupa daun tunggal, berwarna hijau tua. Helai
daun berbentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, dan pangkalnya tumpul.
Panjang daun lebih kurang 20-40 cm dan lebarnya sekitar 2-4 cm. Mahkota
bunga berbentuk corong panjangnya 2 - 2,5 cm, berwarna ungu. Buah
kotak berbentuk bulat sampai bulat panjang, berwarna coklat. Biji bulat
berwarna hitam. Akar serabut, berwarna putih kotor. Rimpangnya
bercabang-cabang, tebal dan agak melebar (tidak silindris), berwarna
kuning pucat. Bagian dalam rimpang berserat agak kasar, berwarna kuning
muda dengan ujung merah muda. Rimpang berbau khas dan rasanya pedas
menyegarkan (Hutapea, 1994).
C. Kandungan Kimia
Rimpang jahe mengandung flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
(Hutapea, 1994).
D. Khasiat
9
Secara tradisional rimpang jahe berkhasiat sebagai pelega perut, obat
batuk, obat rematik dan penawar racun (Hutapea, 1994). Selain itu jahe
juga berkhasiat sebagai pereda nyeri, mengusir gas dalam tubuh
(karminatif), antimual dan antimuntah, mengobati hati yang membengkak,
demam, rematik, luka, gatal, melancarkan percernaan makanan dan
menambah nafsu makan.
10
4. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.)
A. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Geraniales
Suku : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L.
(Lestari dan Kurniawaty, 2016).
B. Deskripsi
Batang berbentuk tegak, permukaan kasar, banyak tonjolan, dan berwarna
hijau kotor. Pohon setinggi 5-10 meter. Daun berbentuk daun majemuk,
menyirip, anak daun 25-45 helai, bulat telur, ujung meruncing, pangkal
membulat, panjang 7-10 cm, lebar 1-3 cm, bertangkai pendek, dan berwarna
hijau. Bunga berbentuk majemuk, bentuk malai (bintang),berwarna ungu,
berada pada tonjolan batang dan cabang, menggantung, panjang 5-20 cm,
kelopak lebih kurang 6 mm, daun mahkota bergandengan, bentuk lanset. Akar
pohon adalah tunggang dan berwarna coklat kehitaman. Buah berbentuk buni,
bulat, panjang 4-6 cm, dan berwana hijau kekuningan (Lestari dan
Kurniawaty, 2016).
C. Kandungan Kimia
Belimbing wuluh (A. Bilimbi L.) memiliki kandungan kimia yaitu:
flavonoid, saponin, tanin, glukosid, kalium oksalat, sulfur, asam format,
peroksida. Kandungan kimia daun belimbing wuluh (A. Bilimbi L.) dapat
dilihat dalam tabel 1. (Kristianto, 2013).
11
Tabel 1. Kandungan Kimia dalam Daun Belimbing Wuluh (A. bilimbi L.)
(Kristianto, 2013).
D. Khasiat
Kandungan kimia alami yang terdapat pada daun belimbing wuluh yang
diduga memiliki aktivitas antiinflamasi adalah flavonoid dan saponin (Utami,
2014). Telah dilakukan uji aktivitas analgetik ekstrak buah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) pada mencit jantan galur Swiss Webster dengan metode
geliat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan, etil asetat dan
etanol buah belimbing wuluh menunjukkan aktifitas analgetik. Ekstrak etanol
buah belimbing wuluh dosis 500 mg/kg bb menunjukkan aktivitas analgetik
yang sebanding dengan aspirin.
A. Klasifikasi
12
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
(Direktorat Obat Asli Indonesia, 2008).
B. Deskripsi
Habitus berupa herba tahunan dan memanjat. Batang bulat, beruas, bercabang,
mempunyai akar pelekat, berwarna hijau kotor. Daun tunggal, bulat telur,
pangkal bentuk jantung, ujung runcing, tepi rata. Panjang daun 5-8 cm, 2-5 cm.
Daun bertangkai, duduk berseling atau tersebar, bekas dudukan daun tampak
jelas, pertulangan menyirip, hijau. Bunga majemuk, bentuk bulir,
menggantung, panjang bulir 3,5-22 cm, kepala putik berjumlah dua sampai
lima. Tangkai sari 0,5-1 mm, berwarna putih atau hijau. Buah buni, bulat, saat
masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna merah. Biji bulat, berwarna
putih kehitaman. Akar tunggang berwarna putih kotor (Direktorat Obat Asli
Indonesia, 2008).
C. Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari lada antara lain adalah alkaloid, fenol, tanin, kumarin,
saponin, flavonoid, glikosida, dan minyak atsiri, khavisin, minyak lemak, pati,
serta piperine berupa piperidin dan asam piperat (Utami, 2003; Nahak
dan Sahu, 2011; Trivedi et al., 2011).
