Anda di halaman 1dari 21

PROSES KIMIA DALAM OBAT-OBATAN

Makalah

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Kajian IPA - Kimia

Dosen Pengampu Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si.

disusun oleh:

Fitri Nuraeni (1605549)

Alimah Nuryanti (1605553)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN IPA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2016
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

I. PENGERTIAN OBAT DAN JENISNYA ...................................................... 1

II. STRUKTUR KIMIA OBAT .......................................................................... 5

III. IKATAN KIMIA OBAT DENGAN TARGET ............................................ 13

IV. REAKSI REDOKS PADA METABOLISME OBAT ................................. 16

III. REAKSI HIDROLISIS PADA METABOLISME OBAT ........................... 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19

ii
I. PENGERTIAN OBAT DAN JENISNYA

Para ahli di bidang kimia obat-obatan (farmasi) selalu berupaya untuk


mendesain dan mensintesis agen pharmakologis yang memiliki efek biologis tertentu
terhadap tubuh manusia atau mahluk hidup lainnya. Agen pharmakologis ini disebut
sebagai obat.
Obat didefinisikan sebagai senyawa kimia yang berinteraksi dengan sistem
biologis untuk menghasilkan respon secara biologi. Senyawa kimia tersebut dapat
dikonsumsi pada masa-masa tertentu ketika dibutuhkan, misalnya saat mengidap
penyakit tertentu, ataupun dikonsumsi setiap hari, seperti kafein yang dapat
dikonsumsi setiap hari melalui secangkir teh atau kopi. Senyawa kafein tersebut
kemudian akan bereaksi dengan sistem biologis didalam tubuh dan menghasilkan
respon biologis berupa perubahan suasana hati. Disamping itu, obat juga mencakup
senyawa racun (poison) atau berbahaya (bersifat toxic). Sebagai contoh, penicillin
merupakan senyawa racun ketika berinteraksi dengan bakteri sebagai suatu mahluk
hidup (sistem biologis) dan kemudian sebagai respon biologisnya bakteri tersebut
akan terbunuh. Namun penicillin tidak memiliki efek demikian pada sel tubuh
manusia.
Senyawa obat yang tidak berbahaya atau bukan racun memiliki potensi untuk
menjadi racun, jika dikonsumsi secara berlebihan. Contohnya seperti morphine yang
dalam dosis rendah berfungsi sebagai pereda rasa sakit namun dalam dosis tinggi
dapat membunuh penggunanya dengan menghambat pernafasan. Oleh karena itu,
penting sekali bagi para pengguna obat untuk mengetahui dosis penggunaan yang
tepat sesuai dengan ajuran dokter atau ahli farmasi. Dosis ini terkait dengan
therapeutic index yang menunjukan apakah suatu obat aman untuk dikonsumsi atau
tidak. Indeks ini merupakan sebuah ukuran dari efek obat yang bermanfaat pada dosis
rendah dibandingkan dengan efek berbahaya jika dikonsumsi pada dosis tinggi.
Beberapa senyawa berbahaya juga dapat dijadikan sebagai obat apabila
digunakan dalam dosis tertentu. Contohnya seperti arsenic yang dikenal sebagai
senyawa racun. Namun senyawa turunan dari arsenic banyak digunakan sebagai agen
antiprotozoa dan antikanker.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa obat dapat dilihat sebagai
senyawa yang benar-benar berbahaya atau beracun, ataupun sebagai senyawa yang
berpotensi membahayakan penggunanya. Prinsip penting yang menjadi dasar apakah

