Anda di halaman 1dari 72

Kortikosteroid Sistemik :

Fokus pada Penyakit


Autoimun di Fasilitas
Layanan Primer
M. Rosyid Narendra, dr., Sp.PD

Departemen / KSM Ilmu Penyakit Dalam


RSUD Dr. Soetomo - Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya
MATERI
• Pendahuluan
• Definisi, Etiologi, dan Patofisiologi Penyakit
Autoimun
• Diagnosis Penyakit Autoimun
• Introduksi Kortikosteroid Sistemik
• Peran Kortikosteroid pada Penyakit Autoimun
• Prinsip Terapi Kortikosteroid
• Efek Samping Penggunaan Kortikosteroid
• Diskusi Kasus Terapi Kortikosteroid di FKTP
Pendahuluan
• Obat kortikosteroid ditemukan tahun 1940-an  salah satu obat yang
paling banyak digunakan dan efektif untuk penyakit inflamasi dan
autoimun
Pendahuluan
• Penggunaan kortikosteroid  penyakit di bidang
respirologi dan alergi, dermatologi, endokrinologi,
oftalmologi, rematologi, hematologi, gastrointestinal,
dll
• Kortikosteroid sistemik (oral dan parenteral) 
merupakan bagian penting dalam terapi penyakit
autoimun
• Penyakit autoimun  kondisi yang dipicu oleh sistem
kekebalan yang menyerang tubuh sendiri karena
penurunan toleransi imunologis terhadap sel-sel imun
auto-reaktif.
• Prevalensinya semakin meningkat  SLE, RA,
Spondiloartritis (paling banyak dirujuk dari FKTP ke poli
rawat jalan IPD)
Pendahuluan
• Masalah terkait terapi kortikosteroid 
Tidak tepat indikasi dan dosis
Efek samping pemakaian jangka panjang
Pandemi Covid-19
Vaksin Covid-19
Penyakit Autoimun
• Definisi  kondisi patologis yang diidentifikasi oleh
respons autoimun abnormal dan ditandai oleh
auto-antibodi dan respons sel T terhadap molekul
sendiri oleh reaktivitas sistem imun
• Klasifikasi  berdasarkan tingkat keterlibatan
organ (organ-spesifik hingga sistemik)
• Setiap jenis penyakit autoimun memiliki
karakteristik patofisiologi yang unik
Patofisiologi Penyakit Autoimun
Etiologi Penyakit Autoimun
Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Autoimun
Diagnosis Penyakit Autoimun
• Tidak ada kriteria yang diterima secara universal
• Beberapa penyakit dengan karakteristik yang
kurang khas yang saat ini dianggap sebagai
autoimun dapat berubah menjadi penyebab lain.
• Diagnosis penyakit autoimun umumnya didasarkan
pada adanya penyakit yang dimediasi sistem imun
adaptif yang disebabkan oleh antibodi autoreaktif,
sel T, atau keduanya.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
SPONDILOARTRITIS
KORTIKOSTEROID
SISTEMIK
Aksis Hipotalamus – Pituitari - Adrenal
Kortikosteroid sistemik (eksogen)
• Sistemik  Oral dan parenteral
• Efek  utamanya glukokortikoid dan
mineralokortikoid relatif
• Penggunaan sistemik  menimbulkan
permasalahan karena efek samping yang
ditimbulkan
Efek
Kortiko-
steroid
sistemik
eksogen
terhadap
HPA Axis
Efek Kortikosteroid pada Sel Imun
Efek Kortikosteroid pada Sel Imun
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia 2021 : Rheumatoid Arthritis