D. Khasiat
Lada (Piper nigrum L.) memiliki khasiat sebagai anti-inflamasi dan anti-
arthritis dari senyawa piperin yang terdapat pada buah lada. Telah dilakukan
penelitian piperin terhadap tikus jenis Sprague-Dawley yang telah diinduksi
karagenan dengan hasil bahwa piperine mampu memberi efek anti-inflamasi,
anti-rematik pada IL1 yang menstimulasi FLS (Bang et al., 2009).
13
6. Lengkuas
C. Kandungan Kimia
14
Komponen aktif yang terdapat di dalam lengkuas diantaranya adalah flavonoid,
saponin, minyak atsiri, tannin, dan polifenol (Gholib dan Darmono, 2008).
Dalam lengkuas juga terdapat senyawa monoterpene, ester, seskuiterpen,
eugenol, methyleugenol, dan chavicol (Chudiwal et al, 2010).
D. Khasiat
Rimpang lengkuas sering digunakan sebagai obat tradisional yang bermanfaat
untuk mengobati penyakit seperti diare, bercak-bercak pada kulit dan panu,
menghilangkan bau mulut. Efek farmakologis lengkuas antara lain adalah
antitoksik, antipiretik, analgetik, antifungi, dan memperkuat nafsu makan
(Midun, 2012; Chudiwal et al, 2010 ).Efek analgesic yang dihasilkan dari
Rimpang lengkuas ini diduga berasal dari minyak atisiri yang terkandung
dalam lengkuas. Eugenol merupakan salah satu contoh senyawa minyak atsiri
yang dapat menghasilkan rasa hangat dan efek analgesik (Sousa, 2011).
Mekanisme efek analgesic dari rimpang lengkuas yaitu pada isolasi chavicol
yaitu dengan menunjukkan aktivitas antioksidan, dimana adanya peningkatan
apoptosis sel dan penurunan produksi sitokinin oleh sel T-helper sedangkan
HCA ditekan oleh T-bet. Phenylpropanoids dari rimpang lengkuas menekan
interferon- yang diproduksi di sel T-helper CD4+ dengan penurunan eksperi T-
bet. P-Hydroxycinnal-dehyde dari ekstrak rimpang lengkuas menghambat
degradasi matriks kartilago akibat stimulasi interleukin-1 (Khausik et al.,
2011).
2.6.2. Pembawa
1. Amylum Oryzae
Pati beras adalah pati yang diperoleh dari biji Oryza sativa L. (Familia
Poaceae).
Pemerian : Serbuk sangat halus, putih
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol
Mikroskopik : butir bersegi banyak ukuran 2 m sampai 5 m, tunggal
atau majemuk, berbentuk bulat telur ukuran 10 m sampai 20 m. Hilus di
tengah, tidak terlihat jelas, tidak ada lamella konsentris,
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat
Kegunaan : sebagai bahan pembawa dan bahan pengisi
(Depkes RI, 1995).
15
Pemerian : cairan bening, tidak berwarna, mudah menguap, bau khas
dan rasa terbakar.
Kelarutan : Tercampur dalam kloroform, eter, gliserin dan air (dengan
peningkatan temperatur dan penyusutan volume)
Stabilitas dan penyimpanan : Etanol dapat disterilisasi dengan autoklaf dan
filtrsi dan disimpan dalam wadah kedap udara dan disimpan di tempat yang
sejuk.
Kegunaan : Sebagai pelarut/ solven yang membantu dalam proses
pembuatan ramuan dan pemakaian obat.
(Rowe et al., 2009).
16
BAB III
METODE/PROSEDUR KERJA
17
2. Rimpang Jahe BAUK Antiinflamasi
Analgesik
Antiarthritis
3. Daun Cengkeh BAUK Antiinflamasi
Analgesik
4. Daun Sambiloto BAUK Antiinflamasi
5. Arak Pelarut Pelarut
6. Beras Pembawa Pembawa
7. Talk Pembawa Pembawa
3.3.2 Formula
3.3.1.1 Formula Standar
Tabel 3.3 Formula Standar Jamu Nyeri Sendi
No. Bahan Jumlah yang Pustaka
digunakan
1. Rimpang Lengkuas 2,66 gram
2. Rimpang Jahe 2,44 gram
Daun Cengkeh
3. 1,04 gram Diadaptasi dari Jamu Air
(Dikeringkan)
Mancur
4. Daun Sambiloto 3,3 gram
(Dikeringkan)
5. Arak q.s
6. Beras 5,56 gram
18
3.3.1.4 Formula Jamu Nyeri Sendi Instan
Gambar 3.6 Formula Jamu Nyeri Sendi Instan
No. Bahan Jumlah yang Penimbangan
digunakan (5 sediaan)
1. Rimpang Lengkuas 2,66 gram 13,1g
2. Rimpang Jahe 2,44 gram 13,01 g
3. Daun Cengkeh 1,04 gram 5,22 g
4. Daun Sambiloto 1,04 gram
5,2 g
(Segar)
5. Arak q.s 25 mL
6. Beras 7,82 gram 38,58 g
20
beras 38,58 g. Semua bahan yang telah ditimbang sesuai dengan bobot yang
diperlukan dicampur dan ditambahkan dengan arak hingga terbentuk adonan dan
diulek kembali hingga homogen. Sediaan yang telah jadi dikeringkan dengan cara
dioven (tanpa menutup sediaan).
