“ANTIHISTAMIN”
Kimia Medisinal yang dibina oleh Lisna Gianti, S. Farm., M.S. Farm”
Disusun Oleh :
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan limpah karunia-nya
makalah sederhana ini dapat terselesaikan dengan maksimal dan di dukung oleh
keluarga kami. Makalah ini memberikan banyak sekali tambahan wawasan dan
pengetahuan kepada mahasiswa/mahasiswi UNIVERSITAS AL-GHIFARI,
khususnya selaku kami sebagai penulis. Didalam Makalah ini kami selaku penyusun
hanya sebatas ilmu yang kami sajikan ,sebagai tuntunan tugas dengan topik
“MAKALAH ANTIHISTAMIN” . Dimana dalam topik tersebut ada berapa hal yang
bisa kita pelajari .
Harapan saya ,semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita ,setidaknya
untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang obat antihistamin ini. Kami
juga berharap makalah ini bermanfaat dan memberikan kesan positif terhadap
pembaca . Untuk menumbuhkan daya nalar,kerativitas, dan pola berpikir, saya
sajikan aktivitas yang menurut peran aktif dalam melakukan suatu kegiatan.
Penulis.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
I.1 Latar Belakang...................................................................................................4
I.2 Tujuan Makalah..................................................................................................5
I.3 Rumusan Masalah..............................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
II. 1. Definisi Anti Histamin.......................................................................................6
II. 2. Aktivitas Terpenting Histamin...........................................................................7
II. 3. Reaksi Alergi......................................................................................................7
II. 4. Penggolongan Obat Anti Histamin.....................................................................8
II.4.1 H1 – blockers (antihistaminika klasik)........................................................8
II.4.2 Antihistamin generasi pertama...................................................................9
II.4.3 Derifat Etanolamin.....................................................................................9
II.4.4 Derivat Etilendiamin................................................................................10
II.4.5 Derivat Propilamin...................................................................................10
II.4.6 Derivat Piperazin......................................................................................11
II.4.7 Derivat Fenotiazin....................................................................................12
II.4.8 Derivat Trisiklik lainnya...........................................................................12
II.4.9 Antihistamin generasi kedua.....................................................................13
II.4.10 Lain-Lain..................................................................................................15
II.4.11 H2 -blocker (penghambat asam)...............................................................16
II. 5. Mekanisme Kerja.............................................................................................16
II. 6. Efek Samping...................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistamin. Sejak
itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada
umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas
artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin
dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1)
klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek
samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami
gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari,
dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka
panjang. Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam
kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan
cerah. Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamin
(penghambatan saingan).
Dalam hidup sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk lainnya
baik hewan, tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti debu, tungau,
serbuk bunga sampai berbagai makanan yang kita konsumsi sehari-hari seperti
susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Alergi merupakan suatu reaksi
abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat asing. Zat asing yang
dinamakan alergen tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas
(inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga. Alergen juga dapat masuk melalui
saluran percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood.
Di samping itu juga dikenal alergen kontak yang menempel pada kulit seperti
komestik dan perhiasan.
Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh
bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin
E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada sel mast (mast cell). Pada
tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel
pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah.
Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf
sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh
stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian
obat antihistamin yang banyak dijual secara bebas. Efek samping dari pemakaian
obat diantaranya linglung, pusing, sembelit, sulit berkemih dan penglihatan
kabur, namun jarang ada penderita yang mengalami hal tersebut. Dewasa ini
terdapat obat antihistamin generasi terbaru yang tidak berefek sedatif
(mengantuk) dan beraksi lebih lama, namun harganya lebih mahal dan harus
ditebus dengan resep dokter.
Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala
alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak
menyembuhkan alergi.Jika penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi
akan muncul kembali. Oleh karena itu, yang terbaik untuk mengatasi alergi
adalah dengan menghindari kontak dengan alergen, menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menjauhi stress.
