Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Implikasi Keperawatan Pemberian Obat Histamin”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi yang dibimbing
oleh Laili Nur Azizah, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun oleh :

Laili Fitriya 182303101020


Rieke Wahyu Ashari 182303101026
Maharani Cahyo Putri 182303101027

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala  puji bagi Allah yang telah memberikan kami limpahan rahmat
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah tentang Implikasi Keperawatan
Pemberian Obat Golongan Histamin ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
farmakologi dengan baik.

Dalam penyusunannya, kami banyak memperoleh bantuan dari berbagai


pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada Laili Nur Azizah, S.Kep, Ners, M.Kep yang telah memberikan dukungan
dan  bimbingannya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih
jauh dari kata sempurna, karena itulah kritik dan saran yang membangun dari
dosen dan teman-teman sangat kami harapkan.

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat menjadi wawasan,


khususnya untuk mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Jember. Apabila makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan, kritik, dan saran kami terima agar dapat menyusun yang lebih baik di
waktu mendatang.

Lumajang , 10 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................5
1.3 Manfaat Penulisan..............................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
KONSEP GOLONGAN OBAT HISTAMIN.....................................................................6
2.1 Definisi....................................................................................................................6
2.2 Cara Kerja Pada Histamin....................................................................................7
2.3 Indikasi Histamin...................................................................................................10
2.4 Kontra Indikasi Histamin.......................................................................................10
2.5 Efek Samping Histamin.........................................................................................11
BAB III............................................................................................................................13
IMPLIKASI KEPERAWATAN PEMBERIAN OBAT GOLONGAN HISTAMIN........13
3.1 Pengkajian Keperawatan........................................................................................13
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................16
3.3 RENCANA KEPERAWATAN.............................................................................16
BAB IV............................................................................................................................18
PENUTUP.......................................................................................................................18
4.1 KESIMPULAN......................................................................................................18
4.2 SARAN..................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi tubuh akibat
maksutnya suatu zat asing. Zat asing yang dinamakan alergen tersebut
masukke dalam tubuh melalui saluran nafas ( inhalan) seperti debu, tungau
serbuk bunga, dan debu. Alergen juga dapat masuk melalui saluran
pencernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang- kacangan dan seafood. Di
samping itu juga di kenal alergen kontaktanyang menempel pada kulit seperti
kosmetik dan perhiasan. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas
atau kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi
yang disebut imunoglobulin E. Imunoglobin E tersebut kemudian menempel
pada sel mati.
Sering kali kita mengalami alergi, misal alergi kulit yang menjadi merah,
gatal dan bengkak sampai alergi yang membuat sesak nafas. Ketika jari kita
tertusuk jarum atau kita terluka, kita langsung merasakan sakit atau
nyeri.Nyeri ini terasa juga saat kita sakit gigi atau penyebab penyebab lain.
Penyebab demikian adanya senyawa/ zat dalam tubuh kita ( senyawa endogen)
yang disebut dengan autokoid. Autokoid adalah zat yang dihasilkan oleh sel
sel tertentu dalam tubuh yang dapat menimbulkan suatu efek fisiologis baik
dalam keadaan normal maupun patologik. Adapun jenis- jenis autikoid antara
lain histamin dan serotonin
Histamin adalah senyawa yang terlibat dalam respon imunitas
lokal,sekalian itu senyawa ini juga berperan sebagai neurotransmitter di
susunan sraf pusat dan mengtur fungsi fisiologi di lambung. Sebenarnya
histamin sendiri terdapat di hampir semua jaringan tubuh manusia dalam
jumlah kecil. Konsentrasi terbesar terdapat dikulit, paru- paru dan mukosa
gastrointestinal. Histamin di bentuk oleh histidin dengan bantuan enzim
histidine decarboxylase (HDC). Selanjutnya histamin yang terbentuk akan
diinaktivasi dan disimpan dalam granul mast cell dan basifil ( sel darah putih).
Sesungguhnya pemakaian obat anti histamin hanya mehilangkan gejala alergi
dan menghindari serangan yang lebih besar dimasa mendatang, tidak
menyembuhkan alergi. Jika penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi
akan muncul kembali. Oleh karena itu, yang terbaik untuk mengatasi alergi
adalah dengan menghindari kontak dengan alergen, menjaga kebersihan diri
dan lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menjauhi stress.
Efek samping dari antihistamin secara umum adalah mengantuk, mulut kering,
gangguan saluran cerna, gangguan urin dan terkadang iritasi. Banyak sekali
obat yang dapat menyebabkan efek mengantuk karena obat tersebut menekan
susunan saraf pusat. Maka sering kita melihat kemasan obat bahwa kita
dilarang mengendalikan kendaraan setelah minum obat tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan dalam penulisaan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian dari Histami
1.2.2 Untuk mgetahui Cara kerja Histamin
1.2.3 Untuk mengetahui Indikasi pada histamin
1.2.4 Untuk mengetahui Kontra Indikasi pada Histamin
1.2.5 Untuk mgenetahui Efek samping dari penggunaan Histamin
1.2.6 Untuk mgetahui Dosis / Aturan Pakai dari Histamin

