Anda di halaman 1dari 39

KIMIA MEDISINAL II

“Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Antihistamin”

OLEH

KELOMPOK V

Kelas/Semester : B/V Anggota :

1. Dwilyan F. Sila (164111042)


2. Fitriani Penu Moy (164111043)
3. Gradiana H. Abu (164111044)
4. Inri N. Bell (164111045)
5. Anastasya L. Lengari

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CITRA HUSADA MANDIRI

KUPANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya atas berkat dan tuntunan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Kimia
Medisinal II ini. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan
strukturaktivitas obat antihistamin.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Kupang, November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3.Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1.Histamin ............................................................................................................................. 3
2.2.Antihistamin ...................................................................................................................... 4
2.2.1.Antagonis-H1 ................................................................................................................. 5
2.2.2.Antagonis-H2 ...............................................................................................................27
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................35
3.1.Kesimpulan ......................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................36
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Kimia medisinal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
penemuan, pengembangan, identifikasi dan interpretasi cara kerja senyawa
aktif biologis (obat) pada tingkat molekul dan melibatkan studi identifikasi dan
sintesis produk metabolisme obat dan senyawa yang berhubungan. Hubungan
struktur aktivitas artinya menghubungkan struktur kimia dan aktivitas biologi
obat melalui sifat-sifat kimia fisika termasuk kelarutan obat dalam lemak
(lipofilik), derajat ionisasi (elektronik), dan ukuran molekul (sterik).
Hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas (HKSA) merupakan bagian
penting dalam rancangan obat, yang bertujuan untuk mendapatkan suatu obat
baru dengan aktivitas yang lebih besar, keselektifan yang lebih tinggi, toksisitas
atau efek samping sekecil mungkin dan kenyamanan yang lebih besar.
Histamin adalah zat kimia yang diproduksi oleh sel-sel di dalam tubuh
ketika mengalami reaksi alergi atau infeksi. Namun jika berlebihan, histamin
bisa menyebabkan masalah. Untuk mengobati tanda-tanda alergi akibat
histamin, maka dapat mengonsumsi obat antihistamin yang dijual bebas atau
yang diresepkan oleh dokter. Hubungan struktur aktivitas obat antihistamin
dipelajari dengan tujuan mendapatkan obat antihistamin baru dengan mutu
yang lebih baik.

1.2.RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
a. Apa yang dimaksud dengan histamin?
b. Apa yang dimaksud dengan antihistamin?
c. Bagaimana penggolongan antihistamin?
d. Bagaimana hubungan struktur dan aktivitas masing-masing antihistamin?

1
1.3.TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :
a. untuk mengetahui pengertian histamin;
b. untuk mengetahui pengertian antihistamin;
c. untuk mengetahui penggolongan antihistamin; dan
d. untuk mengetahui hubungan struktur dan aktivitas masing-masing
antihistamin.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.HISTAMIN
Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu
pada sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses
fisiologis tubuh. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada
kompleks heparin-protein dalam sel mast, sebagai hasil reaksi antigen-antibodi,
bila ada rangsangan senyawa alergen. Histamin cepat dimetabolisme melalui
reaksi oksidasi, N-metilasi, dan asetilasi. Sumber histamin dalam tubuh adalah
histidin yang mengalami dekarboksilasi menjadi histamin.

Histamin menimbulkan efek yang bervariasi pada beberapa organ. Efek


tersebut pada umumnya merupakan fenomena alergi dan pada keadaan tertentu
kadang-kadang menyebabkan syok anafilaksis yang dapat berakibat fatal.
Mediator reaksi hipersensitivitas adalah antibodi IgE yang terikat pada sel
sasaran, yaitu basofil, platelet, dan sel mast. Sel sasaran tersebut dapat
melepaskan mediator kimia, seperti histamin, faktor kemostatik eosinofil, slow
reacting substance (SRS), serotonin, bradikinin, heparin, dan asetilkolin.
Histamin adalah mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena alergi.
Penderita yang sensitif terhadap histamin atau mudah terkena alergi disebabkan
jumlah enzim-enzim yang dapat merusak histamin di tubuh, seperti histaminase
dan diamino oksidase, lebih rendah dari normal. Histamin tidak digunakan
untuk pengobatan, garam fosfatnya digunakan untuk mengetahui berkurangnya

3
sekresi asam lambung, untuk diagnosis karsinoma lambung dan untuk kontrol
positif pada uji alergi kulit.
Betazol.2 HCl adalah isomer histamin yang bersifat sebagai agonis
histamin. Penggunaannya sama dengan histamin fosfat dan efek samping yang
ditimbulkan lebih rendah.
Mekanisme kerja :
Histamin dapat menimbulkan efek bila berinteraksi dengan reseptor
histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3.
- Interaksi histamin dengan reseptor H1menyebabkan kontraksi otot polos
usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan meningkatkan
sekresi mukus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel.
Interaksi dengan reseptor H1juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga
permeabel terhadap cairan dan plasma protein, yang menyebabkan sembab,
pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis-H1.
- Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam
lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung disebabkan
penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi
asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini diblok oleh
antagonis-H2.
- Interaksi histamin dengan reseptor H3 menyebabkan terkontrolnya sintesis
dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Reseptor H3
terletak pada ujung saraf jaringan otak dan jaringan perifer. Efek yang
dihasilkan ini diblok oleh antagonis-H3.

2.2.ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
sisi reseptor H1, H2, dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi
antigenantibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin
yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah
produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara
bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.

4
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas, antihistamin dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu antagonis-H1, antagonis-H2, dan antagonis-H3.
- Antagonis-H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat
reaksi alergi.
- Antagonis-H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita tukak lambung.
- Antagonis-H3 sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih
dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan
sistem kardiovaskular, pengobatan alergi dan kelainan mental.