I.2 Tujuan Makalah
PEMBAHASAN
II. 1. Definisi Anti Histamin
Histamin (suatu autacoid atau hormon lokal) adalah suatu amin nabati (bioamin)
yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dari
pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatik. Asam amino ini masuk ke dalam
tubuh terutama melalui daging (protein) yang kemudian di jaringan (juga di usus halus)
diubah secara enzimatik menjadi histamin (dekarboksilasi). Dengan kata lain histamin
adalah suatu alkaloid yang di simpan di dalam sel mast dan menimbulkan berbagai proses
faal dan patologik. Histamin dapat dibebaskan dari mast cells oleh berbagai unsur,
misalnya oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibody. Histamin adalah
senyawa yang terlibat dalam reaksi imun lokal, selain itu senyawa ini juga berperan
dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai neurotransmitter. kecelakaan
dengan cedera serius dan sinar UV dari matahari. Selain itu, dikenal pula zat-zat kimia
dengan daya kerja membebaskan histamin (‘histamine liberators’) seperti racun ular dan
tawon, enzim proteolitik dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin,
klordiazepoksida).
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan
atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada
antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria
dan angiodema, dan sebagai terapi pada reaksi anafilaksis (gangguan pernafasan).
Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan
meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan
kondisi nonalergi lainnya.
Antihistamin yang digunakan sebagai anti alergi adalah golongan antagonis
reseptor H1. Secara farmakodinamik, AH1 dapat menghambat efek histamine pada
pembuluh darah, bronkus, dan semacam otor polos. AH1 bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen
berlebihan. Bronkokonstriksi, peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat
histamine dapat dihambat dengan baik.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergik,
antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan dapat menyebabkan konstipasi, mata
kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek
antiserotonin dan local anestesi (lemah). Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan
secara sistemis (oral dan injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacammacam
gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamin.
Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan
pada sejumlah gangguan berikut:
1. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung histamine dan suatu
enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin
i.m. atau hidrokortison i.v.
2. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya
permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin
seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin
berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi lokal.
3. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian
menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan
oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
4. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan
difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan
batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
5. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan
turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
6. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan
dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin, meklizin dan dimenhidrinat,
sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
7. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu,
antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.
Fungsi dan kegiatannya. Histamin memegang peran utama pada proses
peradangan dan pada sistem daya tahan. Mekanisme kerjanya berlangsung melalui
tiga jenis reseptor, yaitu reseptor-H1 , -H2 dan -H3 . Reseptor-H1 secara selektif
diblok oleh antihistaminika(H1 -blockers), reseptor-H2 oleh penghambat asam
lambung(H2 -blockers), Reseptor-H3 memegang peranan pada regulasi tonus saraf
simpatikus.
Bila Suatu protein asing (antigen )masuk berulang kali masuk ke dalam
aliran darah seseorang yang hipersensitif, maka limfosit-B akan membentuk
antibodi dari type IgE (reagen) mengikat diri pada membran mast cells tanpa
menimbulkan gejala.
Apabila alergen yang smaa dan rumus bangunya memasuki darah lagi, IgE
akan mengenali dan mengikat padanya. Penggolongan.
Sejumlah zat perantara (mediator) dilepas kan, yakni histamin bersama sero-
tonin, bradikinin dan asam arachidonat, yang kemudian diubah menjadi
prostaglandin dan leukotriën). Zat-zat itu menarik makrofag dan neutrofil ke
tempat infek si untuk memusnahkan penyerbu sehinggamengakibatkan
beberapa gejala broncho konstrik si, vasodila tasi dan pembengkakan
jaringan sebagai reaksi terhadap masuk nya antigen. Mediator tersebut
secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan
bermacam-macam penyakit alergi penting, seperti asma, rhinitis allergica
dan eksim.
Gejala reaksi alergi tergantung pada lokasi di mana reaksi alergen-antibodi
berlangsung, misalnya di hidung (rhinitis allergica), di kulit (eksim, urticaria
= biduran, kaligata), mukosa mata (conjunctivitis) atau di bronchi (serangan
asma). Gejala tersebut juga dapat timbul bersamaan waktu di beberapa
tempat, misalnya pada asma, ‚demam merang‘ (hay fever, pollinosis) dan
eksim.
