Anda di halaman 1dari 7

Juni 4, 2012 by Indonesia Medicine

Penggunaan Obat Kortikosteroid Pada Penderita Alergi, Farmakokinetik dan Efek Samping

Penggunaan Kortikosteroid Pada Penderita Alergi, Farmakokinetik dan Efek Samping

Pemberian obat alergi untuk penderita alergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat
jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.

Kortikosteroid dikenal mempunyai efek yang kuat sebagai anti-inflamasi pada penyakit artritis
reumatoid, asma berat, asma kronik, penyakit inflamasi kronik dan berbagai kelainan imunologik.
Oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator, kortikosteroid memegang peranan
penting pada pengobatan medikamentosa penyakit alergi baik yang akut maupun kronik. Tetapi di
samping manfaatnya, karena efek sampingnya yang banyak juga menyebabkan penggunaan
kortikosteroid ini harus tepat guna dan tepat cara.

Kortikosteroid sering juga dikenal sebagai obat dewa karena dapat menyembuhkan berbagai penyakit
yang ringan hingga berat dengan cepat . Obat ini merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai
dalam dunia kedokteran terutama golongan glukokortikoid. Glukokortikoid sintetik digunakan pada
pengobatan nyeri sendi, arteritis temporal, dermatitis, reaksialergi, asma, hepatitis, systemic lupus
erythematosus, inflammatory boweldisease, serta sarcoidosis. Selain sediaan oral, terdapat pula sediaan
dalambentuk obat luar untuk pengobatan kulit, mata, dan juga inflammatory boweldisease.

Baik kortikosteroid alami maupun sintetik digunakan untuk diagnosis dan pengobatan kelainan fungsi
adrenal. Hormon ini juga sering digunakan dalam dosis lebih besar untuk pengobatan berbagai kelainan
peradangan dan imunologi.

Penggunaan glukokortikoid pada pengobatan gangguan fungsi adrenal biasanya diberikan pada keadaan
insufisiensi atau hiperfungsi dari adrenokortikal. Keadaan insufisiensi adrenokortikal dapat berupa akut
maupunkronis (penyakit Addison) yang ditandai dengan hiperpigmentasi, lemah, kelelahan, berat badan
menurun, hipotensi, dan tidak ada kemampuan untukmemelihara kadar gula darah selama puasa. Untuk
keadaan hiperfungsi adrenokortikal misalnya terjadi pada hiperplasia adrenal kongenital, sindrom
chusing, atau aldosteronisme.Glukokortikoid dapat pula digunakan untuk tujuan diagnostik dari sindrom
chusing. Dengan tes supresi deksametason, obat ini diberikan sejumlah 1 mg peroral pada jam 11
malam, dan sampel plasma diambil pada pagi hari. Pada individunormal, konsentrasi kortisol biasanya
kurang dari 5 µg/dl, sedangkan pada sindrom chusing kadarnya biasanya lebih besar daripada 10 µg/dl.
Namun hasil ini tidak dapat dipercaya pada keadaan depresi, ansietas, penyakit, dan kondisi stress yang
lain.

Selain itu, maturasi paru-paru pada janin diatur oleh sekresi kortisol janin.Ibu dengan pengobatan
glukokortikoid dalam dosis besar akan dapatmenurunkan insiden sindrom gawat nafas pada bayi yang
dilahirkan secara prematur. Kortisol dan analog sintetiknya berguna dalam pengobatan
berbagaikelompok penyakit yang tidak berhubungan dengan kelainan fungsi adrenal.Kegunaan
kortikosteroid pada kelainan ini merupakan kemampuannya untuk menekan respon peradangan dan
respon imun. Pada keadaan yang respons peradangan atau respon imunnya penting untuk
mengendalikan proses patologi, terapi dengan kortikosteroid mungkin berbahaya tetapi dibenarkan
untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tak dapat diperbaiki akibat respon peradangan jika
digunakan bersama dengan terapi spesifik untuk proses penyakitnya

Struktur dan fungsi

Kortikosteroid alamiah dan buatan secara garis besar terbagi dalam mineralokortikoid dan
glukokortikoid. Walaupun pada saat ini pada preparat yang baru semakin diusahakan untuk hanya
mempunyai efek glukokortikoid, tetap masih mempunyai efek minerelokortikoid walaupun sedikit.