2.2.1.Antagonis-H1
Antagonis-H1 sering juga disebut antihistamin klasik atau
antihistamin-H1, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat
menghambat secara bersaing kerja histamin pada jaringan yang
mengandung reseptor H1. Di klinik digunakan untuk mengurangi gejala
alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung,
bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada
kulit, seperti pruritik, urtikaria, ekzem dan dermatitis. Selain itu,
antagonis-H1 juga digunakan sebagai antiemetik, antimabuk,
antiParkinson, antibatuk, sedatif, antipsikotik, dan anestesi setempat.
Efek samping antagonis-H1 antara lain mengantuk, kelemahan otot,
gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejang
dan sakit kepala.
Hubungan struktur dan aktivitas antagonis-H1 :
Struktur umum antihistamin yang memblok reseptor H1 adalah
sebagai berikut.

Ar = gugus aril, termasuk fenil, fenil tersubstitusi, dan heteroaril

5
Ar’ = gugus aril kedua
R dan R’ = gugus alkil
X = gugus isosterik, seperti O, N, dan CH
X = O, adalah turunan aminoalkil eter, senyawa
menimbulkan efek sedasi yang besar
X = N, adalah turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif
tetapi juga lebih toksik
X = CH, adalah turunan alkilamin, senyawa kurang aktif
tetapi toksisitasnya lebih rendah

a. Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan


hidrofob dengan reseptor H1. Monosubstitusi gugus yang
mempunyai efek induksi (-), seperti Cl atau Br, pada posisi para
gugus Ar atau Ar’ akan meningkatkan aktivitas, kemungkinan karena
dapat memperkuat ikatan hidrofob dengan reseptor.
b. Secara umum, untuk mencapai aktivitas optimal, atom N pada ujung
adalah amin tersier yang pada pH fisiologis bermuatan positif
sehingga dapat mengikat reseptor H1 melalui ikatan ion. N-dimetil
mempunyai aktivitas yang tinggi dan perpanjangan atom C akan
menurunkan aktivitas. Kadang-kadang atom N di ujung merupakan
bagian dari struktur heterosiklik, misalnya pada antazolin dan
klorsiklizin, dan senyawa masih menunjukkan aktivitas antihistamin
yang tinggi.
c. Kuarternerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu
menghasilkan senyawa yang kurang aktif.
d. Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktivitas antihistamin
optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antar pusat cincin aromatik
dan N alifatik = 5-6 Å, karena menyerupai jarak rantai samping
molekul histamin. Perpanjangan jumlah atom C atau adanya
percabangan pada rantai samping akan menurunkan aktivitas.
e. Faktor sterik juga mempengaruhi aktivitas antagonis-H1. Jarak 5-6 Å
di atas mudah dicapai bila gugus-gugus pada atom X dan N

6
membentuk konformasi trans, sehingga bentuk isomer trans lebih
aktif dibanding isomer cis. Meskipun demikian, di dalam larutan
antagonis-H1 tidak hanya terdapat dalam bentuk konformasi trans
saja tetapi juga dalam bentuk cis.
f. Untuk aktivitas antihistamin maksimal, kedua cincin aromatik pada
struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama. Analog
fluoren yang kedua cincinnya koplanar aktivitasnya seperseratus kali
dibanding aktivitas difenhidramin.

g. Pada turunan trisiklik yang poten, seperti fenotiazin, cincin A dan C


tidak terletak pada bidang yang sama dan cincin B terdapat dalam
bentuk perahu.

h. Feniramin, klorfeniramin dan karbinoksamin mempunyai


stereoselektivitas terhadap reseptor H1. Bentuk reseptor dekstro lebih
aktif dibanding bentuk levo. Dalam bentuk isomer tersebut
senyawasenyawa di atas mempunyai konfigurasi mutlak S.
i. Senyawa yang menunjukkan aktivitas antihistamin secara
stereoselektif, pusat asimetrik harus terletak pada atom C yang
mengikat gugus-gugus aromatik. Bila pusat asimetrik terletak pada

7
atom C di mana terikat gugus dimetilamino, aktivitasnya akan
hilang.
j. Struktur senyawa antagonis-H1dan senyawa pemblok kolinergik
mempunyai persamaan yang menarik sehingga antagonis-H1 dapat
menunjukkan aktivitas antikolinergik, sedang senyawa pemblok
kolinergik juga menunjukkan aktivitas antihistamin.
Secara umum antagonis-H1 dapat digunakan dalam bentuk
garamgaram HCl, sitrat, fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat,
untuk meningkatkan kelarutan dalam air.
Berdasarkan struktur kimianya antagonis-H1 dibagimenjadi enam
kelompok yaitu turunan ester aminoalkil, turunan etilendiamin, turunan
alkilamin, turunan piperazin, turunan fenotiazin dan turunan lain-lain.
1.Turunan Eter Aminoalkil
Struktur umum : Ar(Ar-CH2)CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3pada posisi para cincin
aromatik akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek
samping.
b. Pemasukan gugus CH3 pada posisi para cincin aromatik juga dapat
meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi orto akan
menghilangkan efek antagonis-H1 dan akan meningkatkan
aktivitas antikolinergik.
c. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas
antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur
mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok
kolinergik.

8
Gambar di atas merupakan contoh interaksi antara obat
difenhidramin dengan reseptor antagonis-H1.
Pada obat difenhidramin terdapat atom O dan N yang mana
kedua atom ini masing-masing memiliki elektron bebas, yakni O
memiliki 2 pasang elektron bebas dan N memiliki 1 pasang elektron
bebas. Dengan adanya elektron bebas ini, atom O maupun atom N
memiliki kemampuan untuk berikatan dengan atom lain yang bersifat
parsial positif. Sedangkan pada reseptor, antara atom N dengan atom
H, atom N lebih elektronegatif. Hal ini menyebabkan elektron ikatan
dari atom H cenderung ditarik ke atom N, sehingga atom H menjadi
parsial positif. Atom H yang parsial positif ini kemudian diikat oleh
atom O atau atom N sehingga membentuk ikatan hidrogen. Semakin
banyak ikatan hidrogen yang terbentuk maka ikatan antara obat-
reseptor tidak mudah untuk terdisosiasi.

