Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANTI ALERGI PADA TANAMAN RIMPANG JAHE (zingiber


officinale)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Makalah Mata Kuliah Farmakognosi


Dosen Pengampu :
Apt. Ghani Nurfiana Fadma Sari, S.Farm., M.Farm.

Disusun Oleh Kelompok 1 :


Sherly Indah Pratama (A28227093)
Feny Febrianti (A28227100)
Adhilla Ayu Nur Ainni (A28227101)
Amalia Nur Utami (A28227107)
Ahmad Abdul Khafidz (A28227108)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
TAHUN 2022/2023

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan peyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Tidak lupa juga
kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari banyak pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pemikirannya.

Penyusunan makalah ini untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah
Farmakognosi. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.

II
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan berjudul “Anti Alergi” ini telah dibaca dan disahkan. Pada tanggal 26
september 2023 oleh :

Sherly Indah Pratama Feny Febrianti

A28227093 A28227100

Adhilla Ayu Nur Ainni Amalia Nur Utami

A28227101 A28227107

Ahmad Abdul Khafidz

A28227108

III
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ I


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. III
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... III
DAFTAR ISI............................................................................................................................IV
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
2.1 Alergi........................................................................................................................... 3
2.1.1 Definisi Alergi ..................................................................................................... 3
2.1.2 Penyakit yang disebabkan oleh alergi .................................................................. 3
2.2 Jahe .............................................................................................................................. 4
2.2.1 Pengertian jahe ..................................................................................................... 4
2.2.2 Kandungan senyawa jahe sebagai antialergi........................................................ 5
2.2.3 Indikasi jahe ......................................................................................................... 5
2.2.4 Efek Farmakologis ............................................................................................... 5
2.2.5 Mekanisme kerja .................................................................................................. 5
2.2.6 Pengaplikasian Jahe Sebagai Anti Alergi ............................................................ 6
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................................... 7
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 10
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11

IV
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme


imunologis, yaitu akibat induksi oleh Imunoglobulin E (IgE) yang spesifik terhadap
alergen tertentu yang berikatan dengan sel mast.Reaksi tersebut timbulakibat paparan
terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyakditemukan dalam
lingkungan, yang disebut dengan alergen (Bratawidjaja, 2009).Alergi merupakan
manifestasi hiperresponsif dari organ yang terkena seperti kulit, hidung, telinga,
paru-paru atau saluran pencernaan. Gejala hiperresponsif ini dapatterjadi karena
timbulnya respon imun dengan atau tanpa diperantarai oleh IgE(Abidin dan Mahdi.,
2003).
Antialergi atau Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor– histamine.
Alergi dan Penyebabnya Alergi merupakan suatureaksi abnormal dalam tubuh yang
disebabkan zat-zat yang tidak berbahaya. Alergi timbul bila adakontak terhadap zat
tertentu yang biasanya, pada orang normal tidak menimbulkan reaksi. Zat penyebab
alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke
tubuhdengan berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui
suntikanatau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik,
logam perhiasan atau jam tangan, dll.
Tidak hanya dengan pengobatan medis, masyarakat lazim menggunakan obat
tradisional dalam rangka memanfaatkan kekayaan alam di Indonesia. Secara
empiris, masyarakat Indonesia meyakini beberapa tanaman yang berkhasiat dalam
mengatasi alergi, hal itu karena senyawa yang terkandung dalam tanaman tanaman
tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obat. Bahkan telah
banyak tanaman yang diolah oleh beberapa pabrik menjadi jamu atau suplemen
antialergi dengan bentuk serbuk, kapsul maupun tablet dan terdaftar di Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam studi pengembangan obat tradisional,
para ahli telah melakukan penelitian mengenai uji aktivitas senyawa atau kandungan
yang ada dalam tanaman.