21
3.5 Skema Kerja
3.5.1 Skema Kerja Formula Jamu Standar
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan serta dicuci hingga
bersih.
Ditambahkan beras apabila bobot yang didapat masih kurang dari bobot
sediaan yang diinginkan.
Semua bahan yang telah ditimbang sesuai dengan bobot yang diperlukan
dihaluskan satu per satu kemudian dicampur kemudian ditambahkan
arak hingga terbentuk adonan.
Sediaan yang telah jadi dapat langung digunakan pada daerah yang
mengalami nyeri.
22
3.5.2 Skema Kerja Jamu Segar 1
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan serta dicuci hingga
bersih.
Ditambahkan beras apabila bobot yang didapat masih kurang dari bobot
sediaan yang diinginkan (15 g).
Sediaan yang telah jadi dapat langung digunakan pada daerah yang
mengalami nyeri.
23
3.5.3 Skema Kerja Optimasi I
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan serta dicuci hingga
bersih.
Ditambahkan beras apabila bobot yang didapat masih kurang dari bobot
sediaan yang diinginkan, yaitu 75 g untuk 5 sediaan, yaitu sekitar 38,58 g
Sediaan yang telah jadi dapat langung digunakan pada daerah yang
mengalami nyeri.
24
3.5.4 Skema Kerja Pembuatan Jamu Instan
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan serta dicuci hingga
bersih.
Ditambahkan beras apabila bobot yang didapat masih kurang dari bobot
sediaan yang diinginkan, yaitu 75 g untuk 5 sediaan, yaitu sekitar 38,58 g
25
3.5.5 Skema Kerja Pembuatan Jamu Instan (Optimasi I)
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan serta dicuci hingga
bersih.
Ditambahkan beras apabila bobot yang didapat masih kurang dari bobot
sediaan yang diinginkan, yaitu 225 g untuk 15 sediaan
26
3.5.6 Pengujian Hedonik
Disiapkan sediaan parem yang sudah jadi dan disiapkan pula alat-alat
yang digunakan untuk rekonstitusi
27
3.6 Kemasan
3.6.1 Kemasan Primer
Kemasan Primer yang digunakan berupa plastik klip.
3.6.3 Etiket
28
29
3.7 Evaluasi Mutu Sediaan Jamu
3.6.1. Evaluasi Organoleptis
Evaluasi organoleptik meliputi evaluasi penampilan, aroma dan warna.
Tabel 3.8 Uji Organoleptis
Saran :
Selanjutnya dilakukan perhitungan Nilai total kepuasan dari masing-masing jenis pengujian
dengan rumus :
Keterangan :
JP : Jumlah panelis (koresponden)
Sn : Skala numerik
AAS : Amat sangat suka
SS : Sangat suka
S : Suka
aS : Agak suka
aTS : Agak tidak suka
TS : Tidak suka
STS : Sangat tidak suka
Kemudian nilai total kepuasan yang diperoleh dari perhitungan tersebut lalu dicocokkan
dengan Tabel 3.10 untuk mengetahui tingkat kepuasan akhir dari masing-masing pengujian.
Tabel 3.10 Nilai Kepuasan Akhir
30
Skala hedonik Rentang Skala numerik
Amat sangat suka 151-175
Sangat suka 126-150
Suka 101-125
Agak suka 76-100
Agak tidak suka 51-75
Tidak suka 26-50
Sangat tidak suka 0-25
3.7 Analisis Data
Analisis data evaluasi pada praktikum ini dilakukan dengan menggunakan program
komputer berupa Microsoft Excel dengan menggunakan pie chart.