Gambar di atas merupakan contoh interaksi antara obat


klordifenhidramin dengan reseptor antagonis-H1.

9
Sama seperti obat difenhidramin, pada obat klordifenhidramin
juga terdapat atom O dan N yang masing-masing memiliki elektron
bebas, yakni O memiliki 2 pasang elektron bebas dan N memiliki 1
pasang elektron bebas. Dengan demikian, atom O maupun atom N
memiliki kemampuan untuk berikatan dengan atom lain yang bersifat
parsial positif. Selain itu, pada obat klordifenhidramin terdapat gugus
Cl yang berikatan dengan atom C pada cincin aromatik. Antara atom
C dan Cl ini, atom Cl lebih elektronegatif sehingga elektron ikatan
dari atom C tertarik dan putus ke Cl; Cl menjadi (-) dan C menjadi
(+).
Sedangkan pada reseptor, antara atom N dengan atom H, atom
N lebih elektronegatif sehingga elektron ikatan dari atom H
cenderung ditarik ke atom N. Akibatnya atom H menjadi parsial
positif. Atom H yang parsial positif ini kemudian diikat oleh atom O
atau atom N sehingga membentuk ikatan hidrogen. Selain itu, antara
atom O dan atom C, terdapat beda keelektronegatifan yang cukup
besar, dimana atom O lebih elektronegatif dibanding C sehingga
elektron ikatan phi dari atom C tertarik dan putus ke O; O menjadi (-
) dan C menjadi (+).
Cl- dari obat klordifenhidramin kemudian berikatan dengan C+
dari reseptor, sedangkan C+ dari obat akan berikatan dengan O- dari
reseptor membentuk ikatan kovalen polar.
Perbedaan antara obat difenhidramin dan klordifenhidramin
terletak pada gugus Cl yang terletak pada posisi para cincin
aromatik; dimana difenhidramin tidak memiliki gugus Cl sedangkan
klordifenhidramin memiliki gugus Cl. Perbedaan ini menunjukkan
bahwa klordifenhidramin mempunyai gugus aktif yang lebih banyak
dibanding difenhidramin, sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas
klordifenhidramin lebih besar dibandingkan dengan difenhidramin.
Dilihat dari ikatan yang terbentu k, pada difenhidramin hanya
terbentuk ikatan hidrogen, sedangkan pada klordifenhidramin
terbentuk ikatan hidrogen dan ikatan kovalen polar. Ikatan kovalen

10
polar lebih kuat dibandingkan dengan ikatan hidrogen sehingga
klordifenhidramin kerjanya bisa lebih panjang dibanding
difenhidramin.
Turunan eter aminoalkil yang pertama kali digunakan sebagai
antagonis-H1 adalah difenhidramin. Studi hubungan kuantitatif
turunan difenhidramin oleh Kutter dan Hansch menunjukkan bahwa
sifat lipofilik dan sterik mempengaruhi aktivitas antihistamin dan
pengaruh sifat sterik lebih dominan dibanding sifat lipofilik.
Efek samping umum turunan aminoalkil eter tersier adalah
mengantuk. Efek samping pada saluran cerna relatif rendah.
Contoh : difenhidramin HCl, dimenhidrinat, karbinoksamin
maleat, klorfenoksamin HCl, klemastin fumarat dan piprinhidrinat.
Hubungan struktur aktivitas antagonis-H1 turunan eter
aminoalkil dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Struktur antagonis-H1 turunan eter aminoalkil
Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Difenhidramin (R = H) 25-50 mg 3 dd
Klorodifenhidramin (R = Cl)
Bromodifenhidramin (R = Br)
Metildifenhidramin (R = CH3)
Medrilamin (R = OCH3)
Dimenhidrinat 50 mg 4 dd
(R = H, garam 8-kloroteofilinat)

Klorfenoksamin (garam HCl) 1,5 % (krim)

Kabinoksamin (garam maleat) 4-8 mg 4 dd

11
Klemastin (garam fumarat) 1 mg 2 dd

Piprinhidrinat
(garam 8-kloroteofilinat) 3-6 mg 2 dd

Contoh :
a. Difenhidramin HCl (Benadryl), merupakan antihistamin kuat
yang mempunyai efek sedatif dan antikolinergik. Senyawa ini
digunakan untuk berbagai kondisi alergi, seperti pruritik, urtikaria,
ekzem, dermatitis atopik, rinitis, untuk antispasmodik
(antikolinergik), antiemetik dan obat batuk.
b. Dimenhidrinat (Dramamin, Antimo), adalah garam yang terbentuk
dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin. Dimenhidrinat digunakan
untuk antimabuk, diberikan 1,5 jam sebelum berpergian, dan
antimual pada wanita hamil. Efek farmakologis ini tidak
berhubungan dengan aktivitas antihistamin dari difenhidramin.
c. Karbinoksamin maleat (Clistin), mengandung satu atom C
asimetrik yang mengikat dua cincin aromatik. Bentuk yang aktif
adalah isomer levo dengan konfigurasi S karena dapat berinteraksi
secara serasi dengan reseptor H1. Karbinoksamin menimbulkan
efek sedasi yang lebih ringan dibanding difenhidramin.
d. Klorfenoksamin HCl (Systral), penyerapan dalam saluran cerna
rendah sehingga untuk memperoleh efek sistemik diperlukan
dosis cukup besar. Klorfenoksamin lebih sering digunakan secara
setempat untuk antipruritik dan antialergi. Obat ini juga
digunakan untuk analgesik karena mempunyai efek anestesi
setempat.