1
Histamin adalah senyawa yang terlibat dalam respon imunitas lokal, selain
itu senyawa ini juga berperan sebagai neurotransmitter di susunan saraf pusat
dan mengatur fungsi fisiologis di lambung. Antihistamin adalah zat zat yang dapat
mengurangi atau menghalagi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan mengeblok
reseptor histamine ( penghambatan saingan) pada awalnya hanya di kenal 1 tipe
antihistamin, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus pada tahun 1972,
yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor histamine dapat di bagi
dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2. (Hoan Tjai, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Antialergi ?
2. Penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan karena alergi
3. Apa komponen kimia yang terkandung dalam Rimpang Jahe ?
4. Indikasi apa yang ada pada Rimpang Jahe ?
5. Apa efek farmakologi yg terkandung pada rimpang Jahe?
6. Bagaimana mekanisme kerja obat anti alergi dengan menggunakan bahan
tradisional rimpang jahe?
7. Bagaimana cara pengaplikasian jahe sebagai anti alergi?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini yaitu untuk menguraikan suatu permasalahan yang


menjadi fokus suatu penelitian dan sebagai bentuk pemaparan terhadap suatu ide atau
topik. Di perguruan tinggi, khususnya jenjang sarjana, mahasiswa dilatih untuk
menghasilkan karya ilmiah seperti makalah.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat Penulisan makalah ini yaitu sebagai sumber informasi dan


pengetahuan bagi para pembaca tentang definisi Antihistamin dan pemanfaatannya
dengan menggunakan bahan alami.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alergi

2.1.1 Definisi Alergi


Alergi adalah reaksi sistem imun tubuh yang bersifat spesifik terhadap
rangsangan suatu bahan yang pada orang lain biasanya tidak berbahaya bagi
kesehatan tubuh (Soedarto, 2012). Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang
diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik
terhadap alergen tertentu, yang berikatan dengan sel mast. Reaksi timbul akibat
paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak
ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen (Wistiani & Notoatmojo, 2011).

2.1.2 Penyakit yang disebabkan oleh alergi


Alergi disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Meningkatnya angka
kejadian alergi di negara-negaraberkembang menyiratkan adanya perubahan dalam
faktor lingkungan. Anak-anak yang alergi umumnya hidup dalam rumah yang lebih
bersih dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita alergi. Anak-anak yang
tumbuh di lingkungan peternakan cenderung memperlihatkan penurunan resiko
alergi (Wiradharma, et al., 2015).

a. Penyakit Asma

Penyakit asma merupakan penyakit saluran nafas yang ditandai oleh


peningkatan daya responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai
jenis stimulus. Penyakit asma memiliki manifestasi fisiologis berupa
penyempitan yang meluas pada saluran pernafasan yang dapat sembuh dengan
spontan atau sembuh dengan terapi yang secara klinis ditandai oleh serangan
mendadak dyspnea, batuk, serta mengi. Penyakit ini bersifat episodik dengan
eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala (Mcfadden, 2015)

3
b. Rhinitis Alergika

Rhinitis alergika merupakan penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap


sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Secara mikroskopik tampak adanya
dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk
mukus. Terdapat juga infiltrasi eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung. Gejala yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang sebagai
akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah rinorea yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang
disertai dengan lakrimasi (Irawati, et al., 2012).

c. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis


residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di
wajah pada bayi (fase infantil) dan bagian fleksural ekstremitas pada fase anak.
Dermatitis atopik biasanya terjadi pada bayi dan anak, sekitar 50% menghilang
pada saat remaja. Tempat predileksi dermatitis atopik pada fase anak (usia 2-
10 tahun) lebih sering di fossa cubiti dan poplitea, fleksor pergelangan tangan,
kelopak mata dan leher, dan tersebar simetris. Lesi dermatitis cenderung
menjadi kronis, disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi,
krusta dan skuama (Boediardja, 2016).

d. Urtikaria

Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas, berwarna
merah, lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila ditekan, disertai rasa
gatal. Hal yang mendasari terjadinya urtikaria adalah triple response dari
Lewis, yaitu eritem akibat dilatasi kapiler.

2.2 Jahe
2.2.1 Pengertian jahe
Jahe atau zingiber officinale merupakan salah satu tanaman berupa tumbuhan
rumpun berbatang semu. Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer
dikalangan masyarakat baik sebagai bahan rempah dapur ataupun bahan obat. Jahe
dipekirakan berasal dari asia pasifik yang penyebarannya mulai dari India hingga

4
wilayah Cina. Dari India, jahe mulai dijadikan sebagai bahan rempah untuk
diperjualbelikan yang jangkauan pemasarannya hingga wilayah asia tenggara,
jepang, tiongkok, hingga wilayah timur tengah. Jahe masuk kedalam suku temu-
temuan (Zingiberancac), nama imiah jahe berasal dari bahasa yunani zingiberi
yang diberikan oleh seorang bernama William Roxburgh.

