Anda di halaman 1dari 16

MODUL PERIODONTAL TREATMENT

PERIODONTITIS AS A MANIFESTATION OF SYESTEMIC DISEASES


“MEDICATIONS”

Nama Tutor:
drg. Restian Febi Andini, M. Biomed

Disusun Oleh :
Latuti Revina Avistasari (G1B019002)
Aisyah Ihdyavifah Siregar (G1B019008)
Bestaria Sani Kuncoro (G1B019023)
Nicolas Antonia Candra (G1B019027)
Bintan Nahya (G1B019030)
Hasna Fauziah (G1B019037)
Evania Bellinda Artanti (G1B019043)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan kemampuan sederhana
yang dimiliki. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami mohon maaf
jika di dalam makalah ini belum sesuai dengan apa yang terjadi dalam situasi
sehari-hari.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... i

Datar Isi .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3

2.1 Efek Penggunaan Kortikosteroid terhadap Jaringan Periodontal ................ 3

2.2 Efek Penggunaan Diuretik terhadap Jaringan Periodontal.......................... 4

2.3 Efek Penggunaan Antipsikotik terhadap Jaringan Periodontal ................... 5

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 8

BAB IV PENUTUP.........................................................................................11

4.1 Kesimpulan ............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Periodontitis merupakan suatu kondisi inflamasi pada jaringan periodontal


ditandai oleh adanya migrasi epitel jungsional kearah apikal, terjadi
kehilangan perlekatan pada tulang, serta terjadi resorbsi oleh tulang alveolar.
Penyebab utama dari periodontitis tersebut ialah plak, dan adapun factor
predisposisinya seperti kesehatan dari rongga mulut yang buruk, merokok
usia, kehamilan, faktor genetik, penyakit sistemik yang dapat menyebabkan
kerusakan yang progresif terhadap jaringan periodontal, tulang alveolar dan
adanya pembentukan poket, resesi atau mungkin keduanya. Plak adalah
substansi yang didalamnya terkandung bakteri dan juga debris yang
menumpuk pada permukaan gigi. Adapun salah satu bakteri pathogen yang
menyebabkan terjadinya periodontitis ialah Porphyromonas gingivalis
(Newman dkk., 2019).
Obat merupakan suatu zat atau bahan yang digunakan untuk
mendiagnosis, mencegah, menyembuhkan, memulihkan penyakit,
meningkatkan kesehatan, dan kontrasepsi. Obat adalah zat baik kimiawi,
hewani, maupun nabati yang dalam dosis tertentu dapat menyembuhkan,
meringkankan atau mencegah penyakit. Setiap obat memiliki efek terapeutik
yang bersifat menyembuhkan maupun efek toksik yang berakibat buruk bagi
penderita.
Di zaman sekarang, penyakit sistemik seperti penyakit kardiovaskular,
diabetes melitus, dan gangguan neurologis masih menjadi ancaman bagi
dunia. Penderita penyakit sistemik membutuhkan medikasi yang tidak
sederhana dan singkat untuk dikatakan sembuh. Penderita penyakit sistemik
perlu melakukan atau mengonsumsi medikasi yang membutuhkan waktu
cukup lama. Akan tetapi tidak semua medikasi yang diberikan berdampak
baik terhadap jaringan periodontal. Pada suatu kondisi adanya kelainan
sistemik, dengan pemberian medikasi untuk penyembuhan kelainan sistemik

1
tersebut. Terdapat obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan efek buruk
pada jaringan periodontal. Sebagai contoh kortikosteroid, diuretic, dan
antipsikotik (Janet dan Stringer., 2006).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan permasalahan pada


penulisan ini yaitu :
1. Bagaimana keterkaitan efek samping konsumsi obat kortikosteroid
terhadap jaringan periodontal?

2. Bagaimana efek samping konsumsi obat diuretik terhadap jaringan


periodontal?

3. Bagaimana efek samping konsumsi obat antipsikotik terhadap jaringan


periodontal?