12
e. Klemastin fumarat (Tavegyl), merupakan antagonis-H1 kuat
dengan masa kerja panjang. Efek antikolinergik dan penekan
sistem saraf pusatnya kecil. Bentuk yang aktif adalah isomer
dekstro dengan pusat kiral yang membentuk konfigurasi R.
Klemastin digunakan untuk memperbaiki gejala pada alergi
rinitis, dermatosis, seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dermatitis
atau erupsi, dan sebagai antikolinergik.
f. Piprinhidrinat (Kolton), difenilpiralin 8-kloroteofilinat, digunakan
terutama untuk pengobatan rinitis, alergi konjungtivitis dan
demam karena alergi.

2.Turunan Etilendiamin
Struktur umum : Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis-H1dengan keefektifan yang cukup tinggi,
meskipun efek penekan sistem saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Contoh : tripelenamin HCl, antazolin HCl, mebhidrolin nafadisilat
dan bamipin HCl (Soventol).
Fenbenzamin (mepiramin) merupakan antagonis-H1 turunan
etilendiamin yang pertama kali digunakan dalam klinik. Penggantian
isosterik gugus fenil dengan gugus 2-piridil, seperti pada
tripelenamin, dapat meningkatkan aktivitas dan menurunkan
toksisitas. Pemasukan gugus metoksi pada posisi para gugus benzil
tripelenamin, seperti pada pirilamin, akan meningkatkan aktivitas
dan memperpanjang masa kerja obat.

13
(Gambar Reaksi Tripelenamin dengan Reseptor Antagonis-H1)

(Gambar Reaksi Pirilamin dengan Reseptor Antagonis-H1)

Perbedaan antara obat tripelenamin dan pirilamin terletak pada


gugus metoksi (-O-CH3) yang terletak pada posisi para cincin
aromatik; dimana tripelenamin tidak memiliki gugus metoksi
sedangkan pirilamin memiliki gugus metoksi. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa pirilamin mempunyai gugus aktif yang lebih
banyak dibanding tripelenamin, sehingga dapat dikatakan bahwa
aktivitas pirilamin lebih besar dibandingkan dengan tripelenamin.
Dilihat dari ikatan yang terbentuk, pada tripelenamin hanya terbentuk
ikatan hidrogen antara atom N dengan atom H, sedangkan pada
pirilamin terbentuk ikatan hidrogen antara atom N dengan atom H,
dan juga antara atom O dengan atom H. Semakin banyak ikatan
hidrogen yang terbentuk maka ikatan antara obat-reseptor tidak
mudah untuk terdisosiasi, sehingga pirilamin kerjanya bisa lebih
panjang dibanding tripelenamin.
Hubungan struktur antagonis-H1 turunan etilendiamin dapat
dilihat pada Tabel 2.

14
Tabel 2. Struktur antagonis-H1 turunan etilendiamin
Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Fenbenzamin

Tripelenamin (R = H) 50 mg 3 dd 3 % (krim)

Pirilamin (R = OCH3) 25-50 mg 3-4 dd

Antazolin 100 mg 3-4 dd

Bamipin 50 mg 3-4 dd

Mebhidrolin 50 mg 3 dd

Contoh :
a. Tripelenamin HCl (Azaron, Tripel), mempunyai efek antihistamin
sebanding difenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
Tripelenamin juga digunakan untuk pemakaian setempat karena
mempunyai efek anestesi setempat. Efektif untuk pengobatan
gejala alergi kulit, seperti pruritis dan urtikaria kronik.

15
b. Antazolin HCl (Antistine), mempunyai aktivitas antihistamin
lebih rendah dibanding turunan etilendiamin lain. Antalozin
mempunyai efek antikolinergik dan lebih banyak digunakan untuk
pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat
dua kali lebih besar dibanding prokain HCl.
c. Mebhidrolin nafadisilat (Incidal, Histapan), strukturnya
mengandung rantai samping aminopropil dalam sistem
heterosiklik karbolin dan bersifat kaku. Senyawa tidak
menimbulkan efek analgesik dan anestesi setempat. Mebhidrolin
digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal, seperti
dermatitis dan ekzem, konjungtivitis dan asma bronkial.

3.Turunan Alkilamin
Struktur umum : Ar(Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan)
cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah.
Contoh : feniramin maleat, bromfeniramin maleat,
klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat dan triprolidin HCl.

(Gambar Reaksi Feniramin dengan Reseptor Antagonis-H1)

16
(Gambar Reaksi Krorfeniramin dengan Reseptor Antagonis-H1)

Perbedaan antara obat feniramin dan klorfeniramin terletak


pada gugus Cl yang terletak pada posisi para cincin aromatik; dimana
feniramin tidak memiliki gugus Cl sedangkan klorfeniramin
memiliki gugus Cl. Perbedaan ini menunjukkan bahwa klorfeniramin
mempunyai gugus aktif yang lebih banyak dibanding feniramin,
sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas klorfeniramin lebih besar
dibandingkan dengan feniramin. Dilihat dari ikatan yang terbentuk,
pada feniramin hanya terbentuk ikatan hidrogen, sedangkan pada
klorfeniramin terbentuk ikatan hidrogen dan ikatan kovalen polar.
Ikatan kovalen polar lebih kuat dibandingkan dengan ikatan hidrogen
sehingga klorfeniramin kerjanya bisa lebih panjang dibanding
feniramin.
Hubungan struktur antagonis-H1 turunan alkilamin dapat
dilihat pada Tabel 3.