1
senyawa tersebut merupakan obat atau racun adalah sifat toksisitas selektifnya.
Banyak senyawa dianggap efektif mengobati penyakit karena senyawa tersebut
bersifat racun bagi sel-sel yang bermasalah atau menyebabkan masalah kesehatan,
namun aman bagi sel normal lainnya. Misalnya antibiotik,antifungi,antiprotozoa
adalah obat yang bermanfaat karena menunjukkan toksisitas selektif terhadap sel
mikroba namun aman bagi sel mamalia. Contoh lainnya seperti agen antivirus yang
merupakan racun bagi virus namun aman bagi sel-sel normal.
Terdapat banyak sekali jenis obat yang sudah ditemukan dan digunakan
hingga saat ini. Jenis obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
kerja obat, lokasi penggunaan, cara pemakaian, cara pemberian dan akses pembelian.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat dapat digolongkan menjadi 5 jenis
yaitu:
a. Antibiotik. Antibiotik adalah obat yang dipergunakan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab infeksi. Obat ini telah digunakan untuk
melawan infeksi berbagai bakteri pada tumbuhan, hewan, dan manusia.
Contohnya ampisilin dan amoksilin.
b. Anti inflamasi. Pengobatan anti inflamasi mempunyai dua tujuan utama yaitu,
meringankan rasa nyeri yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat
dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien dan kedua memperlambat
atau membatasi perusakan jaringan. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-
obat anti inflamasi terbagi ke dalam golongan steroid yang meredakan
inflamasi dengan menurunkan imunitas tubuh seperti kortison asetat dan
golongan non-steroid yang meredakan inflamasi dengan cara mempengaruhi
transport ion, hormone dan enzim, contohnya aspirin.
c. Anti hipertensi. Obat jenis ini digunakan untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas cardiovascular.
d. Anti konvulsan. Berfungsi untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi
(epileptic seizure) dan bangkitan non-epilepsi. Adapun contoh obat yang
termasuk dalam golongan ini antara lain : bromide, fenobarbital, fenitoin,
karbamazepim.
e. Anti histamin. Pada manusia histamin merupakan mediator yang penting pada
reaksi alergi tipe segera dan reaksi inflamasi. Contohnya obat alergi cuaca
tertentu dan obat yang menghambat sekresi asam lambung.

2
f. Psikotropika. Obat ini mempengaruhi fungsi perilaku, emosi, dan pikiran yang
biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa. Contohnya
antipsikosis, antiansietas, antidepresi dan antimania (mood stabilizer)
g. Anti jamur. Anti jamur atau anti fungi berfungsi untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh jamur. Anti jamur dari segi terapeutik di bagi menjadi 2, yaitu
dermatofit digunakan pada permukaaan kulit dan sistemik digunakan pada
bagian dalam tubuh, seperti saluran cerna, contoh : imidiazol, diazol dan anti
biotic polien.

Berdasarkan lokasi penggunaan, obat diklasifikasikan menjadi obat peroral


seperti parasetamol tablet, antibiotik dan obat luar seperti dalam bentuk salep atau
krim. Sedangkan berdasarkan cara pemakaiannya, obat dibagi menjadi jenis oral
(tablet, kapsul, serbuk), perektal yang dipakai melalui rektum ketika pasien pingsan,
tidak bisa menelan atau menghendaki efek cept dan terhindar dari pengaruh pH
lambung, obat sublingual (diletakkan dibawah lidah), dan obat parenteral yang
disuntikan ke aliran darah. Kemudian berdasarkan pemberiannya, obat dibedakan
menjadi obat sistemik (masuk ke dalam peredaran darah) dan obat lokal (hanya aktif
atau mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada).

Peraturan Menteri Kesehatan RI juga menggolongkan obat menjadi 5 jenis.


Yaitu:

a. Obat bebas (Over The Counter). Obat jenis ini boleh digunakan tanpa resep
dokter. Di indonesia ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi
berwarna hitam. Cntohnya seperti tablet vit. C, multivitamin, promag, obat
esensial, dan obat generik.

b. Obat bebas terbatas. Obat jenis ini masih bisa dibeli di apotek dalam jumlah
tertentu meski tanpa resep dokter. Ditandai dengan lingkaran biru bergaris tepi
hitam. Contohnya antimo dan antiflu.

c. Obat Keras. Obat jenis ini berkhasiat keras dan untuk memperolehnya harus
dengan resep dokter. Ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam
dengan tulisan huruf K di dalamnya. Contohnya jenis antibiotik, serta obat-
obatan yang mengandung hormon (obat penenang, obat kencing manis dan lain-
lain).