Formulasi Jamu
Pengujian Jamu
Analisis Data
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pembuatan Jamu Segar
1. Formulasi Bahan dan Bobotnya
Pembuatan Jamu Segar (Awal) Pembuatan Jamu Segar (Optimasi )
1 sediaan 5 sediaan
Rimpang
2,66 gram Rimpang Lengkuas 13,3 g
Lengkuas
Rimpang Jahe 2,44 gram Rimpang Jahe 12,7 g
Daun Cengkeh Daun Cengkeh
1,04 gram 5,22 g
(Dikeringkan) (Dikeringkan)
Daun Sambiloto 3,3 gram Daun Sambiloto
5,2 g
(Dikeringkan) (Segar)
Arak q.s Arak 25 mL
Beras 5,56 gram Beras 38,58 g
2. Hasil Sediaan
Pembuatan Jamu Segar (Awal) Pembuatan Jamu Segar (Optimasi )
1 sediaan 5 sediaan
Hasil Sediaan Jamu: Hasil Sediaan Jamu:
Warna: hijau
Terdapat sensasi rasa dingin pada awal
Bau : Khas sambiloto
pemakaian, kemudian ada rasa hangat
Warna hijau kecoklatan
Bau daun dan bau khas aromatik
Evaluasi dan Saran: Evaluasi dan Saran
Daun yang digunakan bukan daun Sediaan sudah cukup baik
Dicobakan untuk daun cengkeh yang basah
yang kering dan selanjutnya
atau segar apabila memungkinkan agar warna
diekstraksi air yang digunakan.
Konsistensi ditambahkan dengan sediaan lebih baik
menambahkan beras
Arak yang digunakan lebih murni
Sediaan belum optimal
32
Lengkuas
Rimpang Jahe 13,01 g Rimpang Jahe 39,3 gram
Daun Cengkeh Daun Cengkeh
5,22 g 15,66 gram
(Dikeringkan) (Dikeringkan)
Daun Sambiloto Daun Sambiloto
5,2 g 15,6 gram
(Dikeringkan) (Segar)
Arak 25 mL Arak 25 mL
Beras 38,58 g Beras 115,27 gram
3. Hasil Sediaan
Pembuatan Jamu Instan (Awal) Pembuatan Jamu Instan (Optimasi )
1 sediaan 5 sediaan
Hasil Sediaan Jamu:
Hasil Sediaan Jamu
Tekstur kurang halus, Warna hijau muda
Warna: Hijau Muda Kecoklatan
kecoklatan
Evaluasi dan Saran: Evaluasi dan Saran
Pencetakan belum optimal, maka Tekstur kurang halus sehingga penggerusan
dari itu digunakan alat pencetak bahan dimaksimalkan dan sediaan tidak mau
agar ukuran parem instan menempel sehingga perlu ditambahkan bahan
seragam pengisi untuk menambah daya lekat
Diperkuat aroma cengkeh yang
digunakan
Nilai Total Penampilan = [(JP x SnASS) + (JP x SnSS) + (JP x SnS) + (JP x SnaS) + (JP x
SnTS)]
= [(1 x 7) + (3 x 6) + (9 x 5) + (1 x 4) + (1 x 2)]
= 76
Nilai Kepuasan Akhir = Sangat Suka
33
Nilai Total Aroma = [(JP x SnASS) + (JP x SnSS) + (JP x SnS) + (JP x SnaS) + (JP x
SnaTS)]
= [(2 x 7) + (6 x 6) + (4 x 5) + (2 x 4) + (1 x 3)]
= 81
Nilai Kepuasan Akhir = Sangat Suka
Nilai Total Tekstur = [(JP x SnASS) + (JP x SnSS) + (JP x SnS) + (JP x SnaS) + (JP x
SnTS)]
= [(1 x 7) + (1 x 6) + (10 x 5) + (1 x 4) + (2 x 2)]
= 71
Nilai Kepuasan Akhir = Suka
Nilai Total Kenyamanan = [(JP x SnASS) + (JP x SnSS) + (JP x SnS) + (JP x SnaTS)]
= [(1 x 7) + (4 x 6) + (8 x 5) + (2 x 3)]
= 77
Nilai Kepuasan Akhir = Sangat Suka
Kesimpulan: Data valid karena jumlah koresponden sebanyak 15 orang sesuai dengan nilai
maksimal yang dimiliki skala numerik yang ada 15 x 7 = 105. Dari uji hedonik yang
dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa secara keseluruhan produk hasil jamu yang dibuat
sangat disukai oleh para koresponden yang merupakan populasi orang yang mengikuti
praktikum Farmasi Bahan Alam dan orang disekitar laboratorium.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum Farmasi Bahan Alam, dibuat berbagai jenis sediaan jamu yang dapat
dimanfaatkan untuk membantu dalam mengatasi permasalahan kesehatan, salah satunya
adalah jamu untuk membantu mengatasi nyeri sendi. Sediaan yang dibuat adalah sediaan
topikal, yaitu parem. Parem adalah sediaan padat atau cair obat tradisional yang terbuat dari
serbuk simplisia dan / atau ekstrak dan digunakan sebagai obat luar (BPOM, 2014). Formulasi
jamu yang dibuat adalah diadaptasi dari produk parem jamu air mancur. Bahan-bahan yang
digunakan meliputi rimpang jahe, rimpang lengkuas, daun cengkeh, daun cengkeh dan daun
sambiloto.
