RHINITIS ALERGI
Disusun oleh :
PEMBIMBING:
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya yang
senantiasa menyertai penulis sehingga penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam tidak lupa pula penulis sampaikan kepada utusan-Nya, Nabi
Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafa’at Beliau di akhirat nanti.
Aamiin Aamiin yaa Rabbal’Alamiin. Dengan selesainya penulisan makalah ini
yang berjudul “Rhinitis Alergi” yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Lia
Restimulia, Sp.THT-KL selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, baik
dari segi struktur dan isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan penulisan makalah di kemudian hari. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan
bagi penulisan ilmiah.
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Penguji
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Definisi Rhinitis Alergi ................................................................... 3
2.2 Epidemiologi .................................................................................... 3
2.2.1 Global ...................................................................................... 3
2.2.2 Indonesia ................................................................................. 3
2.3 Klasifikasi ........................................................................................ 4
2.4 Etiologi ............................................................................................. 4
2.5 Patofisioloigi .................................................................................... 6
2.6 Diagnosis .......................................................................................... 8
2.6.1 Anamnesis ............................................................................... 8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................... 9
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 10
2.7 Diagnosa Banding ............................................................................ 11
2.8 Tatalaksana....................................................................................... 11
2.9 Komplikasi ....................................................................................... 14
2.10 Edukasi dan Prognosis ..................................................................... 14
BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 16
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Cara Masuk Alergen ................................................................. 5
Gambar 2.2 Patofisiologi Alergi.................................................................... 8
Gambar 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Rhinitis Alergi ............................. 13
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan Rhinitis Alergi serta untuk melengkapi
tugas di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan penulis serta
pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami dan mengenal tentang
Rhinitis Alergi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Hasan Sadikin sebanyak 38.2% dan sekitar 64.6% pasien rhinitis alergi tersebut
berada pada rentang usia 10-29 tahun dan sekitar 45.1% berprofesi sebagai pelajar
(Fauzi et al, 2015).
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan terdapatnya gejala (Huriyati E. & Hafiz A.,
2011) :
1. Intermitten, bila gejala terdapat:
• Kurang dari 4 hari per minggu
• Atau bila kurang dari 4 minggu
2. Persisten, bila gejala terdapat:
• Lebih dari 4 hari per minggu
• Dan bila lebih dari 4 minggu
Berdasarkan beratnya gejala (Huriyati E. & Hafiz A., 2011):
1. Ringan, jika tidak terdapat salah satu dari gangguan sebagai berikut :
• Gangguan tidur
• Gangguan aktivitas harian
• Gangguan pekerjaan atau sekolah
2. Sedang-berat, bila didapatkan salah satu atau lebih gejala-gejala tersebut
diatas.
2.4 Etiologi
Rhinitis Alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi
genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik sangat berperan pada
ekspresi rinitis alergi. Penyebab alergi rinitis tersering adalah alergen inhalan pada
dewasa dan anak-anak. Pada anak-anak yang mengalami gejala alergi lain, seperti
urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab alergi rinitis dapat berbeda
tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa
alergen. Alergen yang menyebabkan alergi rinitis makan biasanya berupa serbuk
sari atau jamur. Alergi rinitis perenial (sepanjang tahun), yaitu debu tungau,
terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan
5
a. Primer respon
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi bertahan menjadi respon sekunder.
b. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan
kemungkinan adalah imunitas seluler atau humoral atau keduanya
dibangkitkan.Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag
masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi
berlangsung menjadi respon tersier .
c. Respon lebih tersier
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
2.5 Patofisiologi
Menurut Irawati et al. (2012), Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi
yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi
terdiri dari 2 fase yaitu reaksi alergi fase langsung atau reaksi reaksi fase cepat
(RAFC) yangberlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya
dan reaksi alergi fase akhir atau reaksi reaksi fase lambat (RAFL) yang berlangsung
2-4 jam dengan puncak 6 -8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell / APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah antigen
akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA
kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histo kompatibilitas
Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel
penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan
Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan
7
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan terus berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini dengan penambahan jenis dan
jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di
mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte
Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret
hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiper responsiapa hidung adalah akibat
perang dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic
Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP),
dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),
iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala spertiasap rokok, bau yang
merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
Gejala-gejala rinitis alergi yang perlu ditanyakan adalah diantaranya adanya rinore
(cairan hidung yang bening encer), bersin berulang dengan frekuensi lebih dari 5
kali setiap kali serangan, hidung tersumbat baik menetap atau hilang timbul, rasa
gatal di hidung, telinga atau daerah langit-langit, mata gatal, berair atau kemerahan,
hiposmia atau anosmia (penurunan atau hilangnya ketajaman penciuman) dan batuk
kronik. Ditanyakan juga apakah ada variasi diurnal (serangan yang memburuk pada
pagi hari sampai siang hari dan membaik saat malam hari). Frekuensi serangan dan
pengaruh terhadap kualitas hidup perlu ditanyakan. Manifestasi penyakit alergi lain
sebelum atau bersamaan dengan rinitis, riwayat atopi di keluarga, faktor pemicu
timbulnya gejala, riwayat pengobatan dan hasilnya adalah faktor-faktor yang tidak
boleh terlupakan (Huriyati E. & Hafiz A., 2011).
