Anda di halaman 1dari 22

Referat

Kortikosteroid
Sistemik
Pembimbing : dr. Ika Soelistina, Sp. KK

Glorivy Regita Sasqia L 112021072

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


Rumah Sakit Bhayangkara Surabya H S. Samsoeri Mertojoso
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univesitas Kristen Krida Wacana
Periode 4 Juli 2022– 6 Agustus 2022
Pendahuluan

Kortikostedoid (KS) dikenal sejak tahun 1950-an, banyak


digunakan dalam bidang dermatologi karena efek

● An tI-i nfla ma si
● Imunosupresi

Sejak penggunaanya, obat ini sangat menolong pasien. Di


bidang dermatologi, KS banyak dipakai untuk penyakit
yang penyembuhannya lama atau penyakit berat yang
menyebabkan kematian.

Djuanda A, Effendi EH. Kortikosteroid Sistemik. Dalam : Menaldi SLSW, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI; 2016: 408-10
Pendahuluan

Penelitian General Practice Research Database di Inggris


tahun 2000 melaporkan bahwa :

● 0,9% populasi penelitian menggunakan KS oral


● penyakit kulit, indikasi pemberian urutan kedua
sesudah penyakit saluran napas

Dibutuhkan dalam dosis tinggi, yakni 3-10 kali dosis


fisiologis. Beberapa kasus bahkan membutuhkan terapi
jangka panjang untuk memperbaiki keadaan klinis.
Hal ini menyulitkan dalam menghindari efek samping, yang
mencakup hampir semua sistem organ karena kortikosteroid
memengaruhi sebagian besar organ tubuh

Siagian JN, Ascobat P, Menaldi SL. Kortikosteroid Sistemik: Aspek Farmakologi dan Penggunaan Klinis di Bidang Dermatologi. MDVI. 2018; 45 (3): 164-71
Pendahuluan

Laporan efek samping, bervariasi antara:

● pada penggunaan jangka pendek, <30 hari


● pada pengobatan >60 hari , mencapai 90%
● dosis rendah , ≤ 7,5mg/hari

Data unit rawat jalan (URJ) Kulit dan Kelamin Rumah


Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Sutomo Surabaya tahun
2009-2011 menunjukkan efek samping KS oral pada reaksi
kusta tipe 2 adalah 8,9%. Keputusan menggunakan KS
sangat membutuhkan pertimbangan manfaat dan
risikonya terkait kondisi setiap pasien

Siagian JN, Ascobat P, Menaldi SL. Kortikosteroid Sistemik: Aspek Farmakologi dan Penggunaan Klinis di Bidang Dermatologi. MDVI. 2018; 45 (3): 164-71
Definisi

KS merupakan anti inflamasi yang identik dengan

kortisol, hormon steroid alami pada manusia yang


disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal

Kadar dalam plasma : 5-25mikrogram/ml H PA– a x i s

Rusmini H, Ma’rifah S. Gambaran Penggunaan Kortikosteroid Sistemik Jangka Panjang terhadap Kejadian Katarak di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung. Jurnal
Ilmu Kedokteran dan Kesehata. April 2017; 4 (2):91-6.
Mamfatuli T. Penggunaan Kortikosteroid dalam Praktek Klinis. J.Ked.N.Med. Maret 2018; 1 (1): 70-4
Kortikosteroid
Sintesis dan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal
mengikuti variasi diurnal : kecepatan sekresi optimal
10 mg/hari

Glukokortikoid Mineralokortikoid
Proses metalosime, katabolisme, respon Mengatur reabsorbsi Natrium dan
imun tubuh dan reaksi inflamasi. Kalium pada tubulus kontortus ginjal.
Kortisol (hidrokortison)
Aldrosteron

Rusmini H, Ma’rifah S. Gambaran Penggunaan Kortikosteroid Sistemik Jangka Panjang terhadap Kejadian Katarak di Poli Mata Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung. Jurnal
Ilmu Kedokteran dan Kesehata. April 2017; 4 (2):91-6.
Mamfatuli T. Penggunaan Kortikosteroid dalam Praktek Klinis. J.Ked.N.Med. Maret 2018; 1 (1): 70-4
MEKANISME KERJA
Kortikosteroid memengaruhi kecepatan sintesis protein, dimulai dari difusi pasif ke dalam sel, bereaksi
dengan reseptor protein spesifik sitoplasma membentuk kompleks steroid-reseptor, mengalami perubahan
konformasi dan bergerak menuju nukleus untuk berikatan dengan kromatin, lalu menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik untuk mewujudkan efek fisiologis steroid
Aktivitas – Mekanisme Kerja