Mekanisme kerja

 Obat golongan kortikosteroid sebenarnya memiliki efek yang sama dengan hormon cortisone
dan hydrocortisone yang diproduksi oleh kelenjar adrenal, kelenjar ini berada tepat diatas ginjal
kita (lihat gambar). Dengan efek yang sama bahkan berlipat ganda maka kortikosteroid sanggup
mereduksi sistem imun (kekebalan tubuh) dan inflamasi, makanya kalo orang dengan penyakit-
penyakit yang terjadi karena proses dasar inflamasi seperti rheumatoid arthritis, gout arthritis
(asam urat) danalergi gejalanya bisa lebih ringan setelah pemberian kortikosteroid.

 Walaupun tampaknya ada bermacam efek pada fungsi fisiologik, kortikosteroid tampaknya
mempengaruhi produksi protein tertentu dari sel. Molekul steroid memasuki sel dan berikatan
dengan protein spesifik dalam sitoplasma. Kompleks yang terjadi dibawa ke dalam nukleus, lalu
menimbulkan terbentuknya mRNA yang kemudian dikembalikan ke dalam sitoplasma untuk
membantu pembentukan protein baru, terutama enzim, sehingga melalui jalan ini
kortikosteroid dapat mempengaruhi berbagai proses. Kortikosteroid juga mempunyai efek
terhadap eosinofil, mengurangi jumlah dan menghalangi terhadap stimulus. Pada pemakaian
topikal juga dapat mengurangi jumlah sel mast di mukosa. Kortikosteroid juga bekerja sinergistik
dengan agonis β2 dalam menaikkan kadar cAMP dalam sel.

 Pada waktu memasuki jaringan, glukokortikoid berdifusi atau ditranspormenembus sel


membran dan terikat pada kompleks reseptor sitoplasmikglukokortikoid heat-shock protein
kompleks. Heat shock protein dilepaskan dankemudian kompleks hormon reseptor ditranspor
ke dalam inti, dimana akan berinteraksi dengan respon unsur respon glukokortikoid pada
berbagai gen danprotein pengatur yang lain dan merangsang atau menghambat ekspresinya.

 Pada keadaan tanpa adanya hormon, protein reseptor dihambat dari ikatannya denganDNA; jadi
hormon ini tidak menghambat kerja reseptor pada DNA.

 Perbedaan kerja glukokortikoid pada berbagai jaringan dianggap dipengaruhi oleh


proteinspesifik jaringan lain yang juga harus terikat pada gen untuk menimbulkanekspresi unsur
respons glukokortikoid utama.
 Selain itu, glukokortikoid mempunyai beberapa efek penghambatan umpanbalik yang terjadi
terlalu cepat untuk dijelaskan oleh ekspresi gen. Efek ini mungkin diperantarai oleh mekanisme
nontranskripsi

Indikasi untuk penyakit alergi

Indikasi utama adalah untuk reaksi alergi akut berat yang dapat membahayakan kehidupan, seperti
status asmatikus, anafilaksis, dan dermalitis exfoliativa. Selain itu, juga untuk reaksi alergi berat yang
tidak membahayakan kehidupan tetapi sangat mengganggu, misalnya dermatitis kontak berat, serum
sickness, dan asma akut yang berat. Indikasi lain adalah untuk penyakit alergi kronik berat sambil
menunggu hasil pengobatan konvensional, atau untuk mengatasi keadaan eksaserbasi akut pada pasien
yang memakai kortikosteroid dosis rendah jangka panjang, harus dinaikkan dosisnya bila terjadi
eksaserbasi.

Pedoman pemakaian

 Pengobatan kortikosteroid, terutama dengan jangka panjang, menimbulkan banyak efek yang
tidak diinginkan maka sebelum memulai pengobatan harus dipertimbangkan untung dan
ruginya terlebih dahulu.

 Pada asma akut gunakan kortikosteroid dengan kombinasi obat lain secara tepat waktu, sesuai
dengan konsep inflamasi yang terjadi pada asma .

Penggunaan kortikosteroid pada asma

Lokasi Stadium asma Penggunaan kortikosteroid

Rumah sakitBagian Status asmatikusAsma akutKeluhan


YaYaYaYa
daruratDi rumahDi rumah sesakAsma berulangPermulaan ISPA

Catat dengan baik kondisi alergi atau imunologi apa yang memberikan respons baik terhadap
kortikosteroid sebelumnya. Kortikosteroid hanya dipakai bila obat konvensional tidak menolong, jadi
untuk pasien asma berikan dulu obat metilxantin dan golongan adrenergik. Selain itu hindari
penggunaan kortikosteroid pada pasien yang sedang mendapat vaksin virus.