1.3 Manfaat Penulisan


Dengan selesainya penulisan makalah ini mempunyai harapan pada masa yang
akan datang semoga makalah ini mudah- mudahan bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang histamin dan anti alergi, serta
penerapannya di dalam keperawatan
BAB II
KONSEP GOLONGAN OBAT HISTAMIN
2.1 Definisi
Histamin (suatu autacoid atau hormon lokal) adalah suatu amin nabati
(bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk
normal dari pertukaran zat histidin melalui dekaboksilasi enzimatis. Asam amino
ini masuk ke dalam tubuh terutama dalam daging (protein) yang kemudian di
jaringan (juga di usus halus) diubah secara enzimatis menjadi histamin
(dekarboksilasi).
Hampir semua organ dan jaringan memiliki histamin dalam keadaan
terikat dan inaktif, yang terutama terdapat dalam sel- sel tertentu. Mast cells ini
menyerupai bola bola kecil berisi gelembung yang penuh dengan histamin dan
zat-zat mediator lain. Sel sel ini banyak ditemukan di bagian tubuh yang
bersentuhan dengan dunia luar, yakni di kulit, mukosa dari mata, hidung, saluran
nafas, (bronchia, paru- paru) dan usus, juga dalam lekosit basofil darah. Dalam
keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak, di mana histamin bekerja
sebagai neuritransmitter. Diluar tubuh manusia histamin terdapat dalam bakteri,
tanaman (bayam, tomat) dan makanan ( Keju Tua).

histamine memegang peran utama pada proses peradangan dan pada system daya
tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor, yakni reseptor-H1,
reseptor-H2 dan reseptor-H3. Reseptor-H1 secara selektif diblok oleh
antihistaminika (H1-Blockers), reseptor-H2 oleh penghambat asam lambung (H2-
blockers). Reseptor-H3 memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus.

Aktifitas terpenting histamine adalah:

a. Kontraksi otot polos broncki, usus dan Rahim


b. Vaso dilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah
c. Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan
akibat udema dan pengembangan mukosa.
d. Hipersekresi air mata, ludah, dahak dan asam lambung
2.2 Cara Kerja Pada Histamin
1. Tahap pertama, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengukur
respon kontraksi otot polos trakea yang diinduksi oleh seri konsentrasi
histamin dan metakolin (10-8 – 10-3 M), serta respon relaksasi otot polos
trakea yang diinduksi oleh isoproterenol (10-7 – 3.10-3 M) setelah
dikontraksi dengan metakolin 10-4 M. Respon kontraksi/relaksasi otot
polos trakea tercatat pada rekorder. Pada tahap ini didapatkan data kurva
hubungan logaritma konsentrasi histamin, metakolin dan isoproterenol
terhadap % respon kontraksi/relaksasi otot polos trakea (kontrol).
Selanjutnya, dilakukan pencucian otot polos trakea selama 30 menit
dengan penggantian larutan bufer Krebs setiap lima menit.
2. Tahap kedua, dilakukan uji aktivitas marmin (10 dan 100 μM). Marmin
diberikan 5 menit sebelum pemberian seri konsentrasi agonis reseptor
(histamin, metakolin dan isoproterenol) dan dilanjutkan dengan pemberian
seri konsentrasi agonis reseptor dengan konsetrasi dan cara yang sama
dengan pengukuran pertama kalinya. Tahap selanjutnya, kembali
dilakukan pencucian otot polos trakea selama 30 menit dengan
penggantian larutan bufer Krebs setiap lima menit.
3. Tahap ketiga, adalah uji reversibelitas marmin. Setelah dicapai kondisi
yang stabil pada pencucian otot polos trakea tahap kedua, selanjutnya
dilakukan pengukuran kontraksi/relaksasi otot polos trakea kembali
melalui pemberian seri konsentrasi histamin, asetilkolin dan isoproterenol
dengan konsentrasi dan cara yang sama pada saat dengan penggantian
larutan bufer Krebs setiap lima menit selama 30 menit.

A. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H1 (Antihistamika klasik)


a. Golongan ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu :
1. Senyawa Etaniolamin antara lain: Definhidramin ,Dimenhidrinat
karbinoksamin meleat.
2. Senyawa Etilendiamin antara lain: Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.
3. Senyawa Alkilamin antara lain: Feniranin, Klorfeniranim, Bromfeniramin,
dan Deksklorfeniramin.
4. Senyawa Sikilizin antara lain: Sikizilin, Klorsiklizin, dan
Homokklorsiklizin.
5. Senyawa Fenotiazin antara lain: prometazin, Metdilazin, dan
Oksomemazin.
6. Senyawa lain-lain yaitu : Dimentinden, Mehidrolin, dan Astemizol.
b. Mekanisme kerja
Menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk
mengobati reaksi hipersitivitas atau keaadaan lain yang disertai
pengelepasan histamin endogen berlebihan.
c. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsopsi secara baik.
Efeknya timbul 15-30 menit dan minimal 1-2 jam. Lama kerja AH1
setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam. Untuk golongan
klorsiklizir 8-12 jam, Difenhidramin yang diberikan secara oral akan
mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam
berikutnya . Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru. Tempat utama
biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan
ginjal. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam
bentuk metabolitnya.
d. Farmakodinamik
Yang memblock reseptor H1, dengan efek terhadap penciutan bronchi,
usus, dan Rahim, terhadap ujung saraf (vasodilatasi, naiknya
permeabilitas).
e. Interaksi
Diphenhydramine menghalangi CYTOCHROME P450 ISOENZYME
CYP2D6 yang bertanggung jawab untuk metabolisme beberapa beta
blockers termasuk mctropolol dan antidepressant venlafaxine.
f. Efek toksik
Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat
sebagai obat persediaan rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi
karena kecelakaan sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh
diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak-anak.
B. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H2 (Penghambat Asma)
Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap
sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksi uterus tikus
dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos, pembuluh darah
mempuntai kedua reseptor yaitu H1 dan H2.

Sejak tahun 1978 di Amerika telah diteliti peran potensial H2


cemiditidiane untuk penyakit kulit. Pada tahun 1983, ranitidine ditemukan
pula sebagai anthistamin H2. Baik simetidine dan ranitidinediberikan
dalam bentuk oral untuk mengobati penyakit kulit.

Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dangan histamin.


Simetidin mengandyng komponen imidazole, dan ranitidine mengandung
komponen aminomethylfuran moiety.

a. Farmakodinamik
Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif
dan reversible. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan
lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidine sekresi cairan
lambung dihambat.
b. Farmakokinetik
Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengansetelah
pemberian IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan.
Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sewkitar 2
jam. Biovabilitas ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan
meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa
paruh ranitidine juga memanjang juga memanjang meskipun tidak sebesar
pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 setelah
penggunaan 150 mg ranitidine secara oral, dan yang terikat protein plasma
hanya 15% sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari
yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin.
Mekanisme aksi

Walaupun simetidin dan ranitidine berfungsi sama yaitu menghambat


reseptor H2, namun ranitidin lebih poten. Simetidin juga menghambat histamin N-
metil transfermase, suatu enzim yang berperan dalam degrasih histamin. Tidak
seperti ranitidine, simetidin menunjukan aktifitas anti androgen, suatu efek yang
diketahui tidak berhubungna dengan kemampuan menghambat H2. Simetidin
tampak menguatkan sistem imun dengan menghambat aktifitas sel T superesor.
Hal ini disebabkan blockade reseptor H2 yang dapat dilihat dari supresor limfosit
T. imunitas humoral dan sel dapat dipengaruhi.

