Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Alhamdullah puji syukur kepada Allah S.A.W karena berkat ramhat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Salawat serta salam marilah selalu kita hadiahkan kepada baginda rasul Muhammad S.A.W yang telah mengajari kita nikmatnya islam dan ilmu pengetahuan. Makalah ini di buat untuk memenuhi tuntutan tugas dari mata kuliah keperawatan dewasa III pada smester 5. Judul dari makalah ini adalah Laringitis. Terimakasih sebesar besarnya kami ucapkan kepada dosen keperawatan dewasa III dan kepada teman-teman kelompok 5 serta teman teman angkatan 2009 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Andalas atas kontribusinya dalam membuat makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam menggapai tujuan materi ataupun konsepnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat di harapkan dari pembaca.

Padang,

September 2012

Tim Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik.Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan karena kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus.

Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara akan mengalami proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak. Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa sedangkan pada anakanak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun.

2.

Tujuan 1. Untuk mengetahui landasan teoritis laringitis 2. Untuk mengetahui landasan teoritis asuhan keperawatan laringitis

BAB II PEMBAHASAN

1. 1.

LANDASAN TEORITIS PENYAKIT Definisi Penyakit 1. Laringitis adalah inflamasi laring (ensiklopedia keperawatan). 2. Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea). Di dalam kotak suara terdapat pita suaradua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan (http://www.sehatgroup.web.id/). Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara akan meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara yang lewat melalui celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak. Pada beberapa kasus laringitis, suara akan menjadi sangat lemah sehingga tidak terdengar. (http://www.sehatgroup.web.id/) Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama (kronis) lebih dari 3 minggu. Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi dan peradagnan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius. (http://www.news-medical.net/)

3.

Anatomi Laring

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Berikut ini akan ditampilkan laring secara anatomi.

Gambar 1.1 Anatomi Laring

Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalapsi pada leher depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk piramid bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan prosessus muskularis lateralis. Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari korda vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan yang ditelan kesamping

jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua pasang kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni kartilago kornikulata dan kuneiformis.

Gambar 1.2 Anatomi Laring

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik. Otot ekstinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid) yang berfungsi menarik laring ke atas. otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis. Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri laringeus superior dan ateri laringeus inferior yang kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. (Cohen JL 1997,369-76)

4.

Fisiologi Laring

Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang

secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu, laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada. (Cohen JL 1997,369-76)

5.

Etiologi Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya mengenai pita suara. Sebagian besar kasus laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus atau regangan vokal dan tidak serius. Tapi suara serak kadang-kadang merupakan tanda yang lebih serius dari kondisi medis yang mendasari. Sebagian besar kasus laringitis berakhir kurang dari beberapa minggu dan disebabkan cuaca dingin. Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya common cold). Laringitis juga bisa menyertai bronkitis, pneumonia, influenza, pertusis, campak dan difteri. (Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, 2003,190 200)

1.

Laringitis Akut Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi virus. Infeksi bakteri seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi. Laringitis akut dapat juga terjadi saat anda menderita suatu penyakit atau setelah anda sembuh dari suatu penyakit, seperti selesma, flu atau radang paru-paru (pneumonia). (http://www.klinikindonesia.com/)

1.

Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3),

rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca Pemakaian suara yang berlebihan Trauma Bahan kimia Merokok dan minum-minum alkohol Alergi

Gambar 1.3 Laringitis Akut

8.

Laringitis Kronik Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak merokok atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD). Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu. Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring. (Abdurrahman MH, 2006,13-20) Laringitis Kronis Spesifik

Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis luetika. 1. Laringitis tuberkulosis Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama. Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu : 1. Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus 2. Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri. 3. Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan. 4. Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik. 5. Laringitis luetika Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak nyeri tetapi menjalar cepat

Gambar 1. 4 Laringitis Kronik

Tabel. 1 Perbedaan Laringitis Akut dan Kronik laringitis akut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Rhinovirus Parainfluenza virus Adenovirus Virus mumps Varisella zooster virus Penggunaan asma inhaler Penggunaan suara berlebih dalam pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka umum Mengajar 8. 9. 10. 11. Alergi Streptococcus grup A Moraxella catarrhalis Gastroesophageal refJluks 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Laringitis kronis Infeksi bakteri Infeksi tuberkulosis Sifilis Leprae Virus Jamur Actinomycosis Penggunaan suara berlebih Alergi Faktor lingkungan seperti asap, debu Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis 23. 24. Alkohol Gatroesophageal refluks

25.