Anti-Inflamasi Imunosupresi
Aktivasi transkripsi gen antiinflamasi/ represi Menekan hipersensitivitas tipe
transkripsi gen proinflamasi. Glukokortikoid
lambat, yakni menghambat fagositosis
menghambat sintesis prostaglandin oleh makrofag serta mengurangi aktivitas
dan leukotrien melalui hambatan limfosit T, dengan hanya sedikit pengaruh
fosfolipase A2 dalam melepaskan asam pada imunitas humoral (supresi perubahan
arakhidonat (supresi perubahan vaskular) selular).

Siagian JN, Ascobat P, Menaldi SL. Kortikosteroid Sistemik: Aspek Farmakologi dan Penggunaan Klinis di Bidang Dermatologi. MDVI. 2018; 45 (3): 164-71
FARMAKOKINETIK

1. Orang dewasa normal (tidak ada faktor stress)  10-20 mg kortisol/hari


2. Laju sekresi kortisol  diatur siklus diurnal  Pagi hari & Setelah makan (siang)
3. Ada 2 plasma protein pengkikat kortikosteroid
a. Corticosteroid-binding globulin (CBG)  mengikat kortikosteroid (90%) namun kapasitas ikat
totalnya hanya sedikit (20-30 mcg/dL)  konsentrasi berlebih  steroid bebas di plasma
b. Albumin  ikatan yang lemah namun kapasitasnya relatif lebih besar.
Klasifikasi

Siagian JN, Ascobat P, Menaldi SL. Kortikosteroid Sistemik: Aspek Farmakologi dan Penggunaan Klinis di Bidang Dermatologi. MDVI. 2018; 45 (3): 164-71
FARMAKODINAMIK
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme : karbohidarat, protein dan lemak, mempengaruhi
fungsi sistem kardiovaskuler, ginjal, otot lurik, sistem saraf & organ lain. Korteks adrenal
berfungsi homeostatik (mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan)
Kortikosteroid dibedakan menjadi 2 golongan besar :
a. Glukokortikoid: Penyimpanan glikogen hepar dan efek Anti inflamasi. Efek kesimbangan
air & elektrolit kecil
b. Mineralokortikoid: Efek keseimbangan air & elektrolit namun penyimpanan glikogen hepar
kecil
Efek Metabolisme Glukokortikoid  glikogenolisis dan gluconeogenesis  kadar gula
darah meningkat.
Glukokortikoid  lipase menyebabkan lipolisis

Efek Katabolik & anti Anabolik Efek Katabolik & antianabolik (jaringan limfoid, ikat, otot, tulang,
lemak perifer, dan kulit)
Berkurang massa otot & penipisan kulit
Tulang  Osteoporosis

Efek Anti-inflamasi & Immunosupresi Mengurangi manifestasi peradangan  menurunkan konsentrasi &
distribusi leukosit perifer & efek supresi pada sitokin dan kemokin
inflamatorik
Mempengaruhi reaksi inflamasi  menurunkan sintesis prostaglandin,
leukotrien dan platelet-aktivating factor.
Vasokonstriksi, yang diduga terjadi dengan menekan degranulasi sel
mast.

Efek Fungsi Ginjal Meningkatkan sekresi vasopressin (filtrasi glomerulus)


Menurunnya pengeluaran cairan dari Tubuh

Efek Sistem Saraf Gangguan Perilaku  Insomnia, euforia lalu depresi,


Dapat meningkatkan  Tekanan Intrakranial
Supresi sekresi ACTH, hormon pertumbuhan, TSH, Luteinizing
Hormon (hipofisis)

Efek GI-Tract Menekan Respon Imun lokal  Helicobacter Pylori  Tukak Gaster
Indikasi

Jaringan Ikat & Gangguan


Vesikobulosa Autoimun Reaksi Anafilaksis Vaskular Autoimun
Pemfigus, pemfigoid bulosa Sengatan, alergi, obat Lupus eritematosus sistemik,
dermatomiositis, vaskulitis

Reaksi Kusta Urtikaria Lain-lain


Tipe 1 Luas, atau rekalsitran dan Pioderma ganggernosusm,
angioedema sarkoidosis, penyakit Behcet