2.2.2 Kandungan senyawa jahe sebagai antialergi


Banyak sekali kandungan senyawa yang dimiliki oleh jahe antara lain oleoresin
2,39 – 8,87 %; minyak Atsiri 0,78 – 4,80 %; Gingerol 0,49-1,37 %, Shogaol,
Zingeron, Pati 39-45 %, Serat 5,60-8,60 %, Vitamin dan mineral. Senyawa kimia
yang memiliki efek antiinflamasi pada rimpang jahe adalah gingerol (6.8, dan 10)-
gingerol dan (6)-shogaol.

2.2.3 Indikasi jahe


Jahe merupakan salah satu jenis makanan yang disebut diaphoretic, manfaat
jahe juga dapat memicu keluarnya keringat. Pengeluaran keringat bermanfaat bagi
Anda terutama saat Anda sedang demam atau flu. Selain membantu proses
detoksifikasi, berkeringat juga ternyata dapat melindungi Anda dari
mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit. Para ahli meneliti
sejenis protein yang disebut dermicidin, diproduksi pada kelenjar keringat dan
berfungsi melindungi tubuh dari bakteri seperti E. coli, staphylococcus aureus,
serta jamur yang dapat menyebabkan penyakit kulit(alergi).

2.2.4 Efek Farmakologis


Rimpang jahe memiliki beberapa aktivitas farmakologi diantaranya antiemetik,
antiinflamasi, efek analgetik, mengurangi osteoarthritis, antioksidan, antikanker,
antitrombotik, efek hipolipidemia dan hipoglikemi, efek terhadap kardiovaskular,
antineoplastik, antiinfeksi, efek hepatoprotektif, dan immunomodulator.

2.2.5 Mekanisme kerja


Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis prostaglandin melalui
penghambatan enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Prostaglandin merupakan
mediator yang berperan dalam proses terjadinya inflamasi.

5
2.2.6 Pengaplikasian Jahe Sebagai Anti Alergi
Cara pengaplikasiannya adalah dengan meminum larutan jahe yang sudah
diolah, dengan cara:
1. Cuci jahe yang akan digunakan (jahe biasa atau merah)
2. Parut 1 sendok jahe yang sudah dicuci
3. Rebus 4 gelas air sampai mendidih
4. Masukkan parutan jahe ke dalam air mendidih dan diamkan selama 5-10 menit
5. Saring air jahe
6. Tambahkan madu, lemon atau jeruk nipis
7. Siap untuk dikonsumsi

6
BAB III
PEMBAHASAN

Antihistamin adalah kelas obat farmasi yang bertindak untuk mengobati kondisi
yang dimediasi histamin. Ada dua kelas utama reseptor histamin: reseptor H-1 dan
reseptor H-2. Obat antihistamin yang berikatan dengan reseptor H-1 umumnya
digunakan untuk mengatasi alergi dan rinitis alergi. Obat yang berikatan dengan
reseptor H-2 mengobati kondisi saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh asam
lambung berlebihan. Antihistamin H-1 selanjutnya diklasifikasikan menurut agen
generasi pertama dan kedua. Antihistamin H-1 generasi pertama lebih mudah melewati
sawar darah otak ke sistem saraf pusat (SSP), sedangkan antihistamin H-1 generasi
kedua tidak. Obat generasi pertama akan berikatan dengan reseptor histamin-1 sentral
dan perifer, sedangkan obat generasi kedua secara selektif berikatan dengan reseptor
histamin-1 perifer.

Indikasi pada Antihistamin H-1 indikasi pada Antihistamin H-2

1) Konjungtivitis alergi 1) Bisul perut


2) Reaksi dermatologis alergi 2) Refluks asam
3) Radang dlm selaput lender 3) Radang perut
4) Urtikaria 4) Sindrom Zollinger Ellison
5) Angioedema
6) Dermatitis atopic
7) Bronkitis

Mekanisme pada Histamin (pembawa pesan kimia endogen) adalah


menginduksi peningkatan tingkat permeabilitas pembuluh darah, yang menyebabkan
perpindahan cairan dari kapiler ke jaringan sekitarnya. Hasil keseluruhan dari hal ini
adalah peningkatan pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah. Antihistamin
menghentikan efek ini dengan bertindak sebagai antagonis pada reseptor H-1. Manfaat
klinisnya adalah pengurangan gejala alergi dan gejala terkait lainnya. Antihistamin
generasi pertama dengan mudah melewati sawar darah-otak ke sistem saraf pusat dan
memusuhi reseptor H-1, sehingga menghasilkan profil efek terapeutik dan efek
samping yang berbeda dibandingkan dengan antihistamin generasi kedua yang secara
selektif berikatan dengan reseptor histamin perifer. Durasi kerja farmakologi

