Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FARMAKOLOGI

PENGGOLONGAN OBAT ANTIHISTAMIN DAN PSIKOTROPIKA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

- ADE SYAHPUTRA

- FAJRIYAH M.DIDI

- HERA FALESTI

- RAHMATIA PARY

- RANI TARAE

- SULAIHA Y. BAHRUDIN

- RETSNYRISWANI KONORAS

KELAS/SEMESTER: A DIII-KEPERAWATAN (II)

POLTEKKES KEMENKES TERNATE

TAHUN AKADEMIK

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini tepat waktu. shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW.

Makalah ini membahas tentang PENGGOLONGAN OBAT ANTIHISTAMIN DAN


PSIKOTROPIKA .saya menyadari bahwa di dalam laporan ini sangat banyak kekurangannya,
oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menambali kekurangan-
kekurangan yang ada, sehingga laporan ini bisa sempurna.Untuk itu penulis sampaikan
terimakasih.

Ternate,21 februari 2020

penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................iii

BAB I..........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1

Latar Belakang........................................................................................................................................1

Rumusan masalah....................................................................................................................................1

BAB II.........................................................................................................................................................2

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2

-Antihistamin...........................................................................................................................................2

-PSIKOTROPIKA...................................................................................................................................4

BAB III.......................................................................................................................................................9

PENUTUP...................................................................................................................................................9

Kesimpulan..............................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antihistamin adalah obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor histamine yang ada,
seperti reseptor histamin H1, H2, H3. Antagonis Reseptor H1 (AH1) menghambat efek
histamin di pembuluh darah, bronkus dan otot polos, selain itu AH1 juga dapat mengobati
reaksi hipersensitivitas (Gan, 2007).

Penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika akhir-akhir ini telah menimbulkan


rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai implikasi dan dampak
negatif yang ditimbulkan merupakan masalah yang sangat kompleks baik di tingkat
nasional maupun internasional. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
disebutkan bahwa masalah psikotropika tidak saja dapat merugikan bagi penyalahguna,
tetapi juga berdampak pada kegiatan sosial, ekonomi dan keamanan nasional, sehingga
hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara. Saat ini Indonesia bukan
hanya sebagai negara transit ataupun Negara tujuan bagi peredaran gelap psikotropika,
namun sudah berkembang menjadi salah satu negara produsen. Kasus-kasus
psikotropikapun semakin mengejutkan masyarakat, karena masalah-masalah psikotropika
sudah merambah ke mana-mana. Semula hanya terdapat di kota-kota besar tetapi kini
sudah merambah ke kota-kota kecil, ke daerah-daerah pemukiman, kampus-kampus
bahkan sekolah-sekolah. Peredaran dan pemakaian psikotropika juga sudah masuk ke
segala lapisan, baik kalangan atas, kalangan menengah ataupun kalangan bawah. Selain
itu peredaran psikotropika juga merambah mulai dari anak-anak, mahasiswa, artis,
pejabat bahkan sampai aparat keamanan.

B . Rumusan masalah
A. Apa yang dimaksud dengnan antihistamin?

a. Efek samping antihistamin

B. Apa yang dimaksud dengan psikotropika?

a. Mekanisme kerja

b. Zat adiktif lain

1
BAB II

PEMBAHASAN

a. Antihistamin
Antihistamin adalah kelompok obat-obatan yang digunakan untuk mengobati reaksi alergi,
seperti rinitis alergi, reaksi alergi akibat sengatan serangga, reaksi alergi makanan, urtikaria
atau biduran. Tidak hanya alergi, antihistamin juga kerap digunakan untuk mengatasi gejala
mual atau muntah yang biasanya diakibatkan oleh mabuk kendaraan.

Antihistamin bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi tubuh. Zat
histamin, pada dasarnya berfungsi melawan virus atau bakteri yang masuk ke tubuh. Ketika
histamin melakukan perlawanan, tubuh akan mengalami peradangan. Namun pada orang
yang mengalami alergi, kinerja histamin menjadi kacau karena zat kimia ini tidak lagi bisa
membedakan objek yang berbahaya dan objek yang tidak berbahaya bagi tubuh, misalnya
debu, bulu binatang, atau makanan. Alhasil, tubuh tetap mengalami peradangan atau reaksi
alergi ketika objek tidak berbahaya itu masuk ke tubuh.

Ada dua jenis antihistamin, yaitu antihistamin generasi pertama dan generasi kedua.
Antihistamin generasi pertama lebih menyebabkan rasa kantuk dibandingkan dengan
generasi kedua.