Gunakan kortikosteroid dengan dosis serendah mungkin yang dapat mengontrol penyakitnya Tujuan
untuk meringankan penyakit lebih dapat diterima daripada untuk menghilangkan gejala. Sedapat
mungkin gunakan kortikosteroid yang bekerja dalam jangka pendek (prednison, prednisolon, dsb), dan
untuk pemakaian jangka panjang kalau dapat gunakan secara topikal misalnya krem untuk kelaian kulit
dan inhalasi untuk pengobatan asma kronik. Batasi penggunaan kortikosteroid untuk 5-7 hari saja, atau
bila perlu terapi jangka panjang berikan dosis intermiten selang sehari pada pagi hari. Kortikosteroid
yang diberikan 3-4 kali sehari, atau pada malam hari, lebih menekan fungsi kelenjar adrenal daripada
yang diberikan sehari sekali atau pagi hari.
Komplikasi yang mungkin terjadi untuk pemakaian jangka panjang harus diawasi secara ketat misalnya
glaukoma, katarak, gastritis, osteoporosis, dan sebagainya. Jangan menghentikan pemberian
kortikosteroid jangka panjang dan dosis tinggi secara mendadak karena akan menyebabkan insufiensi
kelenjar supraadrenal dan eksaserbasi penyakit yang sedang diobati.

Protokol yang dianjurkan untuk menghentikan pemberian kortikosteroid jangka panjang adalah sebagai
berikut. Mulai pengurangan dengan hati-hati (misalnya 2,5-5 mg prednison tiap 3-7 hari) dan awasi
keadaan penyakitnya. Bila terjadi peningkatan aktivitas penyakit naikkan kembali dosisnya, kemudian
coba lagi mengurangi dengan dosis yang lebih rendah. Usahakan sampai dapat diberikan dosis sekali
sehari pada pagi hari dan selanjutnya diberikan setiap 2 hari. Tambahkan dosis kortikosteroid bilamana
pasien sedang mendapat stres, untuk stres ringan (gastroenteritis, influensa, otitis media, faringitis, atau
tindakan bedah ringan) cukup ditambahkan selama 2 hari, sedang untuk stres berat (trauma atau
tindakan bedah besar) tambahkan dosis kortikosteroid untuk 3-4 hari atau sampai stresnya teratasi.

Efek Samping

Manfaat yang diperoleh dari penggunaan glukokortikoid sangat bervariasi. Harus dipertimbangkan
dengan hati-hati pada setiap penderita terhadapbanyaknya efek pada setiap bagian organism ini. Efek
utama yang tidakdiinginkan dari glukokortikoidnya dan menimbulkan gambaran klinik sindromcushing
iatrogenik. Sindrom cushing iatrogenik disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik untuk alasan yang bervariasi

Efek samping jangka pendek

 Peningkatan tekanan cairan di mata (glaukoma)

 Retensi cairan, menyebabkan pembengkakan di tungkai.

 Peningkatan tekanan darah

 Peningkatan deposit lemak di perut, wajah dan leher bagian belakang *orangnya jadi tambah
tembem

Efek samping jangka panjang.

 Katarak

 Penurunan kalsium tulang yang menyebabkan osteoporosis dan tulang rapuh sehingga mudah
patah.

 Menurunkan produksi hormon oleh kelenjar adrenal

 Menstruasi tidak teratur

 Mudah terinfeksi

 Penyembuhan luka yang lama


Sindrom Cushing iatrogenic

 Sindrom Cushing iatrogenic dijumpai pada penderita arthritis rheumatoid, asma,limfoma, dan
gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen anti inflamasi.
Iatrogenic Cushing’s syndrome, diinduksikan dengan pemberian glukokortikoid atau steroid lain
seperti megesterol yang mengikat reseptor glukokortikoid, dibedakan oleh penemuan fisik dari
hiperfungsi adrenokortikalendogen.

 Perbedaan dapat dibuat, bagaimanapun, dengan mengukur kadarkortisol urine dalam keadaan
basal; pada sindrom iatrogenik pada kadar inimerupakan rendah secara sekunder akibat
penekanan dari aksis adrenal pituari. Keparahan dari iatrogenic Cushing’s syndrome terkait
dengan dosis steroid total, steroid paruh hidup biologis, dan lama terapi.