7
antihistamin generasi pertama adalah sekitar 4 sampai 6 jam. Sebaliknya, antihistamin
generasi kedua bekerja selama 12 hingga 24 jam. Keduanya dimetabolisme oleh hati
menggunakan sistem sitokrom P450. Sel parietal di saluran pencernaan mengeluarkan
asam klorida. Mereka menjalani regulasi oleh asetilkolin, gastrin, dan juga
histamin. Histamin dilepaskan dari sel mirip enterokromafin (ECL). Ketika histamin
berikatan dengan reseptor H-2 pada sel parietal, siklik adenosin monofosfat (cAMP)
meningkat, menginduksi protein kinase A. Tindakan ini kemudian menyebabkan
fosforilasi protein yang berperan dalam pengangkutan ion hidrogen. Jadi peningkatan
histamin menyebabkan peningkatan asam lambung, misalnya sekresi HCl. Penggunaan
antihistamin khusus untuk reseptor H-2 menghambat seluruh proses dan mengurangi
sekresi asam lambung.

Dampak buruk dari antihistamin itu sendiri membawa berbagai efek samping
tergantung pada kelas obat tertentu yang digunakan. Antihistamin reseptor H-1
umumnya akan menyebabkan efek samping yang terlihat secara klinis dan bergantung
pada dosis. Efek samping ini lebih sering terlihat pada antihistamin generasi
pertama. Antihistamin generasi kedua tidak mudah melewati sawar darah otak,
sehingga profil efek sampingnya jauh lebih terbatas. Berbeda dengan antihistamin
reseptor H-1, antihistamin reseptor H-2 umumnya tidak menimbulkan efek samping
kecuali simetidin. Antihistamin reseptor H-1 memiliki sifat antikolinergik, yang
menimbulkan efek buruk; ini pada dasarnya hanya terjadi pada kategori antihistamin
generasi pertama. Secara keseluruhan, obat ini menenangkan tetapi dapat menyebabkan
insomnia pada beberapa pengguna. Karena sifat antikolinergiknya, mulut kering
merupakan efek samping yang umum terjadi. Beberapa pengguna mengalami pusing
dan tinitus. Pada peningkatan dosis, euforia dan penurunan koordinasi juga dapat
terjadi, dan delirium merupakan efek samping potensial pada rentang dosis yang lebih
tinggi. Antihistamin juga mungkin bersifat kardiotoksik pada beberapa pengguna
karena memiliki efek perpanjangan QTc.

Antihistamin reseptor H-2 umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh


pengguna tetapi memiliki risiko efek samping yang jarang terjadi. Perubahan
gastrointestinal dapat terlihat, termasuk diare dan sembelit. Ada laporan kelelahan,
pusing, dan kebingungan. Salah satu obat spesifik dalam kategori ini yang dapat
menyebabkan berbagai efek samping adalah simetidin. Efek antiandrogeniknya
berkorelasi dengan kemungkinan terjadinya ginekomastia pada pria. Pada wanita dapat

8
menyebabkan galaktorea. Antihistamin reseptor H-2 lainnya tidak menunjukkan sifat
yang sama seperti simetidin. Ranitidine sebelumnya dikeluarkan dari pasar di Amerika
Serikat karena kekhawatiran potensi kontaminasi karsinogen. Antihistamin reseptor H-
2 dapat menyebabkan penghambatan sistem sitokrom, terutama simetidin, sehingga
menyebabkan toksisitas obat dan interaksi dengan obat lain.Pasien yang mengalami
perubahan hemodinamik, peningkatan tekanan intraokular, atau peningkatan retensi
urin harus menggunakan antihistamin dengan hati-hati karena kondisi ini dapat menjadi
lebih buruk.

Alergi merupakan kepekaan tubuh terhadap benda asing (alergen) di dalam


tubuh. Reaksi setiap individu terhadap alergen berbeda-beda, sehingga individu yang
satu bisa lebih peka daripada individu yang lain. Untuk mencegah reaksi alergi, selain
menghindari kontak dengan alergen, masyarakat banyak menggunakan obat kimiawi
karena menganggap obat kimiawi cepat menyembuhkan serta mudah diperoleh. Seiring
dengan timbulnya kesadaran akan dampak buruk produk-produk kimiawi, timbul pula
kesadaran akan pentingnya kembali ke alam (back to nature). Masyarakat mulai beralih
pada pengobatan alami dengan menggunakan berbagai tanaman obat dalam mengobati
penyakit alergi. Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati
penyakit alergi adalah jahe (zingiber officinale ).

