Anda di halaman 1dari 24

MODUL ORAL AND MAXILLOFACIAL PATHOLOGY

LAPORA PRAKTIKUM HISTOPATOLOGI ANATOMI 1-2

“KISTA DAN NEOPLASIA & SALIVARY GLAND DISEASES”

Tutor:

Drg. Maulina Triani

Disusun oleh:

Aisyah Ihdyavifah Siregar (G1B019008)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2020
PRAKTIKUM HPA-1

A. Kista Radikuler

1. Gambaran umum dari kelainan

Kista radikuler yaitu gambaran dari suatu kavitas tertutup atau suatu
kantung patologis yang letaknya pada periapikal gigi atau pada ujung akar
gigi, bentuknya bulat diisi oleh massa yang setengah padat atau terisi oleh
cairan yang dilapisi jaringan epitel. Kista ini pertumbuhannya lambat dan
biasa ditemukan di tulang rahan. Apabila kista menjadi besar maka dapat
terjadi pembengkakan dan saat dilakukan palpasi maka pembengkakan akan
terasa bentukan tulang dengan konsistensi keras, ketika tulang menipis
maka akan crepitant serta berfluktuasi apabila korteks di luar berlubang
(Cawson, 2017).

2. Etiologi

Kista radicular atau dengan nama lain disebut sebagai kista periapikal,
kista ini merupakan kista inflamasi yang etiologinya berkembang dari sisa
sel epitel malassez di ligament periodontal yang terstimulasi untuk
melakukan perkembangan dan proliferasi menjadi kista dengan melalui
proses inflamasi yang asalnya dari gigi non vital. Kista radicular
perkembangan dari adanya pulpa yang nekrosis sebagai akibat dari suatu
karies maupun trauma (Prativi dan Pramatika., 2018).

3. Manifestasi klinis kelainan

Kista radikuler umumnya sering terjadi pada pria berusia 20-60 tahun.
Kista radikuler ini muncul dari kondisi gigi yang non vital dikarenakan
karies yang lebar, restorasi yang besar, ataupun trauma. Terdapat
pembengkakan yang terjadi secara perlahan dan tidak menimbulkan rasa
nyeri, asimtomatik hingga kista berkembang menjadi cukup besar. Adanya
bengkakan kista radikuler yang membulat dan diawal konsistensinya keras.
Ketika dilakukan palpasi akan terasa pembengkakan bentukan tulang dan
keras. Pembengkakan dapat menjadi nyeri serta dapat berkembang secara
cepat, sebagian dikarenakan edema inflamasi (Odell, 2017).

Menurut Freddy, dkk (2019), Tanda dan gejala dari kista radikuler ini
bergantung dengan besar dan perluasan dari kista, kista yang masih
berukuran kecil gejalanya tidak terlihat sehingga pada saat melakukan
pemeriksaan klinik kista ini sulit untuk diketahui. Pada beberapa kista akan
timbul rasa yang nyeri dan terjadi infeksi. Dengan adanya infeksi yang
terjadi maka akan menyebabkan timbulnya gejala dari kista raikuler. Kista
radikuler akan terlihat ketika terjadinya ekspansi pada jaringan yang ada
disekitarnya. Pembesara dari kista, terkadang terjadinya perubahan bentuk
permukaan, terjadinya perpindahan dari gigi yang ada disebelahnya. Kista
yang berada di maksila akan terjadi ekspansi yang secara umum kearah
bukal atau ke labial.

4. Gambar Preparat

EEpitelium stratifikatum
squamosum

Kista radikuler perbesaran 100x


Sel plasma

Colesterol cleft

Limfosit

Kista radikuler perbesaran 400x

B. Ameloblastoma

1. Gambaran umum dari kelainan

Menurut Langlais dkk (2013), Ameloblastoma merupakan suatu tumor


yang bersifat ganas, agresif dan invasive local muncul dari epitelium
odontogenic dengan ciri khas adanya pembengkakan yang tidak
menimbulkan rasa sakit, pertumbuhan secara lambat, apabila dibiarkan akan
menjadi sangat besar, serta resorpsi bentuknya menyerupai pisau pada gigi
didekatnya. Lesi ini umumnya terjadi pada regio molar rahang bawah dan
kemungkinan besar dapat meluas ke ramus. Ameloblastoma umumnya
multilokular dengan variasi seperti sarang tawon, bubble soap, dan
bilokular. Tetapi ameloblastoma ada yang unilokular pada lesi yang lebih
kecil. Lesi yang besar biasanya dijumpai perluasan dari bukal maupun
lingual korteks serta kemungkinan akan terjadinya perforasi