 Kortikosteroid dapat mempengaruhi sel-sel melalui reseptor-reseptorglukokortikoidnya dengan


mekanisme kerja sebagai berikut: kortikosteroidberdifusi ke dalam sel melewati membran sl dan
selanjutnya berikatan dengan reseptor. Kompleks kortikosteroid-reseptor masuk ke dalam
nukleus dalambentuk aktif, dan akan mengikat DNA serta meningkatkan sintesis messengerRNA
(mRNA). Messenger RNA ini akan menimbulkan sintesis protein yang baru. Protein baru ini akan
menghambat fungsi sel-sel limfoid dengan penghambatanuptake glukosa

 Sehubungan dengan pengaruh kortikosteroid ini kita kenal dua golongan spesies yaitu golongan
yang resisten dan sensitif terhadap kortikosteroid. Spesies yang resisten terhadap kortikosteroid
adalah manusia dan kerasedangkan yang sensitif adalah tikus dan kelinci.

 Limfositopeni Apabila kortikosteroid diberikan kepada golongan resisten akan menyebabkan


limfositopeni akibat redistribusi limfosit ke luar sirkulasi darahmenuju organ-organ limfoid
lainnya terutama sumsum tulang. Redistribusi inilebih banyak mempengaruhi limfosit-T
daripada limfosit-B. Mekanisme yangmendasari terjadinya redistribusi limfosit belum diketahui
secara pasti. Secara teoritis limfositopeni dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu: migrasi
hebatkeluar dari pembuluh darah dan blok perifer. Mekanisme blok perifer ini ditunjang oleh
penemuan bahwa aktifitas fisik pada orang normal menyebabkanlimfositosis akibat mobilisasi
cadangan perifer, tetapi hal ini tidak ditemukan setelah pemberian kortikosteroid. Limfositopeni
akan mencapai puncaknya 4-6 jam setelah pemberian 20 mg prednison intravena dan kembali
ke nilai normalsetelah 24 jam. Berat dan lamanya limfositopeni tidak berbeda apabila dosis
prednison ditingkatkan sampai 40 mg atau 80 mg.Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada
manusia adalahpenghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang. Selain itu
kortikosteroid juga menyebabkan berkurangnya aktifitas makrofag baik yangberedar dalam
darah (monosit) maupun yang terfiksir dalam jaringan (selKupffer). Pengaruh tersebut
diperkirakan akibat penghambatan kerja faktor-faktor limfokin yang dilepaskan oleh sel-T
sensitif pada makrofag, karenatempat kerja kortikosteroid diperkirakan pada membran
makrofag.

 Penghambatan akumulasi netrofil di tempat radang adalah akibat kerjakortikosteroid


mengurangi daya lekat netrofil pada dinding endotel pembuluhdarah, bukan akibat
penghambatan kemotaksis yang hanya dapat dihambat olehkortikosteroid pada kadar
suprafarmakologik.

 Leonard melaporkan bahwa pemberian 10 mg prednison per oral pada orang sehat sudah cukup
untuk meningkatkan netrofil dan menurunkan jumlah limfosit, monosit dan eosinofil dalam
darah, sesuai dengan yang dilaporkan oleh Saavedra-Delgado dkk yang menggunakan 35 – 70
mg prednison per oral.Kepustakaan lain melaporkan bahwa kortikosteroid mempunyai
pengaruh yang kompleks terhadap distribusi netrofil. Kortikosteroid meningkatkan pelepasan
netrofil muda dari sumsum tulang ke sirkulasi. Di samping itu kortikosteroid juga meningkatkan
masa paruh netrofil dalam sirkulasi. Kombinasi kedua pengaruh ini menyebabkan terjadinya
netrofilia, walaupun fungsi bakterisidanyamenurun. Hasil akhir pengaruh kortikosteroid adalah
menghambat migrasi dan akumulasi netrofil pada daerah radang. Mungkin pengaruh
kortikosteroid padamakrofag dan netrofil inilah yang menyebabkan peningkatan kejadian
infeksipada penggunaan kortikosteroid setiap hari.

