Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“ANTIHISTAMIN”

“Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Kimia Medisinal yang dibina oleh Lisna Gianti, S. Farm., M.S. Farm”

Disusun Oleh :

1. Atika Pramesti (D1A191792)


2. Natasya Margareta (D1A191948)
3. Siti Silvia Nurhasanah (D1A191789)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AL-GHIFARI BANDUNG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan limpah karunia-nya
makalah sederhana ini dapat terselesaikan dengan maksimal dan di dukung oleh
keluarga kami. Makalah ini memberikan banyak sekali tambahan wawasan dan
pengetahuan kepada mahasiswa/mahasiswi UNIVERSITAS AL-GHIFARI,
khususnya selaku kami sebagai penulis. Didalam Makalah ini kami selaku penyusun
hanya sebatas ilmu yang kami sajikan ,sebagai tuntunan tugas dengan topik
“MAKALAH ANTIHISTAMIN” . Dimana dalam topik tersebut ada berapa hal yang
bisa kita pelajari .

Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami


tentang Makalah Antihistamin, menjadikan keterbatasan kami pula untuk
memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini. Oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan karya tulis ini.

Harapan saya ,semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita ,setidaknya
untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang obat antihistamin ini. Kami
juga berharap makalah ini bermanfaat dan memberikan kesan positif terhadap
pembaca . Untuk menumbuhkan daya nalar,kerativitas, dan pola berpikir, saya
sajikan aktivitas yang menurut peran aktif dalam melakukan suatu kegiatan.

Bandung, 5 Januari 2022

Penulis.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
I.1 Latar Belakang...................................................................................................4
I.2 Tujuan Makalah..................................................................................................5
I.3 Rumusan Masalah..............................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
II. 1. Definisi Anti Histamin.......................................................................................6
II. 2. Aktivitas Terpenting Histamin...........................................................................7
II. 3. Reaksi Alergi......................................................................................................7
II. 4. Penggolongan Obat Anti Histamin.....................................................................8
II.4.1 H1 – blockers (antihistaminika klasik)........................................................8
II.4.2 Antihistamin generasi pertama...................................................................9
II.4.3 Derifat Etanolamin.....................................................................................9
II.4.4 Derivat Etilendiamin................................................................................10
II.4.5 Derivat Propilamin...................................................................................10
II.4.6 Derivat Piperazin......................................................................................11
II.4.7 Derivat Fenotiazin....................................................................................12
II.4.8 Derivat Trisiklik lainnya...........................................................................12
II.4.9 Antihistamin generasi kedua.....................................................................13
II.4.10 Lain-Lain..................................................................................................15
II.4.11 H2 -blocker (penghambat asam)...............................................................16
II. 5. Mekanisme Kerja.............................................................................................16
II. 6. Efek Samping...................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistamin. Sejak
itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada
umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas
artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin
dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1)
klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek
samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami
gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari,
dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka
panjang. Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam
kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan
cerah. Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamin
(penghambatan saingan).
Dalam hidup sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk lainnya
baik hewan, tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti debu, tungau,
serbuk bunga sampai berbagai makanan yang kita konsumsi sehari-hari seperti
susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Alergi merupakan suatu reaksi
abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat asing. Zat asing yang
dinamakan alergen tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas
(inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga. Alergen juga dapat masuk melalui
saluran percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood.
Di samping itu juga dikenal alergen kontak yang menempel pada kulit seperti
komestik dan perhiasan.
Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh
bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin
E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada sel mast (mast cell). Pada
tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel
pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah.
Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf
sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh
stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian
obat antihistamin yang banyak dijual secara bebas. Efek samping dari pemakaian
obat diantaranya linglung, pusing, sembelit, sulit berkemih dan penglihatan
kabur, namun jarang ada penderita yang mengalami hal tersebut. Dewasa ini
terdapat obat antihistamin generasi terbaru yang tidak berefek sedatif
(mengantuk) dan beraksi lebih lama, namun harganya lebih mahal dan harus
ditebus dengan resep dokter.
Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala
alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak
menyembuhkan alergi.Jika penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi
akan muncul kembali. Oleh karena itu, yang terbaik untuk mengatasi alergi
adalah dengan menghindari kontak dengan alergen, menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menjauhi stress.
I.2 Tujuan Makalah

1. Memahami pengertian dari antihistamin.


2. Mengetahui penggolongan obat antihistamin.
3. Mengetahui konseling dari obat – obat golongan antihistamin.
4. Mengetahui efek samping dari obat – obat golongan antihistamin.

I.3 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan antihistamin?