17
Tabel 3. Struktur antagonis-H1 turunan alkilamin
Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Feniramin (X = H) 25 mg 3 dd
Klorfeniramin (X = Cl) 4 mg 3-4 dd
Bromfeniramin (X = Br) 4 mg 3-4 dd
Deksklorfeniramin 2 mg 3-4 dd
(X = Cl, isomer d )

Dimetinden 2,5 mg 2 dd

Contoh :
a. Feniramin maleat (Avil), merupakan turunan alkilamin yang
mempunyai efek antihistamin-H1 terendah.
b. Klorfeniramin maleat (Chlor-Trimeton = C.T.M., Cohistan,
Pehachlor), merupakan antihistamin-H1 yang populer dan banyak
digunakan dalam sediaan kombinasi. Pemasukan gugus klor pada
posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan
aktivitas antihistamin. Klorfeniramin mempunyai aktivitas 20 kali
lebih besar dibanding feniramin dan batas keamanannya 50 kali
lebih besar dibanding tripelenamin.
Bromfeniramin maleat, mempunyai aktivitas sebanding dengan
klorfeniramin maleat.
Deksklorfeniramin maleat(Polaramine, Polamec), adalah isomer
dekstro klorfeniramin maleat mempunyai aktivitas yang lebih
besar dibanding campuran rasematnya.
c. Dimetinden maleat (Fenistil), aktif dalam bentuk isomer levo
digunakan untuk pengobatan pruritik dan berbagai bentuk alergi.

18
4.Turunan Piperazin
Turunan piperazin mempunyai efek antihistamin sedang,
dengan awal kerja lambat dan masa kerja panjang ± 9-24 jam.
Terutama digunakan untuk mencegah dan mengobati mual, muntah,
pusing serta untuk mengurangi gejala alergi seperti urtikaria.
Contoh : siklizin, buklizin, setirizin, sinarizin,
homoklorsiklizin, hidroksizin HCl dan oksatomid.

(Gambar Reaksi Homoklorsiklizin dengan Reseptor Antagonis-H1)

Pada obat homoklorsiklizin terdapat dua atom N yang


masingmasing memiliki 1 pasang elektron bebas. Dengan demikian,
atom N memiliki kemampuan untuk berikatan dengan atom lain yang
bersifat parsial positif. Selain itu, pada obat homoklorsiklizin
terdapat gugus Cl yang berikatan dengan atom C pada cincin
aromatik. Antara atom C dan Cl ini, atom Cl lebih elektronegatif
sehingga elektron ikatan dari atom C tertarik dan putus ke Cl; Cl
menjadi (-) dan C menjadi (+).
Sedangkan pada reseptor, antara atom N dengan atom H, atom
N lebih elektronegatif sehingga elektron ikatan dari atom H
cenderung ditarik ke atom N. Akibatnya atom H menjadi parsial
positif. Atom H yang parsial positif ini kemudian diikat oleh atom N
dari obat sehingga membentuk ikatan hidrogen. Selain itu, antara
atom O dan atom C, terdapat beda keelektronegatifan yang cukup

19
besar, dimana atom O lebih elektronegatif dibanding C sehingga
elektron ikatan phi dari atom C tertarik dan putus ke O; O menjadi (-
) dan C menjadi (+).
Cl- dari obat homoklorsiklizin kemudian berikatan dengan C+
dari reseptor, sedangkan C+ dari obat akan berikatan dengan O- dari
reseptor membentuk ikatan kovalen polar.
Dengan diikatnya reseptor antagonis-H1 oleh obat
homoklorsiklizin menyebabkan kerja dari reseptor menjadi
terhambat. Dengan demikian reaksi alergi pada pasien juga akan
terhenti.
Hubungan struktur antagonis-H1 turunan piperazin dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Struktur antagonis-H1 turunan piperazin

Struktur umum :

R1 R2 Nama Obat Dosis

H H Siklizin 50 mg 4-6 dd

Cl H Homoklorsiklizin 10-20 mg 3 dd

Cl Buklizin 50 mg 4-6 dd

H -CH2OCH2CH2OH Hidroksizin 25 mg 3 dd

H Oksatomid 30 mg 2 dd

20
Contoh :
a. Homoklorsiklizin (Homoclomin) mempunyai spektrum kerja luas,
merupakan antagonis yang kuat terhadap histamin, serotonin dan
asetilkolin, serta dapat memblok kerja bradikinin dan slow
reacting substance of anaphylaxis (SRS-A). Homoklorsiklizin
digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal seperti
pruritis, ekzem dermatitis dan erupsi, serta alergi rinitis.
b. Hidroksizin HCl (Iterax), dapat menekan aktivitasdaerah tertentu
subkortikal sistem saraf pusat sehingga digunakan untuk
memperbaiki gejala ketegangan dan kecemasan pada
psikoneurosis dan sebagai sedatif pada pramediksi anestesi.
Hidroksizin juga mempunyai efek antihistamin, bronkodilator,
analgesik dan antiemetik.
c. Oksatomid (Tinset), merupakan antialergi baru yang efektif
terhadap berbagai jenis reaksi alergi. Mekanisme kerjanya
berbeda dengan antihistamin klasik lain yaitu dengan menekan
pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga menghambat
efeknya. Kerja antialergi lebih luas dibanding antihistamin klasik
lain yang hanya memblok efek dari histamin. Oksatomid
digunakan untuk pencegahan dan pengobatan alergi rinitis,
urtikaria kronik dan alergi makanan. Oksatomid juga untuk
pengobatan asma ekstrinsik tetapi tidak untuk pencegahan.

5.Turunan Fenotiazin
Turunan fenotiazin selain mempunyai efek antihistamin juga
mempunyai aktivitas tranquilizer dan antiemetik, serta dapat
mengadakan potensiasi dengan obat analgesik dan sedatif.
Secara umum pemasukan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2
dan perpanjangan atom C rantai samping, misal etil menjadi propil
akan meningkatkan aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek
antihistamin.