Praktikan melakukan penelusuran kembali penggunaan tanaman tersebut untuk
mengatasi nyeri sendi/asam urat berdasarkan manuscript Usada. Berdasarkan Usada Dalem,
jahe dan lengkuas dapat digunakan sebagai obat untuk penderita sakit linu-linu. Berdasarkan
Usada Taru Pramana, Jahe dan cengkeh dapat mengobati penyakit reumatik sebagai boreh.
Berdasarkan jurnal yang menginformasikan penggunaan daun sambiloto (Andrographis
paniculata) secara tradisional pada sistem Siddha dan Ayurweda di India untuk pengobatan
34
rheumatoid arthritis dan gejala inflamasi pada sinusitis (Aggarwal et al., 2011). Bahan
tersebut merupakan bahan aktif utama berkhasiat (BAUK) karena bahan tersebut mengandung
zat aktif yang sangat penting untuk menghasilkan efek pada sediaan parem nyeri sendi ini.
Bahan tambahan yang digunakan beras dan alkohol.
Khasiat utama yang diharapkan dari formulasi parem nyeri sendi adalah aktivitas
antiinflamasi dan analgesik. Informasi khasiat dari masing-masing bahan tersebut dengan
pendekatan ilmiah antara lain sebagai berikut. Daun sambiloto memiliki kandungan utama
andrographolid yang merupakan senyawa aktif yang secara prinsip diisolasi dari tanaman
sambiloto yang memiliki aktivitas antiinflamasi melalui penekanan mediator inflamasi,
seperti NF-B, TNF-, IL-6, MIP-2, iNOS, dan COX-2 (Aggarwal et al., 2011). Cengkeh
memiliki aktivitas anti-inflamasi dan analgesik yang dimanfaatkan pada pembuatan sediaan
parem nyeri sendi ini. Ekstrak etanol dari bunga cengkeh memiliki aktivitas antiinflamasi dan
anti-nociceptive. Aktivitas analgesik disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri
eugenol (Tanko et al., 2008). Jahe memiliki kandungan gingerol berperan dalam pencegahan
dan inflamasi serta kerusakan persendian. Kandungan non-gingerol meningkatkan efek
antiarthritis dalam penelitian lebih luas dari gingerol (Misra et al., 2012). Lengkuas Efek
analgesik yang dihasilkan dari Rimpang lengkuas ini diduga berasal dari minyak atisiri yang
terkandung dalam lengkuas. Eugenol dan clavicol adalah contoh senyawa minyak atsiri yang
dapat menghasilkan rasa hangat dan efek analgesik (Sousa, 2011). Beras digunakan sebagai
pembawa dan alkohol berfungsi sebagai pelarut saat digunakan dan juga membantu dalam
proses pencampuran agar terbentuk massa parem yang dapat dicetak.
Pada praktikum pertama, dilakukan pembuatan sediaan berdasarkan bobot pada
formula standar, yaitu rimpang lengkuas sebanyak 2,66 gram, rimpang jahe sebanyak 2,44
gram, daun sambiloto sebanyak 3,3 gram dan daun cengkeh sebanyak 1,04 gram. Beras
ditambahkan apabila bobot sediaan kurang dari 15 g. Daun yang digunakan adalah daun yang
dikeringkan, baik daun sambiloto maupun daun cengkeh. Sediaan yang dihasilkan belum
optimal, organoleptis sediaan adalah berwarna hijau dan memiliki bau khas dari daun
sambiloto. Hal ini disebabkan karena daun sambiloto yang digunakan terlalu banyak sehingga
perlu dilakukan penurunan bobot daun sambiloto agar dapat dihasilkan sediaan yang baik.
Penurunan bobot dilakukan dengan penyesuaian kembali terhadap sumberm yaitu formula
jamu air mancur agar diperoleh bobot yang lebih sesuai. Daun sambiloto yang digunakan
sebaiknya daun yang segar untuk memudahkan dalam proses menghaluskan sediaan dan
pencampuran karena daun yang kering menjadi agak sulit tercampur. Penurunan bobot
sambiloto, selanjutnya diimbangi dengan penambahan beras agar diperoleh konsistensi yang
35
baik dan bobot sediaan yang sesuai. Arak (alkohol) yang digunakan disarankan menggunakan
arak yang lebih murni agar efek yang ditimbulkan lebih optimal.