Patofisiologi

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi

tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh. (Elizabeth J. Corwin 2000 , 432)

WOC

26. 1.

Manifestasi Klinis Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana tOerjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).

2. 3. 4. 5. 6.

Sesak nafas dan stridor Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara. Gejala radang umum seperti demam, malaise Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.

7.

Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .

8.

Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru

9.

Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak. (http://www.news-medical.net/) 1. Laringitis Akut Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau sampai afoni, nyeri ketika menelan atau berbicara, rasa kering ditenggorokan, batuk kering yang kelamaan disertau dahak kental, gejala sumbatan laring sampai sianosis.

Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bahwa pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang akut dihitung sinus peranasak, atau paru. 2. Laringitis Kronik Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering mendehem tanpa sekret. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis. Tidak rata, dan menebal. Bila tumor dapat dilakukan biopsi. (www.blogsehat.com) 3. Laringitis tuberkulosis Terdapat gejala demam, keringat malam, penurunan berat badan, rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring, suara parau beriminggu-minggu dan pada stadium lanjut dapat afoni, bentuk produktif, gemoptisis, nyeri menelan yang lebih hebat bila gejala-gejala proses aktif pada paru. Dapat timbul sumbatan jalan napas karena edema: tumberkuloma, atau paralysis pita suara. Sesuai dengan stadium dari penyakit, pada laringoskop akan terlihat: 1. Stadium infiltrasi

Mukosa laring membengkak, hiperemis (bagian posterior), dan pucar. Terbentuk tuberkel di daerah submukosa, tampak sebagai bintik-bintik kebiruan. Tuberkel membesar, menyatu sehingga mukosa di atasnya meregang. Bila pecah akan timbul ulkus. 2. Stadium ulserasi Ulkus membesar, dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan terasa. 3. Stadium perikondritis Ulkus makin dalam mengenai kartilago laring, kartilagi aritenoid, dan epiglottis/ terbentuk nanah yang berbau sampai terbentuk sekuester. Keadaan umum pasien sangat buruk, dapat fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik.

4. 1.

Pemeriksaan Penunjang Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.

2.

Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.

3.

Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.

Laringitis Akut Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada kasus yang lama atau sering residif.

Laringitis tuberkulosis Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam dari sputum atau bilasan lambung, foto toraks menunjukkan tanda proses spesifik baru, laringoskopi langsung/tak langsung, dan pemeriksaan PA. (Mansjoer, Arif.1999, 125) 4. Prognosis

Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan

udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik. (www.blogsehat.com)

5.

Penatalaksanaan Medis

Laringitis Akut Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, menambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya. Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu. Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring. Hindari iritasi pada laring dan faring. Untuk terapi mendikamentosa diberikan antibiotic penisilin anak 3 x 0 kg BB dan dewasa 3 x 500 mg. bila alergi dapat diganti eritromisin atau basitrasin. Dan diberikan kortikosteroid untuk mengatasi edema. Dipasang pipa endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.

Laringitis Kronik Diminta untuk tidak banyak bicara dan mengonati peradangan di hitung, faring, serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab. Diberikan antibiotik bila terdapat tanda infeksi dan ekspektoran. Untuk jangka pendek dapat diberikan steroid. Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus

ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.

Laringitis Tuberkulosis Pengobatan dengan mengistirahatkan pita suara dan dengan pemberian obat anti nyeri biasanya telah mencukupi. Pemberian obat antituberkulosis primer dan skunder. Pada infeksi bakteri, antibiotik yang tepat harus diberikan.Trakeostomi bila timbul sumbatan jalan napas. (Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, 2003)

2.2 LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

1. Pengkajian Identitas Klien 1. Pasien (diisi lengkap): nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS. 2. Penanggung Jawab (diisi lengkap) : (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, pekerjaan, alamat)

3.

Pengkajian Riwayat Kesehatan 1. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit). Kaji apakah klien demam, tidak enak badan, kesulitan menelan, sakit tenggorokan, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, kesulitan bernapas (pada anak-anak), dan suara serak/hilang.