 Penggunaan kortikosteroid selang sehari telah dapat mengembalikan akumulasi netrofil pada
hari bebas pemberian obat, tetapi akumulasi makrofagpada hari tersebut masih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa makrofag lebihsensitif daripada netrofil terhadap pengaruh antiinflamasi
kortikosteroid.

 Dilaporkan pula bahwa penggunaan kortikosteroid selang sehari tidak disertai peningkatan
angka infeksi. Kortikosteroid mungkin juga mengurangi pelepasanenzim-enzim lisosom, tetapi
hanya sedikit mempengaruhi stabilitas membranlisosom pada kadar farmakologik.

 Kortikosteroid mempunyai pengaruh terhadap aktifitas biologik komplemen. Pengaruh tersebut


berupa penghambatan fiksasi C3b terhadapreseptornya pada fagosit mononuklear, dan
penghambatan pengaruh C3a, C5adan C567 pada lekosit PMN. Pengaruh non-spesifik ini hanya
terjadi padapemberian kortikosteroid dosis tinggi. Hal ini telah dibuktikan secara invitrodengan
pemberian metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb. Intravena atau secarainvivo dengan
hidrokortison dosis 120 mg/kgbb intravena.

 Kepustakaan lain melaporkan bahwa kortikosteroid topikal juga berpengaruh terhadap sistem
imun. Pengaruh tersebut berupa atrofi kulit sehingga kulit tampak tipis, mengkilat dan keriput
seperti kertas sigaret. Hal ini dapat memperberat dan mempermudah terjadinya infeksi oleh
karena terjadigangguan mekanisme pertahanan kulit. Beberapa efek samping lain yang
mungkinterjadi adalah diabetes melitus, osteoporosis, gangguan psikologik danhipertensi.

 Efek samping lain yang cukup serius meliputi perkembangan ulkus peptikum dan komplikasinya.
Gambaran klinik yang menyertai kelainan lain, terutamainfeksi bakteri dan jamur, dapat
diselubungi oleh kortikosteroid, dan penderitaharus diawasi dengan teliti untuk menghindari
kecelakaan serius bila digunakan dosis tinggi.

 Beberapa penderita mengalami miopati, yang sifatnya belum diketahui. Frekuensi terjadinya
miopati lebih besar pada penderita yang diobati dengan triamnisolon.
 Penggunaan obat ini maupun metilprednisolon berhubungan dengan timbulnya mual, pusing
dan penurunan berat badan pada beberapa penderita.

 Psikosis juga dapat terjadi, terutama pada penderita yang mendapat dosisbesar kortikosteroid.

 Terapi jangka lama dapat menimbulkan perkembangan katarak subkapsular posterior. Hal ini
ditunjukkan dengan pemeriksaan slitlamp periodik pada penderita ini. Biasa terjadi peningkatan
tekanan intraokular, danmungkin menyebabkan glaukoma.

 Juga terjadi hipertensi intrakranial jinak. Padadosis 45 mg/m2/hari atau lebih, dapat terjadi
retardasi pertumbuhan padaanak-anak.

 Jika diberikan dalam jumlah lebih besar dari jumlah fisiologi, steroidseperti kortison dan
hidrokortison yang mempunyai efek mineralokortikoidselain efek glukokortikoid, dapat
menyebabkan retensi natrium dan cairan sertahilangnya kalium.

 Pada penderita dengan fungsi kardiovaskular dan ginjal normal,hal ini dapat menimbulkan
alkalosis hipokloremik hipokalemik, dan akhirnyapeningkatan tekanan darah.

 Pada penderita hiponatremia, penyakit ginjal, atau penyakit hati, dapat terjadi edema.

 Pada penderita penyakit jantung, tingkatretensi natrium yang sedikit saja dapat menyebabkan
gagal jantung kongestif.

Penanganan Efek Samping

 Penanganan yang disarankan untuk saat ini pada penderita yang mendapatkan efek samping
kortikosteroid adalah dengan melakukan penurunankonsumsi dosis kortikosteroid secara
perlahan-lahan (tapering off).

 Jika timbul diabetes, diobati dengan diet dan insulin. Sering penderita yang resisten
denganinsulin, namun jarang berkembang menjadi ketoasidosis.

 Pada umumnya penderita yang diobati dengan kortikosteroid seharusnya diberi diet protein
tinggi, dan peningkatan pemberian kalium serta rendah natrium seharusnya digunakan apabila
diperlukan

Anda mungkin juga menyukai