Anda di halaman 1dari 26

FARMAKOLOGI II

ANTIHISTAMIN

TUGAS I

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
KELAS 3J

NATASYA SRI RAMADHANA NIM: 1801011194


NURUL AULIA NIM: 1801011195
SYAHRIMA MAITURA NIM: 1801011455
SAFTA SAFIRA NIM: 1801011026
UMI DIAH SAHARA NIM: 1801011419

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat

rahmat dan hidayahNya makalah farmakologi II yang berjudul “antihistamin” ini

dapat kami selesaikan tepat waktu. Dalam makalah ini kami menguraikan

mengenai pengertian, penggolongan, mekanisme kerja, indikasi, kontra indikasi,

dan efek samping antihistamin. Tak lupa kami berterimah kasih kepada dosen

kami dalam mata pelajaran farmakologi II yang sudah memberikan tugas ini.

Kami selaku penulis berharap semoga makalah bini dapat berguna dan

juga bermanfaat serta menambah wawasan tentang pengetahuan kita mengenai

antihistamin. Kami pun menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat

kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,kami mengharapkan

adanya kritik dan saran yang kontruktif demi kesempurnaan makalah ini sangat

kami harapkan.

Semoga makalah ini dapat membantu pembaca, terutami bagi yang ingin

terus membina, memelihara, dan memakai antihistamin ini dengan benar. Kami

minta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini, serta bila ada

kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca. Demikian, semoga makalah ini

dapat bermanfaat.

Medan, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1........................................................................................................... La

tar Belakang......................................................................................1

1.2........................................................................................................... Pe

rumusan Masalah..............................................................................2

1.3........................................................................................................... Tu

juan Penulisan...................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................3

2.1........................................................................................................... Hi

stamine Dan Antihistamin................................................................3

2.1.1. Pengertian Histamin.............................................................3

2.1.2. Pengertian Antihistamin.......................................................4

2.2........................................................................................................... Je

nis-Jenis Reseptor.............................................................................5

2.3........................................................................................................... Pe

nggolongan Antihistamin.................................................................6

2.3.1. Penggolongan Antihistamin Berdasarkan Generasinya.......6

2.3.2. Penggolongan Antihistamin Berdasarkan Zatnya................8

2.4........................................................................................................... Ef

ek Samping ......................................................................................9

2.4.1. Efek Samping Histamin.......................................................9

ii
2.4.2. Efek Samping Antihistamin.................................................10

2.5........................................................................................................... M

ekanisme Kerja ................................................................................11

2.6........................................................................................................... Ob

at-Obat Antihistamin........................................................................14

2.7........................................................................................................... In

dikasi ...............................................................................................15

2.8........................................................................................................... Ko

ntraindikasi.......................................................................................15

2.9........................................................................................................... Ko

ntra Indikasi Dan Interaksi Obat......................................................16

2.10......................................................................................................... Ep

idemiologi Antihistamin Pada Antihistamin..................................16

BAB III PENUTUP............................................................................................18

3.1. Kesimpulan.....................................................................................18

3.2. Saran ..............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

JURNAL

PPT

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Histamin adalah suatu senyawa amina yang didalam tubuh dibentuk

dari asam amina histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase. Hampir

semua organ dan jaringan tubuh mengandung histamin. Histamin disimpan dalam

keadaan terikat dan inaktif terutama dalam sel tertentu yang disebut mastcell.

Histamin juga terdapat dalam jumlah besar di sel epidermis, mukosa usus, dan

paru-paru. Histamin memiliki peranan yang penting dalam patofisiologi penyakit

alergi.

Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek

histamin yang berlebih didalam tubuh, dengan jalan memblok reseptornya.

Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dibidang dermatologi, terutama

untuk kelainan kronik dan rekuren. Ada empat tipe reseptor histamin, yaitu H1,

H2, H3, dan H4 yang keempatnya memiliki fungsi dan distribusi yang berbeda.

Pada kulit manusia hanya reseptor H1 dan H2 yang berperan utama. Reseptor H1

yang ditemukan pada neuron, otot polos, epitel dan endothelium. Reseptor H2

ditemukan pada sel parietal mukosa lambung, otot polos, epitelium, endothelium,

dan jantung. Sementara reseptor H3 dan H4 ditemukan dalam jumlah yang

terbatas. Reseptor H3 terutama ditemukan pada neuron histaminergik, dan

reseptor H4 ditemukan pada sum-sum tulang dan sel hematopoitik perifer.