2. Bagaimana penggolongan obat antihistamin ?
3. Bagaimana konseling dari obat – obat golongan antihistamin ?
4. Apa efek samping dari obat – obat golongan antihistamin ?
BAB II

PEMBAHASAN
II. 1. Definisi Anti Histamin
Histamin (suatu autacoid atau hormon lokal) adalah suatu amin nabati (bioamin)
yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dari
pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatik. Asam amino ini masuk ke dalam
tubuh terutama melalui daging (protein) yang kemudian di jaringan (juga di usus halus)
diubah secara enzimatik menjadi histamin (dekarboksilasi). Dengan kata lain histamin
adalah suatu alkaloid yang di simpan di dalam sel mast dan menimbulkan berbagai proses
faal dan patologik. Histamin dapat dibebaskan dari mast cells oleh berbagai unsur,
misalnya oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibody. Histamin adalah
senyawa yang terlibat dalam reaksi imun lokal, selain itu senyawa ini juga berperan
dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai neurotransmitter. kecelakaan
dengan cedera serius dan sinar UV dari matahari. Selain itu, dikenal pula zat-zat kimia
dengan daya kerja membebaskan histamin (‘histamine liberators’) seperti racun ular dan
tawon, enzim proteolitik dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin,
klordiazepoksida).
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan
atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada
antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria
dan angiodema, dan sebagai terapi pada reaksi anafilaksis (gangguan pernafasan).
Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan
meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan
kondisi nonalergi lainnya.
Antihistamin yang digunakan sebagai anti alergi adalah golongan antagonis
reseptor H1. Secara farmakodinamik, AH1 dapat menghambat efek histamine pada
pembuluh darah, bronkus, dan semacam otor polos. AH1 bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen
berlebihan. Bronkokonstriksi, peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat
histamine dapat dihambat dengan baik.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergik,
antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan dapat menyebabkan konstipasi, mata
kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek
antiserotonin dan local anestesi (lemah). Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan
secara sistemis (oral dan injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacammacam
gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamin.
Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan
pada sejumlah gangguan berikut:
1. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung histamine dan suatu
enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin
i.m. atau hidrokortison i.v.
2. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya
permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin
seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin
berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi lokal.
3. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian
menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan
oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
4. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan
difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan
batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
5. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan
turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
6. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan
dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin, meklizin dan dimenhidrinat,
sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
7. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu,
antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.
Fungsi dan kegiatannya. Histamin memegang peran utama pada proses
peradangan dan pada sistem daya tahan. Mekanisme kerjanya berlangsung melalui
tiga jenis reseptor, yaitu reseptor-H1 , -H2 dan -H3 . Reseptor-H1 secara selektif
diblok oleh antihistaminika(H1 -blockers), reseptor-H2 oleh penghambat asam
lambung(H2 -blockers), Reseptor-H3 memegang peranan pada regulasi tonus saraf
simpatikus.

II. 2. Aktivitas Terpenting Histamin


- kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim;
- vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah;
- memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat udema dan
pengembangan mukosa;
- hipersekresi ingus dan air mata, ludah, dahak dan asam lambung;
- stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal. Dalam keadaan normal, kadar
histamin dalam darah hanya rendah, ±50 mcg/l, sehingga tidak menimbulkan efek. Baru
bila mast cells dirusak membrannya sebagai akibat dari salah satu faktor tersebut di
atas, maka dibebaskanlah banyak histamin sehingga efeknya menjadi nyata. Setelah
melakukan kegiatannya, kelebihan histamin diuraikan oleh enzim histaminase yang juga
terdapat dalam jaringan.
II. 3. Reaksi Alergi
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap suatu zat/alergen yang pada
individu normal tidak berbahaya, namun pada individu yang sensitif dapat memicu
timbulnya reaksi alergi. Alergi dapat diakibatkan oleh obat - obatan, makanan tertentu
atau menghirup debu atau kutu binatang anifestasi reaksi alergi pada pernapasan; rinitis,
asma ; usus : muntah, nyeri perut, diare ; kulit ruam - ruam kemerahan. Alergi (Lat. =
berlaku berlainan). Istilah ini, yang juga disebut hipersensitivitas, pertama kali (1906)
dicetuskan oleh Von Pirquet yang menggambarkan reaktivitas khusus dari tuan rumah
(host) terhadap suatu unsur eksogen, yang timbul pada kontak kedua kali atau berikutnya.
Reaksi hipersensitivitas ini meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan merupakan
kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen berdasarkan proses imunologi. Pada
hakikatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat “merusak”, berfungsi melindungi
organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh. Peristiwa alergi dapat lebih
diperjelas sebagai berikut:

 Bila Suatu protein asing (antigen )masuk berulang kali masuk ke dalam
aliran darah seseorang yang hipersensitif, maka limfosit-B akan membentuk
antibodi dari type IgE (reagen) mengikat diri pada membran mast cells tanpa
menimbulkan gejala.
 Apabila alergen yang smaa dan rumus bangunya memasuki darah lagi, IgE
akan mengenali dan mengikat padanya. Penggolongan.
 Sejumlah zat perantara (mediator) dilepas kan, yakni histamin bersama sero-
tonin, bradikinin dan asam arachidonat, yang kemudian diubah menjadi
prostaglandin dan leukotriën). Zat-zat itu menarik makrofag dan neutrofil ke
tempat infek si untuk memusnahkan penyerbu sehinggamengakibatkan
beberapa gejala broncho konstrik si, vasodila tasi dan pembengkakan
jaringan sebagai reaksi terhadap masuk nya antigen. Mediator tersebut
secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan
bermacam-macam penyakit alergi penting, seperti asma, rhinitis allergica
dan eksim.
 Gejala reaksi alergi tergantung pada lokasi di mana reaksi alergen-antibodi
berlangsung, misalnya di hidung (rhinitis allergica), di kulit (eksim, urticaria
= biduran, kaligata), mukosa mata (conjunctivitis) atau di bronchi (serangan
asma). Gejala tersebut juga dapat timbul bersamaan waktu di beberapa
tempat, misalnya pada asma, ‚demam merang‘ (hay fever, pollinosis) dan
eksim.
Anafilaksis. Dalam keadaan gawat dapat timbul suatu reaksi anafilaktik (Yun. ana
= tanpa, phylaxis = perlindungan). Pada syok anafilaktik, masuknya antigen pertama kali
membuat tubuh tanpa perlindungan terhadap pemasukan antigen berikutnya. Kadar
histamin dapat meningkat dengan drastis, seperti pada peristiwa kecelakaan dengan
banyak kehilangan darah atau cedera bakar hebat.
Pada kelompok orang tertentu yang telah disensibilisasi terhadap satu atau
beberapa jenis alergen dapat timbul suatu reaksi anafilaktik hebat. Misalnya, alergen
dalam makanan (kacang-kacangan, buah kiwi, arbai, dan lain-lain) atau obat-obat dari
kelompok penisilin.
II. 4. Penggolongan Obat Anti Histamin.
II.4.1 H1 – blockers (antihistaminika klasik)
Histamin dengan jalan memblok reseptor- H1 di otot licin dari dinding pembuluh,
bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamin
di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis,
antihistaminika tidak dapat menghindari timbulnya reaksi alergi. Antihistamin dibagi
dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap sistem saraf pusat, yakni zat-zat generasi
ke -1 dan ke -2.

II.4.2 Antihistamin generasi pertama


Antihistamin generasi pertama ini dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan
bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan tetapi tidak dapat melawan efek
hipersekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin generasi pertama efektif untuk
mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya kurang baik.
Mekanisme kerja antihistamin dalam menghilangkan gejala- gejala alergi berlangsung
melalui kompetisi dalam berikatan dengan reseptor H1 di organ sasaran. Histamin yang
kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor H1. Antihistamin tersebut
digolongkan dalam antihistamin generasi pertama.
Antihistamin generasi pertama ini mudah didapat, baik sebagai obat tunggal atau
dalam bentuk kombinasi dengan obat dekongestan, misalnya untuk pengobatan influensa.
Pada umumnya obat antihistamin generasi pertama ini mempunyai efektifitas yang serupa
bila digunakan menurut dosis yang dianjurkan dan dapat dibedakan satu sama lain
menurut gambaran efek sampingnya. Namun, efek yang tidak diinginkan obat ini adalah
menimbulkan rasa mengantuk sehingga mengganggu aktifitas dalam pekerjaan, harus
berhati-hati waktu mengendarai kendaraan. Efek sedatif ini diakibatkan oleh karena
antihistamin generasi pertama ini memiliki sifat lipofilik yang dapat menembus sawar
darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Dengan histamin
yang menempel pada reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dan timbul rasa
mengantuk. Selain itu, efek sedatif diperberat pada pemakaian alkohol dan obat
antidepresan. Karena itu, pengguna obat ini harus berhatihati. Di samping itu, beberapa
antihistamin mempunyai efek samping antikolinergik seperti mulut menjadi kering,
dilatasi pupil, penglihatan berkabut, retensi urin, konstipasi dan impotensia.
Obat generasi ke-1 : Prometazin, oksomemazin, tripelennamin, feniramin,
difenhidramin HCL, siproheptadin, azelastin, sinarizin, meklozin, hidroksizin, dan
oksatomida. Obat-obat ini berkhasiat sedative terhadap sistem saraf pusat dan
kebanyakkan memiliki efek antikolinergis.

II.4.3 Derifat Etanolamin


zat-zat ini memiliki khasiat antikolinergik dan sedatif yang agak kuat

3.a Difenhidramin HCL : Benadryl


Farmakodinamik
Difenhidramin ini memblokir aksi histamine, yaitu suatu zat dalam tubuh yang
menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamine (H1) dan
asetilkolin (menghilangkan cairan di hidung saat flu). Hal ini member efek seperti
peningkatan kontraksi otot pad vaskular, sehingga mengurangi kemerahan, hipertemia
dan edema yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin menghalangi reseptor
H1 pada perifer nociceptors sehingga mengurangi sensitifitasi dan akibatnya dapat
mengurangi gatal yang berhubungan dengan reaksi alergi. Memberikan respon yang
menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer untuk
mengatasi gejalagejala alergi dan penekanan susunan saraf pusat (efek sekunder). Dosis :
oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg.

 Dimenhidrinat: Dramamin, Antimo.

Absorbsi : Diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral.