Pada praktikum kedua, dilakukan optimasi terhadap formula parem yang dihasilkan
pada praktikum pertama. Pada optimasi sediaan parem segar ini diperoleh sediaan yang lebih
optimal. Beberapa perbaikan yang dilakukan dari praktikum sebelumnya adalah bobot dari
sambiloto yang diturunkan menjadi 1,04 g untuk masing-masing sediaan setelah dilakukan
penyesuaian kembali bobot berdasarkan sumber adaptasi formula, yaitu produk parem air
mancur. Pada optimasi dibuat 5 sediaan, sehingga bobotnya menjadi 5,2 g. Daun sambiloto
yang digunakan adalah daun sambiloto yang segar sehingga memudahkan proses
pencampuran untuk menghasilkan sediaan yang homogen. Bobot dari beras juga disesuaikan
dengan bobot sediaan yang diinginkan, yaitu 15 g untuk masing-masing sediaan. Bobot beras
untuk 5 sediaan adalah 35,58 g. Arak yang digunakan juga arak yang lebih murni.
Hasil dari sediaan parem nyeri sendi yang segar setelah optimasi adalah lebih baik,
dimana konsistensi yang diperoleh sudah lebih baik dan komposisi bahan juga sudah lebih
seimbang, tidak terdapat bahan yang terlalu banyak. Organoleptis sediaan juga sudah cukup
baik, dimana terdapat sensasi rasa dingin pada awal pemakaian yang menyebabkan otot
bagian tubuh yang menggunakan parem menjadi relaksasi, kemudian mulai timbul rasa
hangat setelah beberapa menit yang akan menghilangkan nyeri sendi yang dirasakan
pengguna. Warna dari sediaan parem adalah warna hijau kecoklatan. Warna sediaan belum
terlalu optimal karena diharapkan warna yang lebih terang agar lebih menarik. Oleh karena itu
disarankan menggunakan daun cengkeh yang segar pula. Penggunaan daun cengkeh segar
juga dapat menjadi pertimbangan untuk aroma yang dihasilkan. Namun, hal yang menjadi
kendala adalah kesulitan untuk memperoleh daun cengkeh segar sehingga cukup digunakan
daun cengkeh yang kering dan tidak dilakukan optimasi dengan daun cengkeh segar. Sediaan
ini selanjutnya sudah dapat digunakan dan juga dilakukan proses selanjutnya, yaitu
pembuatan sediaan instan.
Pembuatan parem instan dibuat dengan cara membuat parem segar terlebih dahulu.
Formula yang digunakan adalah formula parem segar yang telah dilakukan optimasi.
Selanjutnya sediaan parem segar dibentuk namun pada pratikum awal pembuatan parem
instan kami belum menggunakan alat cetak. Pembuatan parem instan yang kami gunakan
adalah metode pengeringan dengan oven. Dalam hal ini suhu sangat penting diperhatikan
karena menurut Hidayati (2007), faktor paparan oleh suhu yang tinggi menyebabkan
kandungan mineral dalam bahan berkurang. Setelah dibentuk parem kami masukkan ke oven
dengan suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu 50C selama seminggu. Pengeringan juga
dilakukan untuk melakukan penguapan air yang berada pada parem segar yang merupakan
36
suatu proses perpindahan panas dan perpindahan massa yang terjadi secara serempak, dimana
media panas digunakan untuk menguapkan air dari permukaan bahan ke media pengering
berupa udara. Hal ini dilakukan agar hasil instan tidak mengandung kadar air yang tinggi.
Karena kadar air yang tinggi akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme menjadi cepat.
Hal tersebut akan membuat kestabilan parem tidak akan lama. Kandungan air yang tinggi
dalam bahan juga menyebabkan kegiatan enzim masih tinggi pula. Hal tersebut dapat dicegah
bilamana bahan parem tersebut segera dikeringkan dan dijaga kandungan airnya tetap rendah.
(Rahayoe dkk, 2008).
Setelah dilakukan pengeringan dengan oven, dilihat hasil yang diperoleh. Warna dari
sediaan cenderung lebih pucat dari warna segar nya. Hal ini disebabkan karena klorofil dapat
mengalami degradasi akibat panas sehinga warna hijau mengalami perubahan menjadi pucat
(Fennema, 1996). Padahal konsumen biasanya tertarik akan sediaan yang memiliki warna
tertentu dan menolak jika terdapat penyimpangan pada warna sediaan tersebut. Hal ini karena
secara organoleptik ketertarikan konsumen terutama dipengaruhi oleh penampilan produk
yang dapat mengundang selera (Tranggono, 1990). Sediaan instan yang telah kami peroleh
kami coba larutkan pada pelarutnya yaitu arak. Setelah kami coba ternyata daya lekat dari
sediaan kami berkurang. Hal ini mungkin disebabkan karena berkurang nya kadar air pada
beras sehingga efek gelatinisasi oleh beras menurun. Aroma yang ditimbulkan oleh daun
cengkeh pun agak berkurang setelah dilakukan pengeringan. Hal ini dapat disebabkan karena
minyak atsiri yang mudah menguap.