Istilah antihistamin pertama kali ditunjukan pada reseptor antagonis H1

yang digunakan untuk terapi penyakit inflamasi dan alergi.

1
2

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang akan

dibahas didalam makalah ini adalah:

a. Apa pengertian dari histamine dan antihistamin?

b. Jenis antihistamin yang berkerja terhadap reseptor apa saja?

c. Apa saja penggolongan antihistamin?

d. Bagaimana efek samping dari antihistamin?

e. Bagaimana mekanisme kerja antihistamin?

f. Apa saja macam macam obat di setiap golongannya?

1.3. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pengertian histamine dan antihistamin

b. Untuk mengetahui jenis reseptor yang bekerja pada antihistamin

c. Untuk mengetahui apa saja penggolongan antihistamin

d. Untuk mengetahui efek samping dari histamin dan antihistamin

e. Untuk mengetahui mekanisme kerja antihistamin

f. Untuk mengetahui macam macam obat antihistamin


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Histamin dan Antihistamin

2.1.1. Pengertian Antihistamin

Histamin adalah suatu senyawa amina yang didalam tubuh dibentuk dari

asam amina histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase. Hampir semua

organ dan jaringan tubuh mengandung histamin. Histamin disimpan dalam

keadaan terikat dan inaktif terutama dalam sel tertentu yang disebut mastcell.

Histamin juga terdapat dalam jumlah besar di sel epidermis, mukosa usus, dan

paru-paru. (Riyanti S, 2014)

Histamin memiliki peranan yang penting dalam patofisiologi penyakit

alergi. Histamine ditemukan pada semua jaringan, tetapi memiliki konsentrasu

yang tinggi pada jaringan yang berkontak dengan dunia luar. Histamin merupakan

derivat amin dengan berat molekul rendah yang diproduksi dari L-histidine. (Sari

F,2018)

Histamin di bebaskan dari ikatannya dan menjadi aktif di sebabkan

oleh bermacam factor antara lain:

a. Reaksi alergi (penggabungan antigen-antibodi) menyebabkan kulit

melepaskan histamin sehingga terjadi fase dilatasi, gatal, udema.

b. Kecelakaan dengan cedera serius memicu lepasnya histamin dari jaringan-

jaringan mati.

c. Paparan sinar UV dari matahari merusak mastcell sehingga melepaskan

histamin.
4

d. Adanya zat-zat kimia dengan daya membebaskan histamine seperti racun

ular, tawon, enzim proteolitik, obat-obat tertentu (morfin ,kodein,

tubokurarin, klordiazepoksid). (Riyanti S, 2014)

Dalam keadaan normal jumlah histamine dalam darah rendah, hanya kira-

kira 50 mcg/L, sehingga tidak menimbulkan efek seperti diatas. Baru bila mastcell

rusak dan membran pecah atau oleh sebab-sebab tertentu seperti tersebut diatas,

histamine terlepas cukup banyak sehingga menimbulkan efek yang nyata.

Kelebihan histamine dalam darah diuraikan oleh enzim histaminase yang juga

terdapat di dalam jaringan. Dalam pengobatan, untuk mengatasi efek histamine

digunakan obat antihistaminika yang terdapat di jaringan paru-paru, sel lendir

usus, hati dan terutama di dalam plasenta. (Riyanti S, 2014)

2.1.2. Pengertian Antihistamin

Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi

efek histamin yang berlebih didalam tubuh, dengan jalan memblok

reseptornya. (Riyanti S, 2014)

Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dibidang

dermatologi, terutama untuk kelainan kronik dan rekuren. (Sari F, 2018)

Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dibidang

dermatologi, terutama untuk kelainan kronik dan rekuren. Ada empat tipe

reseptor histamin, yaitu H1, H2, H3, dan H4 yang keempatnya memiliki

fungsi dan distribusi yang berbeda. Pada kulit manusia hanya reseptor H1

dan H2 yang berperan utama. Reseptor H1 yang ditemukan pada neuron,

otot polos, epitel dan endothelium. Reseptor H2 ditemukan pada sel

parietal mukosa lambung, otot polos, epitelium, endothelium, dan jantung.

Sementara reseptor H3 dan H4 ditemukan dalam jumlah yang terbatas.


5

Reseptor H3 terutama ditemukan pada neuron histaminergik, dan reseptor

H4 ditemukan pada sum-sum tulang dan sel hematopoitik perifer.(Sari F,

2018)

Istilah antihistamin pertama kali ditunjukan pada reseptor

antagonis H1 yang digunakan untuk terapi penyakit inflamasi dan alergi.