Gejala yang sering dikeluhkan pasien dengan rhinitis alergi antara lain, bersin,
rasa gatal pada hidung, gatal pada mata, gatal pada telinga dan langit-langit mulut
serta hidung yang terasa menyumbat. Dugaan adanya rhinitis alergi akan semakin
besar jika pada pasien terdapat dua atau lebih dari gejala yang ada dan keluhan
berlangsung lebih dari satu jam serta terjadi hampir setiap hari (Min Y.G., 2010).
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa
inferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila
fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap
di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi
hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak
menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini
disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah,
yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit
yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies
adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone
appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran
peta (geographic tongue) (Irawati et al. 2012).
10
bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
• Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat
dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah
pembentukkan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode
imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.
2.9 Komplikasi
Menurut Irawati et al. (2012), komplikasi rhinitis alergi sebagai berikut :
• Polip Hidung
Beberapa penelitian mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah
satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip
hidup.
• Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak
• Sinusitis paranasal
2.10 Edukasi dan Prognosis
Edukasi terkait rhinitis alergi kepada pasien adalah dengan cara mengenali dan
menghindari alergen pencetus, alergen yang bersifat nonspesifik. Karena alergen
yang paling banyak menimbulkan rhinitis alergi adalah tungau debu rumah maka
upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan membersihkan seluruh
perlengkapan rumah dengan air bersuhu 60° C. Aspek edukasi lainnya adalah
terkait pengobatan rhinitis alergi. Pasien harus berobat secara teratur dan kontrol
rutin setiap 2-4 minggu untuk dapat dievaluasi respon terapinya sehingga dokter
dapat menentukan apakah diperlukan step up atau step down. Prognosis rhinitis
alergi cenderung baik karena jarang menyebabkan mortalitas tetapi penyakit ini
memiliki risiko komplikasi dan komorbid yang cukup tinggi, serta penurunan
kualitas hidup (Brozek, 2017), (Min Y.G., 2010).
BAB III
KESIMPULAN
Rhinitis alergi adalah kumpulan gejala akibat peradangan yang terjadi di rongga
hidung yang diperantarai oleh immunoglobulin E (IgE) akibat paparan terhadap
suatu alergen. Anamnesis penting untuk menentukan tingkat keparahan penyakit
dan frekuensi gejala. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda-tanda
rhinitis alergi seperti nasal crease, sekret hidung, deviasi septum, serta manifestasi
rhinitis alergi pada hidung, mata, dan orofaring. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan berupa skin test dan pemeriksaan kadar IgE. Tatalaksana yang diberikan
yaitu, medikamentosa, operatif, imunoterapi, dan edukasi.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Adelien and Puspa, Z., 2018, ‘Pemeriksaan Eosinofil Kerokan Mukosa Hidung
pada Penderita Rinitis Alergi’, JK UNILA, vol. 2, no. 2, pp. 151-156.
Brozek JL. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) guidelines-2016
revision. 2017.
Fauzi, Sudiro, M., Lestari, B. W., 2015, ‘Prevalence of Allergic Rhinitis based on
World Health Organization ( ARIA-WHO ) questionnaire among Batch
2010 Students of the Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran’. Althea
Medical Journal, vol. 2, no. 4, pp. 620-625.
Huriyati E. & Hafiz A., 2011, ‘Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang
Disertai Asma Bronkial’, Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, pp. 1-14.
Husni, T., Yusni, Fadhila, 2018, ‘Perbandingan Kadar Immunoglobulin E Serum
Pada Pasien Rinitis Alergi Dengan Faktor Risiko Genetik’, Journal of
Medical Science, vol. 1, no. 1, pp 55-60.
Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2012. ‘Rhinitis Alergi dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher’ .Edisi ketujuh. Jakarta:
FKUI