Djuanda A, Effendi EH. Kortikosteroid Sistemik. Dalam : Menaldi SLSW, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI; 2016: 408-10
Kontraindikasi
1. Hipersensitivitas terhadap kortikosteroid
2. Infeksi jamur sistemik
3. Osteoporosis
4. Hiperglikemia yang tidak terkontrol (diabetes mellitus)
5. Glaukoma, infeksi sendi, & hipertensi yang tidak terkontrol

Relatif, tambahan
1. Penyakit tukak lambung
2. Gagal jantung kongestif
3. Infeksi virus atau bakteri yang tidak dikendalikan oleh antiinfeksi.
Cara Penggunaan

Kortikosteroid dapat diberikan secara intralesi, oral, intra muskular atau intravena

bergantung pada penyakit yang akan diobati. Terdapat 3 kelompok kortikosteroid

sesuai dengan masa kerjanya, yang memiliki perbedaan potensi glukokortikoid (GK)

dan mineralokortikoid (MK)


Cara Penggunaan
Sebelum memulai pengobatan jangka panjang, diperlukan evaluasi:

1. Predisposisi diabetes (gula darah), hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dalam


keluarga
2. Pengukuran berat badan
3. Tekanan darah
4. Bila memungkinkan, pengukuran densitas tulang belakang.

Bila terdapat gangguan hepar → Gunakan metilprednisolon (prednisone dimetabolisme hepar


menjadi metilprednisolon)
Pasien hipertensi, gangguan jantung atau keadaan lain dengan masalah retensi garam →
Kortikosteroid dengan efek mineralokortikoid kecil atau tidak ada
Setelah mengalami perbaikan → tapering off
Hal-hal yang perlu
diperhatikan Tujuan:
1. Pemulihan sumbu HPA axis yang mengalami
supresi selama pemberian kortikosteroid
1. Gunakan dosis efektif terkecil, terutama bila 2. Agar penyakit tidak mengalami eksaserbasi
diperlukan untuk jangka panjang. 3. Tidak terjadi sindrom putus obat (keluhan
2. Penggunaan lebih singkat lebih aman. Iemah, lelah, anoreksia dan demam ringan)
3. Dosis tinggi tidak boleh lebih dari 1 bulan. Supresi HPA axis dapat dikurangi  pemberian
4. Penurunan dosis secara bertahap dalam beberapa kortikosteroid dosis tunggal pada pagi hari jam
minggu atau bulan tergantung lamanya terapi. 08.00 sesuai dengan siklus diurnal produksi
5. Hati-hati pada pasien usia lanjut, gizi buruk, anak- alamiah kortikosteroid
anak, diabetes
6. Kurangi asupan garam.
Djuanda A, Effendi EH. Kortikosteroid Sistemik. Dalam : Menaldi SLSW, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI; 2016: 408-10
Efek Samping

Djuanda A, Effendi EH. Kortikosteroid Sistemik. Dalam : Menaldi SLSW, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI; 2016: 408-10
Pencegahan Efek
Samping

Diet rendah kalori, rendah lemak, rendah garam, tinggi protein, kalium dan
kalsium. Perbanyak olahraga dan aktivitas fisik

Siagian JN, Ascobat P, Menaldi SL. Kortikosteroid Sistemik: Aspek Farmakologi dan Penggunaan Klinis di Bidang Dermatologi. MDVI. 2018; 45 (3): 164-71
Djuanda A, Effendi EH. Kortikosteroid Sistemik. Dalam : Menaldi SLSW, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI; 2016: 408-10
Kesimpulan

Kortikosteroid sistemik memiliki peranan paling luas di antara


semua antiinflamasi dan imunosupresif. Penggunaannya di
berbagai bidang kedokteran, termasuk dermatologi, banyak
menghasilkan perbaikan klinis yang bermakna. Di sisi lain,
pengaruh kortikosteroid terhadap sebagian besar sistem organ,
terutama bila diberikan dalam dosis tinggi jangka panjang,
berpotensi menghasilkan efek samping serius. Optimalisasi
penggunaan kortikosteroid berdasarkan sifat farmakologiknya,
yakni pemilihan preparat, rejimen dosis, interval serta waktu
dan lama pemberian, metode tapering off, potensi interaksi
obat, skrining dan pemantauan efek samping, kemungkinan
timbul dampak buruk dapat dibatasi, sehingga peranan obat ini
sebagai pilihan terapi bagi klinisi dapat dipertahankan.
Thank You
for your attention

Stay safe and


Stay healthy

Anda mungkin juga menyukai