2.2. Jenis-Jenis Reseptor

Pada antihistamin terdapat beberapa jenis reseptor histamin berdasarkan

tempat nya:

a. Penghambat reseptor H1 (H1-blocker)

Zat ini memblokir atau menghambat reseptor H1 yang terdapat pada bronki,

usus, uterus, ujung saraf dan sistem pembuluh darah.

b. Penghambat reseptor H2 (H2-blocker)

Zat ini mampu memblokir atau menghambat reseptor H2 dengan efek

terhadap produksi asam lambung berlebih, dan juga pembuluh darah dengan

efek vasodilatasi dan penurunan darah. Penghambat asam yang banyak

digunakan adalah simetidin, ranitidine, famitidin, nizatidin, dan roksatidin.

c. Penghambat reseptor H3 (H3-blocker)

Zat ini mampu memblokir atau menghambat reseptor H3 yang terdapat

disistem saraf, mengatur produksi dan pelepasan histamine pada susunan

saraf pusat.

d. Penghambat reseptor H4 (H4-blocker)

Zat ini mampu memblokir atau menghambat reseptor H4 yang dijumpai

pada sel-sel inflammatory. Dan dapat mengobati alergi dan asma. (Rianti

S,2014)
6

2.3. Pengolongan Antihistamin

2.3.1. Penggolongan antihistamin berdasarkan tiap generasninya yaitu:

a. Antihistamin generasi pertama

Sejak tahun 1937-1972, ditemukan beratus-ratus antihistamin dan

digunakan dalam terapi, namun khasiatnya tidak banyak berbeda. AH1 ini

dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan bersin, rinore, gatal pada

mata, hidung dan tenggorokan pada seasonal hay fever, tetapi tidak dapat

melawan hipersekresi asam lambung akibat histamine. AH1 efektif untuk

mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya kurang

baik. Mekanisme kerja antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala

alergi berlangsung melalui kompetisi dalam berikatan dengan reseptor H1

di organ sasaran. Histamine yang kadarnya tinggi akan memunculkan

lebih banyak reseptor H1. Antihistamin tersebut digolongkan dalam

antihistamin generasi pertama.

Antihistamin generasi pertama ini mudah di dapat, baik sebagai

obat dekongestan, misalnya untuk pengobatan influenza, kelas ini

mencakup klorfeniramine, difenhidramine, prometazin, hidroksisin, dan

lain-lain. Efek yang tidak diinginkan obat ini adalah menimbulkan rasa

mengantuk sehingga mengganggu aktifitas dalam pekerjaan, harus berhati-

hati waktu mengendarai kendaraan, mengemudikan pesawat terbang dan

mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek sedatif ini diakibatkan oleh

karena antihistamin generasi pertama ini memiliki sifat lipolifik yang

dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor

H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya histamin yang menempel pada


7

reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dan timbul rasa mengantuk.

Selain itu, efek sedatif diperberat pada pemakaian alkohol dan obat

antidepresan misalnya minor tranquillisers. Karena itu, pengguna obat ini

harus berhati-hati. Di samping itu, beberapa antihistamin mempunyai efek

samping antikolinergik.(Gunawijaya, 2007)

b. Antihistamin generasi kedua

Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru yang

dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamine yaitu

burinamid, metilamid, dan simetidin. Ternyata antihistamin generasi kedua

ini memberi harapan untuk pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau

duodenitis. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi

seperti generasi pertama, memiliki sifat lipolifik yang lebih rendah sulit

menembus sawar darah otak. Reseptor H1 sel otak diisi histamine,

sehingga efek samping yang di timbulkan agak kurang tanpa efek

mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat diberikan dengan dosis

yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang hari, terutama

untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat

dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti

urtikaria dan asma bronkial.

Peranan histamine pada asma masih belum sepenuhnya diketahui.

Pada dosis yang dapat mencegah bronkokonstriksi karena histamine,

antihistamin dapat meredakan gejala ringan asma kronik dan gejala-gejala

akibat menghirup alergen pada penderita dengan hiperreaktif bronkus.