2.

Riwayat kesehatan yang lalu Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada saluran tenggorokan dan pernah menjalani perawatan di RS.

3.

Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis.

4.

Pemeriksaan Fisik

5. 6. 7. 8.

Keadaan umum GCS Tanda Vital ( tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) Kesadaran

9.

Pengkajian 11 Fungsional Gordon

1. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan 1. Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit laringitis yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien? 2. 3. 4. Kaji apakah klien merokok atau minum alkohol? Apakah klien mengetahui tanda dan gejala penyakitnya? Apakah klien mengetahui penyebab penyakit laringitis?

5. Pola nutrisi metabolik 1. Tanyakan kepada klien bagaimana pola makan dan minumnya sebelum sakit dan setelah sakit? 2. 3. 4. 5. 6. Bagaimana jumlah asupan makanan dan minuman klien? Kaji apa makanan kesukaan klien? Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu. Apakah klien mengalami sulit menelan, sakit tenggorokan, anoreksia? Apakah makan dan minum klien berkurang karena sakit tenggorokan dan sakit saat menelan? 7. Pola eliminasi 1. Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami gangguan? 2. 3. 4. 5. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya? Apakah klien merasakan nyeri saat BAK dan BAB? Apakah penyakit ini mengganggu kenyamanan saat BAK dan BAB? Kaji kebiasaan dan volume urine

6. Pola aktivas latihan 1. Apakah aktivitas terganggu karena penyakit yang dihadapinya?

2. Pola istirahat tidur 1. 2. Kaji perubahan pola tidur klien, berapa lama klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, misalnya karena nyeri tenggorokan ?

3. Pola kognitif persepsi 1. Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan pada panca indra? 2. 3. Apakah klien mengalami serak atau hilang suaranya untuk berkomunikasi? Bagaimana kemampuan berkomunikasi, memahami serta berinteraksi klien terhadap orang lain? 4. Biasanya klien mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena suara yang parau atau bahkan hilang dan rasa nyeri di tenggorokan. 5. Pola persepsi diri dan konsep diri 6. Apakah klien merasa rendah diri karena penyakitnya, misalnya karena ketidakmampuan berkomunikasi dengan baik? 7. Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena takut kehilangan suaranya? 8. Pola peran hubugan 1. Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat sekitarnya? 2. Apa klien mengalami sulit bersosialisasi dengan orang lain karena kesulitan komunikasi yang dirasakannya? 3. Pola reproduksi dan seksualitas 1. Apakah ada pengaruh penyakit klien dengan seksualitasnya?

2. Pola koping dan toleransi stress 1. 2. 3. Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres? Kaji sumber pendukung klien disaat stres.

4. Pola nilai dan kepercayaan 1. 2. 3. Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Kaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

KASUS

Seorang pasien RS. M.jamil Padang bernama Nn.M berusia 35 tahun mengeluh suaranya hilang Nn.M ini sehari-hari bekerja sebagai penyanyi di klub. Awalnya Nn.M

merasa tenggorokannya kering, nyeri ketika menelan dan berbicara serta batuk kering yang lama-kelamaan batuknya berdahak kental, disertai demam yang sudah berlangsung sekitar 3 minggu. Nn.M mengeluh tidak nafsu makan karena sakit ketika menelan, dan Nn.M susah tidur karena rasa gatal ditenggorokan disertai batuk

Pengkajian Nama Usia Jenis kelamin Pekerjaan : Nn. M : 35 th : Perempuan : penyanyi

1.

Riwayat Penyakit sekarang Klien mengeluh tenggorokannya kering, nyeri ketika menelan dan berbicara serta batuk kering yang lama-kelamaan batuknya berdahak kental serta klien mengeluh suaranya hilang disertai demam.

2.

Riwayat kesehatan keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit ini sebelumnya

3.