• Bagian dari terapi awal untuk mendapatkan kontrol


penyakit AR dengan cepat yang kemudian dikurangi
dosisnya secara bertahap saat DMARD sudah mulai
bekerja
• Diberikan dalam jangka waktu sesingkat mungkin
dan dosis serendah mungkin yang dapat mencapai
efek klinis
Kortikosteroid pada Algoritma Terapi RA
Algoritma Terapi SLE
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia 2021 : Spondiloartritis
PRINSIP TERAPI
KORTIKOSTEROID SISTEMIK
1. Tepat Indikasi dan Dosis
• Pastikan diagnosis dan kesesuaian rekomendasi
terapi  tidak semua penyakit autoimun harus
diberikan kortikosteroid sistemik
• Sesuaikan besarnya dosis kortikosteroid dengan
derajat keparahan dari penyakit autoimun
• Terapi rumatan / maintenance  low dose
• Terapi inisial pada kondisi akut / subakut 
medium, high, atau very high dose
• Kondisi yang mengancam jiwa  Pulse dose
Genomic Mechanisms
Genomic and Non-Genomic Mechanisms
2. Tepat Waktu
2. Tappering Off
• Tappering off  pengurangan dosis secara berkala
• Tujuan  menghindari efek samping, fenomena
rebound, dan defisiensi kortisol (akibat penekanan
aksis HPA), serta memulihkan fungsi adrenal
• Dimulai segera setelah aktivitas penyakit mulai
terkontrol
• Tidak ada rekomendasi khusus, tergantung aktivitas
penyakitnya, lama terapi, dan respon klinis
• Pertimbangkan obat sparing agent untuk mengurangi
dosis kortikosteroid dan mengontrol penyakit
dasarnya  Mtx, azatioprin, mikofenolat, dll
2. Tappering Off
• Contoh panduan tappering off dari PAPDI :
Prednison > 40mg/hari dilakukan penurunan 5 – 10
mg setiap 1 – 2 minggu  diikuti penurunan 5 mg
setiap 1 – 2 minggu pada dosis kisaran 20 – 40
mg/hari  diturunkan 1-2,5 mg setiap 2 minggu bila
dosis prednison < 20 mg/hari
• Dipertahankan dosis terendah yang masih dapat
mengontrol aktivitas penyakit
2. Tappering Off
2. Tappering Off
3. Waspada interaksi obat
3. Waspada interaksi obat
4. Waspada Efek Samping
• Selalu melakukan pemeriksaan skrining baseline
dan monitoring untuk pemeriksaan follow up
parameter efek samping
• Obati secara optimal kondisi komorbid yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya efek samping
• Efek samping yang bisa terjadi sangat luas 
dijelaskan selanjutnya
• Pemberian suplemen tertentu untuk mencegah
efek samping  calcium untuk osteoporosis
5. Waspada efek terhadap
penyakit komorbid lain
• Diabetes Mellitus
• Hipertensi dan penyakit jantung
• Infeksi
• Immunocompromised
• Gangguan psikiatri
• Ulkus gaster
6. Risk vs Benefit
• Selalu pertimbangkan rasio manfaat dibanding
risiko akibat pemakaian kortikosteroid sistemik
jangka panjang kasus per kasus
Special Consideration
(Hamil dan menyusui)

• Mekanisme perlindungan janin dari kortikosteroid


eksogen dari ibu 
1. Kortikosteroid yang terikat protein transport tidak
bisa melewati plasenta
2. Enzim 11β-HSD pada plasenta menginaktifkan
cortisol, kortikosterone, dan prednisolon. Tetapi
tidak untuk deksametason
• Jika ibu hamil harus mendapatkan terapi
kortikosteroid  prednison, prednisolon,
metilprednisolon
Special Consideration
(Hamil dan menyusui)

• Jika janin memerlukan terapi kortikosteroid 


deksametason dan betametason
• Efek samping kortikosteroid pada janin  gangguan
perkembangan intrauterin dan berat badan lahir
rendah
Special Consideration
(Infeksi Covid-19)
Pasien penyakit autoimun baru (akan memulai
terapi)
• Kortikosteroid dapat diberikan pada pasien
terkonfirmasi COVID-19 yang asimtomatik atau
dengan gejala infeksi ringan-sedang dengan dosis
efektif terkecil sesuai aktivitas penyakit

• Pada pasien COVID-19 dengan gejala infeksi berat,


penentuan dosis kortikosteroid
mempertimbangkan kondisi klinis kasus per kasus
serta risk-benefit ratio setiap pasien.
Special Consideration
(Infeksi Covid-19)

Pasien penyakit autoimun lama (sudah menjalani


terapi)
• Kortikosteroid dapat dilanjutkan pada pasien
terkonfirmasi COVID-19 dengan mengusahakan
tapering-off ke dosis efektif terkecil sesuai aktivitas
penyakit reumatiknya
Special Consideration
(Vaksin Covid-19)