Obat-obat antihistamin generasi pertama adalah:

- Chlorpheniramine

- Cyproheptadine

- Hydroxyzine

- Ketotifen

- Promethazine

Sedangkan obat-obat antihistamin generasi kedua adalah:

- Desloratadine

- Fexofenadine

- Levocetirizine

- Cetirizine

- Loratadine.
2
Peringatan:

Ibu hamil, ibu menyusui, atau wanita yang sedang merencanakan kehamilan, perlu
menyesuaikan jenis dan dosis antihistamin menurut anjuran dokter.

Hati-hati jika ingin memberikan antihistamin pada anak-anak. Penggunaan tiap jenis obat
antihistamin berbeda-beda dan disesuaikan dengan usia.

Harap berhati-hati dalam menggunakan obat ini jika menderita gangguan ginjal, gangguan
hati, tukak lambung, obstruksi usus, infeksi saluran kemih, pembengkakan prostat, dan
glaukoma.

Jika diresepkan obat antihistamin golongan pertama, hindari mengonsumsi zat alkohol atau
minuman beralkohol karena dapat memperparah efek rasa kantuk.

Beri tahu dokter jika sedang menggunakan antihistamin bersama dengan obat-obatan
lainnya, termasuk produk herba, karena dikhawatirkan dapat menyebabkan efek samping
yang membahayakan.

Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

a. Efek Samping Antihistamin:

Sama seperti obat-obat lain, obat antihistamin juga berpotensi menyebabkan efek samping.
Beberapa efek samping yang umumnya terjadi setelah mengonsumsi obat antihistamin ini
adalah:

- Mengantuk

- Mulut kering

- Disfagia

- Pusing

- Sakit kepala

- Nyeri perut

- Sulit buang air kecil

- Mudah marah

- Penglihatan kabur.

3
b. PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat alami/sintetis bukan narkotik berkhasiat psikoaktif
dapat menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku serta menimbulkan dependensi
secara fisik dan psikis bila tanpa pengawasan. Psikotropika dikenal dengan nama obat keras
tertentu (OKT) karena termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi
aktifitas psikis baik mental maupun perilaku dan mempengaruhi SSP (system saraf pusat).
Golongan obat ini digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup pasien. Dasar hukum yang mengatur tentang psikotropika adalah
Undang-Undang No. 5 Tahun 1997. Logo obat jenis psikotropika sama dengan golongan
obat keras, yaitu lingkaran dengan dasar merah dan terdapat huruf K didalamnya.

Gambar : Logo Untuk Obat Jenis Psikotropika

Penggolongan
Obat psikotropika berdasarkan UU Nomor 05/1997 merupakan zat atau obat-obatan baik
alamiah ataupun sintetis yang bukan narkotika, berkhasiat untuk memberikan pengaruh
selektif kepada sususan sistem syaraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Penggunaan obat golongan psikotropika datur dalam
undangundang yang bertujuan untuk:
a. Menjamin ketersediaan psikotropika untuk pelayana kesehatan dan ilmu
pengetahuan
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
c. Memberantas peredaran psikotropika secara gelap
Obat psikotropika dibedakan atas 2 macam yaitu:
a. Neuroleptik : menekan fungsi syaraf tertentu (major tranqulizer) obat ini kadang
disebut obat hipnotik atau antipsikotik
b. Ataraktika atau anksiolitika atau minor tranqilizer digunakan untuk neuritis seperti
gelisah, takut, stress Kadang obat ini juga disebut obat sedatif
Obat psikotropika digolongkan ke 4 golongan sebagai berikut:

a. Psikotropika golongan I
4
Obat psikotropika golongan satu ini diproduksi untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan saja dan tidak boleh dipergunakan dalampengobatan atau terapi. Obat
psikotropika golongan ini memiliki potensi sangat kuat untuk menyebabkan adiksi atau
ketergantungan. Contoh: Brolamfetamine (DOB) Contoh: Ekstasi MDA
(Methylendioxyamphetamine), Ekstasi MDMA (methylen dioxy methamphetamini) dan
Ekstasi MDEA (Methylen dioxy ethylamphetamine), meskalin, LSD , psilosibin

b. Psikotropika golongan II

Obat psikotropika golongan ini bertujuan untuk pengobatan dan terapi serta dapat digunakan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan juga. Obat psikotropika golongan dua memiliki
potensi kuat menyebabkan ketergantungan. Contoh: Amfetamina, Sekokarbital,
methamfetamin yang dikenal dengan nama Sabu-Sabu, deksamfetamin, Fenetilin.

c. Psikotropika golongan III

Sama dengan psikotropika golongan dua, obat psikotropika pada golongan ini umumnya
digunakan untuk tujuan terapi dan pengobatan serta dapat juga digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Obat ini memiliki potensi sedang dalam menyebabkan
ketergantungan. Contoh: Amobarbital, Pentobarbita, Flunitrazepam, siklobarbital
d. Psikotropika golongan IV
Obat psikotropika pada golongan ini sangat marak digunakan untuk tujuan terapi dan
pengobatan serta dapat juga digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Obat ini
memiliki potensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan. Contoh: Bromazepam,
diazepam, klordiasepoksida, mephrobomat, nitrazepam, klokzazolon, alpazolam, barbital,
diazepam, khlordizepokside, lorazepam, nitrazepam (pil BK), meprobamat.