Namun, pada umumnya mempunyai efek terbatas dan terutama untuk

reaksi cepat disbanding dengan reaksi lambat, sehingga antihistamin


8

generasi kedua digunakan untuk terapi asma kronik. Yang digolongkan

dalam antihistamin generasi kedua yaitu ternefadin, astemizol, loratadin

dan cetirizin.(Gunawijaya, 2007)


9

c. Antihistamin generasi ketiga

Yang termasuk anitihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin,

norastemizole, dan deskarboetoksi loratadin (DCL), Ketiganya adalah

merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan

mengembangkan antihistamin generasi ketiga adalah untuk

menyederhanakan farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari

efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya. (Gunawijaya,

2007)

2.3.2. Penggolongan Antihistamin berdasarkan zat tersendirinya yaitu:

a. Turunan Etanolamin

Meliputi difenhidramin, ordfenadrin, dimenhidrinat, klorfenoksamin,

karbinoksamin dan feniltoloksamin. Kelompok ini memiliki daya kerja

serperti atropine (antikilinergik) dan bekerja terhadap SSP (sedatif) agak

kuat.

b. Turunan Etilendiamin

Diantaranya antazolin, tripelamin, klemizol dan mepirin. Kelompok ini

umumnya memiliki daya sedatif lemah.

c. Turunan Propilamin

Diantaranya feniramin, klorfeniramin, deksclorfeniramin dan triprolidin.

Kelompok ini memiliki daya antihistaminik kuat.

d. Turunan Piperazin

Meliputi siklin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin, flunarizin,

oksatomida, hidroksizin, cetirizine. Umumnya bersifat long acting (lebih

dari 10 jam)
10

e. Turunan Fenotiazin

Meliputi prometazin, oksomemazin, isotipendil. Efek antihistamin dan

antikolinergiknya tidak begitu kuat, berdaya neuroleptek kuat sehingga

digunakan pada keadaan psikosis, sering kali digunakan dalam obat batuk,

berhubung mempunyai efek sedatif dan meredakan batuk.

f. Turunan Trisiklik Lainnya

Meliputi siproheptadin, ketotifen, loratadin, azelastin, pizotifen.

Mempunyai daya antiserotonin kuat dengan menstimulir nafsu makan,

maka banyak digunakan untuk stimulant nafsu makan, urtikaria, obat

interval pada migran.

g. Golongan Sisa

Yaitu medhidrolin, dimetinden, dan difenilpiralin. (Wardiyati, 2018)

2.4. Efek Samping

2.4.1. Efek samping dari histamin:

Terdapatnya histamine (aktif) berlebihan didalam tubuh, menimbulkan

efek antara lain :

a. Kontraksi otot polos bronchi, usus, dan uterus.

b. Vasodilatasi semua pembuluh darah, dengan akibat hipotensi.

c. Memperbesar permeabilitas kapiler, yang berakibat udema dan

pengembangan mukosa.

d. Memperkuat sekresi kelenjar ingus, ludah, air mata, dan asam lambung.

e. Stimulasi ujung saraf dengan akibat erythema dan gatal-gatal. (Riyanti S,

2014)
11

2.4.2. Efek samping dari obat antihistamin

Antihistamin yang di bagi dalam antihistamin generasi pertama dan

antihistamin generasi kedua, pada dasarnya mempunyai daya penyembuh yang

sama terhadap gejala-gejala alergi. Yang berbeda adalah antihistamin klasik yang

mempunyai efek samping sedatif. Efek sedatif ini diakibatkan oleh karena

antihistamin klasik dapat menembus sawar darah otak (blood brain barrier)

sehingga dapat menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya

histamin yang menempel pada reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun

sehingga timbul rasa mengantuk. Sebaliknya, antihistamin generasi kedua sulit

menembus sawar darah otak sehingga reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin,

sehingga efek sedatif tidak terjadi. Oleh karena itulah antihistamin generasi kedua

disebut juga antihistamin non- sedatif. Badan yang mengawasi peredaran obat di

Amerika (FDA) pada tahun 1997 mencabut peredaraan terfenadine karena

timbulnya aritmia, takirkadia ventricular,pemanjangan interval QT. Aritmia ini

dapat menimbulkan pingsan dan kematian mendadak karena gangguan jantung.

Pemilihan obat antihistamin yang ideal harus memenuhi kriteria sebagai berikut

yaitu keamanan, kualitas hidup, pemberian mudah dengan absorpsi cepat, kerja

cepat tanpa efek samping dan mempunyai aktifitas antialergi. (Gunawijaya FA,

2007)

Walaupun sebagian besar penelitian terhadap antihistamin H1 memiliki

fokus pada gejala fase awal yang tergantung histamin dari respons alergi,

sekarang menjadi jelas bahwa obat ini memiliki efek anti-inflamasi. Ini mengikuti

pengamatan oleh bakker dan rekannya bahwa histamin dapat mengaktifkan Nf-kb,

sebuah faktor transkripsi yang terlibat dalam sintesis banyak sitokin pro-inflamasi

dan molekul adhesi yang terlibat dalam inisiasi dan pemeliharaan peradangan
12

alergi.Efek peradangan antihistamin H1, yang merupakan efek kelas yang

dimediasi melalui reseptor H1, dirangkum dalam referensi. Implikasi klinis dari

ini terletak pada kemampuan antihistamin H1 untuk mengurangi hidung tersumbat

dan hiper-reaktivitas, yang dihasilkan dari kepekaan neuron sensorik di hidung

oleh peradangan alergi. Namun, karena hidung tersumbat lebih lambat lega dari

pada gejala hidung lainnya, terapi kontinu bukan sesuai permintaan dengan

antihistamin diperlukan untuk pengobatannya. (Church, 2011)

2.5. Mekanisme Kerja Antihistamin

Walaupun belakang ini penelitian mengenai antihistamin berkembang

dengan pesat, demi peningkatan nilai pengobatan penyakit alergi, sampai saat ini

masih terus diusahakan menemukan antihistamin yang efektif dan tidak

mempunyai efek samping, yang disebut sebagai neutral antagonis. Diharapkan

antagonis netral mempunyai khasiat blockade reseptor H1 ditambah dengan

beberapa khasiat lainnya, tetapi tidak mempunyai efek samping yang tak

diharapkan, sehingga merupakan antihistamin yang mempunyai karakter spesifik.

Sampai saat ini belum teridentifikasi antagonis netral tersebut, sehingga sering

yang diartikan dengan antagonis netral adalah antagonis H1 yang efektif pada

pengobatan penyakit alergi.

Berdasarkan pengamatan diduga sebagaian besar reseptor pada permukaan

sel termasuk reseptor H1 berada dalam keadaan aktif sampai tingkat tertentu yang

dikenal sebagai aktivitas konstitutif , tanpa kehadiran agonis. Akibat terjadilah

3reklasifikasi dalam hal ikatan ligand dengan reseptor H1 menjadi 3 subdivisi

yaitu agonis, inverse agonist, dan antagonis netral. Klasifikasi sebelumnya terdiri

atas agonis dan competitive antagonist. Interaksi resepror pada permukaan sel
13

dengan agonis meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor, walaupun agonis tidak

harus menempati/terikat pada reseptor H1. (Pohan S, 2007)

Histamine sudah lama dikenal karena merupakan mediator utama

timbulnya peradangan dan gejala alergi. Mekanisme kerja obat antihistamin dalam

menghilangkan gejala-gejala alergi berlangsung melalui kompetisi dengan

menghambat histamine berikatan dengan reseptor H1 atau H2 di organ sasaran.

Histamine yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor H1.

Reseptor yang baru tersebut akan diisi oleh antihistamin. Peristiwa molecular ini

akan mencegah untuk sementara timbulnya reaksi alergi. (Gunawijaya FA, 2007)

Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, medulla adrenal, hati, sel

endotel, pembuluh darah otot, limfosit, otot polos saluran nafas, saluran cerna,

saluran genitourinarius dan jaringan vascular. Reseptor H2 terdapat di saluran

cerna dan dalam jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks serebri dan

otot polos bronkus. Di kulit juga terdapat resepyor H3 yang merupakan

autoreseptor, mengatur pelepasan dalam menimbulkan gatal dan inflamasi masih

belum jelas. (Gunawijaya FA, 2007)

Antagonis reseptor seperti yang dipikirkan sebelumnya, tetapi merupakan

agonis terbalik ketika tidak ada histamin atau antihistamin, keadaan reseptor H

aktif dan tidak aktif berada dalam keadaan setimbang atau seimbang. Histamin

bergabung secara istimewa dengan bentuk aktif dari reseptor untuk

menstabilkannya dan menggeser keseimbangan menuju keadaan teraktivasi dan

merangsang sel. Antihistamin menstabilkan bentuk inaktif dan menggeser

kesetimbangan dalam arah yang berlawanan. Dengan demikian, jumlah stimulasi

yang diinduksi histamin dari sel atau jaringan tergantung pada keseimbangan

antara histamin dan H1 antihistamin.


14

Efek histamin distimulasi melalui reseptor H1 termasuk pruritus, nyeri,

vasodilatasi, permeabilitas pembuluh darah, hipotensi, pembilasan, sakit kepala,

takikardia, bronkokonstriksi, dan stimulasi saraf aferen vagal saluran napas dan

reseptor batuk serta penurunan konduksi atrioventrikular-node. Meskipun

sebagian besar efek histamin pada penyakit alergi dimediasi oleh H1 stimulasi

reseptor, tertentu seperti hipotensi, takikardia, pembilasan, sakit kepala, gatal dan

hidung tersumbat dimediasi melalui reseptor H1 dan H2.

Dalam CNS, efek yang diberikan histamin melalui reseptor H1 meliputi

siklus tidur dan bangun, asupan makanan, pengaturan termal, emosi dan perilaku

agresif, gerak, memori dan pembelajaran. Generasi pertama H1 antihistamin,

seperti klorfenamin, diphenhydramine, hydroxyzine dan promethazine, siap

menembus ke otak, di mana mereka menempati 50-90% dari reseptor H1.

Hasilnya adalah sedasi CNS. Sebaliknya, H1 generasi kedua, antihistamin

menembus CNS dengan buruk, karena mereka secara aktif dipompa keluar oleh

P-glikoprotein, anion organik yang mengangkut protein yang diekspresikan pada

permukaan luminal sel endotel vaskular dalam pembuluh darah yang membentuk

sawar darah otak. Kecenderungan mereka untuk menempati reseptor H1 di CNS

bervariasi dari 0% untuk fexofenadine hingga 30% untuk cetirizine. Dengan

demikian, H1 generasi kedua anti-histamin relatif bebas dari efek sedasi.

Melalui H1 reseptor histamin berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh,

termasuk pematangan sel-sel saraf dan modulasi keseimbangan sel T helper tipe 1

(Th1) dan Th2 ke arah Th1. Histamin juga menginduksi pelepasan sitokin

proinflamasi (aktivitas proinflamasi). Karena histamin memiliki efek pada

peradangan alergi dan sistem kekebalan tubuh, pengobatan dengan H1

antihistamin mengurangi ekspresi molekul adhesi sel pro-inflamasi dan akumulasi


15

sel-sel inflamasi, seperti eosinofil dan neutrofil. Efek klinis utama antihistamin H1

terlihat pada penekanan respons dini terhadap tantangan alergen di konjungtiva,

jalan napas hidung bagian bawah, dan kulit. (Motala Cas, 2009)

2.6. Obat-Obat Antihistamin

Difenhidramin disamping khasiat antihistaminikanya yang kuat, juga

bersifat sedatif, antikolinergik, spasmodik, antiemetic dan antivertigo. Banyak

digunakan dalam obat batuk, disamping itu juga digunakan sebagai obat mabuk

perjalanan, anti gatal-gatal karena alergi dan obat tambahan pada penyakit

parkinson. Efek sampingnya mengantuk.

Dimenhidrinat digunakan pada mabuk perjalanan dan muntah-muntah

waktu hamil. Efek sampingnya mengantuk.

Antazolin sifatnya tidak merangsang selaput lendir, karena itu sering

digunakan untuk mengobati gejala alergi pada mata dan hidung.

Klorfeniramin daya antihistaminikanya lebih kuat dari pada feniramin,

dan mempunyai efek sedatif ringan. Digunakan untuk alergi seperti rhinitis

alergia, urtikaria, asma bronchial, dermatitis atopic, eksim alergi, gatal-gatal di

kulit, udema angioneurotik.

Feniramin berdaya antihistaminika kuat dan efek meredakan batuk yang

cukup baik, sehingga digunakan pula dalam obat batuk.

Cetirizine digunakan untuk perineal rhinitis, rhinitis alergi, urtikaria

idiopatik. Metabolit karboksilat dari antihistamin generasi pertama hidroksizin,

diperkenalkan sebagai antihistamin yang tidak mempunyai efek sedasi. Efeknya

menghambat fungsi eosin ophil, menghambat pelepasan histamine dan

prostaglandin.
16

Prometazin selain digunakan dalam obat batuk, juga digunakan sebagai

antiemetic untuk mencegah mual dan mabuk perjalanan, sindroma parkinson,

sedativa dan hipnotika.

Siproheptadin merupakan satu-satubya antihistaminika yang mempunyai

efek tambahan nafsu makan. Kerja ikutnya antara lain timbul rasa mengantuk,

pusing, mual dan mulut kering.

Loratadin digunakan pada rhinitis alergi, urtikaria kronik, dermatitis

alergi, rasa gatal pada hidung dan mata, rasa terbakar pada mata.