Pemeriksaan penunjang Hasil pemeriksaan laringoskopi menunjukkan pita suara yang meradang merah dan bengkak. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis Keadaan umum : tampak sakit berat Tekanan Darah Frekuensi Nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan : 120/80 mmHg : 84x/menit : 35 x/menit : 380C : 45 kg

Pengkajian 11 fungsional gordon 1. Pola persepsi dan Manajemen kesehatan

Klien merasa mungkin penyakitnya disebabkan karena menyanyi berjam-jam setiap malam, dan didukung kebiasaannya merokok.klien hanya tahu suaranya hilang karena batuk dan tidak terlalu paham akan penyebab lebih rinci. 2. Pola nutrisi dan metabolik Klien mengeluh nafsu makannya berkurang karena sakit saat menelan,sebelum sakit klien makan normal 3x sehari, saat sakit klien makan 3x namun dengan porsi kecil,dan tidak habis. Klien tetap berusaha banyak minum walau sulit menelan. Minum klien kira-kira 67 gelas perhari. Klien mengalami penurunan berat badan dari 47 kg- 45 kg. 3. Pola eliminasi Pasien tidak mengalami gangguan dalam pola miksi dan defekasi. Klien tidak menggunakan alat bantu. Volume urin klien perhari sekitar 1000 ml .Volume urin normal
per hari adalah 900 1200 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zatzat diuretika (teh, alcohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi.

4.

Pola aktivitas-latihan Klien nyeri pada tenggorokan dan kehilangan suaranya, aktivitas menyanyi terhenti,dan aktivitas sehari-hari di rumah terbatas.

5.

Pola istirahat dan tidur Klien mengalami kesulitan dalam tidur, karena batuk dan nyeri yang dirasakan pada tenggorokan yang menyebabkan ketidak nyamanan klien saat tidur. Klien tidur 5jam saat malam hari, dan tidak dapat tidur pada siang hari.

6.

Pola konsep diri dan persepsi diri Klien mengalami kesulitan dalam berbicara karena gangguan suara yang dialami, mulai dari suara serak hingga hilangnya suara.

7.

Pola kognitif- perseptual Pasien mengalami kegelisahan karena sakit tengggorokan yang dirasakan, yang terkadang membuat hilangnya suara klien, keadaan umum klien lemah.

8.

Pola peran dan hubungan Klien mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, karena gangguan pita suara yang dialaminya, yang dalam kebanyakan kasus menyebabkan kehilangan suara sepenuhnya. Komunikasi klien dengan keluarga terhambat.

9.

Pola reproduksi- seksual Klien belum menikah dan tidak mengalami gangguan lainnya.

10.

Pola pertahanan diri dan toleransi stres

klien mengalami stres karena tidak dapat melakukan aktivitas dan tidak dapat berkomunikasi seperti biasanya. 11. Pola keyakinan dan nilai Aktivitas ibadah klien terganggu dan tidak ada pantangan agama dalam pengobatan klien.

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi 2. 3. 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat infeksi. Hipertermi berhubungan dengan infeksi bakteri Haemophilus Influenzae. Resiko terhadap ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral dan kenyamanan mulut.

NANDA Diagnosa nafas 1:Bersihan tidak

NOC jalan NOC : Bersihan jalan nafas 1. efektif tidak efektif (p. 493) Defenisi: untuk Ketidakmampuan jelas atau Airway

NIC management jalan

(Pengaturan napas) (p.95) Aktivitas :

berhubungan dengan sekresi berlebihan proses (p. 308) Defenisi : sekunder akibat

inflamasi

sekresi

penghalang pernafasan

dari

saluran 1. untuk

Buka jalan napas; dengan teknik chin lift atau jaw trust Posisikan posisi pasien pada yang

mempertahankan jalan napas untuk yang jelas 2.

Ketidakmampuan

sekresi jelas atau penghalang dari saluran pernafasan untuk mempertahankan jalan napas Hasil yang disarankan: yang jelas 1.

ventilasi

maksimal mengidentifikasi yang aktual / pasien

Status pernapasan:Jalan 3. napas paten

membutuhkan penyisipan

Batasan karakteristik: 1. 2. Sputum berlebih Tidak adanya batuk 1. 2.

Indikator : Batuk tidak muncul 4. Mengeluarkan sputum

potensi jalan nafas tunjukkan terapi fisik

dada yang cepat

3. 4. 5.

