Anda di halaman 1dari 34

PENGELOLAAN BENCANA

QBD 3 PENGBEN

_______________________ _______________________ _______________________


Brenda Cristie Edina Endang F Izza Hamba Allah
Awliya Calvin Wijaya
Bunga Cecilia Sinaga Tannia Sembiring Media
Estiana Filzadiyanti Taris Radifan
Fabiola Cathleen
Quality Control
Tentir

DONASI TENTIR | Klik Disini


PERMASALAHAN DALAM BENCANA
1. Kesehatan fisik
- Communicable diseases  transmisi penyakit melalui kontaminasi makanan dan
minuman melalui perantara air, feses, vector nyamuk dan serangga1
2. Kesehatan mental
- Kecemasan (Anxiety), Neurosis (contohnya: OCD), Stress1
3. Psikososial
- Aktivitas sosial yang rutin dilakukan (olahraga bersama, pertemuan keagamaan, anak –
anak bermain) tidak dapat dilakukan untuk sementara waktu2
- Kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi pulih lebih cepat  kecemburuan antar
kelompok2
4. Lingkungan
- Kurangnya sumber air bersih dan sanitasi  permasalahan kesehatan1
- Tantangan pengelolaan ekskreta, air limbah, dan sampah padat2
5. K3
- Sarana prasarana yang belum direkonstruksi rentan rubuh dan melukai orang lain
- Kualitas pemukiman atau tempat pengungsian saat bencana2
6. Pangan dan Nutrisi
- Kekurangan pangan karena sumber pangan rusak atau jalur distribusi terhambat1
- Nutrisi korban tidak seimbang  permasalahan kesehatan1
7. Pelayanan kesehatan
- Rusaknya fasilitas kesehatan dan sistem penampungan air pada fasilitas tersebut 
keterbatasan dan pengurangan kualitas pelayanan kesehatan1
- Hospital Overcrowding  karena kurangnya sumber daya dan hospital preparedness3
8. Pengungsian
- Population displacement  pengungsian penduduk dalam jumlah besar ke suatu
daerah  pelayanan publik (kesehatan, makanan) daerah tersebut tidak mampu
melayani peningkatan kebutuhan1
9. Koordinasi
- Distribusi bantuan tidak merata  Daerah yang terkena dampak parah diberikan
bantuan berkali – kali (karena dikira butuh banget bantuan) sementara daerah yang
kena dampak lebih ringan tidak tersentuh bantuan
- Kurangnya transparansi dalam pemberian bantuan  tidak ada yang tahu detail
bantuan apa saja, adanya klaim sudah memberikan bantuan tapi kenyataan di lapangan
tidak
- Terputusnya jaringan komunikasi
10. Logistik
-Logistik ini bisa berupa obat-obat esensial, obat ISPA, diare, penyakit kulit, iritasi mata.

Page | 1 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Hambatan logistik terutama di daerah terisolir berupa :
1. Pemberian bantuan terhambat karena daerah bencana sulit diakses
2. Kekurangan atau kehabisan stok logistic
11. Surveilans
- Keamanan kurang terjaga  banyak yang memanfaatkan bencana untuk melakukan
pencurian di rumah – rumah
- Kurangnya informasi dan data korban bencana
- Kurang efektifnya monitoring dan evaluasi proses
- Penyakit menular di pengungsian

Sumber gambar: Koenig Schultz

Page | 2 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


DAMPAK BENCANA PADA KORBAN DAN TENAGA KESEHATAN
A. Dampak pada Korban

Dampak langsung2:

- Cidera berat
- Kejadian traumatik  kehilangan orang yang dekat dengan korban
- Menjadi saksi kematian atau kesengsaraan orang lain
- Kehilangan secara materi  tempat tinggal, harta
- Ketidakpastian mengenai bahaya sekitar terhadap keselamatan, kesehatan, dan keberadaan
korban ke depannya

Dampak menurut IOM (Institute of Medicine) Committee2:

- Respons stress akut dan jangka pendek


- Perubahan perilaku
- Kelainan psikiatrik

Page | 3 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Sumber gambar: PAHO

B. Dampak pada Tenaga Kesehatan4

Dampak pada tenaga kesehatan adalah trauma psikologis, yaitu perubahan atau kelainan jiwa
akibat kejadian traumatik, yang mengubah respon seseorang terhadap kejadian yang mirip di
masa depan.