2.3 Indikasi Histamin


Penggunaan obat-obatan golongan antihistamin banyak dipakai oleh para
pasien atau konsumen yang memiliki gejala alergi seperti demam, urtikaria, gatal-
gatal, dan ruam kulit. Orang-orang yang memiliki masalah gejala alergi akibat flu
seperti hidung tersumbat, bersin-bersin, dan batuk juga diperbolehkan
menggunakan obat antihistamin.

Obat-obatan dari golongan antihistamin juga bisa dipakai oleh orang yang
digigit serangga, rinitis alergi, rinitis vasomotor, pruritus, asietas, konjungtivitis,
dan migrain. Golongan antihistamin dalam bentuk sediaan topikal bisa digunakan
pada mata, hidung atau kulit yang mengalami reaksi alergi.

Pengonsumsian obat antihistamin seperti siklisin, sinarisin, dan prometasin


teoklat juga bisa digunakan untuk meredakan gejala alergi berupa mual dan
muntah. Orang yang mengalami insomnia bisa menggunakan antihistamin
tertentu.

2.4 Kontra Indikasi Histamin


Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H1
secara topikal golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat
obat lain yang mempunyai struktur yang mirip (aminophyline). Efek sedasi akan
meningkat bila antihistamin H1 diberikan bersama dengan obat anti depresan atau
alkohol. Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari
epinephrine. Efek antikolinergik dari antihistamin akan menjadi lebih berat dan
lebih lama diberikan bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine,
furazolidone, isocarboxazid).1,4Golongan piperazine pada binatang percobaan
dapat menimbulkan efek teratogenik.

2.5 Efek Samping Histamin


Antihistamin yang dibagi dalam antihistamin generasi pertama dan
antihistamin generasi kedua, pada dasarnya mempunyai daya penyembuh yang
sama terhadap gejala-gejala alergi. Yang berbeda adalah antihistamin klasik
mempunyai efek samping sedatif. Efek sedatif ini diakibatkan oleh karena
antihistamin klasik dapat menembus sawar darah otak (blood brain barrier)
sehingga dapat menempel pada reseptor H1di sel-sel otak. Dengan tiadanya
histamin yang menempel di reseptor H1sel otak, kewaspadaan menurun sehingga
timbul rasa mengantuk. Sebaliknya, antihistamin generasi kedua sulit menembus
sawar darah otak sehingga reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek
sedatif tidak terjadi. Oleh karena itulah antihistamin generasi kedua disebut juga
antihistamin non-sedatif. Badan yang mengawasi peredaran obat di Amerika
(FDA) pada tahun 1997 mencabut peredaran terfenadine karena timbulnya
aritmia, takikardia ventrikular, pemanjangan interval QT. Aritmia ini dapat
menimbulkan pingsan dan kematian mendadak karena gangguan jantung.
Pemilihan obat antihistamin yang ideal harus memenuhi kriteria sebagai berikut
yaitu keamanan, kualitas hidup, pemberian mudah dengan absorpsi cepat, kerja
cepat tanpa efek samping dan mempunyai aktifitas antialergi.

Contoh obat : Sominal Diphenhydramine HCl (Lampiran 1)

Dosis

Dosis setiap orang pasti berbeda-beda. Pastikan untuk selalu berkonsultasi dengan
dokter sebelum mengonsumsi obat Oral Kondisi Alergi Terapi
dan Pencegahan Mabuk Perjalanan.