Penggolongan psikotropika berdasarkan penggunaan klinik:


Antipsikosis (Neuroleptik/Major Tranquillizer)
Psikotropika jenis ini yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta memiliki potensi kuat mengakhibatkan sindrom
ketergantungan. Ciri terpenting obat antipsikosis/neuroleptik adalah:
- Berefek anti psikosis, yaitu mengatasi agresifitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosional
pasien jiwa.
- Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia.
- Dapat menimbulkan gejala ektrapiramidel yang reversibel atau ireversibel.
- Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psiko dan fisik.
Contoh obat-obat Anstipsikosis adalah sebagai berikut.
1) Contoh obat-obat dengan efek antipsikosis/neuroleptik terkuat adalah pimozida,

5
haloperidol, bromperidol, sulpiridi, perfenazin, flufenazin, dan trifluoperazin. Sedangkan
obat-obat dengan efek relative kurang kuat adalah klorpromazin.
2) Antiansietas (Antineurosis/Tranquilizers). Psikotropika jenis ini yang berkhasiat
sebagai obat dan dapat digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki
potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Berguna untuk pengobatan simtomatik
penyakit psikoneurosis dan berguna sebagai obat tambahan pada terapi penyakit somatik
yang didasari ansietas dan ketegangan mental. Obat antiansietas juga dikenal sebagai obat
anti cemas. Antiansietas tidak berkhasiat antipsikotis dan tidak berkhasiat langsung terhadap
fungsi-fungsi otonom dan tidak menimbulkan efek-efek ekstrapiramidal. Efek
ekstrapiramidal adalah efek/gejala yang dapat berupa dystoria, gejala penyakit parkison
(tremor tangan, kakunya anggota gerak, muka seperti topeng), dan akathisia (selalu ingin
bergerak). Gejala-gejala ini disebabkan karena kurangnya dopamine pada otak. Jenis obat
antiansietas antara lain: diazepam
(chlordiazepoxide).
3) Antidepresian. Psikotropika jenis ini yang berkhasiat sebagai obat dan banyak
digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang
mengakibatkan sindrom ketergantungan dan merupakan obat untuk mengatasi depresi
mental yang terbukti dapat menghilangkan/mengurang depresi yang timbul pada beberapa
jenis skizofrenia. Jenis obat antidepresian misalnya zimeldin, trazodon, fluvozamin dan
fluoxentin, nomifensin, serta maprotilin dan mianserin. Jenis lain adalah trisiklik (generik),
MAO inhibitor, amitriptyline (nama dagang).
4) Psikotogenik (Halusinogenik). Psikogenik berkhasiat sebagai obat dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan di dunia. Obat yang dapat menimbulkan kelainan
tingkah laku, disertai halusinasi, gangguan cara berpikir dan perubahan alam perasaan. Jenis
obat halusinogen yang sering digunakan: LSD dan psilosibin. LSD dapat menimbulkan
halusinasi (efek perubahan persepsi yang menyebabkan adanya sesuatu yang terdengar atau
terlihat padahal seharusnya tidak ada). Psilosibin adalah zat halusinogen yang terdapat pada
jamur yang tumbuh pada kotoran sapi, kuda, atau kerbau.

a. MEKANISME KERJA

Mekanisme kerja secara umum diuraikan berikut ini


1. Semua obat psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk dalam CCS (Cairan Serebro
Spinal) di mana mereka melakukan kegiatannya secara langsung terhadap saraf-saraf otak.
2. Mekanisme kerja psikofarmaka berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak
atau antar keseimbanganya. Neurotransmitter atau neurohormon adalah zat yang
menyebabkan penerusan implus (rangasangan listrik) dari suatu neuron (axon) melalui
sinaps ke neuron yang lain (dendrite atau saraf post-sinaptik).
Mekanisme kerja sesuai penggolongan adalah sebagai berikut.