2. Etiologi
Ameloblastoma merupakan neoplasma yang etiologinya berasal dari
sebuah sel pembentuk enamel yang gagal untuk berdiferensiasi menjadi
jaringan keras gigi saat proses odontogenesis, faktor iritatif yang non
spesifik contohnya karies, ekstraksi, trauma, erupsi di gigi. ameloblastoma
juga dapat terjadi karena adanya kelainan defisit nutrisi, dan pathogenesis
viral (Cahyawati, 2018).

3. Manifestasi klinis kelainan

Ameloblastoma dilihat secara klinis tidak menimbulkan suatu gejala atau


sifatnya asimtomatik serta ameloblastoma ini tidak dapat menimbulkan
terjadinya perubahan suatu fungsi di nervus sensorik. Ketika nyeri timbul
biasanya ditandai bahwa adanya infeksi sekunder yang terjadi.
Ameloblastoma ini juga menyebabkan pergeseran dan resorpsi dari akar
gigi, gigi mengalami kegagalan bererupsi, bila terkena canalis dari alveolar
inferior menyebabkan terjadinya paraestesia. Di sebuah penelitian, seorang
yang menderita ameloblastoma sinonasal yang primer terlihat adanya
kondisi lesi mata, obstruksi pada nasal, pembengkakan yang terjadi di area
wajah, dizziness, epiktasis, sinusitis, serta adanya nyeri yang timbul di
kepala (Cahyawati, 2018).

4. Gambar Preparat

Jaringan ikat

Pulau epitel

Ameloblastoma perbesaran 100x


Jaringan ikat

Sel epitel
yang tersusun
rapih sebagai
Sel tumor dengan inti
pagar, intinya
kecil dan fusiform
hiperkromatis

Ruangan kecil
karena timbunan
cairan

Ameloblastoma perbesaran 400x

C. Papilloma

1. Gambaran umum dari kelainan

Papilloma adalah suatu neoplasma epitel yang benign (jinak) yang


umumnya terjadi pada rongga mulut. Lesi ini timbul dengan massa yang
kecil, eksoftik, warnanya merah muda-putih atau dapat sewarna dengan
jarigan sekitarnya, lesi ini tidak menimbulkan rasa sakit, ukuran
diameternya 1 cm, pada permukaan dari papulanya halus warna merah
muda, vegetative atau lembek serta mempunyai tonjolan kecil. Lesi ini
bertangkai dengan batas yang jelas (Langlais, 2013).

2. Etiologi

Papilloma merupakan neoplasma yang etiologinya berasal dari suatu


infeksi yang disebebkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) (Saswita,
dkk., 2018).

3. Manifestasi klinis kelainan


Adapun manifestasi klinis yang didapatkan dari papilloma, yaitu : tidak
menimbulkan rasa nyeri, soft, pedunculated, permukaan yang seperti jari
dan membentuk seperti bunga kol. Proyeksi permukaan pointed ataupun
blunted, warna lesi biasanya putih, sedikit kemerahan atau warnanya sama
dengan jaringan normal disekitarnya. Warna lesi yang ditimbulkan
bergantung dengan jumlah keratinisasi yang ada di permukaan (Wening,
2008).

4. Gambar preparat

Plica Stroma/ Jaringan ikat


epithelium fibrosa yang banyak
mengadung pembuluh
darah

Papilloma perbesaran 100x

Jaringan ikat Pigmen


fibrosa melanin
pada stratum
basalis

Sel koilocytus
dengan inti
pignotik
Papilloma perbesaran 400x

D. Nevus Pigmentosus Intradermal

1. Gambaran umum dari kelainan

Nevus pigmentosus intradermalis merupakan neoplasma benign (jinak)


asalnya dari melanosit yang merupakan sel dendritik, sel ini dapat
menghasilkan pigmen yang normalnya berada diantara keratinosit di stratum
basal epidermis. Kondisi ini benyak ditemukan pada kasus seorang yang
mengalami kaukasia dan jarang terjadi pada orang yang memiliki kulit
hitam. Umumnya timbul berupa tonjolan warna keabuan, coklat ataupun
hitam, serta kadang dapat timbul kondisi dengan disertai rambut (Tsaniyah,
dkk., 2015).