21
Contoh : prometazin HCl, metdilazin HCl, mekuitazin,
oksomemazin, siproheptadin HCl, isotipendil HCl, azatadin maleat,
loratadin dan pizotifen maleat.
Hubungan struktur antagonis-H1 turunan fenotiazin dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Struktur antagonis-H1 turunan fenotiazin
Struktur Kimia Nama Obat Dosis

Prometazin 25 mg 3 dd
2 % (krim)

Mekuitazin 5 mg 2 dd

Metdilazin 8 mg 3 dd

Isotipendil 12 mg 2-3 dd
1 % (jeli)

Oksomemazin 10 mg 1-4 dd

Contoh :
a. Prometazin HCl (Camergan, Phenergan, Prome), merupakan
antihistamin-H1dengan aktivitas cukupan dan masa kerja panjang,
digunakan sebagai antiemetik dan tranquilizer. Prometazin

22
menimbulkan efek sedasi cukup besar dan digunakan pula untuk
pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat.
b. Metdilazin HCl (Tacaryl), digunakan terutama
sebagai antipruritik.
c. Mekuitazin (Meviran), adalah antagonis-H1 yang kuat dengan
masa kerja panjang, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi,
terutama alergi rinitis, pruritik, urtikaria dan ekzem.
d. Oksomemazin (Doxergan), adalah antagonis-H1 yang kuat dengan
masa kerja panjang, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi,
terutama alergi rinitis dan kutaneus dan untuk antibatuk.
e. Isotipendil HCl (Andatol), merupakan antagonis-H1 turunan
azafenotiazin, digunakan sebagai antipruritik, urtikaria dan
dermatitis. Senyawa ini menimbulkan efek sedasi cukup besar.
Kadang-kadang digunakan pula sebagai antihistamin setempat.
f. Pizotifen hidrogen fumarat, adalah antihistamin-H1 yang sering
digunakan sebagai perangsang nafsu makan.

6.Turunan Lain-Lain
a. Siproheptadin HCl (Periactin, Ennamax, Heptasan, Pronicy,
Prohessen), strukturnya berhubungan dengan fenotiazin, yaitu
atom S pada cincin trisiklik diganti dengan –CH=CH- dan N
diganti dengan atom C sp2. Siproheptadin merupakan antihistamin
dengan aktivitas sebanding dengan klorfeniramin maleat.
Siproheptadin juga mempunyai efek antiserotonin, antimigrain,
perangsang nafsu makan dan tranquilizer. Efeknya terhadap
sistem saraf pusat kecil. Siproheptadin digunakan terutama untuk
alergi kulit, seperti pruritik, urtikaria, ekzem dan dermatitis, dan
alergi rinitis. Kadang-kadang digunakan untuk perangsang nafsu
makan dengan mekanisme kerja yang belum diketahui.
b. Azatadin maleat (Zadine), adalah aza isomer dari siproheptadin,
didapat dengan cara mereduksi ikatan rangkap C10-C11. Azatadin
merupakan antagonis-H1 yang kuat dengan masa kerja panjang

23
dan efek sedasi rendah. Aktivitasnya tiga kali lebih besar
dibandingkan klofeniramin maleat. Azatadin digunakan untuk
alergi kulit, rinitis dan alergi sistemik.

7.Antagonis-H1 Generasi Kedua


Antagonis-H1 generasi pertama (antihistamin klasik) pada
umumnya menimbulkan efek samping sedasi dan mempunyai efek
seperti senyawa kolinergik dan adrenergik yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu dikembangkan antagonis-H1 generasi kedua.
Antihistamin H1 yang ideal adalah bila memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. senyawa mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor H1,
b. tidak menimbulkan efek sedasi,
c. afinitasnya rendah terhadap reseptor kolinergik dan adrenergik.
Untuk menghilangkan atau meminimalkan efek sedasi maka
senyawa harus mempunyai kelarutan dalam lemak yang rendah pada
pH fisiologis, dan bekerja terutama pada reseptor H1 perifer
dibanding pada reseptor pusat.
Contoh senyawa yang memenuhi kriteria di atas antara lain
adalah : terfenadin, feksofenadin, astemizol, sefarantin, loratadin,
setirizin, akrivastin, taksifilin, dan sodium kromolin (asam
kromoglikat, Intal).
a. Terfenadin (Hiblorex, Nadane), merupakan antagonis-H1 selektif
yang relatif tidak menimbulkan efek sedasi dan antikolinergik.
Senyawa tidak berinteraksi dangan α dan β-reseptor adrenergik,
karena tidak mampu menembus sawar darah-otak. Terfenadin

24
efektif untuk pengobatan alergi rinitis musiman, pruritik dan
urtikaria kronik. Metabolit utama terfenadin adalah feksofenadin
(Allegra) yang juga merupakan poten antagonis-H1.

R=H : Terfenadin R
= OH : Feksofenadin
b. Akrivastin (Semprex), senyawa analog tripolidin yang
mempunyai lipofilitas lebih rendah karena mengandung gugus
asam akrilat. Penurunan lipofilitas menyebabkan senyawa sulit
menembus sawar darah-otak, sehingga tidak menimbulkan efek
samping sedasi. Akrivastin digunakan untuk alergi kulit yang
kronis.

c. Astemizol (Hismanal, Scantihis), adalah antagonis-H1 selektif


yang kuat dan relatif tidak menimbulkan efek penekan sistem
saraf pusat (sedasi) karena tidak mampu menembus sawar
darahotak. Masa kerjanya sangat panjang, waktu paro 20 jam, dan
tidak menimbulkan efek antikolinergik. Astemizol efektif untuk
menekan gejala alergi rinitis, alergi konjungtivitis dan urtikaria
kronik.

25
d. Loratadin (Claritin), adalah antihistamin trisiklik turunan azatidin
yang poten, mempunyai masa kerja panjang dengan aktivitas
antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan antikolinergiknya
rendah. Loratadin digunakan untuk meringankan gejala alergi
rinitis, urtikaria kronik dan lain-lain kelainan alergi dermatologis.

e. Setirizin, adalah turunan benzhidril piperazin yang mengandung


gugus etoksi karboksilat, mempunyai masa kerja panjang dengan
aktivitas antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan
antikolinergiknya rendah.