Karena hal tersebut akhirnya kami melakukan optimasi dalam pembuatan sediaan
parem instan. Hal yang kami optimasi adalah cara pengeringan yang kami lakukan. Metode
pengeringan yang kami lakukan agar tidak membuat sediaan kami begitu pucat adalah
menggunakan kertas alumunium foil agar persebaran panas menjadi merata dan juga kami
membalikan sediaan agar yang terkena panas tidak pada satu sisi saja.
Uji hedonik dilakukan kepada 15 orang responden dengan menilai penampilan, aroma, tekstur
dan kenyamanan pada sediaan jamu topikal nyeri sendi yang berupa param. Responden
berasal mahasiswa maupun mahasiswi di jurusan Farmasi FMIPA Unud yang mengikuti
praktikum Fomulasi Bahan Alam dan orang di sekitar laboratorium farmasi. Uji hedonik ini
berfungsi sebagai tolak ukur penilaian masyarakat umum terhadap jamu yang telah dibuat,
sehingga nantinya jamu topikal nyeri sendi ini dapat diterima oleh masyarakat atau sesuai
dengan kebutuhan pasar. Tingkat kesukaan dari responden di ukur menggunakan 7 tingkat
pengukuran yaitu amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka
dan sangat tidak suka. Nilai kepuasan akhir yang diperoleh berdasarkan perhitungan konversi
skala hedonik ke skala numerik menunjukkan bahwa produk jamu topikal nyeri sendi sangat
37
disukai oleh responden. Adapun beberapa saran yang diajukan oleh responden berupa
perbaikan tekstur param dan perlunya peningkatan dalam bentuk kemasan.
38
BAB V
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.1.1 Adapun formulasi dari jamu topikal nyeri sendi yang digunakan adalah:
R/ Rimpang Jahe 2,44 gram
Rimpang Lengkuas 2,66 gram
Daun Sambiloto 1,04 gram
Daun Cengkeh 1,04 gram
Beras 7,82 gram
Arak q.s
3.1.2 Cara pembuatan jamu topikal nyeri sendi adalah sebagai berikut:
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan serta dicuci hingga bersih
dengan air. Rimpang lengkuas, rimpang jahe, dan daun sambiloto dipotong kecil-kecil.
Daun cengkeh yang telah kering diserbukkan. Beras yang sudah dicuci bersih
direndam selama 30 menit, kemudian ditiriskan lalu dihaluskan dengan cara diulek.
Ditimbang bahan yaitu rimpang lengkuas sebanyak 13,3 gram, rimpang jahe sebanyak
12,7 gram, daun sambiloto segar sebanyak 5,2 gram dan daun cengkeh sebanyak 5,22
gram (untuk 5 sediaan). Bahan-bahan tersebut dihaluskan satu per satu dengan cara
diulek kemudian dicampurkan. Ditambahkan beras apabila bobot yang didapatkan
kurang dari 15 mg untuk masing-masing sediaan, maka ditambahkan kembali beras
hingga mencapai bobot 75 g (5 sediaan), yaitu dengan menambahkan beras 38,58 g.
Semua bahan yang telah ditimbang sesuai dengan bobot yang diperlukan dicampur
dan ditambahkan dengan arak hingga terbentuk adonan dan diulek kembali hingga
homogen. Sediaan yang telah jadi dapat digunakan pada bagian tubuh yang
mengalami nyeri.
3.1.4 Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi organoleptis (evaluasi terhadap penampilan,
warna dan aroma) serta uji hedonik dari panelis terhadap kesukaan pada penampilan,
aroma, tekstur, serta kenyamanan penggunaan dari produk jamu penambah nafsu
makan yang diproduksi.
3.2. Saran
3.2.1 Untuk inovasi pada pembuatan jamu kedepannya dapat dengan menambahkan minyak
cengkeh atau menggunakan cengkeh langsung untuk meningkatkan aroma dari pare
mini serta agar rasa panas yang dihasilkan lebih dominan lagi.
39
3.2.2 Uji hedonik disarankan dilakukan pada orangtua, karena target konsumen adalah para
orangtua yang sering merasakan nyeri pada sendinya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Ghefreh, A. A., H. Canatan, and C. I. Ezeamuzie. 2008. In Vitro and In Vivo Anti-
inflammatory Effects of Andrographolide. International Immunopharmacology. 9: 313-
318.
Aggarwal, B. B., et al. 2011. Identification of Novel Anti-inflammatory Agents from
Ayurvedic Medicine for Prevention of Chronic Diseases: Reverse Pharmacology and
Bedside to Bench Approach. Curr Drug Targets. 12(11): 15951653.
NIH.
Ahmad, S. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluarga Memilih Menggunakan
Pengobatan Tradisional dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Desa Pilohayanga Barat.
Skripsi. Gorontalo: Jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2014. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Bang, J.S., D.H. Oh, H.M. Choi, B.J. Sur, S.J. Lim, J.Y. Kim, H.I. Yang, M.C. Yoo, D.H.