2. Etiologi

Nevus pigmentosus merupakan neoplasia yang asalnya dari melanosit,


yaitu dari sel dendritic yang dapat menghasilkan suatu pigmen, dimana
secara normal ada di antara keratinosit pada stratum basal epidermis. Untuk
saat ini etiologi dari neoplasia ini belum diketahui secara pasti, tetapi
kemungkinan diduga faktor penurunan keluarga, pajanan dari sinar uv, efek
kemoterapi serta kekebalan tubuh (Tsaniyah, dkk., 2015).

3. Manifestasi klinis kelainan

Nevus pigmentosus intradermal pada umumnya berbatas tegas dan tidak


ada kaitan dengan ulserasi. Nevus memiliki banyak variasi dari pigmen
melanin atau amelanotik. Permukaan warna dari nevus sangat bervariasi
tergantung dari jumlah dan lokasi dari melanin, pigmen di lesi. Ketika lesi
tampak warna cokelat gelap berarti memiliki pigmen yang letaknya
berdekatan dengan permukaan dari lesi. Permukaan dari nevus ini ada yang
halus dan verrucous, tergantung dari jumlah keratinnya (Shields, 2008).
4. Gambar preparat

epidermis

Sarang sel nevus


dengan pigmen
melanin
Sel adiposa

Nevus pigmentosus intradermal perbesaran 100x

Pigmen melanin
ekstraseluler Pigmen melanin
intraseluler

Nevus pigmentosus intradermal perbesaran 400x


E. Basalioma

1. Gambaran umum dari kelainan

Basalioma adalah suatu neoplasma yang maligna memiliki sifat yang


invasive lokal, agresif serta bersifat destruktif, tetapi neoplasma ini jarang
terjadi metastasis yang memiliki dampak angka kematian yang rendah.
Gambaran sel ini berbentuk lobulus, kolum atau pita (Miryana, dkk., 2013).

2. Etiologi

Basalioma merupakan neoplasma yang bersifat ganas berasal dari sel


yang non keratinisasi, dimana sel tersebut berasal dari lapisan basal di
epidermis, baslioma ini juga dapat terjadi dari adanya paparan ultraviolet
(UV), serta paparan dari radiasi ion. (Pramungnityas dan Mawardi, 2012).

3. Manifestasi klinis kelainan

Basalioma memiliki manifestasi yang beragam sesuai terhadap variasi


corak histologi. Neoplasma ini mengalami pertumbuhan yang lambat dan
jarang untuk bermetastasis. Basalioma mempunyai gambaran yang noduler
dengan bentukan kubah, papula yang berbentuk seperti mutiara dengan
permukaannya yang terlihat teleangiektasia serta terdapat tepi yang
meninggi. Basalioma ini pada permukaannya dapat terjadinya ulserasi.
Basalioma memiliki bentukan superfisialnya berupa plak yang bersisik
eritema dengan tepi meninggi. Basalioma memiliki sifat yang dapat
bermetastasis, agresif, invasi yang mengenai otot, tulang rawan. Neoplasma
ini umumnya sering terjadi disekitar kepala terutama hidung, dan pada leher
(Lily dan Meilany. 2016).
4. Gambar preparat

Sarang sel
epithel

Basalioma perbesaran 100x

Sarang epithel
palisade

Basalioma perbesaran 400x


F. Melanoma Maligna

1. Gambaran umum dari kelainan

Melanoma maligna adalah suatu keganasan sel yang menghasilkan


pigmen (melanosit) yang terjadi pada kulit, tetapi kondisi ini juga
dapat terjadi di mata, telinga, mulut, mukosa genitas serta
leptomeningen. Melanoma merupakan kanker kulit yang sifatnya
sangat agresif, lesi berwarna kehitaman di kulit (Juwita dan Nana.,
2019).

2. Etiologi

Melanoma maligna merupakan suatu kondisi kelainan yang


biasanya terjadi di kulit dengan etiologi berasal dari degenerasi sel
pigmen melanosit yang mengarah kepada keganasan (Muhartono dan
Hanriko., 2017).