26
2.2.2.Antagonis-H2
Antagonis-H2adalah senyawa yang menghambat secara bersaing
interaksi histamin dengan reseptor H2 sehingga dapat menghambat
sekresi asam lambung. Secara umum digunakan untuk pengobatan
tukak lambung dan usus. Efek samping antagonis-H2 antara lain adalah
diare, nyeri otot dan kegelisahan.

Mekanisme kerja :
Antagonis-H2 mempunyai struktur serupa dengan histamin, yaitu
mengandung cincin imidazol atau bioisosteriknya, tetapi berbeda pada
panjang gugus rantai samping, yang meskipun polar tetapi tidak
bermuatan. Pada interaksi obat dengan reseptor-H2, cincin imidazol atau
bioisosteriknya terikat pada sisi reseptor khas mulai ikatan dipol,
sedangkan rantai samping yang panjang dan tidak bermuatan terikat
mulai ikatan hidrofob dan kekuatan van der Waals pada sisi reseptor
tidak khas.
Hipotesis sederhana mekanisme kerja senyawa antagonis-H2
dijelaskan sebagai berikut :
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamin, gastrin dan
asetilkolin. Antagonis-H2 menghambat secara langsung kerja histamin
pada sekresi asam (efikasi intrinsik) dan menghambat kerja potensiasi
histamin pada sekresi asam, yang dirangsang oleh gastrin atau
asetilkolin (efek potensiasi).
Jadi histamin mempunyai efikasi intrinsik dan efikasi potensiasi,
sedangkan gastrin dan aseltikolin hanya mempunyai efikasi potensiasi.
Hal ini berarti bahwa hanya histamin yang dapat meningkatkan sekresi
asam, sedang gastrin atau asetilkolin hanya meningkatkan sekresi asam
karena efek potensiasinya dengan histamin. Hubungan struktur dan
aktivitas antagonis-H2 :

27
Dari studi hubungan struktur dan aktivitas dalam usaha
pengembangan obat antagonis-H2 telah dilakukan modifikasi struktur
histamin dan didapat hal-hal sebagai
berikut :

Histamin (R = H)
4-Metilhistamin (R = CH3)

1.Modifikasi pada cincin


Cincin imidazol dapat membentuk dua tautomer, yaitu
dan . Bentuk lebih dominan dan diperlukan untuk
aktivitas antagonis-H2. Metiamid, dengan bentuk ,
mempunyai aktivitas 5 kali lebih besar dibanding burimamid yang
mempunyai bentuk .
Cincin imidazol pada umumnya mengandung rantai samping
gugus yang bersifat penarik elektron. Pemasukan gugus metil pada
atom C2 cincin imidazol secara selektif dapat merangsang reseptor
H1. Pemasukan gugus metil pada atom C4 ternyata senyawa bersifat
selektif H2-agonis dengan efek H1-agonis lemah. Hal ini disebabkan
substituen 4-metil yang bersifat donor elektron akan memperkuat
efek tautomeri rantai samping penarik elektron sehingga bentuk
tautomer N-H lebih stabil.
Modifikasi yang lain pada cincin ternyata tidak menghasilkan
efek H2-antagonis yang lebih kuat.

2.Modifikasi pada rantai samping


Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh
4 atom C atau ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan
aktivitas antagonis H2. Penambahan panjang gugus metilen pada

28
rantai samping turunan guanidin akan meningkatkan kekuatan
H2antagonis tetapi senyawa masih mempunyai efek parsial-agonis
yang tidak diinginkan.
Penggantian 1 gugus metilen (-CH2-) pada rantai samping
isosterik tioeter (-S-) meningkatkan aktivitas antagonis.

(Gambar Reaksi Histamin yang Telah Dimodifikasi (gugus metilen


diganti dengan S) dengan Reseptor Antagonis-H1)

Pada obat terdapat atom N yang masing-masing memiliki 1


pasang elektron bebas. Dengan demikian, atom N memiliki
kemampuan untuk berikatan dengan atom lain yang bersifat parsial
positif. Selain itu, pada obat terdapat atom S yang berikatan dengan
NH2. Antara atom S dan N, atom S lebih elektronegatif sehingga
elektron ikatan dari atom N tertarik dan putus ke S; S menjadi (-) dan
N menjadi (+).
Sedangkan pada reseptor, antara atom N dengan atom H, atom
N lebih elektronegatif sehingga elektron ikatan dari atom H

29
cenderung ditarik ke atom N. Akibatnya atom H menjadi parsial
positif. Atom H yang parsial positif ini kemudian diikat oleh atom N
dari obat sehingga membentuk ikatan hidrogen. Selain itu, antara
atom O dan atom C, terdapat beda keelektronegatifan yang cukup
besar, dimana atom O lebih elektronegatif dibanding C sehingga
elektron ikatan phi dari atom C tertarik dan putus ke O; O menjadi (-
) dan C menjadi (+).
N+ dari obat kemudian berikatan dengan O- dari reseptor,
sedangkan S- dari obat akan berikatan dengan C+ dari reseptor
membentuk ikatan kovalen polar.
Dengan diikatnya reseptor antagonis-H2 oleh obat
menyebabkan kerja dari reseptor menjadi terhambat. Dengan
demikian sekresi asam lambung juga terhambat dan tukak lambung
pada pasien dapat teratasi.

3.Modifikasi pada gugus N


Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus
guanidin yang bersifat basa kuat (Nα-guanilhistamin) ternyata
menghasilkan efek H2-antagonis lemah, dan masih bersifat parsial
agonis. Sifat basis senyawa (pKa = 13,6) menyebabkan senyawa
terionisasi sempurna pada pH fisiologis. Histamin (pKa = 5,9) di
dalam tubuh hanya 3% terionkan.