Penyebab trauma psikologis pada tenaga kesehatan:

- Ketidaksiapan mental melihat banyaknya korban yang harus ditolong


- Ketidakmampuan teknis yang menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat menyelamatkan
korban
- Tuntutan yang tinggi untuk terus bekerja akibat ketidakseimbangan jumlah penolong dan
korban

Perkembangan trauma psikologis:

Post Traumatic Stress Disorder


Acute Stress Disorder
Muncul saat pemaparan kembali
Reaksi ketidakmampuan untuk
kejadian yang mirip, dalam
beradaptasi dalam kurun 1 bulan
jangka waktu yang lama setelah
setelah kejadian traumatis
kejadian traumatis

Page | 4 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


PERSIAPAN TENAGA KESEHATAN
1. Pra Bencana
- Kesiapan diri dari sisi psikologis  kesadaran diri, motivasi, dan kejelasan peran
sebagai penolong4
- Persiapan kemampuan dan kompetensi  memperoleh pendidikan tentang manajemen
kedaruratan kesehatan lingkungan dari instansi pendidikan yang dilengkapi dengan
ilmu hukum dan ilmu teknik2,4
- Emergency preparedness pada rangkaian pelayanan kesehatan  hospital emergency
preparedness di posyandu, pustu (puskesmas pembantu), puskesmas kecamatan, RS
daerah, RS Kabupaten, RS Umum.2,4
- Kesiapan masyarakat  Tenaga kesehatan terlibat dalam organisasi (dinas pemerintah,
LSM, PMI, organisasi lingkungan) maupun program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana5
2. Tahap Respon2
- Sistem Penanggulangan Gawat Darurat dan Bencana Terpadu (SPGDT) serta First Aid
 Fiksasi Imobilisasi, lifting and moving, basic life support, dan bleeding control
(pokoknya semua yang diajarin di praktikum)
- Manajemen bencana  Rapid Health Assessment, Rapid Response, Clinical Management,
Triase, prinsip evakuasi dan transportasi, rumah sakit lapangan
3. Rehabilitasi Bencana
Tahapan transisi yang berawal dari pertama kali melakukan usaha penyembuhan sampai
benar – benar pulih. Tahapan rehabilitasi bencana2:
1. Persiapan 2. Respons
terhadap bencana terhadap bencana
Pembentukan Operasi pencarian
struktur dan tim dan pertolongan
siaga bencana korban

5. Pemulihan dari 3. Bantuan


bencana terhadap bencana
Rencana jangka Ketersediaan
panjang sandang, pangan,
pemulihan sosial, papan
ekonomi, dan fisik

4. Rehabilitasi
dan rekonstruksi
bencana
Pengembalian
fungsi normal

Page | 5 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


PERAN MASING – MASING TENAGA KESEHATAN DALAM
MENGHADAPI BENCANA4
A. Dokter
- Penanganan medis korban bencana  basic life support sampai intervensi medis di
rumah sakit
- Manajer penanganan pasien pada saat bencana  prinsip triase dan keselamatan
pasien
- Mengikuti pelatihan penanganan bencana dan membimbing masyarakat untuk siap
siaga dalam bencana
- Identifikasi korban (DVI)
B. Dokter Gigi
- Melakukan penanganan medis kesehatan gigi
- Memberi dukungan pada tenaga kesehatan lain dalam pertolongan pertama
- Membantu identifikasi korban melalui ilmu odontologi
- Membangun klinik sementara atau menyediakan tempat yang steril untuk
pelayanan kesehatan
C. Perawat
- Memberikan pertolongan pertama
- Berbagi informasi medis dengan tenaga kesehatan lainnya
- Memastikan ketersediaan alat - alat medis
- Membantu dalam surveilans dan pengkajian epidemiologis
- Memberikan konseling dan dukungan psikologis kepada korban
- Mendampingi korban dalam kontrol medis (cek denyut nadi, pernapasan, tekanan
darah)
D. Apoteker
- Manajemen ketersediaan obat
- Distribusi obat ke lokasi bencana
- Memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penggunaan obat
E. Kesehatan Masyarakat
- Memastikan keberlangsungan pelayanan kesehatan dan ketersediaan fasilitas
kesehatan
- Mengawasi infrastruktus  sanitasi, sumber air bersih, hygiene
- Melakukan alokasi sumber daya yang dibutuhkan
- Penilaian populasi (needs assessment) dengan kebutuhan khusus  lansia, tuna
runggu, dsb
- Melakukan surveilans dan advokasi kesehat

Page | 6 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Referensi:

1. PAHO
2. Buku Panduan Fasil
3. Public Policy – Disaster Management Handbook (Pinowski)
4. Tentir 2015 QBD 3 PB
5. Kurniayanti MA. Peran Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Manajemen Bencana. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Media Husada. 2012;1(1). Available from:
http://www.widyagamahusada.ac.id/admin_baru/gambar/jikmh1.1.12artikel09(1).pdf

Page | 7 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


DISASTER VICTIM IDENTIFICATION
A. Pendahuluan
Sebelum ke DVI, kita kenalan dulu yuk kenapa Indonesia sering banget kena bencana.
Hal ini bisa dilihat dari sama geografis dan demografisnya Indonesia.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 18.306 pulau dengan luas
2.027.087 km2. Kepulauan Indonesia berada di ring of fire yang rawan akan bencana, dimana
titik temu tiga lempeng di dunia (Eurasia, Indo-Australia, dan Mediterranean). Alhasil, Indonesia
memiliki 129 gunung berapi. Oleh karena itu, Indonesia sangat rawan akan bencana, baik
gempa bumi, tsunami, longsor, banjir, kecelakaan darat, laut, udara, dan sebagainya. Selain itu,
demografisnya Indonesia juga yang terdiri dari multi etnik, agama, latar belakang, dan sosial
budaya.
Kalo bingungg, aku kasih gambar-gambar yaa bahwa Indonesai ini rawan sekaliii sama
bencana.
1. Nih, peta rawan gempa di Indonesia

Page | 8 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


2. Peta rawan tsunami

3. Peta sebaran gunung berapi di Indonesia

Page | 9 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Nih, letak Indonesia yang ada di ring of fire dan titik temu tiga lempeng di dunia

B. Bencana Massal
1. Menurut Undang Undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
2. Menurut Undang Undang No. 24 Tahun 2007, bencana dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Bencana alam: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana nonalam: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit
3. Bencana sosial: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.

3. Menurut standar Interpol, bencana massal adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh
alam atau ulah manusia, dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan (progresif), yang

Page | 10 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


menyebabkan hilangnya nyawa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta
melampaui sumberdaya masyarakat untuk menanggulanginya.
4. Jadi, berdasarkan interpol guideline, Interpol mengklasifikasikan bencana berdasarkan dua
hal; penyebabnya dan korban yang ditimbulkan
5. Menurut penyebabnya, bencana dapat dibagi menjadi
▪ Natural Disaster: Bencana yang disebabkan alam. Contohnya: gunung meletus, banjir,
gempa bumi, dan tsunami.

▪ Unnatural Disaster: Bencana yang ditimbulkan ulah manusia, bisa karena kelalaian
manusia (Human Negligence disaster) atau dibuat manusia (Man-Made disaster).
Contohnya, kelalaian manusia itu kecelakaan transportasi dan kerusakan bangunan.
Kalau contoh dibuat manusia itu, seperti terorisme dan bom bunuh diri.

Page | 11 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


6. Menurut korban yang ditimbulkan, bencana dapaat dibagi menjadi
▪ Closed disaster atau bencana tertutup. Bencana yang bisa diprediksi siapa yang
menjadi korban dalam bencana tersebut, siapa saja nama-namanya dapat diperoleh.
Contohnya, misalnya kecelakaan pesawat terbang, jadi penumpang pesawat terbang
kan sudah didata dan sudah bisa diperkirakan identifikasinya kalau terjadi
kecelakaan.

▪ Open disaster atau bencana terbuka. Bencana yang melibatkan orang dalam jumlah
besar dan tidak diketahui siapa saja yang menjadi korban. Contohnya, kayak tsunami
yang menerjang satu pulau, akan sulit kan identifikasinya per orangnya itu siapa aja
karena kita tidak mengetahui siapa aja yang kebetulan ada di pulau itu.

▪ Perlu diketahui bahwa bencana closed disaster bisa menjadi open disaster. Misalnya
adanya pesawat sukhoi yang jatuh di daerah pemukiman

Page | 12 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


C. Disaster Victim Identification
1. Pengertian
Jadi, apa itu Disaster Victim Identification? DVI / identifikasi korban bencana adalah
sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara
ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada standar baku interpol.

2. Metode dan Prinsip


Metode dari DVI ada dua, yaitu primary identifier dan secondary identifier.
• Primary identifier terdiri dari sidik jari, dental record, dan profil analisis DNA.
Nice to know: DNA diperlukan saat dental record dan sidik jari tidak
memungkinkan untuk didapat. Gigi merupakan jaringan yang tahan lama dan tidak
mudah membusuk. Akan tetapi, ini tidak berlaku saat bencana seperti terkena air,
sehingga gigi bisa terlepas. Apalagi, hingga lebih dari tiga hari, muka dimakan oleh
ikan. Otot-otot sudah hilang, gigi gampang lepas. Oleh karena itu, diperlukan
identifikasi melalui DNA.

• Secondary identifier yang terdiri dari medical record, property, dan photograph.
Medical record itu untuk jenazah yang tubuhnya tidak utuh lagi (misal sudah
pernah operasi tulang) dan dengan ini bisa diidentifikasi secara medis. Properti
seperti jam tangan dan cincin yang masih melekat, sehingga bisa mendukung dari
primary identifier itu tadi.

Page | 13 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Prinsip:

Untuk mendapatkan identifikasi positif, minimal satu primery identifier dengan atau
tanpa secondary identifier. Akan tetapi, apabila tidak ada primary identifier, minimal
ada dua secondary identifier. Prinsip dari DVI ini adalah lebih baik tidak melakukan
identifikasi, daripada salah melakukan identifikasi.

3. Prosedur
Sebelum ke prosedur DVI, kenapa sih prosedur ini penting?
▪ Dalam rangka mencapai identifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum, sempurna dan paripurna dengan semaksimal mungkin sebagai wujud dari
kebutuhan dasar hak asasi manusia, dimana seseorang saat sudah meninggal
mempunyai hak untuk dikenali dan dikembalikan ke keluarga korban untuk
dimakamkan dengan keluarga.
▪ Untuk mengawali penyidikan
▪ Kepentingan civil legal aspect seseorang seperti asuransi dan warisan

Prosedurnya ada lima,


1. Fase 1 – TKP: untuk crime scene, ini untuk saat terjadinya bencana. Pertama, mencari
dahulu ada tubuh yang ditemukan. Kedua, diberi label, kemudian dilanjutkan dengan
mengambil data dan pencatatan di form yang warnanya pink. Ketiga, menutupi sisa-
sisa yang belum ditemukan. Keempat, dievakuasi.

Page | 14 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Dilakukan oleh orang-orang di bawah ini:

2. Fase 2 – Post-Mortem (PM): mengumpulkan data tentang kematian setelah terjadinya


bencana. Tahap ini bisa dilihat dari proses dalam mortuary. Pada tahap ini dilakukan
pemeriksaan mayat, misalnya pengecekan gigi dan pencatatan adanya properti. Properti
juga dicatat karena properti jadi ciri khas sebagai penanganan secara khsusus agar tidak
hilang datanya. Kemudian, dilakukan pengambilan sidik jari dan engambilan sampel DNA.
Setelah itu, ddilakukan pencatatan hasil pemeriksaan bisa dokumentasi dan hasilnya ditulis
dalam form DVI warna pink sebagai penyelesaian tahap ini.

Nih, proses dalam mortuary team:

Page | 15 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Pemeriksaan gigi dan properti korban:

Nih, formulir pink yang dibicarakan hehe

Formulir ini harus berisi catatan informasi pada setiap sisa tubuh yang tidak teridentifikasi
dan harus dinomori dengan nomor DVI dan diikatkan pada sisa tubuh.
▪ Bagian B dari formulir diisi oleh polisi DVI di TKP
▪ Bagian C & D diisi oleh Tim Polisi DVI di Kamar mayat
▪ Bagian E & F diisi oleh Tim DVI disertai saran dari Forensic Pathologi and Odontologi di
kamar mayat

Page | 16 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


3. Fase 3 – Ante Mortem (AM): Tahap dengan mengumpulkan data sebelum kematian. Hal ini
dengan mendapatkan, menganalisa serta mencocokkan data orang hilang. Kemudian
dengan mengetahui data orang hilang, kita juga mendapatkan informasi DNA dan properti
dalam formulir Ante Mortem. Informasi ini bisa didapat dari keluarga, teman, embassy,
Interpol, dan dibantu oleh dokter untuk membandingkan sidik jari. Interpol juga?? Iya dong,
kita menggunakan Interpol untuk orang-orang yang tidak memiliki perwakilan di Indonesia,
sehingga pembanding DNA yang digunakan adalah sifat indirect.
Fase yang ketiga ini diakhiri dengan menggunakan yellow form:

Nih, tim yang bekerja pada AM:

Page | 17 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


4. Fase 4 – Rekonsiliasi dengan membandingkan data AM dengan PM, makin banyak cocok
makin baik. Sehingga, seharusnya bisa dilakukan penetapan suatu identifikasi di tahap ini
dan mengkorfimasi apakah hasil yang dicapai sudah memuaskan semua pihak. Hal ini perlu
diingat kembali dalam prinsip metode identifikasi berupa primary dan secondary identifier
yang dapat mennghasilkan identifikasi positif. Disini juga diingat bahwa lebih baik tidak
melakukan identifikasi, daripada salah melakukan identifikasi.

5. Fase 5 – Debriefing. Tujuannya adalah meninjau kembali pelaksanaan DVI yang sudah
dilakukan dan melaporkan temuan serta memberikan masukan untuk meningkatkan
operasi DVI berikutnya. Selain itu, tahap ini juga mengenali dampak positive dan negative
dari operasi DVI dan menentukan keefektifan persiapan tim DVI secara psikologi.

4.Organisasi DVI di Indonesia


Jadii, di Indonesia, pusat tim identifikasi korban bencana (DVI) nasional itu namanya komite DVI
nasional. Komite DVI nasional ini terdiri dari Kemenkes, polri (yang pusat2 gtdeh). Mereka
membawahi beberapa regional (komite DVI regional) dimana setiap regional membawahi
beberapa provinsi (Komite DVI Provinsi). Komite DVI regional dan provinsi ini diisi oleh polri
provinsi dan polda.

Page | 18 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Tim regional dan provinsi ini berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana dan Pengungsi (Bakornas) di tingkat pusat dan Satuan Koordinasi Pelaksana
Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satkorlak PBP) di tingkat Provinsi. Jadi, walaupun yang
turun duluan adalah tim DVI provinsi, Tim DVI Provinsi membutuhkan dukungan oleh Tim DVI
Pusat dan Tim DVI Regional. Jika provinsi tidak bisa melakukannya, maka bisa minta bantuan
pada regional.

Nih, regionalisasi DVI di Indonesia yang terbagi menjadi empat, barat 1, barat 2, tengah, dan timur.
Yang ada bintang biru nya itu pusat tiap regional ya.

5.Struktur komando DVI

Page | 19 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Jadi, struktur komando DVI seperti ituu. Menurut Interpol Quality Management Guideline For DVI
2004, DVI Commander yang paling atas adalah seorang perwira polisi senior dengan kualifikasi &
pengalaman secara keilmuan dan manejemen kegawatdaruratan, juga memiliki pengalaman
dalam hal memimpin timnya, mengkontrol dan mengkoordinasikan dengan berbagai unsur yang
terlibat di dalamnya.

6.Prinsip pengelolaan DVI


Bisa dibaca sendiri lahya, kalo ketika ada bencana, yang pake DVI itu adalah korban manusia,
bukan nonmanusia kayak material gitu. Dan, bukan itu, korban manusia nya juga yang meninggal,
bukan yang masih hiduup. Kalau masih hidup, dikasihnya disaster medicine, seperti pertolongan
pertama, pengobatan, evakuasi, dan bantuan pangan. Kalau meninggal, baru deh diidentifikasi
pake DVI, serahkan ke keluarganya, dan dikubur dengan sejahtera.

Pentingnya DVI dalam penanganan bencana massal


• Meneggakkan HAM
• Bagian dari proses penyidikan (crime scene investigation)
• Identifikasi visual diragukan dan tidak dapat diandalkan
• Kepentingan hukum, seperti asuransi, warisan, dan stuatus perkawinan
• Terakhir, dapat dipertanggungjawabkan

Kenapa Identifikasi visual diragukan dan tidak dapat diandalkan?

• Identifikasi Visual tidak secara utuh diterima oleh DVI


• Tidak ilmiah
• Pesan ahli waris lebih banyak
• Wajah tidak utuh atau rusak

Page | 20 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Daftar Pustaka

1. Soedarsono N. Disaster Victim Identification [Kuliah]. Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas


Indonesia. 2017 Maret 10.
2. Susanti R. Disaster Victim Identification Indonesia. http://slideplayer.info/slide/3962953/

Page | 21 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


FKM
Permasalahan terkait kesehatan masyarakat pada kasus bencana kebakaran hutan

• Timbulnya penyakit respirasi di masyarakat.


• Jumlah masker yang terbatas (baik masker biasa atau masker N95)
• Masih ada yang belum menggunakan masker saat beraktivitas di luar.
• Kurangnya pengetahuan mengenai sanitasi pada saat darurat bencana.

Dampak bencana kebakaran hutan terhadap kesehatan masyarakat

• Lingkungan
o Keterbatasan air bersih
o Sanitasi air yang buruk
o Polusi udara
• Gizi
o Sulit mendapatkan akses sumber makanan yang berkualitas.
• K3
o Adanya kematian akibat infeksi saluran pernapasan (ISPA).
o Adanya hazard (bahaya) terutama berupa asap tebal yang mengakibatkan berbagai
risiko baik bagi kesehatan maupun produktivitas masyarakat.

Rencana yang dilakukan terkait perbaikan kondisi kesehatan masyarakat

• Fase Pencegahan
o Pembuatan pedoman/ prosedur terkait mitigasi bencana.
o Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
o Pelatihan dan penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
o Pengawasan terhadap pembuatan peraturan mengenai tata ruang, izin mendirikan
bangunan (IMB) yang terkait dengan pencegahan bencana.
o Perencanaan penanggulangan bencana.
o Pengurangan risiko bencana.
• Tanggap darurat bencana
o Perlindungan terhadap kelompok rentan.
o Pengkajian secara cepat mengenai lokasi, kerusakan, dan sumber daya.
o Bantuan penyelamatan dan evakuasi masyarakat di sekitar lokasi bencana.
o Pemulihan segera prasarana dan sarana vital.
• Pemulihan bencana
o Perbaikan lingkungan daerah bencana beserta prasarana dan sarana umum.
o Pelayanan kesehatan.
o Rehabilitasi.

Page | 22 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


o Rekonsiliasi dan resolusi konflik.
o Pemulihan di berbagai sektor seperti sosial, budaya, ekonomi, dan lainnya.
o Pemulihan ketertiban masyarakat.
o Pemulihan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik.

Daftar Pustaka:

1. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 tahun 2008 Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
2. Dampak Bencana terhadap Kesehatan Masyarakat. 2015. [Internet]. [cited 2017 April 9].
Available from: www.kependudukan.lipi.go.id
3. Kebakaran Hutan dan Lahan: Bukan Bencana Alam, Awal Bencana Ekologi. [Internet]. [cited
2017 April 9]. Available from: www.fwi.or.id

Page | 23 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


PERAN PERAWAT
Public Health Nurse atau PHN adalah orang yang memegang peranan utama dalam
menyediakan manajemen kesehatan dan bantuan disemua fase bencana yakni persiapan,
respon, dan pemulihan. (Vogt & Kulbok, 2008)

• Peran PHN saat fase persiapan (pre-event)

Page | 24 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


• Peran PHN pada fase respon (event)

• Peran PHN pada fase pemulihan (recovery)

Page | 25 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


PERAN NURSE LEADER SERTA KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI
Peran Nurse Leader:

• Mengkordinasikan dan mengatur perawatan pada setiap tahap bencana

• Mengatasi repon kesehatan secara keseluruhan

• Mengawasi efektivitas respon

• Mengkoordinasikan personil, perlengkapan dan sumber daya

• Mengalokasikan perawat, persediaan, dan peralatan dalam upaya respon

• Memperkuat daerah yang sedang kewalahan, misalnya, mengarahkan pasien di rumah


sakit untuk mencegah pasien dari kemacetan saat mereka menunggu pengobatan

• Memastikan bahwa fasilitas kesehatan, baik itu rumah sakit, klinik medis, atau pusat
komunitas sudah memadai dan tepat menangani kebutuhan masyarakat

• Keterlibatan dalam semua perencanaan dan kesiapan bencana sebelum bencana terjadi

Kompetensi Nurse Leader:

• Memfasilitasi penyebaran perawat global

• Menciptakan konsistensi dalam perawatan yang diberikan

• Memfasilitasi komunikasi

• Membangun kepercayaan

• Memfasilitasi pendekatan yang lebih profesional

• Mempromosikan tujuan bersama

• Memungkinkan untuk pendekatan terpadu

• Meningkatkan kemampuan perawat untuk bekerja secara efektif dalam struktur


organisasi

• Membantu perawat berhasil sebagai anggota tim multidisiplin

Page | 26 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Manajemen keperawatan kelompok vulnerable untuk masalah fisik, psikososial, kultural dan
spiritual pada bencana

1. Fisik
o Perawat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk melakukan
pengobatan
o Pengobatan dapat berupa pemeriksaan fisik dan pengobatan luka.
2. Psikososial
o Dewasa: pemulihan dengan mendengarkan keluhan korban, memberi solusi,
memberikan penyemangat
o Anak-anak: mengembalikan keceriaan dengan cara mendirikan taman bermain,
menceritakan dongeng dan cerita yang lucu
o Masyarakat: melakukan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dengan instansi
atau LSM
Bisa juga dilakukan dengan cara:
Pencegahan trauma berulang:
o Membatasi jumlah orang yang berinteraksi dengan korban
o Tidak memaksakan korban untuk menceritakan kisahnya.