3
d. Obat wajib apotik. Obat wajib Apotik merupakan obat keras yang dapat
diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Tujuan obat
wajib apotik adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka
obat-obat yang digolongkan dalam obat wajib apotik adalah obat yang
diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Contohnya obat luar
untuk anti inflamasi (asam mefenamat); flumetason 1 tube, obat luar untuk
inflamasi; Ibuprofen tab. 400mg, 10 tab. Tab. 600mg, 10 tab; obat alergi kulit
(salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi
sistemik (CTM), dan obat KB hormonal.

e. Obat Psikotropika dan Narkotika. Obat psikotropika, merupakan zat atau obat
baik ilmiah atau sintesis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan obat narkotika, merupakan zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun
semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, seperti heroin dan morfin.

4
II. STRUKTUR KIMIA OBAT

Obat-obatan berdasarkan strukturnya dibedakan menjadi: obat yang


mempunyai struktur non spesifik dan obat yang mempunyai struktur spesifik.

a. Obat-obat yang berstruktur non spesifik


Aksi farmakologi yang secara langsung tidak terkandung struktur kimianya, tapi
pada sifat-sifat fisik kimianya. Sifat – sifat fisika kimia antara lain: absorbsi,
kelarutan, potensial oksidasi reduksi, depolarisasi membran, koagulasi protein,
dan pembentukan kompleks. Diasumsikan bahwa obat-obatan berstruktur non
spesifik bertindak secara proses fisika kimia dengan alasan:
 Aksi biologisnya berlangsung dengan aktivitas termodinamik yang
biasannya tinggi, ini berarti obat-obatan bekerja dalam dosis yang relatif
tinggi.
 Walaupun berbeda struktur kimianya, tetapi menyebabkan respon biologik
yang sama.
 Modifikasi sedikit dalam struktur kimianya, tidak menghasilkan perubahan
yang nyata dalam aksi biologiknya.

b. Obat-obat berstruktur spesifik


Obat-obat dalam aksi biologiknya secara esensial sebagai hasil dari struktur
kimianya yang akan mengadaptasi diri ke dalam struktur 3 dimensi, obat ini
bergantung pada: reaktivitas kimia, bentuk, ukuran stereokimia dalam molekul
distribusi gugus fungsional, efek resonansi, induksi, distribusi elektron, ikatan
reseptor dan kemungkinan lain.
Ciri-ciri obat berstruktur spesifik adalah:
 Aksi biologiknya tidak hanya tergantung pada aktivitas termodinamik,
biasannya rendah, ini berarti bahwa obat-obat berstruktur spesifik adalah
efektif dalam konsentrasi yang lebih kecil daripada obat-obatan yang
bersatuktur non spesifik.
 Biasannya mempunyai beberapa struktur karakteristik dan struktur
fundamental.
 Modifikasi akan menghasilkan perubahan aktivitas farmakologi, sehingga
senyawa-senyawa yang diperoleh dapat mempunyai aksi dari antagonis
sampai sama dengan senyawa induknya.

5
Berikut adalah beberapa struktur dari obat-obatan yang kita temui dalam
kehidupan sehari-hari:

a. Betadine
Betadine merupakan antiseptik yang digunakan untuk mengobati dan mencegah
luka luar dari infeksi. Sifat antiseptik ini berasal dari kandungan iod dalam
Betadine. Struktur Povidone-Iodine terdepat dalam betadine, yang tertulis dalam
kemasan memiliki komposisi Povidone-Iodine 10% yang setara dengan 1%
iodine, dan merupakan polimer dengan struktur berikut.

Gambar 2.1 struktur kimia betadine


C6H9I2NO Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

b. Obat Tetes mata


Obat tetes mata mengandung bahan utama yaitu Tetrahydrozoline
Hydrochloride. Tetrahydrozoline Hydrochloride diterapkan topikal untuk
konjungtiva untuk sementara mengurangi kemacetan, gatal, dan iritasi ringan,
dan untuk mengontrol hyperemia pada pasien dengan vaskularisasi kornea
superfisial. dekongestan mata tidak efektif dalam pengobatan reaksi
hipersensitivitas tertunda seperti kontak dermatoconjunctivitis.