3. Manifestasi klinis kelainan

Pada melanoma maligna adanya kondisi perubahan pigmentasi di


kulit yang diikuti dengan perdarahan, pengerasan pada kulit, dan
disertai rasa gatal. Adapun tanda lainnya seperti lesi melanoma yang
terlihat berbedadengan lesi di kulit lainnya,yang disebut dengan “
The Ugly Duckling Sign “. Karakteristik dari melanoma untuk
mendeteksi secara visual kulit yang dicurigai kemungkinan
terjadinya melanoma menggunakan kriteria ABCDE. Kriteria ini
meliputi A- symmetry atau lesi asimetris, B-border irregularities
atau tipe yang ireguler, C-color variation atau variasi dari warna
seperti coraknya, kecoklatan, hitam, abu ataupun putih. D-diameter,
untuk diameternya>6 mm, E- evolving size, shape, surface atau
perubahan pada ukuran, bentuk, dan permukaannya (Juwita dan
Nana., 2019).
4. Gambar preparat

Terdapat
pertumbuhan sel
yang infiltrative
Pigmen melanin dan terdapat sel
polimorfi

Melanoma Maligna perbesaran 100x

Pembuluh darah

Sel atipi, polimorfi,


tidak mengandung Sel atipi, polimorfi,
pigmen melanin mengandung
pigmen melanin
Angiogenesis

Mitosis
Pigmen melanin

Melanoma Maligna perbesaran 400x


PRAKTIKUM HPA-2

A. Adenoma (Glandula Thyroidea)

1. Gambaran Umum

Adenoma folikuler merupakan suatu kelenjar tiroid dengan sel epitel


yang intinya bulat dan bisa bervariasi mulai ukuran kecil yang bersifat
hiperkromatik dan ada yang berukuran besar serta vasikuler, berkapsul dan
berbatas tegas serta gambaran neoplasma ini berbentuk pola folikuler
(Yakob, dkk., 2015)

2. Etiologi

Adapun etiologi yang menyebabkan adenoma glandula tyroidea ini


seperti terpaparnya radiasi, defisiensi dari unsur iodium, hormon reproduksi,
adanya kelebihan pertumbuhan dari jaringan tiroid dan juga kemungkinan
disebabkan karena adanya faktor genetic (Djokomoeljanto, 2009).

3. Manifestasi Klinis Kelainan

Menurut Kumar dkk (2013), Manifestasi klinis dari adenoma glandula


tiroid yaitu sebagai nodul. Pasien yang mengalami adenoma tiroid toksik
akan terlihat suatu gambaran tirotoksikosis. Lalu, akan dilakukan
peginjeksian yodium radiaktif dan apabila telah dilakukan injeksi ini, maka
adenoma akan mengambil yodium yang jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan parenkim tiroid yang normal, sehingga nantinya saat
pemindaian radionuklida adenoma maka akan tampak gambaran seperti cold
nodules relative dengan kelenjar tiroid yang letaknya berdekatan. Cold
nodules ini dapat menjadi ganas dan treatment yang dapat dilakukan dengan
cara eksisi. Tetapi untuk hot nodule tidak selalu berubah menjadi keganasan.
Ketika membesar timbul suatu gejala lokal yaitu kesulitan dalam menelan.

4. Gambar Preparat
a. Perbesaran 40x

b. perbesaran 400x
B. Tumor Warthin (Adenolimfoma)

1. Gambaran Umum

Adenolimfoma merupakan suatu neoplasma yang jinak pada glandula


parotis. Letaknya biasanya di inferior dari kelenjar, pada posterior dari
mandibula. Adapun ciri yang dimiliki dari tumor ini yaitu penampilan dari
segi morfologisnya yang terdiri dari epitel-epitel berlapiskan ganda,
adenolimfoma ini termasuk ke jenis sel onkositik kolumnar yang dikelilingi
dengan basaloid dengan ukuran yang lebih kecil, membentuk kista yang
banyak dan papiler dimana struktur yang terpisah dari limfositik yang
dewasa dari sel stroma (Wenig, 2016).

2. Etiologi

Etiologi dari adenolimfoma ini kemungkinan adanya perkembangan


transformasi neoplastic dari suatu epitel duktus saliva yang telah terjebak di
area dalam kelenjar getah bening serta pariparatiroid ketika tahap
berkembangnya embriologis berlangsung. Selain itu disebabkan karena
perokok yang berat, paparan dari adanya radiasi, dan peran dari virus
Epstain-Barr (Wenig, 2016).