1.3 Tujuan

Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan ini:
1. Untuk mengetahui efek samping konsumsi obat kortikosteroid terhadap
jaringan periodontal yang menyebabkan periodontitis
2. Untuk mengetahui efek samping konsumsi obat diuretik terhadap jaringan
periodontal yang menyebabkan periodontitis
3. Untuk mengetahui efek samping konsumsi obat antipsikotik terhadap
jaringan periodontal yang menyebabkan periodontitis

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diberikan dari penulisan makalah ini dapat


memberikan informasi dan menambah wawasan kepada dokter untuk
mempertimbangkan medikasi yang memiliki efek samping pada jaringan
periodontal serta mengetahui terapi yang dapat dilakukan akibat
pengonsumsian obat-obatan yang memiliki efek samping pada jaringan
periodontal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efek Penggunaan Kortikosteroid terhadap Jaringan Periodontal

Sejak penggunaan glukokortikoid diperkenalkan pada tahun 1940,


golongan obat ini telah banyak diresepkan untuk banyak gangguan medis seperti
perlunya terapi pengganti pada pasien dengan insufisiensi kelenjar adrenal, dalam
kasus terapi imunosupresif, dan juga untuk pengobatan anti inflamasi.
Kortikosteroid dalam kedokteran gigi digunakan sebagai pengendali edema pasca
operasi, pengelolaan lesi oral yang terkait dengan pemphigus, pemphigoid, lichen
planus, eritema multiforme, recurrent aphtous stomatitis, dan reaksi alergi.

Kortikosteroid adalah agen steroid kuat yang bekerja sebagai antiinflamasi


dan imunosupresan. Penggunaan kortikosteroid dapat menstabilkan efek pada
membran lisosom, menghambat produksi sitokin yang menyebabkan vasodilatasi,
meningkatkan permeabilitas kapiler, menghambat proliferasi fibroblas, dan
mengurangi produksi kolagen. Kortikosteroid juga mendukung
osteoklastogenesis, yang mengarah pada peningkatan reabsorbsi tulang dan
stimulasi proses inflamasi pada struktur pendukung periodontal (Brasil-Oliveira,
dkk; 2020).

Kortison eksogen mungkin memiliki efek buruk pada kualitas tulang dan
fisiologi. Pemberian kortison sistemik pada hewan percobaan mengakibatkan
osteoporosis tulang alveolar. Terjadi pelebaran kapiler dan pembengkakan dengan
perdarahan ke ligamentum periodontal dan jaringan ikat gingiva, degenerasi dan
pengurangan jumlah serat kolagen di ligamentum periodontal, dan peningkatan
kerusakan jaringan periodontal yang berhubungan dengan inflamasi. Kejadian
periodontitis dapat muncul setelah 6 bulan mendapatkan terapi kortikosteroid
(Newman, et all; 2019).

3
2.2 Efek Penggunaan Diuretik terhadap Jaringan Periodontal

Diuretik merupakan sediaan yang bisa menaikkan laju urinasi dan


meningkatkan pembentukan dari volume air seni. Diuretik umumnya digunakan
mengobati penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti hipertensi,
dan gagal jantung kongestif. Selain itu, diuretik juga digunakan pada pengobatan
asites, sirosis hati, gagal ginjal kronis, dan glomerulonefritis akut. Obat yang
termasuk dalam diuretik adalah thiazide (hydrochlorothiazide, HCTZ) atau
thiazide-like (chlortalodone), loop diuretik (furosemide) dan potassium-sparing
diuretik (spironolactone, triamterene).

Diuretik bertindak untuk menaikkan output urin sehingga dapat mengurangi


volume cairan pada aliran darah dan mengurangi beban kerja ginjal serta jantung.
Pada bidang kedokteran diuretik biasanya digunakan untuk menurunkan kadar
cairan pada ekstraseluler. Selain mampu meningkatkan ekskresi urin, diuretik juga
meningkatkan ekskresi natrium dan kalium. Pada umumnya pasien hipertensi dan
edema memiliki kadar natrium dalam darah yang tinggi sehingga ekskresi natrium
dibutuhkan untuk menurunkan tekanan darah dan membuang timbunan cairan.