Gambar 2.2 struktur kimia tetrahydrozoline hydrocloride


Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/
C13H17ClN2

c. Obat Pereda Nyeri


Obat pereda nyeri/rasa sakit atau lazin disebut dengan analgesik sangat
banyak yang dijual bebas di pasaran. Obat pereda nyeri umumnya juga

6
mempunyai khasiat untuk menurunkan demam (antipiretika). Itu sebabnya obat-
obatan ini disebut dengan analgesika-antipiretika. Ada beberapa macam zat
analgesika, diantaranya: parasetamol (nama lainnya asetaminofen) dan obat-
obat yang termasuk dalam golongan NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory
drugs) seperti aspirin, asam mefenamat, dan ibu profen. Masing-masing
senyawa analgesika ini mempunyai cara kerja dan sifat yang berbeda-beda.
Satu obat pereda nyeri dapat mengandung satu macam zat saja, namun dapat
pula dikombinasikan dengan zat-zat lainnya yang dimaksudkan untuk
menambah khasiatnya atau untuk mengurangi efek sampingnya.

Analgesika yang paling banyak beredar di Indonesia


adalah parasetamol. Selain sebagai pereda rasa sakit, parasetamol juga
berkhasiat sebagai penurun demam. Jika digunakan sebagaimana mestinya,
parasetamol hanya sedikit menyebabkan efek samping. Salah satu kekurangan
parasetamol adalah dapat menyebabkan kerusakan hati jika digunakan dalam
dosis tinggi. Oleh sebab itu orang-orang yang mempunyai gangguan fungsi hati
dilarang mengonsumsi parasetamol. Namun parasetamol tidak menyebabkan
sakit lambung. Oleh sebab itu orang-orang yang tidak dapat mengonsumsi
aspirin karena menyebabkan sakit atau rasa tak enak di lambung, dapat
menggunakan parasetamol sebagai obat pereda rasa sakit dan penurun
demamnya. The American Geriatric Society menganjurkan penggunaan
parasetamol sebagai obat nyeri sendi pada orang-orang tua. Demikian pula The
American College of Rheumatology menganjurkan penggunaan parasetamol
untuk mengobati osteoarthritis ringan sampai sedang. Struktur dari paracetamol
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 struktur kimia paracetamol


Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

C8H9NO2 or HOC6H4NHCOCH3

7
Aspirin adalah analgesika yang populer sejak tahun 60-an. Dahulu
aspirin digunakan sebagai analgesika-antipiretika baik untuk orang dewasa
maupun anak-anak. Namun sekarang penggunaannya untuk anak-anak
sebaiknya dihindari sebab ditemukan adanya hubungan penggunaan aspirin
pada anak-anak dengan sindroma Reye, yaitu suatu gangguan kesehatan yang
sebenarnya jarang terjadi namun bersifat fatal. Aspirin efektif untuk meredakan
rasa sakit dan nyeri, misalnya sakit kepala dan sakit gigi. Juga berkhasiat untuk
obat demam (penurun panas) dan anti radang. Saat ini aspirin masih dianjurkan
untuk dipakai sebagai pereda rasa sakit bagi orang dewasa. Bahkan hasil
penelitian terbaru mengungkapkan aspirin memiliki khasiat lain, yaitu dapat
mencegah penggumpalan darah, sehingga di bawah pengawasan dokter dapat
dipakai untuk membantu mencegah berulangnya serangan jantung atau stroke.
Namun karena khasiat ini pula aspirin dilarang untuk dikonsumsi oleh orang-
orang yang sedang memakai obat-obat anti penggumpalan darah, sebab
dikhawatirkan akan menyebabkan efek anti penggumpalan darah menjadi terlalu
kuat, sehingga dapat menimbulkan perdarahan, terutama di lambung. Aspirin
juga sebaiknya tidak digunakan jika kita mempunyai sakit maag, tukak
lambung, asma, rematik, tekanan darah tinggi, penyakit liver ataupun ginjal,
atau mudah mengalami perdarahan, sebab aspirin dapat memburuk keadaan
penyakit. Ibu hamil juga harus berhati-hati mengonsumsi aspirin. Karena
efeknya yang merangsang lambung, sebaiknya obat-obat yang mengandung
aspirin diminum setelah makan. Struktur dari aspirin adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 struktur kimia aspirin


C9H8O4 Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

Asam mefenamat lebih sering diresepkan oleh dokter gigi untuk


mengatasi rasa nyeri atau sakit gigi dan juga untuk sakit ketika haid. Asam
mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada anak-anak atau pasien usia lanjut,