Medhidrolini Napadisilat praktis tidak bersifat menidurkan. Digunakan

pada gatal-gatal karena alergi

Astemizol (Hismanal) merupakan antihistamin kedua yang tidak

menyebabkan sedasi . Obat ini secara cepat dan sempurna diabsorpsi setelah

pemberian secara oral, tetapi astemizol dan metabolitnya sangat banyak

distribusinya dan mengalami metabolisme sangat lambat. Namun, karena kasus

aritmia jantung dan kematian mendadak telah diamati setelah penggunaan

astemizol pada keadaan yang serupa dengan terfenadin, maka pada astemizole

diberikan tanda peringatan dalam kotak hitam. (Gunawijaya FA, 2007)

2.7. Indikasi

Antihistamin generasi pertama ini mudah didapat, baik sebagai oabat

tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat dekongestan misalnya untuk

pengobatan influenza. Kelas ini mencakup difenhidramin, hidrosizin, prometazin

memiliki indikasi lain disamping alergi.

2.8. Kontraindikasi

Antihistamin generasi pertama, dilarang bagi pasien yang hipersensitif

terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktual, bayi baru lahir atau
17

premature, ibu menyusui, pasien tua, pasien yang menggunakan MAIO dan

pasien yang memiliki gejala saluran nafas atas (termasuk asma).

Antihistamin generasi kedua dan ketiga, dilarang bagi pasien yang

hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktual.

2.9. Kontra Indikasi Dan Interaksi Obat

Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H1

secara topical golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat

obat lain yang mempunyai stuktur yang mirip.

Efek sedasi akan meningkat bila antihistamin H1 diberikan bersama dengan

obat antidepresan, obat anti alcohol.

Golongan fenotiazin dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.

Efek anti kolinergik dan antihistamin akan menjadi lebih berat dan lebih lams di

berikan bersamaan obat inhibitor momoamine.

2.10. Epidemiologi

Prevalensi rhinitis alergi semakin hari semakin meningkat di seluruh dunia.

Di Amerika, prevalensi untuk rhinitis alergi adalah 10-30% pada usia dewasa dan

hampir 40% pada usia anak anak. Peningkatan prevalensi rhinitis alergi ini dapat

menjadi suatu beban ekonomi yang berat karena pada umumnya pasien dengan

rhinitis alergi akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya dan

penurunan kualitas hidup.Pada suatu survei di Amerika mengenai gejala rhinitis

alergi pada pekerja, sekitar 55% (8267 pekerja) dengan gejala rhinitis alergi

menjadi tidak produktif selama 3.6 hari dalam satu tahun. Di Asia Pasifik,

prevalensi rhinitis alergi tinggi terutama pada negara dengan pendapatan rendah

dan menengah, yaitu sekitar  5-45%.


18

Di Indonesia belum ada data nasional mengenai prevalensi rhinitis alergi di

Indonesia. Suatu penelitian di Bandung menemukan prevalensi kasus rhinitis

alergi di RS. Hasan Sadikin sebanyak 38.2% dan sekitar 64.6% pasien rhinitis

alergi tersebut berada pada rentang usia 10-29 tahun dan sekitar 45.1% berprofesi

sebagai pelajar. (Junita br.Tarigan, 2019)


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Histamin adalah suatu senyawa amina yang didalam tubuh

dibentuk dari asam amina histidin oleh pengaruh enzim histidin

dekarboksilase. Hampir semua organ dan jaringan tubuh mengandung

histamin. Histamin disimpan dalam keadaan terikat dan inaktif terutama

dalam sel tertentu yang disebut mastcell. Histamin juga terdapat dalam

jumlah besar di sel epidermis, mukosa usus, dan paru-paru.

Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek

histamin yang berlebih didalam tubuh, dengan jalan memblok reseptornya.

Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dibidang dermatologi, terutama

untuk kelainan kronik dan rekuren.

Pada antihistamin terdapat beberapa jenis reseptor histamin berdasarkan

tempat nya:

a. Penghambat reseptor H1 (H1-blocker)

Zat ini memblokir atau menghambat reseptor H1 yang terdapat pada

bronki, usus, uterus, ujung saraf dan sistem pembuluh darah.

b. Penghambat reseptor H2 (H2-blocker)

Zat ini mampu memblokir atau menghambat reseptor H2 dengan efek

terhadap produksi asam lambung berlebih, dan juga pembuluh darah

dengan efek vasodilatasi dan penurunan darah. Penghambat asam yang

banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famitidin, nizatidin, dan

roksatidin.

c. Penghambat reseptor H3 (H3-blocker)


20

Zat ini mampu memblokir atau menghambat reseptor H3 yang terdapat

disistem saraf, mengatur produksi dan pelepasan histamine pada susunan

saraf pusat.

d. Penghambat reseptor H4 (H4-blocker)

Zat ini mampu memblokir atau menghambat reseptor H4 yang dijumpai

pada sel-sel inflammatory. Dan dapat mengobati alergi dan asma.