Namun, diuretik memiliki efek samping xerostomia, berpengaruh pada


periodontal, dan perubahan pada komposisi saliva. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa tingkat keparahan periodontitis akan meningkat pada
individu yang mengalami xerostomia. Xerostomia dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan gigi rentan karies dan inflamasi gingiva yang bisa menyebabkan
kesulitan berbicara, disfagia, gangguan proses pengunyahan, sakit pada mulut dan
hilangnya daya pengecap. Mekanisme diuretik dapat mengakibatkan xerostomia
karena diuretik bertindak untuk menaikkan produksi urin yang akan memengaruhi
volume cairan dalam sirkulasi yaitu menjadi berkurang dan mengurangi beban
jantung sehingga secara tidak langsung akan mengganggu keseimbangan cairan
yang tentunya akan memengaruhi saliva. Xerostomia merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi pembentukan plak karena menyebabkan aktivitas self
cleansing berkurang.

4
Penurunan laju saliva akan memfasilitasi biofilm oral terakumulasi. Plak yang
terakumulasi pada gigi dapat menyebabkan penyakit pada jaringan periodontal.
Selain itu, akan bertambah parah apabila tingkat kepedulian pasien rendah
terhadap oral hygene. Gambaran klinis terlihat adanya akumulasi plak pada bagian
⅓ servikal gigi, karies gigi, gingivitis dan periodontitis pada xerostomia
(Andriyanto dkk., 2013 ; Prasanthi dkk., 2014 ; Arsyad, 2017; Taneja dkk., 2017
; Soraya dkk., 2019).

Gambar 2.1 Karies, akumulasi plak, gingivitis dan periodontitis


akibat xerostomia
Sumber : Navazeh dan Kumar, 2011

2.3 Efek Penggunaan Antipsikotik terhadap Jaringan Periodontal

Psikosis adalah gejala penyakit mental yang ditandai dengan kesadaran


akan realitas yang menyimpang atau tidak ada. Gangguan psikotik memiliki
etiologi yang berbeda, yang masing-masing membutuhkan pendekatan
pengobatan yang unik. Antipsikotik merupakan golongan obat yang berfungsi
untuk mengendalikan dan mengurangi gejala psikosis pada penderita gangguan
mental (Brunton, 2011).
Obat-obat antipsikotik antara lain :
1. Clozapine
Clozapine telah menunjukkan efek positif yang besar dalam perhatian dan
kefasihan verbal dengan perbaikan sederhana dalam fungsi eksekutif dan
ingatan yang tertunda.
2. Olanzapine

5
Olanzapine juga telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam
kewaspadaan, perhatian selektif, ingatan yang tertunda, serta, pembelajaran
dan memori verbal, kefasihan verbal, dan fungsi eksekutif.
3. Risperidone
Risperidone umumnya menunjukkan efek yang lebih sederhana
dibandingkan dengan obat yang disebutkan di atas, menunjukkan peningkatan
moderat dalam memori kerja, fungsi eksekutif, perhatian, dan ingatan
tertunda.
4. Aripriprazole
Aripiprazole telah terbukti meningkatkan waktu reaksi dengan respons
yang benar terhadap rangsangan, serta, fungsi kognitif verbal (MacKenzie, et
al, 2018).

Berdasarkan penelitian yang dimuat oleh Wang, dkk (2020), obat


antipsikotik menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok
periodontitis (4,4%) dengan kemungkinan dua kali lipat dibandingkan dengan
kontrol yang sehat (2,1%) (P = 0,03). Terlepas dari usia, jenis kelamin, dan
jumlah gigi yang tersisa, rasio odds yang disesuaikan lebih tinggi yaitu 2,42 (P
= 0,02). Frekuensi asupan lebih tinggi pada kelompok periodontitis sedang
umum (8,2%) dengan kemungkinan empat kali lebih tinggi daripada kelompok
sehat (P <0,001). Hubungan yang bergantung pada keparahan penyakit
periodontitis tidak diamati pada kelompok GSP (OR = 0,63, P = 0,75).

Risperidone adalah obat antipsikotik yang paling umum ditemukan. Obat


ini merupakan antipsikotik atipikal yang digunakan untuk mengobati
skizofrenia, gangguan bipolar, dan iritabilitas autistik, diikuti oleh clozapine
(10%), yang terutama digunakan untuk mereka yang tidak responsif terhadap
antipsikotik lain dalam mengobati skizofrenia. Sejumlah penelitian
menunjukkan prevalensi dan tingkat keparahan penyakit periodontal yang lebih
tinggi di antara pasien skizofrenia atau gangguan kejiwaan lainnya dan ini
mungkin terkait dengan kebersihan mulut yang buruk dan merokok. Selain itu,
sebagian besar obat antipsikotik, seperti risperidone, quetiapine dan olanzapine

6
menginduksi xerostomia yang dapat memperparah onset periodontitis (Wang et
al, 2020).