Dewasa: 25-50 mg 3-4 kali sehari. Untuk mencegah mabuk dalam perjalanan,
berikan 30 menit sebelum melakukan perjalanan. Maks: 300 mg setiap hari.
Anak: usia 2 hingga kurang dari 6 tahun 6,25 mg 4-6 jam; 6-12 tahun 12,5-25 mg
4-6 jam. Untuk mencegah mabuk dalam perjalanan, dibutuhkan 30 menit sebelum
melakukan perjalanan.

Penyakit Parkinson

Dewasa: Awalnya diberikan, 25 mg tiga kali sehari, lalu dapat dinaikkan sampai
50 mg 4 kali sehari jika dibutuhkan.

Terapi Insomnia Jangka Pendek

Dewasa: 50 mg dalam 30 menit sebelum tidur jika diperlukan.

Parenteral

Kondisi Alergi, Terapi dan Pencegahan Mabuk Perjalanan

Dewasa: Sebagai 1% atau 5% soln: 10-50 mg dengan injeksi IM dalam atau IV,
hingga 100 mg jika diperlukan. Max: 400 mg per/hari.

Anak: 5 mg/kg sehari dalam 4 dosis terbagi menjadi suntikan IM dalam atau IV.
Maks: 300 mg per/hari.

Penyakit Parkinson

Dewasa: Sebagai 1% atau 5% soln: 10-50 mg dengan injeksi IM atau IV dalam,


hingga 100 mg jika diperlukan. Max: 400 mg per/hari.

Gangguan Kulit Pruritus

Topikal/kulit

Dewasa: Sebagai 1% atau 2% krim/gel/soln/stick: Oleskan ke bagian yang


terpapar hingga 3-4 kali sehari.

Anak: Lebih dari 2 tahun sama dengan dosis dewasa


BAB III

IMPLIKASI KEPERAWATAN PEMBERIAN OBAT GOLONGAN HISTAMIN


3.1 Pengkajian Keperawatan
3.1.1 Identitas keperawatan

3.1.2 Keluhan utama

Biasanya pasien memngeluh gatal, rambut erontok.

3.1.3 Riwayat Kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menganggulanginya.

b. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau


penyakit kulit lainnya.

c. Riwayat penyakit keluarga

Apakah terdapat keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kult lainnya.

d. Riwayat psikososial

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan, apakah sedang


mengalami stress.

e. Riwayat pemakaian obat

apakah pasien pernah menggunakan obatan obatan atau pernakah pasien tidak
tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

3.1.4 Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi dan penanganan kesehatan

tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah


pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut
mengganggu aktivitas pasien.

b. Pola Nutrisi dan Metabolisme

1. tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari- hari klien ( pagi, siang dan
malam)

2. tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan
atau alergi

3. tanyakan apakah klien menglami gangguan dalam menelan

4. tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah- buahan dan sayur- sayuran
yang mengandung vitamin antioksidant

c. Pola eliminasi

1. tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB , warna dan karateristiknya.

2. Berapa kali miksi dalam sehari, karateristik urin dan defekasi

3. Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat
bantu untuk miksi dan defekasi.

d. Pola Aktivitas/ olahraga

1. perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.

2. kekuatan otot : Biasanya klien tidak masalah dengan kekuatan ototnya karena
yang terganggu adalah kulitnya

3. keluhan beraktivitas : kaji keluhan klien klien saat beraktivitas

e. Pola Istirahat/ Tidur

kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kulitas tidur pasien

masalah pola tidur : tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang


berhubungan dengan gangguan kulit
baagaimana perasaan klien setelah bagun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?

f. Pola Kognitif/ persepsi

kaji status mental klien

kaji kemampuan berkomunikasi dan kemanapun klien dalam memahami


sesuatu

kaji tingkat anxietas klien berdasaekan ekspresi wajah, nada bicara klien
penyebab kecemasan klien

kaji penglihatan dan pendengaran klien.

kaji apakah klien mengalami vertigo

kaji nyeri : gejalanya yaitu timbulgatal-gatal atau bercak merah pada kulit.