Mekanisme kerja obat antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala

alergi berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat histamine berikatan

dengan reseptor H1 atau H2 di organ sasaran. Histamine yang kadarnya tinggi

akan memunculkan lebih banyak reseptor H1. Reseptor yang baru tersebut akan

diisi oleh antihistamin. Peristiwa molecular ini akan mencegah untuk sementara

timbulnya reaksi alergi.

3.2. Saran

Pada kenyataan, pembuatan makalah ini masih bersifat sederhana. Serta

dalam penyusunan makalah ini kami masih memerlukan kritikan dan saran bagi

pembaca yang mencakup didalam makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Alodokter.Antihistamin.Dikutip 21 September 2019 dari alodokter


Alomedika. Farmakologi Lorotadine.Dikutip 21 September 2019 dari
alomedika.com.
Badan POM RI. Antihistamin.Dikutip 21 September 2019 dari pionas.
Badan POM RI.Difenhidramin Hidloklorid.Dikutip 21 September 2019 dari
pionas.
Budi, Putra imam. 2008. Pemakaian Antihistamin Pada Anak. Dikutip 21
September 2019 dari repository.usu.
Church, Diana S., Church, Martin K.2011.Pharmacology Of Antihistamines.WAO
Journal.Hal.22-27.Tanggal akses 21 September 2019.
Cuvilo,Adel.,Sastre J.,dkk.2007.Use Of Antihistamines In Pediatrics.J Investig
Alleegol Clin Immunol.Vol.17.Hal.28-40.Tanggal akses 21 September
2019.
Dokter Sehat.Antihistamin-Manfaat,Dosis,&Efek Samping. Dikutip 21 September
2019 dari doktersehat.
Evani,Saphira. Pemilihan Antihistamin Untuk Rhinitis Alergi.Dikutip 21
September 2019 dari alomedika.
Gunawijaya,FA.2007.Manfaat Penggunaan Antihistamin Generasi Ketiga.Bagian
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.Hal.123-129.Tanggal
akses 21 September 2019.
Jawi. Perspektif Farmakologi Antihistamin.Dikutip 21 September 2019 dari
simdos.unud
Junita br Taringan.Epidemiologi Rhinitis Alergi.Dikutip 21 September 2019 dari
alomedika.
Maulida,Rizka.Histamin Dan Antihistamin.Dikutip 21 september 2019 dari
academia.edu
Motala, Cas.2009.Antihistamines In Allergic Disease.Current Allergy & Clinical
Imummunology.Vol.22.Hal.71-74.Tanggal akses 21 September 2019.
Pohan, S.S.2007.Mekanisme Antihistamin Pada Pengobatan Penyakit Alergik:
Blokade Reseptor_Penghambatan Aktivitas Reseptor.Maj Kedokt
Indon.Vol.57.No.4.Hal.113-117.Tanggal akses 21 September 2019.
Riyanti S.dkk.2014.Farmakologi Kelas XII.Jakarta: Pilar Utama Mandiri.
Sari, F,Yenny SW.2018.Antihistamin Terbaru Dibidang Dermatologi.Jurnal
Kesehatan Andalas.Hal.61-65.Tanggal akses 21 September 2019.

21
Scribd. Cara Kerja Obat Antihistamin.Dikutip 21 September 2019 dari
scribd.com.
Setia,Anisa.Histamin Antihistamin.Dikutip 21 September 2019 dari academia.edu.
Stojkovic N, Cekic S.,dkk.2015.Histamine And Antihistamines.Scientific Journal
Of The Faculty Of Medicine.Vol.32.Hal.7-22.Tanggal akses 21
September 2019.
Syaifudin,Muhammad. Antihistamin.Dikutip 21 September 2019 dari
academia.edu.
Tablet Wise. Antazolin Efek Samping. Dikutip 21 September 2019 dari
tabletwise.com.
Wardiyati,S.A.,Siti.dkk.2018.Farmakologi Kopetensi Keahlian Farmasi.Jakarta
Zulkarnain,Octo. Histamin.Dikutip 21 september 2019 dari slideshare.net

22

Anda mungkin juga menyukai