Distribusi: Didistribusi tidak diketahui, kemungkinan menembus plasenta dan
menembus ASI.
Metabolisme dan ekskresi : Dimetabolisme di hati. Mencegah dan meredakan
mabuk perjalanan dan mengobati vertigo, mual atau muntah sehubungan dengan terapi
elektrosyok, anestesi dan pembedahan, gangguan sistem labirin, sakit akibat radiasi
Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.

 Klorfenoksamin(Systral)
adalah derivat klor dan metil, yang kadang-kadang digunakan sebagai obat
tambahan pada terapi penyakit Parkinson. Dosis: oral 2-3 dd 20-40 mg (klorida); dalam
krem 1,5%.

 Klemastin: Tavegyl
Zat ini memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituen
siklik (piridil). Efek antihistaminnya sangat kuat; mulai bekerja cepat (dalam beberapa
menit) dan bertahan lebih dari 10 jam. Mekanisme kerjanya adalah a.l. mengurangi
permeabilitas kapiler dan efektif terhadap pruritus allergica (gatal-gatal). Dosis: oral 2 dd
1 mg a.c. (fumarat), i.m. 2 dd 2 mg

II.4.4 Derivat Etilendiamin


Antazolin : Antistin
Efek antihistaminnya tidak begitu kuat tetapi tidak merangsang selaput lendir,
sehingga cocok digunakan pada pengobatan gejala alergis pada mata dan hidung
(selesma) sebagai sediaan kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine). Dosis: oral 2-4
dd 50-100 mg (sulfat).

 ripelennamin (Tripel), kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal


akibat alergi terhadap sinar matahari, sengatan serangga, dan lain-lain.
 Mepirin (piranisamin) adalah derivat metoksi dari tripelennamin yang digunakan
dalam kombinasi dengan feniramin dan fenilpropanolamin (*Triaminic drops)
terhadap hay fever
 Klemizol adalah derivat klor yang sekarang hanya digunakan dalam
salep/suppositoria antiwasir (*Scheriproct, *Ultraproct).

II.4.5 Derivat Propilamin


Obat-obat dari kelompok ini memiliki khasiat antihistamin kuat

Feniramin: Avil
Feniramin memiliki khasiat antihistamin dan efek meredakan batuk yang cukup
baik, oleh karena itu juga digunakan dalam ramuan obat batuk. Dosis: oral 3 dd 12,5 - 25
mg (maleat) atau 1 dd 50 mg tablet retard; i.v. 1-2 dd 50 mg; krem 1,25%

 Klorfeniramin (klorfenamin, klorfenon) adalah derivat klor dengan khasiat 10


kali lebih kuat dan derajat toksisitas yang sama. Efek sampingnya sedatif ringan
dan sering kali digunakan dalam obat batuk.
 Deksklorfeniramin (Polaramine) adalah bentuk dekstronya yang dua kali lebih
kuat daripada bentuk-dl (rasemis)-nya
 Prolidin (*Actifed, *Stop-Cold) adalah derivat dengan rantai sisi pirolidin, yang
khasiatnya agak kuat. Mulai kerjanya cepat dan bertahan lama, sampai 24 jam
(tablet retard).
Dosis: oral 1 dd 10 mg (klorida) pada malam hari karena efek sedatifnya.

II.4.6 Derivat Piperazin


Obat-obat dari kelompok ini tidak memiliki inti etilamin tetapi inti piperazin dan
pada umumnya bersifat long-acting (lebih dari 10 jam).
1) Siklizin: Marzine, *Migri
Mulai kerjanya cepat dan bertahan 4-6 jam. Terutama digunakan sebagai obat
antiemetik dan pencegah mabuk jalan. Pada hewan percobaan siklizin dan derivatnya
meklozin (Suprimal) bersifat teratogen. Karena sifatnya ini, peredarannya di Indonesia
dilarang sejak Januari 1963. Tetapi pada manusia efek teratogennya belum pernah
terbukti dan di kebanyakan negara Barat masih dipasarkan. Meskipun demikian, obat-
obat ini jangan diberikan pada wanita hamil, terutama selama trimester pertama.
Dosis: mabuk jalan 1 jam sebelum berangkat 50 mg, bila perlu 3 kali sehari; untuk
mual dan muntah 3-4 dd 50 mg, anak-anak 6-13 tahun 3 dd 25 mg.

 Homoklorsiklizin (Homoclomin) adalah derivat klor, pada mana cincin


piperazin diganti dengan cincin 7-diazepin. Bersifat anti-serotonin dan
digunakan pada pruritus allergica (gatal-gatal). Dosis: oral 1-3 dd 10 mg

2) Sinarizin:Stugeron
Derivat cinnamyl dari siklizin ini di samping sifat antihistaminny at vasodilatasi
perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriole perifer (betis, kaki-
tangan) dan otak, karena penghambatan masuknya ion kalsium ke dalam sel-sel otot
polos. Lihat selanjutnya Bab 34, Vasodilator, antagonis kalsium. Di samping itu juga
berkhasiat antipusing dan antiemetik serta sering kali digunakan sebagai obat vertigo,
telinga berdengung (tinnitus) dan pada mabuk jalan. Mulai kerjanya agak cepat, bertahan
selama 6-8 jam dengan efek sedatif ringan. Dosis: oral 2-3 dd 25-50 mg.
 Flunarizin (Sibelium) adalah derivat difluor dengan khasiat antihistamin
lemah. Tetapi sebagai antagonis kalsium, sifat vasorelaksasinya kuat.
Digunakan terhadap vertigo dan sebagai obat pencegah migrain