6
1. Antipsikosis (Neuroleptik/Major Tranquillizer)
a. Anksiolitik: Dapat meniadakan rasa bimbang,takut,kegeisahan,dan agresi yang hebat.
b. Anti-emetik: Digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat, misalnya pada
kanker.Obat ini tidak akan efektif apabila diberikan pada penderita mabok perjalanan.
c. Analgetik: Beberapa obat neuroleptika memiliki daya kerja analgetik kuat misalnya
levopromazin dan droperidol.Obat-obat yang lain dapat juga memperkuat efek
analgetika,misalnya klorpomazin, dengan jalan mempertinggi ambang nyeri.
2. Antiansietas (Antineurosis/ Tranquilizers)
Bekerja secara sentra diseluruh susunan saraf pusat dan perifer. Obat ini sangat berguna
untuk mengatasi atau mengobati keadaan-keadaan neurosis.
3. Antidepresin
a. Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter.
b. Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter .
c. Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi
peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP. Semua antidepresi
memiliki efek sedatif yang masing-masing bervariasi kekuatannya. Efek sedatif adalah
efek/gejala yang dapat berupa dystoria,gejala penyakit parkison (tremor tangan, kakunya
anggota gerak, muka seperti topeng), dan akathisia (selalu ingin bergerak).
Gejala-gejala ini disebabkan karena kurangnya dopamine pada otak. Atas dasar efek
sedatifnya dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Berefek sedatif baik. Amitriptilin, doksepin, trimipramin, opipramol, dan mianserin.
Obat-obat ini layak digunakan pada depresi vital, kegelisahan dan agresi.
2. Berefek sedatif sedang. Imipramin, klomipramin, dibenzepin dan maprotilin.
3. Berefek sedatif ringan. Nomifensin, zimeldin, desipramin, dan protiptilin. Obat ini lebih
disukai pada depresi vital yang terhalang, dimana pasien sudah berada dalam keadaan
apatis termenung-menung.

b. ZAT ADIKTIF LAIN


Zat adiktif lainnya adalah zat yang dapat menimbulkan ketergantungan atau psikoaktif tetapi
secara UU tidak termasuk dalam golongan narkotika maupun psikotropika. Jenis yang sering
dijumpai adalah alkohol dan pelarut organik.
1. Alkohol
Alkohol merupakan sumber energi potensial dibandingkan dengan karbohidrat, karena 1g
alkohol dapat menghasilkan 9 kkal (karbohidrat hanya 4,2 kkal). Akibat penggunaan alkohol
yang tidak terkontrol antara lain: ketergantungan, pola makan tidak teratur, peradangan dan
pendarahan usus, kekurangan vitamin, kekebalan tubuh menurun, hepatitis, denyut jantung
tidak teratur, dan kerusakan otak. Bahaya alkohol akan meningkat jika alkohol yang
diminum adalah ilegal yang bisanya berfungsi sebagai antiseptik. Umumnya alkohol
antiseptik mengandung metanol yang jika dikonsumsi dapat menimbulkan kebutaan
2. Pelarut Organik

7
Pelarut organik adalah zat yang mudah menguap pada temperatur kamar, berupa produk
kimiawi rumah tangga sebagai pelarut/inggridiens. Contoh: lem, cairan pembersih, cairan
poles, tinner, cat, minyak petrolium. Menghirup uap pelarut organik menyebabkan efek high
yag memicu kerusakan mukosa hidung, bronkus, hepatitis dan gagal ginjal.

8
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Antihistamin adalah kelompok obat-obatan yang digunakan untuk mengobati reaksi alergi,
seperti rinitis alergi, reaksi alergi akibat sengatan serangga, reaksi alergi makanan, urtikaria
atau biduran. Tidak hanya alergi, antihistamin juga kerap digunakan untuk mengatasi gejala mual
atau muntah yang biasanya diakibatkan oleh mabuk kendaraan.

Antihistamin bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi tubuh. Zat histamin,
pada dasarnya berfungsi melawan virus atau bakteri yang masuk ke tubuh. Ketika histamin
melakukan perlawanan, tubuh akan mengalami peradangan. Namun pada orang yang mengalami
alergi, kinerja histamin menjadi kacau karena zat kimia ini tidak lagi bisa membedakan objek
yang berbahaya dan objek yang tidak berbahaya bagi tubuh, misalnya debu, bulu binatang, atau
makanan. Alhasil, tubuh tetap mengalami peradangan atau reaksi alergi ketika objek tidak
berbahaya itu masuk ke tubuh.

Psikotropika a dalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetris, bukan narkotika, yang bersifat
atau berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabjan perubahankahas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat/obat yang dapat
menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan
perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir,
perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek
stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya. Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama
tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih
buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam
penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan
kematian. Sebagaimana Narkotika, Psikotropika terbagi dalam empat golongan yaitu
Psikotropika golongan I, Psikotropika golongan II, Psikotropika golongan III dan Psikotropika
golongan IV.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/FARMAKOLOGI-
RMIK_FINAL_SC_26_10_2017.pdf

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/alergi-autoimun/alergi/obat-antihistamin-untuk-alergi/

https://www.alodokter.com/antihistamin

10

Anda mungkin juga menyukai