Penggantian gugus guanidin yang bermuatan positif dengan


gugus tiourea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH
tubuh dan bersifat polar, serta masih mampu membentuk ikatan
hidrogen, seperti pada burimamid, akan menghilangkan efek agonis
dan memberikan efek H2-antagonis 100 kali lebih kuat dibandingkan
Nα-guanilhistamin.

30
Burimamid

Metiamid

Penelitian lebih lanjut menunjukan bahwa burimamid dan


metiamid menimbulkan efek samping kelainan darah
(agranulositosis) yang disebabkan oleh adanya gugus tiourea.
Modifikasi lebih lanjut adalah mengganti gugus tiourea dengan
gugus N-sianoguanidin yang tidak bermuatan dan masih bersifat
polar, seperti pada simetidin.

R = H : Simetidin
R = C≡CH : Etinidir
Gugus siano yang bersifat elektronegatif kuat mengurangi sifat
kebasaan atau ionisasi gugus guanidin sehingga absorpsi pada
saluran cerna menjadi lebih besar.
Simetidin aktivitasnya 2 kali lebih besar dibandingkan
metiamid dan menimbulkan efek samping agranulositosis lebih
rendah. Simetidin merupakan senyawa penghambat reseptor H2
pertama yang digunakan secara klinik untuk menghambat sekresi
asam lambung pada pengobatan tukak lambung dan usus. Etinidin
adalah analog simetidin di mana mengandung gugus metiletinil pada
ujung N-guanido, aktivitasnya 2 kali lebih besar dibandingkan
simetidin.
Modifikasi isosterik dari inti imidazol telah diselidiki dan
dihasilkan senyawa-senyawa analog simetidin yang berkhasiat lebih
baik dan efek samping yang lebih rendah. Penggantian gugus
sianoguanidin dengan gugus nitrometenil, menghasilkan ranitidin,
yang dapat menghilangkan efek samping simetidin, seperti

31
ginekomastia dan konfusi mental, dengan mengurangi kebasaan
senyawa. Tidak seperti simetidin, ranitidin tidak menghambat
metabolisme dari fenitoin, warfarin, dan aminofilin, dan juga tidak
mengikat sitokrom P-450.

Penggantian inti imidazol dengan cincin tiazol, pemasukan


gugus guanidin pada cincin dan penggantian gugus sianoguanidin
dengan gugus sulfonamidoguanidin, menghasilkan famotidin, yang
mempunyai aktivitas lebih poten dibandingkan simetidin dan
ranitidin, dapat menurunkan efek antiandrogenik, dan mengurangi
sifat kebasaan senyawa.

Contoh antagonis-H2 antara lain simetidin, famotidin,


roksatidin, etinidin, tiotidin, lamtidin dan nizatidin.
a. Simetidin (Cimet, Corsamet, Nulcer, Tagamet, Ulcedine),
merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor H2 dari
sel parietal sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi
asam lambung yang disebabkan oleh rangsangan makanan,
asetilkolin, kafein dan insulin. Simetidin digunakan untuk
pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi
yang patologis, misal sindrom Zollinger-Ellison. Efek samping
yang ditimbulkan antara lain adalah diare, pusing, kelelahan dan
rash. Keadaan kebingungan, ginaekomastia dan impotensi juga
dapat terjadi tetapi bersifat terpulihkan.

32
b. Ranitidin HCl (Ranin, Rantin, Renatac, Zantac, Zantadin),
merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor
H2 sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam
lambung. Ranitidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung
atau usus dan keadaaan hipersekresi yang patologis, misal
sindrom Zollinger-Ellison. Efek samping ranitidin antara lain
adalah hepatitis, trombositopenia dan leukopenia yang
terpulihkan, sakit kepala dan pusing.
c. Famotidin (Facid, Famocid, Gaster, Regastin, Restadin),
merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor
H2, sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam
lambung, menekan kadar asam dan volume sekresi lambung.
Famotidin merupakan antagonis-H2 yang kuat dan sangat selektif
dengan masa kerja panjang. Famotidin digunakan untuk
pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi
yang patologis, misal sindrom Zollinger-Ellison. Efek samping
obat antara lain adalah trombositopenia, konstipasi, diare,
artralgia, sakit kepala dan pusing.
d. Roksatidin Asetat HCl (Roxan), merupakan antagonis kompetitif
histamin yang khas pada sel parietal lambung atau reseptor H2,
sehingga secara efektif menghambat sekresi asam lambung,
menekan kadar asam dan volume sekresi lambung. Roksatidin
merupakan antagonis-H2 yang kuat dengan masa kerja cukup
panjang, digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan usus.
Efek samping obat antara lain adalah trombositopenia,
leukopenia, konstipasi, diare, sakit kepala dan pusing.

33
e. Nizatidin (Axid), sifat dan kegunaan mirip dengan ranitidin.

34
BAB III

PENUTUP

3.1.KESIMPULAN
Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu
pada sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses
fisiologis tubuh. Sedangkan antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi
atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh.
Antihistamin bekerja melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
sisi reseptor H1, H2, dan H3, sehingga antihistamin juga terdiri atas 3 yaitu
antagonis-H1, antagonis-H2, dan antagonis-H3.
Antagonis-H1 dibagimenjadi enam kelompok yaitu turunan ester
aminoalkil, turunan etilendiamin, turunan alkilamin, turunan piperazin, turunan
fenotiazin dan turunan lain-lain.
Hubungan struktur dan aktivitas dalam pengembangan obat antagonis-H2
dilakukan dengan modifikasi struktur histamin yang terdiri dari modifikasi
pada cincin, modifikasi pada rantai samping, dan modifikasi pada gugus N.
Antagonis-H3 sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan dan
masih dalam penelitian lebih lanjut.

35
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Makalah Antihistamin.


https://id.scribd.com/doc/315317785/makalahAntihistamin
Siswandono (ed.). 2016. Kimia Medisinal II. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga
University Press (ISBN 978-602-0820-67-5).

36

Anda mungkin juga menyukai