3) Oksatomida: Tinset
Derivat siklizin ini (1982) memiliki khasiat antihistamin, antiserotonin, anti-
leukotriën dan juga efek menstabilisasi mastcells. Berdasarkan sifat-sifat ini, oksatomida
digunakan sebagai obat pencegah maupun pengobatan asma dan “hay fever”. Juga
memiliki efek stimulasi nafsu makan.
Dosis: oral 2 dd 30 mg p.c.; untuk asma 120 mg sehari.
4) Hidroksizin:Iterax, Atarax
Derivat klor ini adalah salah satu antihistamin pertama (1957) dengan berbagai
jenis khasiat, sedatif dan anksiolitik, spasmolitik, anti-emetik serta antikolinergik. Sangat
efektif pada urticaria dan gatal-gatal. Dosis: 1-2 dd 50 mg. Sebagai anksiolitik: 1-4 dd 50
- 100 mg.

 Cetirizin (Riztec, Ryzen, Zyrtec) adalah metabolit aktif dari hidroksizin (1987)
dengan efek kuat dan panjang (t½ 8-10 jam). Merupakan obat generasi
kedua, bersifat hidrofil, sehingga tidak bekerja sedatif, juga tidak
antikolinergik. Menghambat migrasi dari granulosit eosinofil, yang
berperan pada reaksi alergi lambat. Digunakan pada urticaria dan
rhinitis/conjunctivitis.
Dosis: 1 dd 10 mg malam hari

II.4.7 Derivat Fenotiazin


Senyawa trisiklik ini memiliki khasiat antihistamin dan antikolinergik yang tidak
begitu kuat, tetapi sering kali berefek sentral kuat dengan khasiat neuroleptik.
Berdasarkan sifat ini, turunannya banyak digunakan pada gangguan psikosis. Juga sering
kali digunakan dalam obat batuk berdasarkan efek sedatifnya di samping meredakan
batuk.
1) Prometazin:Phenergan
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi alergi terhadap tumbuhan dan
akibat gigitan serangga, juga sebagai antiemetikum terhadap mual dan mabuk jalan.
Selain itu, prometazin digunakan pada vertigo dan sebagai sedativum pada batuk dan
sukar tidur, terutama untuk anak-anak. Efek samping bersifat umum, tetapi kadangkala
dapat terjadi hipotensi, fotosensibilisasi, hipothermia (suhu badan rendah) dan efek
terhadap darah (leukopenia, agranulositosis). Semua senyawa fenotiazin dapat
menimbulkan reaksi ini. Dosis: oral 3 dd 25-50 mg dan sebaiknya dimulai pada malam
hari; i.m. 50 mg.

 Oksomemazin (Doxergan) adalah derivat dioksi (pada atom-S) dengan


efek dan penggunaan sama seperti prometazin, a.l. digunakan dalam obat
batuk (Toplexil). Dosis: oral 2-3 dd 10 mg.
2) sotipendil:Andantol
Derivat azofenotiazin ini bekerja lebih singkat dari prometazin dengan efek sedatif
yang lebih ringan. Dosis: oral 3-4 dd 4-8 mg; i.m./i.v. 10 mg.

II.4.8 Derivat Trisiklik lainnya


Sejumlah antihistaminika memiliki rumus dasar yang terdiri atas satu cincin tujuh
yang terikat pada dua cincin enam di kanan dan kiri. Zat-zat ini memiliki khasiat
antiserotonin kuat dengan menstimulasi afsu makan. Penggunaannya terutama sebagai
perangsang nafsu makan dan pada urticaria, juga sebagai obat interval pada migrain.
1) Siproheptadin:Periactin, Pronicy

Berdasarkan efek stimulasinya terhadap pertumbuhan jaringan normal, dahulu obat


ini banyak digunakan untuk pasien kurus dengan nafsu makan buruk. Lama kerjanya 4-6
jam, efek antikolinergiknya ringan. Efek sampingnya umum a.l. rasa kantuk yang
biasanya lewat sesudah seminggu. Obat ini sekarang hanya dianjurkan sebagai
antihistaminikum.
Dosis: oral 3 dd 4 mg (klorida).
2) Pizotifen:Lysagor, Sandomigran
Zat ini berkhasiat antihistamin dan antiserotonin. Di samping sebagai stimulan
nafsu makan, zat ini juga digunakan pada terapi interval migrain
Dosis: oral semula 1 dd 0,5 mg (maleat), berangsur-angsur dinaikkan sampai 3 dd 0,5 mg.

 Ketotifen (Zaditen) adalah derivat keto longacting tanpa efek antiserotonin.