3. Manifestasi Klinis Kelainan

Untuk manifestasi klinis pada tumor warthin ini umumnya terdapat


benjolan yang tidak menimbulkan rasa nyeri dengan pertumbuhan yang
berlangsung lambat. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik akan ditemukan
adanya suatu benjolan di area angulus mandibula atau sedikit di area depan
maupun di area belakang dari telinga yang memiliki konsistensi padat,
kenyal, permukaannya yang licin dan mobile. Ketika neoplasma ini sulit
digerakkan maka kemungkinan adanya suatu perubahan ke tingkat
keganasan atau neoplasma ini sedang berada pada lobus profunda di parotis
(Probet et al., 2006).

4. Gambar Preparat
a. Perbesaran 40x

Sel
pseudoskuamous
eosinofil

Sentrum
Jaringan germinativum
Massa
eosinophil yang limfoid yang
mengelompok
ada di lumen

Ssel
pseudoskuamous
eosinofil

b. Perbesaran 400x

Outer cell, sel bentuk


kolumnar, inti tersusun
baik di satu deretan

Inner cell dengan sel yang


agak besar dan inti yang
tidak tersusun baik.di satu
deretan.Letaknya dekat
jaringan limfoid.
C. Tumor Mikstus Kelenjar Ludah (Pleomorphic Adenoma)

1. Gambaran Umum

Menurut Rahman dkk (2015), Pleomorphic adenoma merupakan suatu


neoplasma yang bersifat jinak campuran dan angka kejadian dari neoplasma
ini paling sering ditemukan. Pleomorphic ini tersusun atas komponen sel-sel
epitel, mioepitel, serta mesenkim yang dapat tersusun kedalam beberapa
variasi komponen.

2. Etiologi

Menurut Odell (2017), etiologi dari pleomorphic adenoma ini umumnya


dikarenakan adanya kondisi translokasi kromosom yang mengaktifkan salah
satu diantara dua gen, yaitu PLAG1 atau HMGA2. Selain itu pleomorphic
mempunyai sejumlah kelainan kromosom lain yang cukup banyak, dimana
melibatkan onkogen dan juga tumor suppressor genes.

3. Manifestasi Klinis Kelainan

Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan dari pleomorphic adenoma ini


yaitu tidak menimbulkan rasa sakit, konsistensinya padat, mobile,
pertumbuhannya yang berlangsung lambat dan di area jaringan yang
melapisinya jarang menimbulkan suatu ulserasi. Pada area glandula parotis
ada di sisi posterior-inferior dari lobus superfisialis, dan untuk area glandula
saliva minor terjadi di daerah palatum, bibir bagian atas, dan pada mukosa
bukal (Wenig, 2016).

4. Gambar Preparat

a. Perbesaran 100x
Masa
koloid

Penampakan
menyerupai cartilago
kemungkinan karena
masa koloid yang
mengecil

Pleomorphic adenoma daerah tubular dan chondroid

Masa
koloid

Area
perlendiran

Pleomorphic adenoma daerah chondroid

b. Perbesaran 400x

Daerah
perlendiran
Pleomorphic adenoma daerah perlendiran

D. Adenokarsinoma

1. Gambaran Umum

Kanker kolorektal merupakan neoplasma yang bersifat ganas atau


maligna yang timbul dari suatu jaringan epitel yang asalnya dari kolon
ataupun rectum (Sayuti, 2019).

2. Etiologi

Etiologi dari adenokarsinoma sampai saat ini belum diketahui secara


pasti darimana penyebabnya. Tetapi penelitian menyatakan bahwa adanya
faktor genetic yang mempunyai sebuah korelasi terbesar untuk terjadinya
kanker ini. Adanya mutasi gen dari Adenomatous Polyposis Coli (APC)
sebagai penyebab suatu Familial Adenomatous Polyposis (FAP), yang
nantinya dapat memberikan pengaruh kepada suatu individu dalam
terjadinya perkembangan kanker di usus (Sayuti dan Nouva, 2019).