8
sebab dapat memberikan efek samping berupa diare terutama pada lansia.
Seperti aspirin, asam mefenamat juga dapat merangsang lambung, oleh sebab
itu jangan diberikan pada pasien yang cenderung mempunyai sakit maag atau
gangguan lambung lainnya, juga pada orang yang alergi terhadap aspirin. Obat-
obat mengandung asam mefenamat sebaiknya tidak dikonsumsi lebih dari satu
minggu, kecuali dokter menganjurkannya. Struktur dari asam mefenamat adalah
sebagai berikut:

Gambar 2.5 struktur kimia asam mefenamat


Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

C15H15NO2

Zat analgesika-antipiretika lainnya adalah ibuprofen. Ibuprofen


berkhasiat meredakan nyeri dan menurunkan panas, namun pada dosis yang
diperbolehkan sebagai obat bebas (yang dapat dibeli tanpa resep dokter),
ibuprofen tidak berkhasiat sebagai anti radang. Jangan mengonsumsi obat-obat
yang mengandung ibuprofen jika sakit maag, asma, tekanan darah tinggi, sakit
jantung atau ginjal. Demikian pula jangan konsumsi ibuprofen jika alergi
terhadap aspirin. Ibu hamil juga sebaiknya tidak mengonsumsi obat ini tanpa
berkonsultasi lebih dahulu dengan dokter.

Gambar 2.6 struktur kimia ibuprofen


Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

C13H18O2

9
d. Obat Flu
Untuk merk - merk tertentu umumnya obat flu mengandung paracetamol dan
pseudoefedrin HCl. Untuk struktur paracetamol sudah dibahas pada materi
sebelumnya, sedangkan untuk struktur pseudoefedrin HCl adalah sebagai
berikut:

Gambar 2.7 struktur kimia pseudoefedrin HCl


Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

C10H16ClNO

e. Obat Antibiotik

Jenis antibiotik yang dikategorikan berdasarkan struktur kimia diantaranya


adalah sebagai berikut:

 Penisilin (Penicillins)

Penisilin atau antibiotik beta-laktam adalah kelas antibiotik yang merusak


dinding sel bakteri saat bakteri sedang dalam proses reproduksi. Penisilin
adalah kelompok agen bakterisida yang terdiri dari penisilin G, penisilin V,
ampisilin, tikarsilin, kloksasilin, oksasilin, amoksisilin, dan nafsilin.
Antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi yang berkaitan dengan
kulit, gigi, mata, telinga, saluran pernapasan, dll. Sebagian orang mungkin
mengalami alergi terhadap penisilin dengan keluhan ruam atau demam
karena hipersensitivitas terhadap antibiotik. Seringkali penisilin diberikan
dalam kombinasi dengan berbagai jenis antibiotik lainnya.

10
Gambar 2.8 struktur kimia penisilin
Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

C16H18N2NaO4S+

 Sefalosporin (Cephalosporins)

Sefalosporin, seperti penisilin, bekerja dengan mengganggu pembentukan


dinding sel bakteri selama reproduksi. Namun, antibiotik ini mampu
mengobati berbagai infeksi bakteri yang tidak dapat diobati dengan
penisilin, seperti meningitis, gonorrhea, dll. Dalam kasus dimana orang
sensitif terhadap penisilin, maka sefalosporin bisa diberikan sebagai
alternatif. Namun, dalam banyak kasus, ketika seseorang alergi terhadap
penisilin, maka kemungkinan besar dia akan alergi terhadap sefalosporin
juga. Ruam, diare, kejang perut, dan demam adalah efek samping dari
antibiotik ini.

Gambar 2.9 struktur kimia sefalosporin


C15H21N3O7S Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

11
 Aminoglikosida (Aminoglycosides)

Jenis antibiotik ini menghambat pembentukan protein bakteri. Karena


efektif dalam menghambat produksi protein bakteri, aminoglikosida
diberikan antara lain untuk mengobati tifus dan pneumonia. Meskipun
efektif dalam mengobati bakteri penyebab infeksi, terdapat risiko bakteri
semakin tahan terhadap antibiotik ini. Aminoglikosida juga diberikan dalam
kombinasi dengan penisilin atau sefalosporin. Aminoglikosida efektif
mengendalikan dan mengobati infeksi bakteri, namun berpotensi
melemahkan ginjal dan fungsi hati.