Berdasarkan sifat menstabilisasi mastcells, obat ini digunakan sebagai obat
pencegah serangan asma.
Dosis: oral 2 dd 1-2 mg (fumarat).
 Loratadin (*Clarinase, Claritin) adalah derivat klor (1988) yang sebagai zat
generasi kedua pada dosis biasa tidak berefek sedatif maupun antikolinergik.
Plasma-t½-nya lebih panjang: 12 jam, sedangkan metabolit aktifnya 20 jam.
Digunakan pada rhinitis dan conjunctivitis alergis, juga pada urticaria kronis.
Dosis: 1 dd 10 mg
3) Azelastin:Alergodil
Adalah obat generasi kedua (1991) yang berkhasiat antihistamin, antileukotriën dan
antiserotonin dan juga menstabilisasi mastcells. Khusus digunakan pada rhinitis alergis.
Efeknya minimal 12 jam (t½ ±20 jam, dari metabolit aktifnya 50 jam!) Dosis: oral 1-2 dd
2 mg.

II.4.9 Antihistamin generasi kedua


Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi
pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus sawar darah otak,
sehingga efek samping yang ditimbulkan agak kurang yaitu efek mengantuk. maka pada
dosis terapeutik tidak bekerja sedatif. Keuntungan lainnya adalah plasma-t½-nya yang
lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti alerginya selain
berdasarkan khasiat antihistamin , juga berkat kemampuannya menghambat sintesis
mediator radang, seperti prostaglandin, leukotrien dan kinin. Obat ini ditoleransi sangat
baik, dapat diberikan dengan dosis yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang
hari, terutama untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat
dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti urtikaria dan asma
bronkial. Peranan histamin pada asma masih belum sepenuhnya diketahui. Pada dosis
yang dapat mencegah bronkokonstriksi karena histamin, antihistamin dapat meredakan
gejala ringan asma kronik dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada penderita
dengan hipereaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai efek terbatas dan
terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat, sehingga antihistamin
generasi kedua diragukan untuk terapi asma kronik.
Namun, pada tahun 1986 pada keadaan tertentu dilaporkan terjadinya aritmia
ventrikel, gangguan ritme jantung yang berbahaya, dapat menyebabkan pingsan dan
kematian mendadak. Beberapa faktor seperti hipokalemia, hipomagnesemia, bradikardia,
sirosis atau kelainan hati lainnya atau pemberian bersamaan dengan juice anggur,
antibiotika makrolid (misalnya eritromisin), obat anti jamur (misalnya itraconazole atau
ketoconazole) berbahaya karena dapat memperpanjang interval QT.
Obat generasi ke -2 : astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin,
cetirizine, loratadine, levokabastin (livocab) dan emedastin. Zat-zat ini bersifat khasiat
antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CGS (cairan cerebrospinal), maka pada dosis
terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t1/2 – nya yang
lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya
menghambat sintesis mediator radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.
1) Terfenadin: Nadane, Triludan
Derivat butilamin heterosiklik ini (1982) adalah suatu prodrug, dengan khasiat
antihistamin (H1 ) yang menyerupai klorfeniramin. Tidak dapat melintasi barrier liquor
(CCS), maka tidak memiliki efek sentral (sedatif). Digunakan pada rhinitis allergica,
urticaria dan reaksi alergi lainnya.
Resorpsi dari usus baik, mulai kerjanya sesudah 1 jam dan bertahan 12-24 jam.
Dalam hati dengan cepat dan tuntas dirombak oleh sistem enzim cytochrom P450
menjadi a.l. metabolit aktifnya terfenadin karboksilat dengan plasma-t½ ±17 jam.
Ekskresi berlangsung lewat tinja (60%) dan urin (40%).
Efek samping jarang terjadi dan berupa gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan
berkeringat. Dengan beberapa obat (eritromisin, klaritromisin, ketokonazol, itrakonazol)
terjadi interaksi berbahaya dengan efek gangguan ritme dan terhentinya jantung, yang
adakalanya fatal! Kelainan ritme ini juga dapat timbul pada dosis terlampau tinggi dan
juga akibat grapefruit juice, yang bersifat menghambat enzim cytochrom P450 sehingga
kadar terfenadin dalam darah meningkat. Oleh karena itu, pada awal tahun 1997, DepKes
AS telah menarik dari peredaran semua sediaan terfenadin (Allergin, Fenalan)
Dosis: oral 2 dd 60 mg; anak-anak 3-6 thn 2 dd 15 mg, 6-12 thn 2 dd 30 mg.

 Fexofenadin(Telfast) adalah suatu metabolit aktif dari terfenadin (1996)


yang tidak perlu diaktivasi oleh hati. Sifat dan penggunaannya sama.
Dosis: oral 1 dd 120 mg.