Jahe merupakan salah satu jenis makanan yang disebut diaphoretic, manfaat
jahe juga dapat memicu keluarnya keringat. Pengeluaran keringat bermanfaat bagi
Anda terutama saat Anda sedang demam atau flu. Selain membantu proses
detoksifikasi, berkeringat juga ternyata dapat melindungi Anda dari mikroorganisme
yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit. Para ahli meneliti sejenis protein yang
disebut dermicidin, diproduksi pada kelenjar keringat dan berfungsi melindungi tubuh
dari bakteri seperti E. coli, staphylococcus aureus, serta jamur yang dapat menyebabkan
penyakit kulit(alergi). jahe juga mengandung flavonoid yang bermanfaat sebagai
analgesik, antitumor, antioksidan, antiinflamasi, antibiotik, anti alergi, dan diuretik.
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol jahe menunjukkan aktivitas
anti-alergi tertinggi dengan menghambat pelepasan β-hexosaminidase pada sel
leukemia basofilik tikus (RBL-2H3). Selain itu, 6-shogaol dan 6-gingerol merupakan
biomarker utama aktivitas anti-alergi.

9
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Antihistamin adalah kelas obat yang digunakan untuk mengobati kondisi yang dipicu
oleh histamin dalam tubuh, dengan reseptor H-1 dan H-2 sebagai target utama. Antihistamin
H-1 umumnya digunakan untuk mengatasi alergi, rinitis alergi, dan gejala terkait, sedangkan
H-2 digunakan untuk masalah saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh asam lambung
berlebihan. Antihistamin generasi pertama memiliki kecenderungan lebih banyak efek
samping, terutama karena kemampuannya melewati sawar darah otak. Sebaliknya, generasi
kedua cenderung memiliki profil efek samping yang lebih baik. Kecenderungan masyarakat
terhadap bahan alam dengan cara penggunaan tanaman obat seperti jahe, karena dianggap
lebih aman dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat kimia. ahe
adalah tanaman obat yang memiliki potensi dalam mengobati alergi. Jahe dapat memicu
keluarnya keringat, membantu dalam detoksifikasi, melindungi kulit dari infeksi, dan
mengandung flavonoid dengan aktivitas anti-alergi. Jahe sendiri telah menunjukkan aktivitas
anti-alergi dalam penelitian dengan menghambat pelepasan β-hexosaminidase pada sel
basofilik tikus. Komponen seperti 6-shogaol dan 6-gingerol dikenali sebagai biomarker utama
aktivitas ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Boley SP, Zaitun TD, Bangh SA, Fahrner S, Cole JB. Physostigmine lebih unggul daripada
terapi non-penangkal dalam pengelolaan delirium antimuskarinik: sebuah studi
prospektif dari pusat racun regional. Klinik Toksikol (Phila). 2019 Januari; 57 (1):50-
55. [ PubMed ]

Curto-Barredo L, Giménez-Arnau AM. Pengobatan urtikaria spontan kronis dengan respon


yang tidak memadai terhadap antihistamin H1. G Ital Dermatol Venereol. Agustus
2019; 154 (4):444-456. [ PubMed ]

Heda R, Toro F, Tombazzi CR. StatPearls [Internet]. Penerbitan StatPearls; Treasure Island
(FL): 1 Mei 2023. Fisiologi, Pepsin. [ PubMed ]

Makchuchit S, Rattarom R, Itharat A. Efek anti alergi dan anti inflamasi ekstrak Benjakul (obat
tradisional Thailand), tumbuhan penyusunnya dan beberapa kandungan murninya
menggunakan percobaan in vitro. Apoteker Biomed. 2017; 89 :1018–1026. doi:
10.1016/j.biopha.2017.02.066. [ PubMed ] [ CrossRef ] [ Google Cendekia ]

Schaefer TS, ZitoPM. StatPearls [Internet]. Penerbitan StatPearls; Treasure Island (FL): 7 Mar
2023. Pemblokir Reseptor Histamin H1 Antiemetik. [ PubMed ]

11

Anda mungkin juga menyukai