Gambar 2.10 struktur kimia aminoglikosida


Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/

C17H13Cl2F3N2O2

12
III. IKATAN KIMIA OBAT DENGAN TARGET

Hal yang sangat unik dari obat adalah bahwa setiap obat memiliki fungsi serta
efek yang spesifik. Efek yang muncul merupakan hasil dari reaksi yang terjadi di
tempat-tempat tertentu di dalam tubuh yang kemudian akan kita sebut sebagai “target”
dari obat.

Target utama obat adalah protein (umunya enzim, reseptor dan protein
transport) dan asam nukleat (DNA dan RNA) yang merupakan makromolekul.
Interaksi obat dengan target makromolekul ini disebut sebagai binding (pengikatan).
Biasanya terdapat area khusus pada makromolekul dimana proses pengikatan tersebut
terjadi yang disebut sebagai binding site. Bentuk dari binding site tersebut umumnya
seperti lubang dipermukaan molekul yang memungkinkan senyawa obat untuk masuk
atau menempel. Ikatan yang terjadi antara senyawa obat dan targetnya diantaranya
dalam bentuk ikatan kovalen yang merupakan ikatan kuat (200-400 kJmol-1). Namun
sebagian besar obat berinteraksi melalui ikatan yang lebih lemah, seperti ikatan
intermolekular, yang mencakup ikatan ionik dan elektrostatik, ikatan hidrogen,
interaksi van der Waals, interaksi dipole-dipole dan interaksi hidrophobic. Gaya ikat
yang terjadi cukup kuat untuk mengikat senyawa obat selama kurun waktu tertentu
hingga obat memberikan efek tertentu pada target. Setelah tugasnya selesai, maka
senyawa obat tersebut akan dilepaskan kembali.

Gambar 3.1 Obat yang menempel dan terlepas dari binding site
Sumber: An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition

13
a. Ikatan ionik atau elektrostatik
Ikatan ionik atau elektrostatik adalah ikatan intermolekuler terkuat (20-20 kJ
mol-1). Ikatan ini terjadi antara ion dengan muatan yang berbeda, contohnya
ion karboksilat dan ion amonia berikut ini.

Gambar 3.2 Ikatan ionik antara senyawa obat dan target


Sumber: An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition
Kekuatan interaksi yang terjadi berbanding lurus dengan jarak antara atom-
atom bermuatan tersebut serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Pada
lingkungan hidropobik interaksi yang terjadi lebih kuat dibandingkan pada
lingkungan polar. Biasanya binding site bersifat lebih hidrophobik
dibandingkan dengan permukaan makromolekulnya sehingga meningkatkan
efek interaksi ionik yang terjadi.

b. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen adalah suatu ikatan antara atom H yang mempunyai muatan
positif parsial dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan mempunyai
sepasang elektron bebas dengan oktet lengkap, seperti O, N, dan F. Atom yang
bermuatan positif parsial (donor ikatan hidrogen) dapat berinteraksi dengan
atom negatif parsial (penerima ikatan hidrogen) dari molekul atau atom lain
yang berbeda ikatan kovalennya dalam satu molekul.

Gambar 3.3 Ikatan hidrogen antara senyawa obat dan target


Sumber: An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition

14
c. Interaksi Van der Waals
Interaksi Van der Waals merupakan interaksi yang sangat lemah (2-4 kJ mol-1)
. Interaksi yang terjadi meliputi interaksi antara daerah hydrophobic dari
molekul-molekul tertentu. Dipol dari suatu molekul mampu menginduksi
dipol molekul tetangga, sehingga menghasilkan interaksi lemah antara kedua
molekul tersebut. Contohnya I2 berinteraksi dengan I2 untuk menghasilkan
yodium cari atau padat. Oleh sebab itu, senyawa obat harus berada sangat
dekat dengan binding site agar interaksi jenis ini dapat terjadi.

Gambar 3.4 Interaksi Van der Waals antara senyawa obat dan binding site
Sumber: An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition
d. Interaksi dipole-dipole dan ion-dipole
Sebagian besar molekul memiliki momen dipol permanen yang dihasilkan dari
sifat elektronegatif atom-atom dan gugus fungsional penyusunnya. Binding
site juga memiliki gugus fungsi tertentu yang menyebabkan adanya momen
dipol. Hal tersebut mengakibatkan kemungkinan terjadinya interaksi antar
momen dipol obat dan binding site sedemikian rupa hingga pada akhirnya
kedua momen dipol tersebut dalam keadaan paralel dan memiliki arah yang
berbeda. Interaksi ini memungkinkan obat untuk memberikan efek tertentu
kepada target. Interaksi semacam ini terjadi pada obat anti magh.