3. Manifestasi Klinis Kelainan

Kanker kolorektal ini menimbulkan suatu gejala umum berupa adanya


perubahan dari kebiasaan buang air besar. Dimana gejalanya meliputi,
adanya diare ,perut yang terasa penuh, kram perut dan kembung, berat
badan yang menurun drastis, feses yang diikuti dengan darah, lelah serta
mual dan muntah (Sayuti, 2019).
4. Gambar Preparat

a. Perbesaran 40x

Lumen yang mengecil,


sudah hampir ruptur karena
ada pertumbuhan berlebihan
epitel disekitar lumen

b. Perbesaran 100x

Angiogenesis
c. Perbesaran 400x

Lumen/saluran

Sel berbentuk
poligonal
Angiogenesis
DAFTAR PUSTAKA

Cahyawati, T. D., 2018. Ameloblastoma. Jurnal Kedokteran Unram. Vol 7 (1) :


19-25

Cawson, R. A.,dan Ondel, E. W., 2017. Cawson’s Essentials of Oral Pathology


and Oral Medicine. 9th ed. Phiiladelphia: Chruchill Livingstone Elsevier.

Djokomoeljanto., 2009. Buku Ajar Tiroidologi Klinik. Badan Penerbit Undip.


Semarang

Freddy, G., dkk., 2009. Kista odontogenik di rumah sakit dr.wahidin


sudirohusodo Makassar. Dentofacial. Vol 8 (2) : 80-87

Juwita, H. F., dan Nana, S., 2019. Peran radioterapi pada melanoma kulit.
Radioterapi & Onkologi Indonesia. Vol 10 (1)

Kumar, V., Abbas, A. K., dan Aster, J. C., 2013. Robbins Basic Pathology. 9th ed.
Elsevier. Philadelphia

Langlais, R. P., Miller, C. S., Nield-Gehring, J. S., 2013. Atlas Berwarna Lesi
Mulut yang Sering Ditemukan. Edisi 4. Jakarta: EGC

Miryana, W., Reza, N. R., Sarwono, I., dan Cholis, M., 2013. Gambaran
histopatologi karsinoma sel basal. MDVI. Vol 4 (3) : 138-144

Muhartono., dan Hanriko, R., 2017. Sosialisasi bahaya kanker kulit (melanoma
maligna) dan pemeriksaan gratis bagi masyarakat di kecamatan Kemiling
Bandar Lampung. JPM Ruwa Jurai. Vol 3 : 81-84

Odell, E. W., 2017. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine.
Elsevier. New York

Pramuningtyas, R., dan Mawardi, P., 2012. Gejala klinis sebagai predictor pada
karsinoma sel basal. Biomedika. Vol 4 (1) : 33-36
Prativi, S. A., Pramatika, B., 2018. Gambaran karakteristik kista radicular
menggunakan cone beam computed tomography (CBCT). B-Dent Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah. Vol 6(2) : 105-110

Probet, R., Grevers, G., and Heinrich., 2006. Basic Otolaryngology. Thieme. New York

Rahman, S., Budiman, B, J., dan Yolazenia., 2015. Penatalaksanaan pleomorfik adenoma
palatum. Jurnal MKA FK Unand. Vol 38 (1) : 66-72

Saswita, E., Asyari, A., Novialdi, dan Fitri, F., 2018. Diagnosis dan
penatalaksanaan papilloma laring berulang pada dewasa. Jurnal Kesehatan
Andalas. Vol 7 (3) : 85-91

Sayuti, M., dan Nouva., 2019. Kanker kolorektal. Jurnal Averrous. Vol 5 (2) : 76-
88

Shields, J. A., 2008. Tumor of The Eyelids. Lippincott Williams and Wilkins
Philadelphia

Tsaniyah, D.R.A., Aspitriani, dan Fatmawati., 2015. Prevalensi dan gambaran


histopatologi nevus pigmentosus di bagian patologi anatomi rumah sakit
Dr. Muhammad Husein Palembang. MKS. Vol 47 (2) : 110-114

Wening, B. M., 2008. Atlas of Head and Neck Pathology. 3rd edition. Elsevier
Publisher. New York.

Wening, B. M., 2016. Atlas of Head and Neck Pathology. Elsevier. New York.

Yakob, A., Agus, S., dan Bachtiar, H., 2015. Ekspresi cathepsin-D lebih tinggi
pada adenokarsinoma folikuler tiroid dibandingkan dengan adenoma
foliker tiroid. J Patologi. Vol 24 (3) : 29-33.

Anda mungkin juga menyukai