Kesulitan bersuara Kelebihan dahak Batuk yang tidak efektif

dari jalan napas

5.

keluarkan secret dengan mendorong suctioning batuk atau

6.

dorongan pernapasan

pelan, dalam,

pemutaran, dan batuk 7. instruksikan bagaimana

batuk yang efektif 8. dengarkan pernapasan suara

Gangguan rasa nyaman nyeri Kontrol nyeri p. 326 berhubungan dengan iritasi Indicator: Mengenali berhubungan Gunakan prefentif 3. yang 4. Gunakan langkah bantuan nonanalgesik Kenali tanda gejala nyeri 2. faktor yang 1. langkah

Pain

management

(Manajemen nyeri) p. 412 Aktivitas: Lakukan pengkajian nyeri secara termasuk karakteristik, komprehensif lokasi durasi,

laring sekunder akibat infeksi. 1. Defenisi: merasakan kurang, bantuan, dan kelebihan fisik, 2. psikospiritual, lingkungan dan dimensi social. Batasan karakteristik: 1. Gejala penyakit

frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi Observasi verbal ketidaknyamanan reaksi non dari

berhubungan 2. 3. Gangguan pola tidur Melaporkan ketidaknyamanan 4. Melaporkan gelisah

3.

Gunakan komunikasi untuk

teknik terapeutik mengetahui

pengalaman nyeri pasien 4. Kaji budaya yang

mempengaruhi nyeri 5.

respion

Determinasi akibat nyeri terhadap kualitas hidup

6.

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

menemukan dukungan 7. Control ruangan yang

dapat mempengaruhi nyeri 8. Kurangi factor presipitasi nyeri 9. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri 10. Ajarkan pasien untuk

memonitor nyeri 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk intervensi 12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 13. Evaluasi control nyeri 14. 15. Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan keefektifan menentukan

dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

16.

Monitor

penerimaan

pasien tentang manajemen nyeri

KESIMPULAN

Laringitis akut merupakan kelainan pada laring yakni peradangan akut pada laring yang biasanya kelanjutan dari penyakit rhinofaringitis atau common cold. Penyakit ini pada orang dewasa merupakan penyakit yang ringan saja namun tidak bagi penderita anak kurang dari 3 tahun. Hal ini dikarenakan pada anak dapat menimbulkan udem laring dan subglotis sehingga obstruksi jalan nafas yang sangat berbahaya dalam waktu beberapa jam saja penderita akan mengalami obstruksi total jalan nafas sementara itu pada orang dewasa tidak terjadi secepat pada anak. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca, pemakaian suara yang berlebihan, trauma, bahan kimia, merokok dan minum-minum alkohol dan alergi. Adapun gejala klinis yang sering kita temukan pada laringitis akut ini adalah suara parau bahkan sampai hilangnya suara atau afoni, sesak nafas bahkan stridor, nyeri tenggorokan, nyeri menelan dan berbicara, gejala common cold dan inflenza, dan pada pemeriksaan fisik kita akan menemukan mukasa laring yang hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru. Obstruksi jalan nafas akan ditemukan apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, dan pada pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak. Untuk penatalaksaan dari laringitis akut ini adalah pemberian antibiotik yang adekuat dan kortikosteroid. Umumnya penderita laringitis akut tidak perlu dirawat dirumah sakit namun ada indikasi dirawat di rumah sakit apabila penderitanya berumur kurang dari setahun, tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted, diagnosis penderita masih belum jelas dan perawatan dirumah kurang memadai. Prognosis untuk penderita laringitis akut ini

umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman MH, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Edisi ke2, Jakarta:FKUI,2003,931& Obat, Bandung:Mizan Media Utama,2006,13-20 Becker W, Nauman HH & Pfalt CR, Acute laryngitis in Ear nose and Throath Desease, New york, Thieme medical publisher:1994:414-15 Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta :EGC Cohen JL, Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES-Buku Ajar Penyakit THT.Edisi ke6.Jakarta:EGC,1997,369-76 Corwin, Elizabeth J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5, Jakarta:FKUI,2003,190 - 200 Jhon SD & Maves MD Surgical Anatomyof vthe Head and Neck. In Byron-Head and Neck surgery Otolaryngology.ed3.Vol I,USA.Wilkins Publisher,2001:9 Kumar S, Disease of the Larinx in Fundamental Of Ear, Nose, & throath Disease And HeadNeck Surgery, Calcutta,publisher Mohendra Nath Paul,1996:391-99 Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi-3, Jilid-1. Jakarta; Media Aesculapius. FKUI.

Anda mungkin juga menyukai