Pemakaian obat-obatan pada pasien skizofrenia, terutama antipsikotik


generasi pertama seperti chlopromazin dan piperazin memiliki efek samping
dry mouth, menyebabkan hilangnya fungsi saliva sebagai lubrikan, buffer,
pembersih, dan proteksi terhadap infeksi. Kekurangan saliva tidak hanya
meningkatkan resiko karies saja, tetapi juga meningkatkan terjadinya
gingivitis, periodontitis, stomatitis, dan candidiasis (Editha dan Zubardiah,
2020).

7
BAB III

PEMBAHASAN

Saputri dan Masulili (2015) mengemukakan bahwa penanganan


periodontitis akibat konsumsi kortikosteroid terbagi menjadi 2 tahapan, yakni
perawatan inisial dan perawatan lanjutan. Perawatan inisial dimaksudkan bagi
pasien dengan periodontitis yang belum melibatkan bone loss, sedangkan
perawatan lanjutan diberikan kepada pasien yang telah mengalami bone loss.
Perawatan inisial meliputi edukasi dan motivasi kepada pasien mengenai cara
menjaga kebersihan rongga mulut, skeling supragingiva dan subgingiva dilakukan
untuk mengurangi patogen periodontal yang dijumpai pada plak gigi, pemberian
antibiotika sistemik (amoxicillin dan metronidazole) selama 8 hari, dan evaluasi
perawatan untuk melihat sejauh mana terjadi perbaikan setelah perawatan inisial
selesai dilakukan.

Penanganan yang paling awal untuk periodontitis adalah menghilangkan


etiologi yang dalam hal ini merupakan obat/medikamen. Penghentian
kortikosteroid yang diberikan secara sistemik pada pasien autoimun sebaiknya
didiskusikan terlebih dahulu dengan dokter yang meresepkan obat dan dilakukan
secara bertahap pada pasien yang tidak mempunyai kemungkinan terjadinya
kekambuhan penyakit dan mempunyai kondisi sebagai berikut:
 Baru saja menerima pengobatan berulang (terutama jika digunakan selama
lebih dari tiga minggu).
 Menjalani pengobatan jangka pendek dalam waktu setahun setelah
penghentian terapi jangka panjang.
 Supresi adrenal yang disebabkan oleh penyebab lain.
 Menerima prednisolon lebih dari 40 mg sehari (atau yang setara).
 Diberikan dosis pada malam hari berulang-ulang.
 Menjalani pengobatan lebih dari 3 minggu.

Pemberian kortikosteroid secara sistemik mungkin dapat dihentikan secara


tiba-tiba/mendadak pada kondisi di mana penyakit tidak mungkin kambuh dan

8
yang telah menerima pengobatan selama 3 minggu atau kurang serta yang tidak
termasuk pada kelompok pasien yang telah disebutkan di atas.
Selama penghentian kortikosteroid, dosis dapat dikurangi dengan cepat
sampai mencapai dosis fisiologis (setara dengan prednisolon 7,5 mg sehari) dan
kemudian dikurangi secara lebih perlahan. Pengamatan penyakit diperlukan
selama proses penghentian pengobatan untuk memastikan bahwa penyakit tidak
kambuh. Kemudian dapat dilakukan penggantian kortikosteroid yang tidak
menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, seperti Glomeson dan
Lexcomet-16 (Badan POM RI, 2015; Depkes RI, 2011).
Diuretik dapat menyebabkan keadaan mulut menjadi kering (xerostomia).
Treatment pada xerostomia sifatnya adalah perawatan paliatif atau terapi suportif.
Penatalaksanaannya adalah seperti meningkatkan asupan air minum. Berbagai
upaya untuk merangsang sekresi aliran saliva seperti mengunyah permen karet
yang mengandung xylitol. Xylitol akan menghambat pembentukan plak yang
merupakan penyebab utama terjadinya penyakit pada jaringan periodontal. Zat
perangsang saliva lainnya yang umum digunakan yaitu mouth lubricant, lemon
mucilage, mentol, salivix dan saliram. Pasien bisa diberikan dry mouth gel yang
merupakan substitusi saliva sintetik yang berfungsi untuk melindungi gigi dan
jaringan pendukung gigi. Saliva sintetik ini mengandung carboxymethyl cellulose,
mucopolysaccharide, base polimer gliseat atau musin yang bisa membuat
lingkungan di dalam rongga mulut menjadi lembap. Beberapa merk dagang zat
substitusi saliva seperti V. A Oralube, Saliva Orthana, Glandosan, Polyolox dan
Oral Balance . Treatment pada pengguna obat diuretik juga dapat dilakukan
dengan konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam terkait penggantian obat
yang menyebabkan xerostomia. Obat yang dapat digunakan adalah obat yang
tidak menyebabkan xerostomia, seperti Aldazide dan Carpiaton-100 (Darby dan
Walsh, 2015; Depkes RI, 2011).
Pada penderita skizofrenia yang mengonsumsi obat antipsikotik harus
ditangani secara empatik seperti pasien normal lainnya. Komunikasi dan
hubungan baik harus dibangun antara dokter gigi dengan pasien untuk
menghindari rasa ketidaknyamanan pasien. Program edukasi kesehatan mulut
dapat dilakukan seperti mengajarkan teknik menyikat gigi dan penggunaan obat