2) Astemizol: Hismanal
Senyawa fluor ini (1983) memiliki khasiat antihistamin kuat, juga tanpa efek
sentral maupun antikolinergik. Penggunaan dan efek sampingnya sama dengan
terfenadin. Begitu pula metabolit aktifnya, terutama desmetilastemizol, berperan bagi
daya kerjanya. Jangka waktu kerjanya panjang sekali dengan plasma-t½ 20 jam sampai
10 hari. Juga digunakan terhadap hay fever. Tetapi efek optimalnya baru dicapai setelah
2-3 hari, sehingga tidak layak untuk terapi serangan alergis akut.
Efek samping kurang lebih sama dengan terfenadin. Pertengahan tahun 1999
astemizol ditarik dari peredaran oleh pabriknya di banyak negara Eropa.
Interaksi. Pada dosis di atas 10 mg sehari dan penggunaan serentak dengan
eritromisin, ketokonazol dan itrakonazol ada kalanya menghambat metabolisme yang
mengakibatkan gangguan ritme serius, bahkan terhentinya kegiatan jantung (sama dengan
terfenadin).
Dosis: 1 dd 10 mg sebelum makan; anak-anak 6-12 tahun 1 dd 5 mg, di bawah 6
tahun 1 dd 0,2 mg/kg.
3) Levokabastin:Livostin, Livocab
Senyawa piperidinecarbonic acid ini (1991) berkhasiat antihistamin kuat dan
praktis tidak bekerja sentral. Hanya digunakan topikal dalam tetes mata dan spray hidung
(0,05%).

 Ebastin(Kestine) adalah derivat (1995) yang sebagai prodrug dalam hati


diubah menjadi zat aktif karebastin. Khusus digunakan pada rhinitis
alergis kronis dengan efektivitas sama seperti astemizol 10 mg, cetirizin
10 mg, loratadin 10 mg dan terfenadin (2 dd 60 mg). Dosis: oral 1 dd 10-
20 mg.

II.4.10 Lain-Lain
a. Mebhidrolin (Interhistin, Incidal) digunakan a.l. pada pruritus dengan
dosis 2-3 dd 50 mg.
b. Dimetinden (Fenistil) juga digunakan terhadap pruritus dengan dosis 3 dd
1-2 mg (maleat).
c. Kortikosteroida Glukokortikoida dapat menekan daya tangkis seluler
sehingga mengurangi reaksi alergi. Digunakan terhadap peradangan dan
mengurangi pembentukan mediator-mediator. Kortikosteroida digunakan
sebagai berikut:
 lokal terutama
o terhadap asma dan hay fever: beklometason (Beconase, Becotide),
budesonida (Pulmicort, Symbicort) dan fluticason (Flixotide,
Seretide), sebagai obat semprot hidung atau aerosol;
o terhadap radang mata: deksametason, fluormetolon (FML-Neo tetes
mata), hidrokortison dan prednisolon;
o terhadap dermatoses (gangguan kulit).
 Sistemik (bersamaan dengan adrenalin) pada syok anafilaktik, kejang
bronchi karena reaksi alergi dan status asthmaticus
d. Natrium kromoglikat:Intal, Rynacrom

Mekanisme kerjanya melalui stabilisasi membran mastcells, sehingga menghambat


pembebasan histamin dan mediator lain. Khasiat menstabilisasi ini juga diberikan oleh
ketotifen, suatu obat profilaksis lain terhadap asma yang dapat diberikan per oral. . Zat ini
bermanfaat bila diberikan sebelum terjadi granulasi mastcells dan hanya bekerja
profilaksis terhadap reaksi alergi. Karena absorpsi dari usus buruk, maka pada asma
digunakan dalam bentuk aerosol atau inhalasi serbuk halus. Juga dalam tetes hidung pada
rhinitis allergica dan tetes/salep mata (Opticrom), pada radang selaput mata alergis
(conjunctivitis). Efek samping lemah, a.l. iritasi setempat. Dosis: 4 dd 20 mg serbuk halus
kering untuk inhalasi (garam dinatrium).

 Nedokromil (Tilade) adalah suatu senyawa kuinolin (1986) dengan khasiat


sama dengan kromoglikat. Digunakan untuk prevensi serangan asma, juga
yang diprovokasi oleh pengeluaran tenaga (‚exertion‘). Dosis: dosis aerosol
4 dd 4 mg.
II.4.11 H2 -blocker (penghambat asam).
Obat-obat ini secara selektif menghambat sekresi asam lambung yang meningkat
akibat histamin, melalui persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan menurunkan
tekanan darah. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambung-usus untuk
mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi
dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali digunakan bersama suatu perangsang
motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidin,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklik dari
histamin.

II. 5. Mekanisme Kerja


Antihistaminbekerja dengan memblokir efek zat histamin saat tubuh mendeteksi
hal yang berbahaya seperti infeksi virus. Saat dilepaskan, pembuluh darah akan
membesar dan kulit akan tampak membengkak hal ini bertujuan agar tubuh melindungi
diri dari virus. Namun berbeda dengan yang memiliki alergi. Ketika ada hal yang dapat
memicu alergi, tubuh salah menangkap sinyal tersebut menjadi bahaya contohnya pada
serbuk sari, debu rumah, atau bulu hewan sebagai ancaman sehingga tubuh memprosuksi
histamin.

Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif inhibitor terhadap histamin


pada reseptor jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan serta mengaktivasi
reseptornya. Ikatannya reversibel dan dapat didukung oleh histamin dalam kadar yang
tinggi. Dengan hambatan kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan
oleh antihistamin, yaitu penghambatan peningkatan permeabilitas kapiler dan edema yang
disebabkan oleh histamin serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih efektif jika
sebelum diberikan histamin. 

Pada awal pemberian, antihistamin dapat mencegah edema dan pruritus selama
reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan untuk
pencegahan urtikaria kronik idiopatik. Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki
aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk
perjalanan. Beberapa antihistamin tipe H1 memiliki kemampuan untuk menghambat
reseptor -adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain memiliki
efek antiserotonin. Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor saraf yang
menimbulkan rasa gatal, saluran pernafasan, bersin, dan produksi (alias ingus).

 Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan


Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah
golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat). Antihistamin
menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak tersedianya vitamin, produksi
antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat
antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan
kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi.

Beberapa fenotiazin memiliki sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan


prometazin). 1. Antihistamin H1 Meniadakan secara kompetitif histamin pada reseptor
H1. Selain memiliki efek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki spasmolitik dan
anestetik lokal 2. Antihistamin H2 bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat
dekarboksilase histidin sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian
senyawa ini dilakukan sebelum efek histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin,
indikasinya sama dengan AH 1.

II. 6. Efek Samping.


Kebanyakan antihistaminika tidak menyebabkan efek samping serius bila
diberikan dalam dosis terapeutik. Yang paling sering terjadi adalah:
Efek sedatif-hipnotik (mengantuk) akibat depresi SSP dan khasiat
antikolinergiknya. Efek ini paling nyata pada prometazin dan difenhidramin, tetapi agak
kurang pada d-klorfeniramin dan mebhidrolin, walaupun sifat ini sangat bervariasi secara
individual. Pada umumnya dalam beberapa minggu terjadi toleransi terhadap efek sedatif-
hipnotis ini.
Efek sedatif ini tidak dimiliki oleh antihistaminika generasi kedua (lihat di bawah),
misalnya astemizol dan terfenadin, sehingga dengan aman dapat diberikan pada misalnya
pengemudi kendaraan bermotor. Sebaliknya, kedua obat ini bila diminum serentak
dengan suatu obat yang menghambat perombakannya dalam hati, kadar histamin dalam
plasma dapat meningkat kuat sehingga menimbulkan gangguan jantung berbahaya
(cardiac arrest, aritmia ventrikuler). Obat-obat induktor enzim demikian adalah
ketokonazol, antibiotika makrolida (eritromisin) dan makanan (jus grapefruit)
efek sentral lainnya berupa pusing, gelisah, rasa letih, lesu dan tremor (tangan
gemetar), sedangkan dosis berlebihan dapat mengakibatkan konvulsi dan koma.
angguan saluran cerna juga sering terjadi dengan gejala mual, muntah dan diare
sampai anoreksia dan sembelit. Efek ini dapat dikurangi bila obat diminum setelah
makan.
efek antikolinergik (anti muskarin) dapat terjadi, seperti mulut kering, gangguan
akomodasi dan saluran cerna, sembelit dan retensi kemih. Berhubung sifatnya ini,
antihistaminika jangan diberikan pada pasien glaukoma dan hipertrofi prostat.
efek antiserotonin dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan. Bila efek ini
tidak dikehendaki, maka untuk penggunaan lama sebaiknya jangan diberikan
siproheptadin atau oksatomida;
sensibilisasi dapat terjadi pada pemberian oral, tetapi terutama pada penggunaan
lokal. Obat-obat dengan efek menstabilisasi mastcells pada dosis tinggi memperlihatkan
efek paradoksal, yaitu justru menstimulasi pelepasan histamin (histamin liberator),
bahkan tanpa adanya antigen. Efek ini mungkin disebabkan oleh mekanisme merusaknya
terhadap membran sel;
efek teratogen, mungkin pada derivat piperazin (meklizin, siklizin, hidroksizin dan
setirizin)
Wanita hamil dan menyusui. Hanya sinarizin, hidroksizin, siklizin dan meklozin,
ketotifen, mebhidrolin dan siproheptadin dianggap aman bagi janin. Dari obat-obat
lainnya kurang tersedia data mengenai keamanannya selama kehamilan dan laktasi.
Terfenadin, cetirizin dan loratadin masuk ke dalam air susu.


Daftar Pustaka

Sulastra Corry Stephanie,Dkk. 2016.”Antihistamin” https://pdfcoffee.com/makalah-


antihistamin-20-pdf-free.html ,diakses pada 5 januari 2022 pukul 15.45.

Hanum Anggi Nurinda,Candra Kurniawan.2010. “Obat Antihistamin”


https://pdfcoffee.com/makalah-antihistamin-14-pdf-free.html, diakses pada 5 januari 2022
pukul 16.00.

Tjay, Drs.Tan Hoan; Rahardja, Drs. Kirana;. (2015). obat-obat Penting . jakarta : kompas
gramedia.

Anda mungkin juga menyukai