Pencegahan korban baru

o Membatasi orang-orang yang tidak perlu berada di lokasi bencana


o Membatasi orang yang terkena pemanadangan, suara dan bau dari lokasi bencana

Pencegahan (Pathologizing Stress)

o Mengindari pelabelan reaksi orang sekitar terhadap korban


o Agar korban tidak kehilangan kepercayaan diri dan cenderung tidak terlalu takut
atau khawatir

3. Kulural
o Memberikan dukungan yang positif terhadap korban
o Mengajak dan membujuk korban secara perlahan untuk bercerita terkait keluarga
dan asal-usulnya
4. Spiritual
o Memberikan dorongan pada pasien untuk menyadari fase kehilangan dan
menyuruh untuk tetap sabar.

Page | 27 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


FAKULTAS FARMASI
Masalah ketersediaan perbekalan:

a. Ruang dan transportasi yang langka atau tidak segera tersedia.


b. Waktu yang terlalu singkat tidak sebanding dengan tuntutan pasokan cepat dan efektif.
c. Donor dan media berita menerima kesan negative jika pejabat lokal tidka mampu
menyerap pasokan cepat dan efektif.
d. Tenaga kesehatan kehilangan waktu berharga memilah-milah obat yang disumbangkan.
e. Satu lembaga dapat menerima kelebihan pasokan, sementara yang lain tidak menerina
sama-sekali.

Langkah-langkah untuk mengatasi masalah:

a. mempelajari ulang panduan pemerintah terhadap bencana dan memami proses distribusi
obat pada becnana.
b. Menyusun rencana farmasi terkait bencana
c. Menyusun daftar obat esensial dan menetapkan tingkat/jenis persediaan obat dan alat
kesehatan.
d. Menyusun dan melakukan program pelatihan/simulai staff untuk meningkatkan
pemahaman dan penerapan rencana pelaksanaan.

Perencanaan

• Penanganan dan penyimpanan obat pada saat bencana berdasarkan


o Regulasi: tingkat bencana yg ditetapkan pemerintah
o Kuantitas dan Kualitas
o Morbiditas
o Jenis bencana
o Besar bencana
o Biaya
o Penyimpanan
o Persyaratan kestabilan obat dan obat2 khusus
• Pada saat bencana
o Pengadaan perbekalan; bekerjasama dengan distributor obat
o Pengadaan emergensi ke distributor (cito)
o Penyimpanan , keamanan obat
o Distribusi obat dan alkes tertentu
o Kuantitas, jenis, dan kualitas obat sumbangan

Page | 28 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Pemilihan obat:

• Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
• Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis.
• Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
• Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang
lebih baik dibanding obat tunggal.
• Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari
penyakit yang prevalensinya tinggi.

Masalah donasi obat-obatan dan perbekalan farmasi yang tidak terawasi :

a. obat dan perbekalan kesehatan donasi tidak sesuai dengan situasi darurat yang terjadi,
baik dari aspek pola penyakit maupun tingkat pelayanan kesehatan yagn tersedia (tidak
dikenal petugas kesehatan atau tidak memenuhi standar).
b. Sering tiba tanpa dipilah dan diberi label dalam bahasa lokal/inggris terlebih dahulu,
bahkan tanpa nama generic.
c. Kualitasnya tidak sesuai dengan standar di negara donor.
d. Pihak donor tidak mempedulikan prosedur administrasi negara penerima.
e. Jumlahnya tidak sesuai. Jika berlebih harus dimusnahkan dan merupakan masalah bagi
negara penerima.

Page | 29 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Kebutuhan secara kuantitas dan klasifikasi untuk perbekalan kefarmasian saat bencana

a. untuk kuantitas, jumlah obat perbekalan kefarmasian pada semua bencana adalah intinya
agar tidak berlebihan sehingga harus dimusnahkan.
o Berikut adalah proses permintaan dan pemberian obat pada saat terjadi bencana
lokal.

Page | 30 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


o Berikut adalah proses distribusi obat dengan negara lain.

b. Untuk klasifikasi, setiap bencana menghasilkan jenis penyakit yang berbeda, sehingga
obat dan perbekalannya pun berbeda-beda.