9
kumur tanpa alkohol dalam keseharian pasien disertai koordinasi dengan perawat-
perawat pasien. Teknik menyikat gigi yang disarankan adalah metode vibratori
yaitu teknik Bass, dan teknik Stillman. Tindakan seperti root planing dan bedah
flap bukan merupakan kontraindikasi, serta dapat dilakukan sebagai tindakan
pencegahan pada pasien dengan kondisi stabil dan dalam proses pengobatan.
Treatment pada pengguna obat antipsikotik juga dapat dilakukan dengan
konsultasi pada dokter spesialis jiwa terkait penggantian obat. Obat yang dapat
digunakan adalah obat yang tidak menyebabkan xerostomia, seperti Cepezet dan
Persidal (Editha dan Zubardiah, 2020; Depkes RI, 2011).
Perawatan bedah dilakukan sebulan kemudian setelah tidak terlihat adanya
pengurangan kedalaman poket, yang meliputi pembuatan flap periodontal untuk
membersihkan daerah kerja agar terlihat dengan jelas, pembersihanjaringan
granulasi menggunakan kuret Gracey’s #3 dan #4, melakukan skeling serta
penyerutan akar pada permukaan akar yang terekspos sehingga permukaan akar
gigi licin, rata dan keras. Selanjutnya, pasien diberikan Decalcified Freeze-Dried
Bone Allograft (DFDBA) yang mempunyai sifat osteostimulasi/osteoinduksi pada
daerah tulang alveolar yang mengalami kerusakan serta distabilkan dengan
menggunakan membran GTR. Flap kemudian ditutup dan dijahit. Setelah itu
menginstruksikan pasien untuk menjaga kebersihan mulut, berkumur dengan
chlorhexidine 0,12% dua kali sehari selama 2 minggu, dan melakukan kontrol
secara berkala (dengan tidak melakukan probing pada daerah graf selama 3
bulan). Setelah 7 bulan dilakukan rontgen foto periapikal dan terlihat adanya
penambahan tinggi tulang alveolar mencapai 1/3 tengah akar. Kedalaman poket
berkurang hingga mencapai 3–4 mm dan tidak dijumpai lagi kegoyangan gigi.
Pasien dilakukan maintanance atau kontrol secara berkala hingga periodontitis
sembuh (Saputri dan Masulili, 2015).