Hahm, K.S. Kim. 2009. Anti-inflammatory and antiarthritic effects of piperine in human
interleukin 1-stimulated fibroblast-like synoviocytes and in rat arthritis models.
Arthritis Research and Therapy. Vol. 11 (2).
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (Binfar). 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien
Penyakit Arthritis Rematik. Jakarta: Dirketorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan.
BPOM RI. 2004. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonsesia Nomor HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan
Penandaan Obat Bahan Alam. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
BPOM. 2005. Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI tentang Pedoman cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Chudiwal, A. L., D.P. Jain, and R. S. Somani. 2010. Alpinia galangal Wild.- An overview on
phyto-pharmalogical properties. Indian Journal of Natural Products and Resources.
Vol. 1(2) pp 143-149.
Das, P. and A. K. Srivastav. 2014. Phytochemical Extraction and Characterization of
the Leaves of Andrographis Paniculata for Its AntiBacterial, Anti-Oxidant, Anti-Pyretic
and AntiDiabetic Activity. International Journal of Innovative Research in Science,
Engineering and Technology. 3(8): 15176-15184.
Depkes RI 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta:Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
41
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Direktorat Obat Asli Indonesia. 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman
Obat Citeureup. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Elfahmi, H.J. Woerdenbag, dan Oliver Kayser. 2014. Jamu: Indonesian Traditional Herbal
Medicine Towards Rational Phytopharmacological Use. Elsevier.
Fennema. 1996. Food Chemistry. 3th Edition. New York: Marcel Dekker, Inc.
Gholib, D dan Darmono. 2008. Pengaruh Ekstrak Lengkuas Putih (Alpinia galangal L.)
terhadap Infeksi Trichophyton mentagrophytes pada kelinci. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia . Vol. 6(2) hal. 57-62.
Harmanto, N. dan M.A. Subroto. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.
Hartono, N. W. B. 2009. Pengaruh Alpinia galanga (Lengkuas) Terhadap Aktivitas Proliferasi
Sel Dan Indeks Apoptosis Pada Adenokarsinoma Mamma Mencit C3 3h H. Tesis.
Semarang : Universitas Diponogoro.
Hidayati, I. L. 2007. Formulasi Tablet Effervescent dari Ekstrak Daun Belimbing
Wuluh(Avverhoa bilimbi Linn.) Sebagai Anti Hipertensi. Skripsi, Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Inawati. 2010. Osteoartritis. Surabaya: Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Ismiyana, F. 2013. Gambaran Penggunaan Obat Tradisional untuk Pengobatan Sendiri pada
Masyarakat di Desa Jimus Polanharjo Klaten. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Iswanti, S., K.N. Fathiyah, dan E.B. Prasetyo. 2011. Studi Tentang Pengetahuan Indegeneous
Lansia Dalam Mengobati dan Menjaga Kesehatan Anak. Jurnal Penelitian Humaniora.
Vol. 16 (1): 116-130.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
Kristianto, A. 2013. Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
Bilimbi L.) Pada Pengolahan Air. Skripsi. Jember: Jurusan Kimia FMIPA Jember. Hlm
6.
Kurniawati, Patonah dan Kurnia, I. tt. Aktivitas Analgetika Ekstrak N-Heksana, Etil Asetat
Dan Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Pada Mencit Jantan Galur
Swiss Webster Dengan Metode Geliat. Bandung: Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
Lestari, E.E Dan Kurniawaty, E. 2016. Uji Efektivitas Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) sebagai Pengobatan Diabetes Melitus. Majority. 5(2): 32-36.
42
Marchaban, A. Fudholi, dan B. Suryadi. 2004. Evaluasi Penerapan Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik (CPOTB) Di Industri Obat Tradisional Di Jawa Tengah. Majalah
Farmasi Indonesia. Vol. 15(2) hal 75 80.
Mulqie, L., A. P. Prima. 2010. Penyuluhan CPOTB Dan Persiapan Pendidikan IKOT di Kota
Garut. Prosiding SnaPP2010 Edisi Ekstata. Bandung: Program Studi Farmasi FMIPA
Universitas Islam Bandung.
Nahak, G. dan R.K Sahu. 2011. Phytochemical Evaluation and Antioxidant Activity of Piper
cubeba and Piper nigrum. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 1 (8): 153-
157.
Rahayoe, S., B. Rahardjo dan R. S. Kusumandari. Konstanta Laju Pengeringan Daun
Sambiloto Menggunakan Pengering Tekanan Rendah. Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 2
(1) pp 17-23
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutica Exipients. Sixth
Edition. London: Pharmaceutical Press.
43
LAMPIRAN
Gambar 1. Bahan-bahan yang digunakan serta parem yang sudah jadi dan siap digunakan.
44
Gambar 2. Parem yang sudah dikeringkan dan siap untuk dikemas.
45