Page | 31 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


No Jenis Jenis Penyakit Obat dan Perbakalan Kesehatan yang
Bencana Dibutuhkan
1. Banjir Diare Oralit, Infus R/L, Nacl 0,9%, Metronidazol
Dermatitis : CTM tablet, Prednison, Salep 2-4,
kontak jamur Hidrokortison salep, Betametason krim,
atau bakteri Deksametason tab, Prednison tab, Anti
bakteri DOEN salep, Oksitetrasiklin salep,
Serbuk PK, Salisil Talk, Larutan Rivanol,
Povidon Iodin salep, Asiklovir tab.
ISPA : Kotrimoksazol, amoksisilin, OBH,
Pneumonia Parasetamol, Gentamisin, Salbutamol tablet.

Non Dekstrometorfan tab, GG, CTM, parasetamol


Pneumonia tablet dan sirup, asetosal tab, efedrin tablet.
Asma Aminofilin tablet, efedrin tablet, adrenalin inj,
teofilin tablet, salbutamol tablet, prednison
Leptospirosis Amoksisilin, ampisilin, penilsilin, tetrasiklin
atau eritromisin.
Conjunctivitis Sulfaestamid, Kloramfenikol salep mata,
oksitetrasiklin salep mata, tetes mata
sulfasetamid, steroid topical.
Gastritis Antasida tablet, hidroksida, metoklopramid,
simetidin, raniditin.
Trauma/memar Kapas absorben, kassa steril, iodin,
fenilbutazon, metampiron tablet, ketoprofen,
parasetamol tablet.
2. Longsor Idem dengan Idem
banjir
Fraktur ulang, Kasa, perban elastis, kasa elastis, alcohol
luka memar, 70%, pov. Iodin, ethyl chloride spray, jarum
luka sayatan, jahit, cat gut chromic, tabung oksigen.
dan hipoksia
3. Gempa / Luka memar, Idem dengan longsor, pembalut gips dan
gelombang luka sayatan, soft band.
tsunami ISPA, gastritis,
patah tulang
Malaria Artesunate tablet, klorokuin tablet, kina
tetraskilin tablet, primakuin tablet

Page | 32 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org


Asma, penyakit Idem
mata, penyakit
kulit
4. Konflik Luka memar, idem
sosial/ luka sayat, luka
kerusuhan/ bacok, patah
huru hara tulang, diare,
ISPA, malaria,
gastritis,
penyakit kulit
Campak Vaksin campak, vitamin A
Hipertensi Hidroklorotiazid tablet, reserpine tablet,
propranolol tablet, kaptopril tablet, nifedipin
tablet.
Gangguan jiwa Haloperidol tablet, flufenazin dekanoat
injeksi, diazepam tablet, amitriptilin tablet.
5. Gunung ISPA, diare, Idem
Meletus conjunctivitis
Luka bakar Salep, sofratule, abocath, cairan infus (RL,
Na, Cl), Vit C tablet, amoksisilin, kapas,
sarunug tangan, wing needle, alcohol 70%.
6. Kebakaran Conjunctivitis, Idem + masker
hutan luka bakar,
gastritis, asma,
ISPA
Myalgia Metampiron, Vit B1, B6, B12 oral

Referensi :
• Pan American Health Organization. 2000. “Natural Disasters; Protecting The Public’s Health”. [e-book] Tersedia:
https://scele.ui.ac.id/pluginfile.php/298617/mod_resource/content/0/Pan_American_Health_Organization_2000.pdf (diakses 15 Maret 2017)
• Koenig KL, Schultz CH. Koenig and Schultz’s Disaster Medicine Comprehensive Principles and Practices. Cambridge: Cambridge University Press;
2010. P. 103-112.
• IASC. (2010). Mental Health and Psychosocial Support in Humanitarian Emergencies: What Should Humanitarian Health Actors Know?. Geneva : IASC
Reference Group for Mental Health and Psychosocial Support in Emergency Settings
• Ehrenreich JH, Elliot TL. Managing stress in humanitarian aid workers: a survey of humanitarian aid agencies' psychosocial training and support
of staff. Journal of Peace Psychology. 2004.
• Christopher Bell, Sarah Daniel. Pharmacy Leader’s Role in Hospital Emergency Preparedness Planning. Thomas Land Publishers. 2014
• WHO. Mental Health in Emergencies. Geneva: Department of Mental Health and Substance Dependence World Health Organization Geneva; 2003
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 059/MENKES/SK/I/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Obat dan Perbekalan
Kesehatan pada Penanggulangan Bencana
• Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Masalah Kesehatan Akibat Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan. 2015. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asap.pdf
10 Akibat Kebakaran Hutan Terhadap Lingkungan. http://ilmugeografi.com/bencana-alam/akibat-kebakaran-hutan

Page | 33 AKADEMIK FKUI 2016 JUARA | www.fkui2016.org

Anda mungkin juga menyukai