Anafilaksis. Dalam keadaan gawat dapat timbul suatu reaksi anafilaktik (Yun. ana
= tanpa, phylaxis = perlindungan). Pada syok anafilaktik, masuknya antigen pertama kali
membuat tubuh tanpa perlindungan terhadap pemasukan antigen berikutnya. Kadar
histamin dapat meningkat dengan drastis, seperti pada peristiwa kecelakaan dengan
banyak kehilangan darah atau cedera bakar hebat.
Pada kelompok orang tertentu yang telah disensibilisasi terhadap satu atau
beberapa jenis alergen dapat timbul suatu reaksi anafilaktik hebat. Misalnya, alergen
dalam makanan (kacang-kacangan, buah kiwi, arbai, dan lain-lain) atau obat-obat dari
kelompok penisilin.
II. 4. Penggolongan Obat Anti Histamin.
II.4.1 H1 – blockers (antihistaminika klasik)
Histamin dengan jalan memblok reseptor- H1 di otot licin dari dinding pembuluh,
bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamin
di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis,
antihistaminika tidak dapat menghindari timbulnya reaksi alergi. Antihistamin dibagi
dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap sistem saraf pusat, yakni zat-zat generasi
ke -1 dan ke -2.
Klorfenoksamin(Systral)
adalah derivat klor dan metil, yang kadang-kadang digunakan sebagai obat
tambahan pada terapi penyakit Parkinson. Dosis: oral 2-3 dd 20-40 mg (klorida); dalam
krem 1,5%.
Klemastin: Tavegyl
Zat ini memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituen
siklik (piridil). Efek antihistaminnya sangat kuat; mulai bekerja cepat (dalam beberapa
menit) dan bertahan lebih dari 10 jam. Mekanisme kerjanya adalah a.l. mengurangi
permeabilitas kapiler dan efektif terhadap pruritus allergica (gatal-gatal). Dosis: oral 2 dd
1 mg a.c. (fumarat), i.m. 2 dd 2 mg
Feniramin: Avil
Feniramin memiliki khasiat antihistamin dan efek meredakan batuk yang cukup
baik, oleh karena itu juga digunakan dalam ramuan obat batuk. Dosis: oral 3 dd 12,5 - 25
mg (maleat) atau 1 dd 50 mg tablet retard; i.v. 1-2 dd 50 mg; krem 1,25%
2) Sinarizin:Stugeron
Derivat cinnamyl dari siklizin ini di samping sifat antihistaminny at vasodilatasi
perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriole perifer (betis, kaki-
tangan) dan otak, karena penghambatan masuknya ion kalsium ke dalam sel-sel otot
polos. Lihat selanjutnya Bab 34, Vasodilator, antagonis kalsium. Di samping itu juga
berkhasiat antipusing dan antiemetik serta sering kali digunakan sebagai obat vertigo,
telinga berdengung (tinnitus) dan pada mabuk jalan. Mulai kerjanya agak cepat, bertahan
selama 6-8 jam dengan efek sedatif ringan. Dosis: oral 2-3 dd 25-50 mg.
Flunarizin (Sibelium) adalah derivat difluor dengan khasiat antihistamin
lemah. Tetapi sebagai antagonis kalsium, sifat vasorelaksasinya kuat.
Digunakan terhadap vertigo dan sebagai obat pencegah migrain
3) Oksatomida: Tinset
Derivat siklizin ini (1982) memiliki khasiat antihistamin, antiserotonin, anti-
leukotriën dan juga efek menstabilisasi mastcells. Berdasarkan sifat-sifat ini, oksatomida
digunakan sebagai obat pencegah maupun pengobatan asma dan “hay fever”. Juga
memiliki efek stimulasi nafsu makan.
Dosis: oral 2 dd 30 mg p.c.; untuk asma 120 mg sehari.
4) Hidroksizin:Iterax, Atarax
Derivat klor ini adalah salah satu antihistamin pertama (1957) dengan berbagai
jenis khasiat, sedatif dan anksiolitik, spasmolitik, anti-emetik serta antikolinergik. Sangat
efektif pada urticaria dan gatal-gatal. Dosis: 1-2 dd 50 mg. Sebagai anksiolitik: 1-4 dd 50
- 100 mg.