10
BAB IV

KESIMPULAN

Penderita penyakit sistemik perlu melakukan atau mengonsumsi medikasi


yang membutuhkan waktu cukup lama. Akan tetapi tidak semua medikasi yang
diberikan berdampak baik terhadap jaringan periodontal. Terdapat obat-obatan
penyakit sistemik tertentu yang dapat menyebabkan efek buruk pada jaringan
periodontal, contohnya obat kortikosteroid, diuretik, dan juga antipsikotik.
Penggunaan korikosteroid dapat mengakibatkan resorpsi pada tulang
alveolar pelebaran kapiler dan pembengkakan dengan perdarahan ke ligamentum
periodontal dan jaringan ikat gingiva, degenerasi dan pengurangan jumlah serat
kolagen di ligamentum periodontal, dan peningkatan kerusakan jaringan
periodontal yang berhubungan dengan inflamasi.
Penggunaan diuretik dan antipsikotik generasi pertama seperti
chlopromazin dan piperazin memiliki efek samping xerostomia yang berpengaruh
pada jaringan periodontal, dan perubahan pada komposisi saliva. Penurunan laju
aliran saliva akan memfasilitasi biofilm oral terakumulasi. Hal ini menyebabkan
penumpukan plak yang berlebih dan jika tidak segera ditangani maka
menyebabkan periodontitis yang diperparah apabila tingkat kepedulian pasien
terhadap oral hygene rendah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto, Poniman, Sutisna, A., Manalu, W, 2013. Evaluasi aktivitas diuretik


ekstrak etanol buah belimbing wuluh (averrhoa bilimbi) sebagai diuretik
alami : kadar natrium, kalium, dan ph urin. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia. Vol 11(1):53-59.

Arsyad, 2017. Pengaruh xerostomia terhadap kesehatan gigi dan mulut terkait
kualitas hidup pada usila di desa bapangii kabupaten sidrap. Jurnal Media
Kesehatan Gigi. Vol 16(2) : 41-53.

Badan POM RI, 2015. Glukokortikoid. Pusat Informasi Obat Nasional. Dilihat 19
Mei 2021.< http://pionas.pom.go.id/ioni/bab6sistemendokrin/63kortiksteroid
/632-glukokortikoid >.

Brasil-Oliveira, R., Cruz, À. A., Sarmento, V. A., Souza-Machado, A., Lins-


Kusterer, L., 2020. Corticosteroid use and periodontal disease: a systematic
review. European Journal of Dentistry. Vol. 14(3) : 496–501.

Brunton, L. L., 2011. Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of


Therapeutics, 12 th ed. New York: McGraw-Hill.

Darby, M. L., dan Walsh, M. M. 2015. Dental Hygiene Theory and Practice 4th
ed. Elsevier. Philadelphia.

Depkes RI, 2011. MIMS Indonesia Edisi Bahasa Indonesia. Volume 12. UBM
Medica Asia. Jakarta

Editha, M. S., Zubardiah, L., 2020. Distribusi gingivitis pada pasien skizofrenia.
Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu. Vol. 2(1) : 31-36.

Janet, L., dan Stringer., 2006. Konsep Dasar Farmakologi. ed.III. EGC. Jakarta

12
MacKenzie, N. E., Kowalchuk, C., Agarwal, S. M., Costa-Dookhan, K. E.,
Caravaggio, F., Gerretsen, P., et al., 2018. Antipsychotics, metabolic adverse
effects, and cognitive function in schizophrenia. Frontiers in Psychiatry. Vol.
9(622).
Navazeh, M., dan Kumar, S. K. S. 2011. Xerostomia: prepalence, diagnosis, and
management. Journal Canpendium of continuing education in dentistry. Vol
30(6):326-328.

Newman, M. G., Takei, H. H., Klokkevold, P. R., Carranza, F. A., 2019. Newman
and Carranza’s Clinical Periodontology. 13th ed. Philadelphia : Elsevier.

Prasanthi, B., Kannan, N., dan Patil, R. R., 2014. Effect of Diuretics on Salivary
Flow, Composition and Oral Health Status: A Clinico-biochemical Study.
Annals of Medical and Health Sciences Research. 4(4):549-553.

Saputri, D., Masulili, S. L. C., 2015. Perawatan periodontal pada pasien dengan
periodontitis agresif. Cakradonya Dent J. Vol. 7(1) : 745-806.

Soraya, S., Ramayani, O. R., Siregar, R., Siregar, B., 2019. Kelainan gigi dan
mulut pada penderita penyakit ginjal kronik. The Journal of Medical School.
Vol 52(2).89-94.

Taneja, N., Kudva, P., Kudva, H., Goswamy, M., Bhat G., 2017. Systemic
medication-it’s effects on oral health. IOSR-JDMS. Vol 16(6) : 27-32.

Wang, I. C., Askar, H., Ghassib, I., Wang, C. W., Wang, H. L., 2020. Association
between periodontitis and systemic medication intake: A case-control study. J
Periodontol. Vol. 91 : 1245–1255.

13

Anda mungkin juga menyukai