g. Pola persepsi dan konsep diri


 tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah
gambaran dirinya
 tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut
 apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h. Pola peran hubungan
 tanyakan apa pekerjaan pasien
 tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien
seperti: pasangan, teman.
 tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan pera!
atan penyakit klien
i. pola seksualitas reproduksi
 tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
 tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan
terkait dengan menopause
 tanyakan apakah klien mengalami kesulitan perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
j. pola koping-toleransi stress
 tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS
(financial atau perawatan diri)
 Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien
mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien). apakah
ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering
berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
k. pola keyakinan nilai
 tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan
dalam beragama sertaseberapa taat klien menjalankan ajaran
agamanya. Orang yang dekat kepada tuhannya lebih berfikiran
positif.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
2. Gangguan pola tidur berhungan dengan pruritus

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA NIC NOC
. KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Lakukan teknik aseptic
berhubungan keperawatan diharapkan dan antiseptic dalam
dengan penurunan tidak terjadi infeksi melakukan tindakan
imunitas dengan kriteria hasil: pada pasien
hasil pengukuran tanda Ukur tanda vital tiap 4-6
vital dalam batas jam.
normal. Observasi adanya tanda-
RR : 16-20 x/menit tanda infeksi.
N : 70-82 x/menit Batasi jumlah
T : 37,7ºC pengunjung.
TD : 120/85 mmHg Kolaborasi dengan ahli
Tidak ditemukan tanda- gizi untuk pemberian
tanda infeksi (kalor,
diet TKTP.
dolor, rubor, tumor,
infusiolesa. Libatkan peran serta
Hasil pemeriksaan
keluarga dalam
laborat dalam  batas
normal Leukosit darah : memberikan bantuan
5000 – 10.000/mm³
pada klien.
Kolaborasi dengan
dokter dalam terapi obat.
2. Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan Menjaga kulit agar selalu
tidur berhungan keperawatan diharapkan lembab.
dengan pruritus klien bisa istirahat tanpa Determinasi efek-efek
adanya pruritus dengan medikasi terhadap pola
kriteria hasil: tidur.
Mencapai tidur yang Jelaskan pentingnya
nyenyak. tidur yang adekuat.
Melaporkan gatal Fasilitasi untuk
mereda mempertahankan
Mengenali tindakan. aktifitas sebelum tidur.
untuk meningkatkan Ciptakan lingkungan
tidur yang nyaman.
Mempertahankan kondisi Kolaborasi dengan
lingkungan yang tepat. dokter dalam pemberian
obat tidur.
BAB IV

PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Histamin (suatu autacoid atau hormon lokal) adalah suatu amin nabati
(bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk
normal dari pertukaran zat histidin melalui dekaboksilasi enzimatis.

Aktifitas terpenting histamine adalah:

a. Kontraksi otot polos broncki, usus dan Rahim


b. Vaso dilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah
c. Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein, dengan akibat
udema dan pengembangan mukosa.
d. Hipersekresi air mata, ludah, dahak dan asam lambung

Penggunaan obat-obatan golongan antihistamin banyak dipakai oleh para


pasien atau konsumen yang memiliki gejala alergi seperti demam, urtikaria, gatal-
gatal, dan ruam kulit.

4.2 SARAN
Dengan selesai makalah kami mengenai histamin dan anti alergi ini para
perawat bisa memahaminya dan diterapkan didunia keperawatan lalu bisa juga
memberikan pemahaman dengan tenaga kesehatan. Harapan penulis makalah ini
bisa bermanfaat khususnya bagi perawat.

DAFTAR PUSTAKA
Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.

https://books.google.co.id/books?
id=BftFTitO30AC&printsec=frontcover&dq=buku+farmakologi&hl=id&sa=X&v
ed=0ahUKEwiJ-M-
R88XkAhVKIbcAHe3gAx4Q6AEIKDAA#v=onepage&q=buku
%20farmakologi&f=false

https://media.neliti.com/media/publications/98893-ID-kajian-reversibilitas-
interaksi-marmin-t.pdf

Ganiswarna. S. A. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.332

Katzum, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba


Medika:Jakarta
Sominal Diphenhydramine HCl (Gambar 1)

Anda mungkin juga menyukai