Cetirizin (Riztec, Ryzen, Zyrtec) adalah metabolit aktif dari hidroksizin (1987)
dengan efek kuat dan panjang (t½ 8-10 jam). Merupakan obat generasi
kedua, bersifat hidrofil, sehingga tidak bekerja sedatif, juga tidak
antikolinergik. Menghambat migrasi dari granulosit eosinofil, yang
berperan pada reaksi alergi lambat. Digunakan pada urticaria dan
rhinitis/conjunctivitis.
Dosis: 1 dd 10 mg malam hari
2) Astemizol: Hismanal
Senyawa fluor ini (1983) memiliki khasiat antihistamin kuat, juga tanpa efek
sentral maupun antikolinergik. Penggunaan dan efek sampingnya sama dengan
terfenadin. Begitu pula metabolit aktifnya, terutama desmetilastemizol, berperan bagi
daya kerjanya. Jangka waktu kerjanya panjang sekali dengan plasma-t½ 20 jam sampai
10 hari. Juga digunakan terhadap hay fever. Tetapi efek optimalnya baru dicapai setelah
2-3 hari, sehingga tidak layak untuk terapi serangan alergis akut.
Efek samping kurang lebih sama dengan terfenadin. Pertengahan tahun 1999
astemizol ditarik dari peredaran oleh pabriknya di banyak negara Eropa.
Interaksi. Pada dosis di atas 10 mg sehari dan penggunaan serentak dengan
eritromisin, ketokonazol dan itrakonazol ada kalanya menghambat metabolisme yang
mengakibatkan gangguan ritme serius, bahkan terhentinya kegiatan jantung (sama dengan
terfenadin).
Dosis: 1 dd 10 mg sebelum makan; anak-anak 6-12 tahun 1 dd 5 mg, di bawah 6
tahun 1 dd 0,2 mg/kg.
3) Levokabastin:Livostin, Livocab
Senyawa piperidinecarbonic acid ini (1991) berkhasiat antihistamin kuat dan
praktis tidak bekerja sentral. Hanya digunakan topikal dalam tetes mata dan spray hidung
(0,05%).
II.4.10 Lain-Lain
a. Mebhidrolin (Interhistin, Incidal) digunakan a.l. pada pruritus dengan
dosis 2-3 dd 50 mg.
b. Dimetinden (Fenistil) juga digunakan terhadap pruritus dengan dosis 3 dd
1-2 mg (maleat).
c. Kortikosteroida Glukokortikoida dapat menekan daya tangkis seluler
sehingga mengurangi reaksi alergi. Digunakan terhadap peradangan dan
mengurangi pembentukan mediator-mediator. Kortikosteroida digunakan
sebagai berikut:
lokal terutama
o terhadap asma dan hay fever: beklometason (Beconase, Becotide),
budesonida (Pulmicort, Symbicort) dan fluticason (Flixotide,
Seretide), sebagai obat semprot hidung atau aerosol;
o terhadap radang mata: deksametason, fluormetolon (FML-Neo tetes
mata), hidrokortison dan prednisolon;
o terhadap dermatoses (gangguan kulit).
Sistemik (bersamaan dengan adrenalin) pada syok anafilaktik, kejang
bronchi karena reaksi alergi dan status asthmaticus
d. Natrium kromoglikat:Intal, Rynacrom
Pada awal pemberian, antihistamin dapat mencegah edema dan pruritus selama
reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan untuk
pencegahan urtikaria kronik idiopatik. Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki
aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk
perjalanan. Beberapa antihistamin tipe H1 memiliki kemampuan untuk menghambat
reseptor -adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain memiliki
efek antiserotonin. Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor saraf yang
menimbulkan rasa gatal, saluran pernafasan, bersin, dan produksi (alias ingus).
Daftar Pustaka
Tjay, Drs.Tan Hoan; Rahardja, Drs. Kirana;. (2015). obat-obat Penting . jakarta : kompas
gramedia.