Gambar 3.5 Ikatan dipol-dipol antara senyawa obat dan target


Sumber: An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition

15
IV. REAKSI REDOKS PADA METABOLISME OBAT

Reaksi reduksi oksidasi (redoks) termasuk dalam metabolisme obat fase I yang
disebut juga fase non sintetik atau reaksi fungsional. Reaksi metabolisme obat ini
bukan reaksi sintesis atau pembentukan suatu senyawa yang baru tetapi menciptakan
gugus fungsional reaktif bagi senyawa tersebut. Enzim reaksi metabolisme obat fase I
biasanya terdapat pada mikrosomal (retikulum endoplasma). Makna dari reaksi
metabolisme fase I ini adalah meningkatkan efek atau potensi bagi suatu senyawa dan
memudahkan suatu senyawa untuk bereaksi dengan enzim-enzim metabolisme obat
fase II. Reaksi oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu oksidasi yang melibatkan sitokrom
P450 (enzim yang bertanggungjawab terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang
tidak melibatkan sitokrom P450. Berikut ini adalah contoh oksidasi oleh enzim
sitikrom P450.

Sebaliknya, reaksi reduksi merupakan reaksi yang kurang penting jika dibandingkan
dengan reaksi oksidasi. Reduksi terutama berperan pada nitrogen dan turunannya
(azoik dan nitrat), kadang-kadang pada karbon. Hanya beberapa obat yang mengalami
metabolisme dengan jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non
mikrosomal. Dalam usus mikroba terdapat beberapa enzim reduktase. Gugus azo,
nitro dan karbonil merupakan subyek reduksi yang menghasilkan gugus hidroksi
amino yang lebih polar. Ada beberapa enzim reduktase dalam hati yang tergantung
pada NADH atau NADPH yang mengkatalis reaksi tersebut. Berikut ini adalah contoh
reaksi reduksi pada azo dan nitro:

16
V. REAKSI HIDROLISIS PADA METABOLISME OBAT
Reaksi hidrolisis adalah salah satu penyebab terjadinya degradasi senyawa
obat, sebab di dalam sediaan farmasi, air seringkali digunakan sebagai pelarut untuk
beberapa obat yang mengandung gugus ester ataupun amida dalam air. Melalui reaksi
hidrolisis molekul obat berinteraksi dengan molekul-molekul air untuk menghasilkan
produk pecahan dan konstitusi kimia yang berbeda.
Reaksi hidrolisis terjadi pada fasa 1 transformasi senyawa obat. Reaksi ini
dapat terjadi di dinding lambung, plasma darah dan jaringan lain. Golongan obat yang
mengalami hidrolisis adalah senyawa ester dan amida yang dibantu oleh reaksi katalis
enzim esterase dan peptidase. Enzim – enzim tersebut dapa ditemukan di berbagai
organ tubuh, termasuk di hati.

Gambar 5.1 Hidrolisis senyawa ester dan amida


Sumber: An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition

Contoh reaksi hidrolisis pada obat adalah reaksi hidrolisi pada aspirin yang
merupakan senyawa ester. Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis
obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan
rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi
(peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam
dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Struktur aspirin
adalah sebagai berikut

Aspirin dapat terhidrolisi dalam air, dengan reaksi sebagai berikut:

17
Gambar 5.2 Reaksi hidrolisis aspirin dalam air
Sumber: An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition

18
DAFTAR PUSTAKA

Patrick L, Graham. 2009. An Introduction to Medicinal Chemistry (Fifth Edition).


Oxford: Oxford University Press.
Aznam, Nurfina. 2011. Kimia Farmasi (Diktat Kuliah). Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA UNY.
Thomas, Gareth. 2007. Medicinal Chemistry (Second Edition). West Sussex: John
Willey & Sons Ltd.
Struktur Kimia. (Online) https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/ diakses tanggal
28 Februari 2017.

19

Anda mungkin juga menyukai