• Individu dengan penyakit autoimun layak untuk


mendapatkan vaksinasi jika penyakitnya sudah
dinyatakan stabil sesuai rekomendasi dokter yang
merawat.
• Stabil  penggunaan kortikosteroid low dose < 20
mg/ hari selama 14 hari
EFEK SAMPING
KORTIKOSTEROID SISTEMIK
Musculoskeletal
• Glucocorticoids induced Osteoporosis
• Steroid-induced myopathy
• Osteonecrosis
Metabolic and Endocrine
• Hiperglikemia
• Cushing syndrome
• Supresi hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis
 insufisiensi adrenal
• Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada remaja
Cushing’s Syndrome
Infeksi
• Infeksi bakteri, virus, atau jamur
• Terutama pemakaian kortikosteroid dosis moderate
hingga tinggi
• Low dose  tidak ada risiko infeksi
Cardiovascular
• Retensi cairan
• Edema
• Peningkatan BB
• Hipertensi
• Aritmia
Ophthalmologic
• Katarak
• Peningkatan tekanan intraokuler
• Central serous chorioretinopathy
Gastrointestinal (GI)
• Gastritis
• Gastric ulcer formation
• GI bleeding
Neuropsychiatric
• Memory impairment
• Agitation,
• Anxiety / Fear
• Hypomania
• Insomnia
• Irritability,
• Lethargy,
• Mood lability
• Psychosis
DISKUSI KASUS
Kasus 1
• Pasien perempuan umur 30 tahun, BB 50 kg,
datang ke IGD klinik tempat Anda bekerja dengan
keluhan nyeri sendi seluruh tubuh dan demam 2
hari. Sebelumnya punya riwayat sering nyeri sendi,
sariawan, rambut rontok. Saat ini keluhan disertai
kemerahan pada kulit dan bengkak pada kedua
kaki. Belum pernah berobat. Vital sign stabil. Pasien
sudah membawa hasil lab sebagai berikut:
• Hb:8.9, PLT: 19000, WBC: 3200, LED:100, CRP:2
• UL : proteinuri +4
• BUN: 89, SK: 2.5, SGOT: 30, SGPT: 21, Alb: 2,8
Tatalaksana yang tepat :
A. Rawat jalan dengan terapi deksametason oral
3x0,5mg
B. Rawat inap di klinik dengan terapi Injeksi
deksametason 3x5mg IV
C. Rujuk ke RS yang lebih tinggi rencana pemberian
pulse dose MP 500mg IV selama 3 hari
D. Rawat jalan dengan terapi cetirizine 1x10mg dan
paracetamol 3x500mg
E. Rujuk ke poli penyakit dalam RS besok pagi,
sementara diberikan amoksisilin 3x500mg dan
paracetamol 3x500mg
4 hari kemudian pasien datang ke tempat praktek pribadi Anda,
mengatakan pasien pulang dari RS atas permintaan sendiri karena
sudah merasa sembuh dan tidak ada keluhan, tetapi tidak mau
dirawat di RS (sudah ttd penolakan). Riwayat pemberian pulse dose
MP 500mg selama 3 hari. Tindakan Anda selanjutnya terkait terapi
kortikosteroidnya :

A. Memberikan vitamin dan tidak melanjutkan


kortikosteroid karena pasien sudah sehat
B. Memberikan deksametason oral 3x0,5mg
C. Memberikan metilprednisolon 1x4mg
D. Memberikan metilprednisolon 3x16mg
E. Memberikan metilprednisolon 3x16mg dan tablet
Calcium 1x1
Kasus 2

• Pasien laki-laki umur 40 tahun, datang ke klinik


tempat Anda bekerja dgn keluhan nyeri2 sendi
tangan dan kaki. Kaku pada pagi hari sekitar 45
menit, bila aktivitas membaik. Tidak demam. Pasien
membawa hasil lab sbb:
• Hb:12, PLT: 190000, WBC: 8700, LED:100, CRP:120
• UL : dbn
• BUN: 30, SK: 1,0, SGOT: 30, SGPT: 21, Alb: 3.8
• Rheumatoid factor (RF) : +
Tatalaksana selanjutnya :
A. Meloxicam 1x15 mg dan diazepam 5 mg pagi hari
B. MP 8mg pagi hari, tablet calcium 1x1, dan NSAID,
lalu edukasi untuk rujuk ke RS rencana pemberian
imunosupressan
C. Rawat inap dengan terapi inj deksametason
3x5mg
D. MP 3x16 mg, tablet calcium 1x1, dan NSAID dan
kontrol ke klinik 2 minggu kemudian
E. Vitamin B complex 3x1
Kasus 3
• Pasien laki-laki umur 35 tahun, datang dengan
keluhan berat badan naik dan muka menjadi
tembem sejak 2 bulan. Tidak ada demam. BAK dan
BAB normal. RPD: sering nyeri punggung pagi hari
bangun tidur selama 30 mnt, untuk aktivitas
berkurang, pernah ke dokter penyakit dalam dan
didiagnosis spondiloartritis tetapi pasien tidak rutin
berobat dan membeli obat sendiri MP 2x16 mg
selama 6 bulan. VS : TD 150/90, N:90x/m,
RR20x/m, temp 36C
Foto lumbosacral : muscle spasm dan
sacroilitis
Tatalaksana selanjutnya :
A. Hentikan steroid dan mengganti dengan NSAID
B. Menaikkan dosis steroid menjadi 3x16mg dan
memberikan tablet kalsium, dan edukasi untuk rujuk
ke spesialis penyakit dalam
C. Menurunkan dosis steroid 1x16mg, memberikan
tablet kalsium, dan edukasi untuk rujuk ke spesialis
penyakit dalam
D. Melanjutkan dosis steroid dan meminta kontrol
seminggu lagi untuk dievaluasi
E. Mengganti jenis steroid menjadi prednison 2x20mg
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai